قالَ الله تعالىٰ: {يَٰبَنِيٓ ءَادَمَ قَد أَنزَلنَا عَلَيكُم لِبَاسا يُوَٰرِي سَوءَٰتِكُم وَرِيشا وَلِبَاسُ ٱلتَّقوَىٰ ذَٰلِكَ خَير} [ الأعراف: 26]، وقال تعالىٰ: {وَجَعَلَ لَكُم مِّنَ ٱلجِبَالِ أَكنَٰنا وَجَعَلَ لَكُم سَرَٰبِيلَ تَقِيكُمُ ٱلحَرَّ وَسَرَٰبِيلَ تَقِيكُم بَأسَكُم} [النحل: 81].
Allah Almighty says: {O children of Adam, We have bestowed upon you clothing to conceal your private parts and as adornment. But the clothing of righteousness - that is best.} [Al-A‘rāf: 26] He also says: {And He has made for you from the mountains, shelters and has made for you garments which protect you from the heat and garments which protect you in your battle.} [Al-Nahl: 81]
Allah -Ta'ālā- berfirman, "Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi aurat kamu dan untuk perhiasan bagi kamu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik." (QS. Al-A'rāf: 26) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Dan Dia menjadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, menjadikan pakaian bagimu yang memeliharamu dari panas, dan juga pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan." (QS. An-Naḥl: 81)
1) من حكمة الله سبحانه وتعالىٰ أن جعل بني آدم محتاجين للّباس؛ لتغطية العورة الظاهرة، ومحتاجين للِباس التقوىٰ؛ للعورة الباطنة، وهي المعاصي. فذكرَ اللهُ تعالىٰ نوعين من اللباس: نوعاً ظاهراً حسياً، ونوعاً باطناً معنوياً.
1) Out of His wisdom, Allah Almighty made human beings in need of clothing to cover their outward ‘Awrah (private parts) and in need of the clothing of piety to cover their inward ‘Awrah, i.e. their sins. So, our Lord mentions two types of clothing, one is outward and material and the other is inward and moral.
1) Di antara hikmah Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- adalah Dia menjadikan manusia butuh pada pakaian untuk menutup aurat lahiriahnya dan juga butuh pada pakaian takwa untuk menutup aurat batinnya, yaitu maksiat. Allah -Ta'ālā- menyebutkan dua jenis pakaian; pakaian yang bersifat lahiriah atau indrawi dan pakaian yang bersifat batin atau maknawi.
2) اللباس الحسي قسمان: قسم ضروري توارَىٰ به العورة، وقسم كمالي ــ وهو الريش ــ لباس الزينة.
2) The material clothing is of two types: one is necessary, which is used to cover the ‘Awrah, and the other is complementary, which is worn for adornment.
2) Pakaian yang bersifat indrawi terbagi dua jenis; pakaian primer untuk menutup aurat dan pakaian pelengkap yang merupakan pakaian perhiasan.
3) لباس التقوىٰ، وهو اللباس المعنوي، خير وأبقىٰ من اللباس الظاهر، فيجب علىٰ العبد أن يعتني بلباس التقوىٰ، ويزيّنه ويجمّله.
3) The clothing of piety, which is the moral one, is better and longer lasting than the material clothing. A person, therefore, should take care of the clothing of piety and adorn and beautify it.
3) Pakaian takwa -yaitu pakaian yang bersifat maknawi- lebih baik dan lebih kekal dari pakaian yang tampak, sehingga seorang hamba wajib memperhatikan pakaian takwa, menghiasnya dan mempercantiknya.
1/779 ــ وعن ابنِ عبَّاسٍ رضي الله عنهما أنَّ رسُولَ الله صلى الله عليه وسلم قال: «الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ البَيَاضَ، فَإنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ، وَكَفِّنُوا فِيها مَوْتَاكُمْ». رواهُ أبو داود، والترمذي وقال: حديث حسن صحيح.
779/1 - Ibn ‘Abbās (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Wear white clothes, for they are among the best of your clothes; and use them for shrouding your dead.” [Narrated by Abu Dāwūd and Al-Tirmidhi, who classified it as Hasan Sahīh (sound and authentic)]
1/779- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Pakailah pakaian kalian yang berwarna putih, sesungguhnya ia adalah sebaik-baik pakaian kalian, dan kafanilah yang meninggal di antara kalian dengannya." (HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")
2/780 ــ وعنْ سَمُرَةَ رضي الله عنه قال: قالَ رسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: «الْبَسُوا البَيَاضَ، فإنَّهَا أَطهَرُ وأَطْيَبُ، وكَفِّنـُوا فِيها مَوْتَاكُمْ». رواه النسائي، والحاكم وقال: حديث صحيح.
780/2 - Samurah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Wear white clothes, for they are purer and better, and use them as shrouds for your dead.” [Narrated by Al-Nasā’i and Al-Hākim, who classified it as authentic]
2/780- Samurah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Pakailah pakaian yang berwarna putih karena ia lebih bersih dan lebih baik, dan kafanilah yang meninggal di antara kalian dengannya." (HR. An-Nasā`iy dan Al-Ḥākim dan dia berkata, "Hadis sahih")
1) خير الثياب البيض، وهي أزكىٰ وأطيب، لأنها تدلّ علىٰ الوضاءة والنور، ونقاء الأمة بأفرادها، وصفاء عقيدتها، فإن للباس أثراً علىٰ لابسه.
1) The best clothes are the white ones. They are purer and more pleasant, and they give brightness and indicate the purity of this Ummah and its members, as well as its creed. Indeed, clothing has impact on those who wear it.
1) Pakaian yang paling baik adalah yang berwarna putih, ia lebih suci dan lebih baik karena tampak bersinar dan bercahaya, serta menunjukkan kesucian umat Islam secara individu dan kejernihan akidah mereka, dan pakaian memberi pengaruh pada pemakainya.
2) يجب الاعتناء بهيئة كفن الميت، لأن للميت حرمةً.
2) We should take care of how we shroud the dead, given their inviolability.
2) Wajib memperhatikan jenis kafan orang yang meninggal, karena orang yang meninggal tetap memiliki kehormatan.
3/781 ــ وعن البراءِ رضي الله عنه قال: «كانَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم مَرْبُوعاً، وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ في حُلَّةٍ حَمْراءَ مَارَأَيْتُ شَيْئاً قَطُّ أَحْسَنَ مِنْهُ». متَّفقٌ عليه.
781/3 - Al-Barā’ (may Allah be pleased with him) reported: “The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) was of medium stature. I saw him wearing a red mantle. I have never seen anything more graceful than that.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]
3/781- Al-Barā` -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah orang yang tingginya sedang. Aku pernah melihat beliau menggunakan setelan ḥullah berwarna merah, belum pernah sama sekali aku melihat yang lebih bagus dari itu." (Muttafaq 'Alaih)
4/782 ــ وعن أبي جُحَيْفَةَ وهْبِ بنِ عَبْدِ الله رضي الله عنه قال: رَأَيْتُ النبَّيَّ صلى الله عليه وسلم بِمَكَّةَ وَهُوَ بِالأبْطَحِ في قُبَّةٍ لَهُ حَمْرَاءَ مِنْ أَدَمٍ، فَخَرَجَ بِلالٌ بِوَضوئه، فَمِنْ نَاضِحٍ ونَائِلٍ، فَخَرَجَ النَّبيُّ صلى الله عليه وسلم وعَلَيْهِ حُلَّة حَمْراءُ، كَأَنِّي أَنْظُرُ إلىٰ بَيَاضِ سَاقَيْهِ، فَتَوَضَّأَ وَأَذَّنَ بِلالٌ، فَجَعَلْتُ أَتَتَبَّعُ فَاهُ هاهُنَا وهاهُنا، يقولُ يَمِيناً وشِمَالاً: حَيَّ عَلىٰ الصَّلاةِ، حَيَّ عَلىٰ الفَلاَحِ، ثُمَّ رُكِزَتْ لَهُ عَنَزَةٌ، فَتَقَدَّمَ فَصَلَّىٰ يَمُر بَيْنَ يَدَيْهِ الكَلْبُ والحِمَارُ لاَ يُمْنَعُ. متَّفقٌ عليه.
782/4 - Abu Juhayfah Wahb ibn ‘Abdullāh (may Allah be pleased with him) reported: “I saw the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) in Al-Abtah when he was in a red leather tent. Bilāl stepped out with ablution water (that was left over from the Prophet’s ablution). There were people who managed to get some of it (seeking its blessing), whereas others just received a sprinkle of it. Then, the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) came out wearing a red garment. It is as if I am looking right now at the whiteness of his legs. He performed ablution and Bilāl called the Adhān. I kept watching the movement of his mouth (as he turned) to this side and that side and he said to the right and to the left: ‘Come to prayer, come to success’. Then, a (walking) stick was fixed for him (in the ground). He stepped forward and prayed, and dogs and donkeys would pass in front of him, and they were not prevented.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]
4/782- Abu Juḥaifah Wahb bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku pernah melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di Mekah ketika beliau berada di Abṭaḥ di kemah beliau yang berwarna merah dan terbuat dari kulit. Bilal keluar membawa sisa air wudu beliau; ada yang mendapatkannya langsung dan ada yang mendapatkannya dari percikan orang lain. Kemudian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar mengenakan setelan ḥullah berwarna merah, seolah-olah aku masih melihat putihnya kedua betis beliau. Kemudian beliau berwudu dan Bilal mengumandangkan azan. Aku pun mengikuti (gerakan) mulut Bilal ke sana ke mari. Dia mengucapkan ke kanan dan ke kiri, 'Ḥayya 'alaṣ-ṣalāh (marilah kita salat)' dan 'Ḥayya 'alal-falāḥ (marilah menuju kemenangan).' Selanjutnya sebuah tongkat ditancapkan untuk beliau. Beliau pun maju dan melaksanakan salat, sedangkan anjing dan keledai lewat depannya dan tidak dilarang." (Muttafaq 'Alaih)
«العَنَزَةُ» بفتحِ النونِ: نحْوُ العُكَّازَةِ.
--
العَنَزَةُ (al-'anazah), dengan memfatahkan "nūn", yaitu sejenis tongkat.
مَرْبُوعاً: لم يكن طويلاً ولا قصيراً، وكان إلىٰ الطول أقرب.
--
مَرْبُوعاً (marbū'an): tidak tinggi sekali dan tidak pendek, tetapi lebih dekat kepada tinggi.
حُلَّة: ثوب له ظهارة وبطانة من جنس واحد.
--
حُلَّة (ḥullah): pakaian yang bagian luar dan bagian dalamnya dari satu jenis yang sama.
الأبْطَح: مكان فسيح من أرض مكة المكرمة، بينه وبين منىٰ قدر ميل، وهو المشهور اليوم بحي المعابدة.
Al-Abtah is a spacious area in Makkah, a mile away from Mina. It is modern-day Al-Ma‘abdah district.
الأبْطَح (al-abṭaḥ): sebuah tempat lapang yang berada di Kota Mekah, berjarak dengan Mina sekitar satu mil, dan hari ini dikenal dengan nama Ḥayyi Al-Mu'ābadah.
قُبَّة: خيمة.
--
قبّة (qubbah): kemah, tenda.
أَدَم: جلد.
--
أَدَم (adam): kulit.
نَاضِح: يرش الماء.
--
نَاضِح (nāḍiḥ): memercikkan air.
نائِل: مصيب منه وآخذ.
--
نائِل (nā`il): mendapatkan.
رُكِزَتْ: غُرِزَتْ.
--
رُكِزَتْ (rukizat): ditancapkan.
1) جواز لباس الأحمر والصلاة فيه، بشرط ألا تكون حمرته خالصة.
1) It is permissible to wear red clothing and pray while wearing it, provided it is not purely red.
1) Boleh memakai pakaian warna merah serta menggunakannya untuk salat dengan syarat warnanya tidak merah secara utuh.
2) جواز اتخاذ الأخبية من اللون الأحمر، لأن قُبّة رسول الله صلى الله عليه وسلم كانت من جلد لونه أحمر.
2) It is permissible to use red tents, for the Prophet’s tent was made of red skin.
2) Diperbolehkan memiliki kemah dengan warna merah karena kemah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terbuat dari kulit dan berwarna merah.
قال ابن قيّم الجوزية ــ رحمه الله تعالىٰ ــ في (زاد المعاد في هدي خير العباد صلى الله عليه وسلم): «ولبسَ صلى الله عليه وسلم حلّة حمراء، والحلّة إزارٌ ورداء، ولا تكون حلّة إلا اسماً للثوبين معاً، وغلط من ظنّ أنها حمراء بحتاً لا يخالطها غيره، وإنما الحلّة الحمراء: منسوجة بخطوط حُمْرٍ مع سُوْدٍ، وهي معروفة بهذا الاسم باعتبار ما فيها من الخطوط الحمر، وإلا فالأحمر البحت منهيٌّ عنه أشدّ النهي، ففي صحيح البخاري «أنَّ النَّبيَّ صلى الله عليه وسلم نهىٰ عن المياثر الحمر»، وفي جواز لبس الأحمر من الثياب والجوخ وغيرها نظر، أما كراهته فشديدة جداً، فكيف يُظنّ بالنَّبيِّ صلى الله عليه وسلم أنه لبس الأحمر القاني؟».
In Zād al-Ma‘ād fi Hady Khayr al-‘Ibād, Ibn Qayyim al-Jawziyyah (may Allah have mercy upon him) said: “The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) wore a red mantle, which necessarily consisted of an upper garment and a lower one. So, it is wrong to think that the Prophet’s mantle was strictly red, not mixed with another color. Indeed, the red mantle was woven out of red and black threads. It is called red because of the red threads in it. In fact, pure red is strictly forbidden. It is narrated in Sahīh Al-Bukhāri that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) prohibited the use of red saddle cloths. As for the permissibility of wearing red clothing, this is debatable. But it is known to be very disliked. How would anyone imagine that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) did wear clothing in blood red color!
Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah -raḥimahullāh- berkata dalam bukunya, Zādul-Ma'ād fī Hadyi Khairil-'Ibād, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah memakai ḥullah berwarna merah. Ḥullah adalah setelan sarung dan selendang, dan tidak akan disebut ḥullah kecuali kedua pasang pakaian itu dipakai bersamaan. Dan telah salah orang yang mengira ḥullah tersebut berwarna merah utuh, tidak dicampur dengan warna lain. Ḥullah ḥamrā` (merah) adalah jenis kain yang ditenun dengan garis merah dengan hitam; dia terkenal dengan nama ini jika dilihat pada garis merah yang ada padanya. Jika tidak demikian, maka warna merah yang murni telah dilarang dengan sangat keras. Di dalam Ṣaḥīḥ Al-Bukhārī disebutkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah melarang dudukan pelana yang berwarna merah. Pendapat yang mengatakan boleh menggunakan pakaian dan sejenisnya yang berwarna merah adalah lemah. Adapun kemakruhannya maka sangat dimakruhkan. Lalu bagaimana Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- akan disangka memakai pakaian yang berwarna merah murni?"
5/783 ــ وعن أبي رِمْثَةَ رِفاعَةَ التَّيْمِيِّ رضي الله عنه قَالَ: رَأَيْتُ رسُولَ الله صلى الله عليه وسلم وعلَيْهِ ثوبانِ أَخْضَرانِ. رواهُ أبُو داود، والترمذي بإسْنَادٍ صحيحٍ.
783/5 - Abu Rimthah At-Taymi (may Allah be pleased with him) reported: “I saw the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) wearing two green garments.” [Narrated by Abu Dāwūd and Al-Nasā’i, with an authentic Isnād]
5/783- Abu Rimṡah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memakai sepasang pakaian berwarna hijau." (HR. Abu Daud dan Tirmizi dengan sanad sahih)
6/784 ــ وعن جابرٍ رضي الله عنه أنَّ رسُولَ اللهِ دَخَلَ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ وَعَلَيْهِ عِمَامَةٌ سَوْدَاءُ. رواهُ مسلم.
784/6 - Jābir (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) entered Makkah on the day of its conquest while wearing a black turban. [Narrated by Muslim]
6/784- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- masuk (ke Mekah) pada tahun pembebasan Kota Mekah dengan mengenakan serban hitam." (HR. Muslim)
7/785 ــ وعن أبي سعيدٍ عمرِو بنِ حُرَيْثٍ رضي الله عنه قال: كأنِّي أنظرُ إلىٰ رسولِ الله صلى الله عليه وسلم وعَلَيْهِ عِمَامَةٌ سَوْداءٌ، قَدْ أَرْخَىٰ طَرَفَيها بَيْنَ كَتفيْهِ. رواه مسلم.
785/7 - Abu Sa‘īd ‘Amr ibn Hurayth (may Allah be pleased with him) reported: “It is as if I am looking at the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) while he was wearing a black turban, and he let its ends hang between his shoulders.” [Narrated by Muslim]
7/785- Abu Sa'īd 'Amr bin Ḥuraiṡ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Seolah-olah aku masih melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau mengenakan serban hitam, beliau menjulurkan kedua ujungnya di antara kedua pundaknya." (HR. Muslim)
وفي رواية له: أنَّ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم خَطَبَ النَّاسَ، وَعَلَيْهِ عِمَامَة سَوْدَاءُ.
In another version by him: The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) delivered a speech while wearing a black turban.
Dalam riwayat Muslim yang lain disebutkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkhotbah di hadapan orang-orang dengan mengenakan serban hitam.
1) جواز لبس الثياب الخضر والسود، وإن كان اللباس الأبيض أفضل منها.
1) It is permissible to wear green and black clothes, though white clothing is better.
1) Boleh memakai pakaian warna hijau dan hitam, sekalipun pakaian berwarna putih lebih diutamakan.
2) جواز لبس العِمامة السوداء في الخطبة وفي غيرها، دون اتخاذها عادة، لأن المداومة علىٰ لبس السواد صار شعاراً لبعض الطوائف المخالفة للسُّنّة.
2) It is permissible to wear a black turban during sermons and other activities, without making it a habit. The persistent wearing of black clothing has become a slogan for some groups opposing the Sunnah.
2) Boleh memakai serban warna hitam ketika berkhotbah dan pada kegiatan lainnya, dengan syarat tidak dijadikan sebagai kebiasaan, karena terus-menerus menggunakan pakaian hitam telah menjadi syiar sebagian kelompok yang menyelisihi Sunnah.
8/786 ــ وعن عائشةَ رضي الله عنها قالت: كُفِّنَ رسولُ الله صلى الله عليه وسلم في ثلاثة أثْوَابٍ بيضٍ سَحُولِيَّةٍ مِنْ كُرْسُف، لَيْسَ فيهَا قَمِيصٌ وَلاعِمَامَةٌ. متفقٌ عليه.
786/8 - ‘Ā’ishah (may Allah be pleased with her) reported: “The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) was shrouded in three pieces of white Yemenite cotton sheets. They did not include a shirt or a turban.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]
8/786- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dikafani dengan tiga lembar kain jenis saḥūlīyyah berwarna putih yang terbuat dari katun, tidak ada baju dan serban." (Muttafaq 'Alaih)
«السَحُولِيَّةُ» بفتحِ السين وضمها وضم الحاءِ المهملتين: ثيابٌ تُنْسَب إلىٰ سَحُولٍ: قَرْيَةٍ باليَمنِ. «وَالكُرْسُف»: القُطْن.
-- --
السَحُولِيَّةُ (as-saḥūliyyah), dengan memfatahkan "sīn", dan boleh juga didamahkan, kemudian mendamahkan "ḥā`", yaitu: pakaian yang dinisbahkan kepada Saḥūl, sebuah desa di Yaman. الكُرْسُف (al-kursuf): katun.
9/787 ــ وعنها قالت: خَرَجَ رسولُ الله صلى الله عليه وسلم ذاتَ غَدَاةٍ، وَعَلَيْهِ مِرْطٌ مُرَحَّلٌ مِنْ شَعْرٍ أَسْوَد. رواه مسلم.
787/9 - She also reported: “One early morning, the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) went out wearing a garment with a pattern of camel saddles on it, made of black hair.” [Narrated by Muslim]
9/787- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Suatu pagi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar dengan mengenakan kain yang bergambar pelana unta yang terbuat dari bulu berwarna hitam." (HR. Muslim)
«المِرط» بكسر الميم: وهو كساءٌ، «والمُرحَّل» بالحاء المهملة: هُو الذي فيه صورةُ رِحال الإبلِ،وَهِيَ الأكْوَارُ.
--
المِرط (al-miraṭ), dengan mengkasrahkan "mīm", artinya: kain. Sedangkan المُرحَّل (al-muraḥḥal), dengan huruf "ḥā`", yaitu: yang memiliki gambar pelana unta.
10/788 ــ وعن المُغِيرةِ بنِ شُعْبةَ رضي الله عنه قال: كنتُ مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات ليلَةٍ في مسيرٍ، فقال لي: «أَمَعَكَ مَاءُ؟ » قلت: نَعَمْ، فَنَزَلَ عن راحِلَتِهِ ، فَمَشَىٰ حتىٰ تَوَارَىٰ في سَوادِ اللَّيْلِ، ثم جاءَ، فَأَفْرَغْتُ علَيْهِ مِنَ الإداوَةِ، فَغَسَلَ وَجْهَه وَعَلَيْهِ جُبَّةٌ مِنْ صُوفٍ، فلم يَسْتَطعْ أنْ يُخْرِجَ ذِرَاعَيْهِ منها حتَّىٰ أخْرَجَهُمَا مِنْ أَسْفَلِ الجُبَّةِ، فَغَسَلَ ذِرَاعَيْهِ وَمَسَحَ بِرَأْسِه، ثمّ أَهْوَيْتُ لأَنزَعَ خُفَيْهِ، فقالَ: «دَعْهُمَا فَإنِّي أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ»، ومَسَحَ عَلَيْهِمَا. متفقٌ عليه.
788/10 - Al-Mughīrah ibn Shu‘bah (may Allah be pleased with him) reported: “One night, I was traveling with the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him). He asked me: ‘Do you have any water with you?’ I replied: ‘Yes.’ So, he got off his camel and walked away till he disappeared in the darkness of the night. Then, he came back and I poured water for him from the waterskin. He washed his face and hands while wearing a woolen cloak from which he could not take his arms out. So, he took them out from underneath the cloak. Then, he washed his forearms and wiped over his head. I got down to take off his leather socks, but he said: 'Leave them, for I have performed ablution before putting them on,’ and he wiped over them.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]
10/788- Al-Mugīrah bin Syu'bah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Pada suatu malam, aku bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sebuah perjalanan. Beliau berkata kepadaku, "Apakah engkau membawa air?" Aku menjawab, "Ya." Maka beliau turun dari kendaraannya lalu berjalan hingga tidak terlihat di kegelapan malam. Setelah itu beliau datang, dan aku menuangkan air untuk beliau dari wadah. Maka beliau membasuh mukanya. Ketika itu beliau memakai jubah dari wol dan tidak bisa mengeluarkan kedua tangannya, sehingga beliau mengeluarkannya dari bawah jubah. Kemudian beliau membasuh tangannya dan mengusap kepala. Kemudian aku merunduk untuk melepas kedua khuff (sepatu kulit) beliau, maka beliau bersabda, "Biarkan keduanya, karena aku memasukkan keduanya dalam keadaan suci." Lalu beliau mengusap bagian atas kedua khuff tersebut. (Muttafaq 'Alaih)
وفي روايةٍ: وعَلَيْهِ جُبَّةٌ شامِيَّةٌ ضَيِّقَةُ الْكُمَّيْنِ.
In another version: “wearing a Syrian cloak with tight sleeves.”
Dalam riwayat yag lain disebutkan, "Ketika itu beliau memakai jubah Syam yang lengannya sempit."
وفي روايةٍ: أَنَّ هذِه الْقَضِيَّةَ كانت في غَزْوَةِ تَبُوكَ.
In yet another version: This happened during the battle of Tabūk.
Dan dalam riwayat yang lain disebutkan, bahwa peristiwa ini terjadi ketika perang Tabuk.
الإداوة: المطهرة، وهي إناء صغير من جلد يُتخذ للماء.
--
الإِدَاوَةُ (al-idāwah): sebuah wadah kecil yang terbuat dari kulit digunakan untuk menyimpan air.
1) وصف كفن رسول الله صلى الله عليه وسلم.
1) Description of the Prophet’s shroud.
1) Menggambarkan kain kafan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
2) الأفضل أن يُكفن الأموات في الثياب البيض، إن تيسّر، ولا يُجعل في الكفن قميصٌ ولا عمامة.
2) It is better to shroud the dead in white clothing, if possible; and neither a shirt nor a turban should be included in the shroud.
2) Jika memungkinkan maka mengafani jenazah dengan kain berwarna putih adalah lebih utama, tanpa ditambahkan baju dan serban.
3) جواز لبس الثوب الأسود، دون تخصيصٍ ملتزمٌ بوقت، أو مناسبة، كما يُفعل في المآتم، أو في مناسبات الاستقبال الرسمية.
3) It is permissible to wear black clothing, but without restricting that to a particular time or occasion, as people usually do in gatherings to mourn the dead or in formal ceremonies.
3) Boleh memakai pakaian warna hitam, tanpa disertai pengkhususan waktu ataupun acara tertentu, sebagaimana yang dilakukan pada acara kematian atau acara-acara penyambutan resmi.
4) الرخصة الشرعية لـمَن كان لابساً خفَّيْن أو جوربَيْن علىٰ طهارةِ وضوءٍ، أن يمسح عليهما، وهو أفضل من أن يخلعهما ويغسل قدميه.
4) There is an Islamic dispensation for a person who has put on leather socks or regular socks while in a state of ablution to wipe over them when he performs a new ablution. That is better than taking them off and washing his feet.
4) Rukhsah dalam agama bagi orang yang memakai khuff (sepatu bot) atau kaos kaki dalam keadaan suci (telah berwudu) adalah dengan mengusapnya (ketika berwudu kembali), dan itu lebih diutamakan dari melepasnya lalu membasuh kaki.
5) جواز إعانة المتوضئ علىٰ وضوئه، وجواز الاستعانة بالآخرين عند الوضوء.
5) It is permissible to assist someone with his ablution and to seek help from others for ablution.
5) Boleh membantu seseorang dalam mengerjakan wudu serta diperbolehkan meminta bantuan kepada orang lain ketika berwudu.