1/790 ــ عن أسماءَ بنتِ يزيدَ الأنصارِيّة رضي الله عنها قالت: «كان كُمُّ قمِيصِ رسولِ الله صلى الله عليه وسلم إلىٰ الرُّسُغِ». رواه أبو داود، والترمذي وقال: حديث حسن[4].
790/1 - Asmā’ bint Yazīd al-Ansāriyyah (may Allah be pleased with her) reported: “The sleeves of the Prophet’s Qamīs reached down to his wrists.” [Narrated by Abu Dāwūd and Al-Tirmidhi, who classified it as Hasan (sound)] [4]
1/790- Asmā` binti Yazīd Al-Anṣārīyyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Panjang lengan gamis Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah hingga pergelangan." (HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan") [4].
1) بيان الهدي النبوي في طول كم القميص؛ بأن يكون إلىٰ الرسغ، والرسغ عند مفصل الكف مما يلي أول الساعد.
1) It demonstrates the Prophet’s guidance with regard to the length of the sleeve; that it reaches the wrist.
1) Menjelaskan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang panjang lengan gamis, agar sampai pergelangan tangan, yaitu persendian telapak tangan dengan lengan.
2) المؤمن السعيد هو من اقتدىٰ برسول الله صلى الله عليه وسلم في عامّة شؤونه، ومن ذلك هيئة اللباس ومقداره.
2) The fortunate believer is the one who follows the Prophet’s example in all his affairs, including the form and size of clothing.
2) Orang beriman yang bahagia adalah yang mengikuti Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di seluruh urusan beliau, di antaranya bentuk pakaian dan ukurannya.
2/791 ــ وعن ابن عُمرَ رضي الله عنهما أنَّ النَّبيَّ صلى الله عليه وسلم قال: «مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاءَ لَمْ يَنْظُرِ الله إليه يَوْمَ القِيَامَةِ»، فقال أبو بكر رضي الله عنه: يا رسولَ الله، إنَّ إزاري يَسْتَرْخِي إلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَهُ، فقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إنَّكَ لَسْتَ مِمَّنْ يَفْعَلُهُ خُيـَلاءَ». رواه البخاري، وروىٰ مسلم بعضه.
791/2 - Ibn ‘Umar (may Allah be pleased with him and his father) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “If anyone drags his garment out of pride, Allah will not look at him on the Day of Judgment.” Abu Bakr (may Allah be pleased with him) said: “O Messenger of Allah, one side of my waist-wrapper hangs low if I do not keep tightening it.“ The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “You are not one of those who do that out of pride.” [Narrated by Al-Bukhāri; partially narrated by Muslim]
2/791- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang menjulurkan pakaiannya karena kesombongan, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari Kiamat." Abu Bakar berkata, "Ya Rasulullah! Sesungguhnya sarungku melorot (di bawah mata kaki), kecuali aku terus-menerus menjaganya." Beliau bersabda, "Sesungguhnya engkau bukan termasuk yang melakukannya karena sombong." (HR. Bukhari, dan sebagiannya diriwayatkan juga oleh Muslim)
3/792 ــ وعن أبي هريرة رضي الله عنه أنَّ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم قال: «لا يَنْظُرُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلىٰ مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَراً». متفق عليه.
792/3 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “On the Day of Judgment, Allah will not look at one who drags his lower garment out of arrogance.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]
3/792- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Pada hari Kiamat Allah tidak akan melihat seseorang yang menyeret sarungnya karena sombong." (Muttafaq 'Alaih)
4/793 ــ وعنه عنِ النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم قال: «مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْن مِنَ الإزارِ ففِي النَّارِ». روَاه البخاريّ.
793/4 - He also reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “The part of the lower garment that hangs below the ankles is in Hellfire.” [Narrated by Al-Bukhāri]
4/793- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Apa yang tertutupi oleh sarung di bawah mata kaki, maka akan disiksa di neraka." (HR. Bukhari)
5/794 ــ وعن أبي ذرٍّ رضي الله عنه عنِ النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم قال: «ثلاثةٌ لا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ القِيامةِ، ولا يَنْظُرُ إِلَيْهم، وَلا يُزَكِّيهِمْ، وَلهُم عَذَابٌ أَلِيمٌ» قَال: فَقَرأها رسولُ الله صلى الله عليه وسلم ثلاث مِرَارٍ. قال أبو ذرٍّ: خابُوا وخَسِرُوا، مَنْ هُمْ يَا رَسول الله؟ قال: «المُسْبِلُ، والمنَّانُ، وَالمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالحَلفِ الكاذِبِ». رواه مسلم.
794/5 - Abu Dharr (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “There are three to whom Allah will neither speak on the Day of Resurrection nor will He look at them nor purify them, and they will be severely tormented.” When he repeated this (statement) thrice, Abu Dharr said: “They are doomed and destroyed! Who are they, O Messenger of Allah?” He said: “One whose lower garment trails; one who reminds others of his favors to them; and one who promotes sale of his business by taking false oaths.” [Narrated by Muslim]
5/794- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Ada tiga golongan, pada hari Kiamat Allah tidak akan berbicara dengan mereka, tidak akan melihat dan memuji mereka, serta bagi mereka azab yang pedih." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengulangnya hingga tiga kali." Abu Żarr berkata, "Sungguh mereka akan menyesal dan merugi. Siapakah mereka itu, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Orang yang melakukan isbāl (menjulurkan pakaian di bawah mata kaki), yang suka mengungkit pemberian, dan yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu." (HR. Muslim)
وفي روايةِ له: «المُسْبِلُ إزَارَه».
--
Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan, "Orang yang melakukan isbāl pada kain sarungnya (menjulurkannya di bawah mata kaki)."
المُسْبِل: المرخي ثوبه تحت الكعبين، والذي يجرّ ثوبه خيلاء.
--
المُسْبِل (al-musbil): orang yang menjulurkan pakaiannya di bawah mata kaki, dan yang menurunkan dan menyeret pakaiannya karena sombong.
المنَّان: الذي يمنّ بما أعطىٰ، ويذكر إحسانه ممتنّاً به علىٰ العباد.
--
المنَّان (al-mannān): orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya serta menyebutkan kebaikannya kepada manusia dengan tujuan mengungkitnya.
1) الناس في إسبال الثياب علىٰ وجهين:
1) In relation to letting the garment trail, people fall under two categories:
1) Orang yang menurunkan pakaiannya di bawah mata kaki terbagi menjadi dua:
الأول: أن يجرّ الثوب خيلاء، والثاني: أن يُنزل الثوب أسفل من الكعبين من غير خيلاء.
First: Those who drag their garment out of pride. Second: Those who let their garment hang below the ankles, without pride.
Pertama: menurunkan pakaian karena sombong; Kedua: menurunkan pakaian di bawah mata kaki bukan karena sombong.
2) الذي يجرّ ثوبه خيلاء يُعاقب بأربع عقوبات: لا يكلمه اللهُ يوم القيامة، ولا ينظر إليه ـ يعني نظرة رحمة ـ، ولا يُزكِّيه، وله عذاب أليم.
2) A person who drags his garment out of pride shall receive four punishments: Allah will not talk to him on the Day of Judgment, nor will He look at him (a look of mercy), nor will He purify him, and he will have a painful torment.
2) Orang yang menurunkan pakaiannya karena sombong akan dihukum dengan empat jenis hukuman: Allah tidak akan berbicara kepadanya di hari Kiamat, Allah tidak akan memandangnya dengan pandangan yang mengandung rahmat, Allah tidak memujinya, dan baginya azab yang pedih.
3) الإسبال من غير خيلاء كبيرة من كبائر الذنوب، لأن فاعله متوعَّد بالنار.
3) Letting one’s garment trail without pride is a major sin, as a person who does so is threatened with entering Hellfire.
3) Isbāl tanpa sombong adalah salah satu dosa besar, karena pelakunya diancam dengan neraka.
6/795 ــ وعن ابن عمر رضي الله عنهما عن النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم قَال: «الإسْبَالُ في الإزارِ وَالقَمِيصِ وَالعِمَامَةِ، مَنْ جَرَّ شَيْئاً خُيَلاءَ لَم يَنظُرِ اللهُ إِليهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ» رواه أبو داود، والنسائي بإسنادٍ صحيح.
795/6 - Ibn ‘Umar (may Allah be pleased with him and his father) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Hanging down (the garment) applies to the lower garment, Qamīs, or turban. Whoever lets something (of his clothing) drag out of pride, Allah will not look at him on the Day of Resurrection.” [Narrated by Abu Dāwūd and Al-Nasā’i, with an authentic Isnād]
6/795- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Isbāl ada pada sarung, gamis, dan serban; siapa yang menjulurkan sesuatu karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya kelak pada hari Kiamat." (HR. Abu Daud dan An-Nasā`iy dengan sanad sahih)
1) ليس الإسبال في الإزار فقط، وإنما يتعدّىٰ إلىٰ القميص والعمامة، فينبغي أن يكون كم القميص للرسغ، وطوله دون مجاوزة حدِّ الكعبين، والعمامة دون إطالة زائدة لطرفيها وذؤابتها، لأن كل هذا من الخيلاء.
Hanging down does not apply to lower garments only, but it also includes shirts and turbans. So, the sleeve should go down to the wrist, the lower garment should not go beyond the ankles, and the turban should not have lengthy ends. All of these may denote arrogance.
1) Isbāl tidak hanya ada pada sarung saja, tetapi juga melebar ke gamis dan serban; maka seharusnya lengan gamis hanya sampai pergelangan, sedangkan panjangnya tidak boleh melewati batas mata kaki, pun serban tidak dipanjangkan berlebihan pada kedua ujung dan kuncungnya, karena semua itu adalah wujud kesombongan.
2) بيان الوعيد الشديد لمن جرّ ثوبه خيلاء.
2) It demonstrates a stern warning to those who drag their clothing out of arrogance.
2) Menjelaskan ancaman keras bagi orang yang menurunkan pakaiannya karena sombong.
7/796 ــ وعن أبي جُرَيٍّ جَابِرِ بنِ سُلَيمٍ رضي الله عنه قال: رَأيتُ رَجلاً يصْدُرُ النَّاسُ عَنْ رَأْيِهِ، لا يَقُولُ شَيئاً إلَّا صَدَرُوا عنه؟ قلتُ: من هذا؟ قالوا: رسول الله صلى الله عليه وسلم. قلتُ: عَليكَ السَّلامُ يا رسولَ الله ــ مَرَّتَيْنِ ــ قال: «لا تَقُل عَليكَ السَّلامُ، عَلَيْكَ السَّلامُ تحِيَّةُ المَوْتَىٰ، قُل: السَّلامُ عَلَيْكَ» قال: قلتُ: أنتَ رسول الله؟ قال: «أنَا رسول الله، الذي إذا أَصَابَكَ ضُرٌّ فَدَعَوْتَهُ كَشَفَهُ عَنْكَ، وَإِذا أَصَابَكَ عَامُ سَنَةٍ فَدَعَوْتَهُ أنبَتَها لكَ، وإذا كُنتَ بِأَرْضٍ قَفْرٍ أَوْ فَلاةٍ، فَضَلَّت رَاحِلَتُكَ، فَدَعَوْتَه رَدَّهَا عَلَيْكَ» قال: قلتُ: اعْهَدْ إليَّ. قَال: «لا تَسُبنَّ أَحَداً» قَال: فَمَا سَبَبْتُ بَعْدَهُ حُرّاً، وَلاَ عَبداً، وَلاَ بَعِيراً، وَلا شَاةً. «وَلاَ تَحقِرَنَّ مِنَ المَعرُوفِ شَيْئاً، وأَنْ تكلِّم أخاكَ وأنْتَ مُنْبَسِطٌ إِليهِ وجهُكَ، إنَّ ذلكَ مِنَ المَعرُوفِ، وارفَعْ إزَارَكَ إلىٰ نِصْفِ السَّاقِ، فَإن أَبَيتَ فَإلىٰ الكَعبَين، وإيَّاكَ وإسْبَالَ الإزَارِ؛ فَإِنَّها مِن المَخِيلةِ، وإِنَّ اللهَ لا يحِبُّ المَخِيلَةَ، وإنِ امْرؤٌ شَتَمَكَ وَعَيَّرَكَ بِمَا يَعْلَمُ فيكَ فَلا تُعَيِّرْهُ بما تَعلَم فيهِ، فإنَّمَا وَبَالُ ذلكَ عَليهِ». رَواه أبو داود والترمذي بإسنادٍ صحيحٍ، وقال الترمذي: حديث حسن صحيح.
796/7 - Jābir ibn Sulaym (may Allah be pleased with him) reported: I saw a man whose opinion was accepted by the people, and whatever he said, they submitted to it. I asked: “Who is he?” They said: “This is the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him).” I said: “On you be peace, O Messenger of Allah,” twice. He said: “Do not say: ‘On you be peace,’ for ‘on you be peace’ is a greeting to the dead. Say instead: ‘Peace be upon you’.” I said: “Are you the Messenger of Allah?” He said: “I am the Messenger of Allah Whom you call when a calamity befalls you and He will remove it; when you suffer from drought and you call Him, He will grow food for you; and when you are in a desolate land or in a desert and your camel strays and you call Him, He will return it to you.” I said: “Give me some advice.” He said: “Do not verbally abuse anyone.” I did not abuse a freeman, a slave, a camel, or a sheep thenceforth. He said: “Do not belittle any good deed, and when you speak to your brother, show him a cheerful face. This is a good deed. Have your lower garment halfway down your shin; if you cannot do that, then let it go down to the ankles. Beware of trailing the lower garment, for it is conceit and Allah does not like conceit. And if a man abuses and shames you for something which he finds in you, do not shame him for something which you find in him; he will bear the evil consequences for it.” [Narrated by Abu Dāwūd and Al-Tirmidhi with an authentic Isnād; Al-Tirmidhi classified it as Hasan Sahīh (good and authentic)]
7/796- Abu Juray Jābir bin Sulaim -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku melihat seorang laki-laki yang perkataannya ditaati manusia. Tidaklah dia berkata sesuatu, kecuali mereka pasti mengikutinya. Aku bertanya, "Siapakah orang ini?" Mereka menjawab, "Utusan Allah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." Aku berkata, "'Alaikas-salām, ya Rasulullah". Aku mengucapkannya dua kali. Beliau bersabda, "Jangan engkau katakan, ''Alaikas-salām' karena ucapan 'Alaikas-salām adalah ucapan penghormatan untuk orang yang telah meninggal dunia. Tetapi ucapkanlah, 'As-salāmu 'alaika.'" Abu Juraiy melanjutkan, aku bertanya, "Apakah engkau utusan Allah?" Beliau menjawab, "Aku adalah utusan Allah. Dialah yang apabila engkau ditimpa keburukan lalu engkau berdoa kepada-Nya, maka Dia akan menghilangkan keburukan itu dari dirimu. Apabila engkau dilanda kekeringan lalu engkau berdoa kepada-Nya, maka Dia akan menumbuhkan (tumbuh-tumbuhan) untukmu. Apabila engkau berada di tanah gersang atau gurun lalu untamu hilang, kemudian engkau berdoa kepada-Nya, niscaya Dia akan mengembalikannya kepadamu." Aku berkata, "Berikanlah wasiat kepadaku." Beliau bersabda, "Jangan sekali-kali engkau mencela siapa pun." Juray berkata, "Setelah itu aku tidak pernah mencela seorang yang merdeka maupun hamba sahaya, tidak pula unta dan kambing." "Janganlah engkau meremehkan kebaikan sedikit pun. Hendaklah engkau berbicara kepada saudaramu dengan wajah berseri-seri, karena hal itu termasuk kebaikan. Angkatlah kain sarungmu sampai pertengahan betis. Jika engkau enggan, maka sampai ke mata kaki. Tinggalkanlah perbuatan menurunkan kain sarung di bawah mata kaki, karena hal itu termasuk kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan. Jika ada orang yang menghinamu dan mempermalukanmu dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya. Sesungguhnya akibat buruknya akan kembali kepadanya." (HR. Abu Daud dan Tirmizi dengan sanad sahih; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")
سَنَة: العام القحط الذي لم تنبت الأرض فيه شيئاً.
--
سَنَة (sanah): kemarau berkepanjangan sehingga bumi tidak menumbuhkan apa pun.
القَفْر: الأرض التي لا ماء بها ولا ناس.
--
القَفْر (al-faqr): tanah yang gersang, tidak ada air maupun manusia.
الفَلاة: الأرض التي لا ماء فيها.
--
الفَلاة (al-falāh): gurun, padang yang luas tidak berair.
اعْهَدْ إليّ: العهد: الوصية المؤكدة.
--
اعْهَدْ إليّ (i'had ilayya): berikanlah aku wasiat. العَهْدُ (al-'ahd): wasiat yang ditekankan.
المَخِيلة: الاختيال والكبر واحتقار الناس والعجب.
--
المَخِيلة (al-makhīlah): kesombongan, keangkuhan, merendahkan orang lain, dan ujub.
1) وجوب التحاكم في الأمور كلّها إلىٰ الله تعالىٰ، وإلىٰ رسوله صلى الله عليه وسلم، وحرمة الخروج عن حكمهما.
1) It is obligatory to refer to Allah Almighty and His Messenger for judgment in every matter; and it is prohibited not to comply with their judgment.
1) Kewajiban mencari keputusan hukum dalam semua urusan kepada Allah -Ta'ālā- dan kepada Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta diharamkan keluar dari keputusan keduanya.
2) السُّنّة في التحية واحدةٌ في الأحياء والأموات، وأما النهي المذكور عن قول: «عليك السلام» للأحياء، فلأنها تحية الموتىٰ في الجاهلية.
2) According to the Sunnah, the greeting to both the living and the dead is one and the same. As for the prohibition reported in the Hadīth over saying “on you be peace” to living people, this is because it was the greeting to the dead during the pre-Islamic period of ignorance.
2) Sunnah memberi salam kepada orang yang hidup dan yang telah mati adalah sama. Adapun larangan yang disebutkan terhadap ucapan 'alaikas-salām bagi orang yang hidup karena itu adalah salam penghormatan terhadap orang yang telah meninggal di masa jahiliah.
3) إزرة المؤمن إلىٰ نصف الساق، فإن أحب الإطالة فإلىٰ الكعبين، ولا يزيد؛ لأن ذلك من الإسبال.
3) A believer’s lower garment should be down to the middle of his shank. And if he likes to make it longer, it can go down to the ankle, not lower, for this would constitute Isbāl.
3) Pakaian orang beriman sampai setengah betis, dan jika dia ingin lebih memanjangkannya lagi maka sampai mata kaki dan tidak lebih, karena perbuatan itu adalah perbuatan isbāl.
4) علىٰ الإنسان أن يكون متواضعاً دائماً، في لباسه، ومشيته، وهيئته، وكلّ أحواله، لأن من تواضع لله تعالىٰ رفعه.
4) A person should always be humble in his clothing, gait, appearance, and all his conditions. Indeed, Allah Almighty elevates the one who shows humility to Him.
4) Seseorang hendaknya selalu bersikap tawaduk dalam berpakaian, cara jalan, penampilan, dan semua urusannya. Siapa yang bersikap tawaduk karena Allah -Ta'ālā- niscaya Allah akan mengangkat kedudukannya.
5) المتمثل لهذه الآداب التي علّمها النَّبيُّ صلى الله عليه وسلم أمّتَه، يحصل له أمران نافعان:
5) Whoever complies with these etiquettes which the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) taught his Ummah will get two benefits:
5) Orang yang melaksanakan adab-adab yang diajarkan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ini akan mendapatkan dua manfaat:
الأول: امتثال أمر النَّبيَّ صلى الله عليه وسلم، وهذا سبب لهداية العبد ﴿ وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا ﴾.
First: He thus obeys the Prophet’s command, which is a reason for guidance: {and if you obey him, you will be guided.}
Pertama: melaksanakan perintah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Ini adalah sebab adanya hidayah bagi hamba; "Jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk." (QS. An-Nūr: 54)
والثاني: التحلّي بحسن الخلق، وجمال الهيئة، من خلال التأدب بهذه الآداب الشرعية، التي هي سمةُ أهل الإسلام الظاهرة.
Second: He assumes noble manners and puts on good appearance through observing these Islamic ethics, by which Muslims are characterized.
Kedua: menghias diri dengan akhlak yang baik dan penampilan yang bagus dengan menerapkan adab-adab agama yang merupakan ciri khas yang tampak pada orang Islam.
قوله صلى الله عليه وسلم في الحديث: «أنا رسول الله الذي إذا أصابك ضرّ فدعوته» إلىٰ آخر الكلام، معناه ردُّ الأمور كلِّها إلىٰ الله تعالىٰ، فبيدِهِ وحده الخير والشرّ، والنفع والضرّ، ولا يتوهَّم أحد أنَّ المراد بذلك هو رسول الله صلى الله عليه وسلم ، ويؤكّد بطلان هذا الوهم عمومُ الأدلة التي فيها تفويض الأمر إلىٰ الله تعالىٰ، وقد ورد للحديث رواية عند الإمام أحمد في مسنده بلفظ: «قلت يا رسول الله! إلَامَ تدعو؟ قال: أدعو إلىٰ الله وحده الذي إن مسّك ضرّ فدعوته كشفه عنك» الحديث .
His words “I am the Messenger of Allah Whom you call when a calamity befalls you and He removes it...” mean that we should refer all matters to Allah Almighty, for goodness and evil and benefit and harm lie in His hand. No one should have the illusion that these words refer to the Prophet himself. This would be an error, which is further affirmed by the general proofs about the obligation to leave all affairs to the Almighty Lord. In another version of this Hadīth narrated by Imam Ahmad: “I said: ‘O Messenger of Allah, to what do you call?’ He said: ‘I call to Allah alone, Who, if you are afflicted with some harm and supplicate to Him, will remove it from you.’”
Sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam hadis ini, "Aku adalah utusan Allah. Dialah yang apabila engkau ditimpa keburukan lalu engkau berdoa kepada-Nya..." Maksudnya, yaitu mengembalikan semua urusan kepada Allah -Ta'ālā-. Karena hanya ada di tangan Allah saja semua kebaikan dan semua keburukan, begitu juga seluruh manfaat dan seluruh mudarat. Jangan ada yang salah memahami, bahwa maksud dari yang mengabulkan doa tersebut adalah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Batilnya prasangka yang salah ini ditunjukkan oleh keumuman dalil-dalil yang berisi penyerahan semua urusan kepada Allah -Ta'ālā- saja. Hadis ini memiliki riwayat lain dalam Musnad Imam Ahmad dengan redaksi: Aku bertanya, "Ya Rasulullah! Kepada apa engkau mengajak?" Beliau bersabda, "Aku mengajak kepada Allah semata. Dialah yang apabila engkau ditimpa keburukan lalu engkau berdoa kepada-Nya, niscaya Dia menghilangkannya dari dirimu..."
8/797 ــ وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال: بينما رجُلٌ يُصَلِّي مُسْبِلٌ إزَارَهُ، قَال لَه رسول الله صلى الله عليه وسلم: «اذهَب فَتَوضَّأْ» فَذَهَبَ فَتَوَضَّأَ، ثمّ جاءَ، فقال: «اذْهَبْ فَتَوَضَّأ» فقال له رجُلٌ: يا رسول الله، مالكَ أَمَرْتَهُ أَن يَتَوَضَّأ، ثم سَكَتَّ عنه؟ قال: «إنَّه كانَ يُصَلِّي وهو مُسِبلٌ إزَارَهُ، وإنَّ اللهَ لا يَقْبَلُ صَلاةَ رَجُلٍ مُسبِلٍ». رواه أبو داود بإسنادٍ صحيحٍ علىٰ شرط مسلم[5].
797/8 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported: While a man was performing prayer with his lower garment reaching below his ankles, the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said to him: “Go and perform ablution.” The man went and performed ablution and then came back. Again, he said to him: “Go and perform ablution.” A man said: “O Messenger of Allah, why did you ask him to perform ablution and then you kept silent about him (without saying the reason)?” He replied: “He was praying with his lower garment reaching below his ankles, and, verily, Allah does not accept the prayer of a man whose garment reaches below the ankles.” [Narrated by Abu Dāwūd with a sound Isnād that meets the conditions of Muslim] [5]
8/797- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Tatkala seorang laki-laki sedang salat dengan menjulurkan sarungnya di bawah mata kaki, tiba-tiba Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadanya, "Pergilah, lalu segeralah berwudu!" Orang tersebut lalu pergi berwudu lalu kembali. Beliau bersabda lagi, "Pergilah, lalu segeralah berwudu!" Seseorang lantas bertanya kepada beliau, "Wahai Rasulullah! Mengapa engkau memerintahkannya berwudu kemudian engkau diam terhadapnya?" Beliau bersabda, "Sesungguhnya tadi ia salat dengan melakukan isbāl pada sarungnya (menjulurkannya di bawah mata kaki), dan sesungguhnya Allah tidak menerima salat orang yang melakukan isbāl." (HR. Abu Daud dengan sanad sahih sesuai syarat Imam Muslim) [5].
1) وجوب تغيير المنكر بالحكمة والموعظة الحسنة.
1) It is a duty to rectify wrong things through wisdom and good admonition.
1) Kewajiban mengingkari kemungkaran dengan hikmah dan mauizah yang baik.
2) الترهيب من الوعيد الشديد للمسبل ثوبه.
2) A stern warning is issued to one who wears his garment below the ankles.
2) Peringatan terhadap ancaman keras bagi orang yang melakukan isbāl pada pakaiannya.
صلاة المسبل صحيحة، ولكنه آثم، لأنَّ النّهيَ هنا خاصٌ بالصّلاة، ولبس الثوب المحرَّم عام في الصّلاة وغيرها، فلا يختصّ بها، لكن علىٰ العبد أنْ يتّقيَ اللهَ _عز وجل_، وألاّ يتخذَ من نِعَمِ الله تعالىٰ وسيلة لغضبه. والمؤمن الموفّق مَن يقتدي برسول الله صلى الله عليه وسلم في فعله فيفعل ما أمَرَ به، وفي نهيه فيترك ما نهىٰ عنه.
The prayer of a person wearing his garment below the ankles is valid, yet he is sinful. This is because the prohibition is general, in prayer and outside it. So, this sin does not affect prayer in particular. However, a person should fear Allah Almighty and not use His favors as a means for incurring His anger. The fortunate believer is the one who follows the Prophet’s example and observes his commands and prohibitions.
Salat orang yang melakukan isbāl hukumnya sah, tetapi dia berdosa, karena larangan di sini bersifat khusus dalam salat, sementara memakai pakaian yang diharamkan berlaku umum di dalam salat dan luar salat, sehingga hal ini tidak khusus dalam salat. Maka seorang hamba harus bertakwa kepada Allah -Ta'ālā- dan tidak menjadikan nikmat Allah -Ta'ālā- sebagai sebab datangnya murka Allah. Orang beriman yang diberi taufik adalah yang meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam perbuatan beliau sehingga ia melaksanakan apa yang beliau perintahkan, dan meninggalkan apa yang beliau larang.
9/798 ــ وعن قَيسِ بنِ بشرٍ التّغْلِبيِّ قال: أَخْبَرني أبي ـ وكان جَلِيساً لأبي الدَّرْدَاء ـ قال: كان بِدمِشقَ رَجُلٌ من أَصحَابِ النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم يقال له سهلُ بنُ الحَنْظَلِيَّة، وكان رجُلاً مُتَوَحِّداً قَلَّمَا يُجَالسُ النَّاسَ، إنَّمَا هُو صَلاةٌ، فَإِذا فَرَغَ فَإِنَّمَا هو تَسبيحٌ وتكبيرٌ حتىٰ يَأْتي أَهْلَهُ، فَمَرَّ بِنَا ونحنُ عِند أبي الدَّردَاءِ، فقال له أبو الدَّردَاءِ: كَلِمةً تَنْفَعُنَا ولا تَضُرُّكَ، قَال: بَعَثَ رسول الله صلى الله عليه وسلم سَريَّةً، فَقَدِمَتْ، فَجَاءَ رَجُلٌ مِنهُم، فَجَلَسَ في المَجْلِسِ الذي يَجلِسُ فِيهِ رسول الله صلى الله عليه وسلم ، فقال لِرَجُلٍ إلىٰ جَنْبِه: لَوْ رَأَيتَنَا حِينَ التَقَيْنَا نَحنُ وَالعَدُوّ، فَحَمَلَ فُلانٌ وَطَعَنَ، فَقَال: خُذْهَا مِنِّي، وَأَنا الغُلامُ الغِفَارِيُّ، كَيْفَ تَرىٰ في قوْلِهِ؟ قال: مَا أرَاهُ إِلَّا قَدْ بَطَلَ أجرُهُ. فَسَمعَ بِذلك آخَرُ، فَقال: مَا أَرَىٰ بِذلكَ بَأْساً، فَتَنَازَعَا حَتىٰ سَمعَ رسول الله صلى الله عليه وسلم ، فقال. «سُبْحَان الله! لا بَأْسَ أَنْ يُؤْجَرَ ويُحْمَدَ» فَرَأيْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ سُرَّ بِذلكَ، وَجَعَلَ يَرْفَعُ رَأْسَه إِليْهِ وَيَقُولُ: أَنْتَ سَمِعْتَ ذلكَ مِنْ رسول الله صلى الله عليه وسلم؟ فيقول: نَعَمْ، فما زَالَ يعِيدُ عَلَيْهِ حَتَّىٰ إِنِّي لأقولُ لَيَبرُكَنَّ عَلىٰ ركبَتَيْهِ.
798/9 - Qays ibn Bishr al-Taghlibi related: My father, who attended the company of Abu al-Dardā’, recounted to me: There was a man in Damascus who was a Companion of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him). He was called Ibn al-Hanzhaliyyah. He was a lonesome person and would rarely spend time in the company of people. He would spend most of his time in performing prayer, and when he finished, he would engage in glorification of Allah and Takbīr, till he would go home. He passed by us one day when we were sitting with Abu al-Dardā’. The latter said to him: “Tell us something which will benefit us and not harm you.” He said: “The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) sent a detachment. When they returned, one of them came to the gathering in which the Messenger was present and said to his neighbor during the conversation: ‘I wish you had seen us when we encountered the enemy. So-and-so took up his spear, struck, and said: “Take this from me and I am the Ghifāri boy.” Now, what do you think of this?’ The neighbor said: ‘I think that he lost his reward because of boasting.’ He said: ‘I see no harm in it.’ They began to exchange arguments till the Prophet heard them and said: ‘Glory be to Allah! There is no harm that he be rewarded and praised.’” I noticed that Abu al-Dardā’ was so pleased to hear this remark and, raising his head, began to repeat: “Have you heard the Messenger say this?” Ibn al-Hanzhaliyyah said: “Yes.” He kept asking him the same question and he continued to repeat the answer to him that I thought he was going to kneel down.
9/798- Qais bin Bisyr At-Taglibiy berkata, Ayahku -yang merupakan sahabat dekat Abu Ad-Dardā`- telah mengabarkanku, ia berkata, "Dahulu di Damaskus ada salah seorang sahabat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang bernama Sahl bin Al-Ḥanẓalīyyah. Dia adalah orang yang suka menyendiri, jarang bergaul bersama orang lain. Kegiatannya hanyalah salat, selesai itu ia bertasbih dan bertakbir sampai waktunya dia datang ke keluarganya. Kemudian dia lewat ketika kami sedang bersama Abu Ad-Dardā`, Abu Ad-Dardā` berkata kepadanya, 'Sampaikanlah satu kalimat yang bermanfaat untuk kami dan tidak akan merugikanmu.' Dia pun berkata, 'Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah mengirim satu pasukan. Pasukan itu kemudian kembali, lalu salah seorang dari mereka datang dan duduk di majelis Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Dia berkata kepada orang yang ada di sampingnya, 'Seandainya engkau melihat kami ketika kami bertemu dengan musuh. Si polan menyerang musuh dan menusukkan (tombaknya), kemudian ia berkata, 'Terimalah ini dariku, aku orang yang berasal dari Bani Gifār.' Bagaimanakah menurutmu tentang perkataannya itu?' Orang yang di sampingnya itu menjawab, 'Aku kira, pahalanya telah batal.' Hal itu terdengar oleh yang lain lalu berkata, 'Menurutku, itu tidak apa-apa.' Keduanya pun berdebat hingga terdengar oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau bersabda, 'Mahasuci Allah, tidak apa-apa bagi seseorang diberi pahala sekaligus dipuji.' Aku melihat Abu Ad-Dardā` sangat gembira dengan hal itu. Seketika dia mengangkat kepala dan menatapnya, dia berkata, "Apakah engkau yang mendengar itu dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-?!" Sahl bin Al-Ḥanẓalīyyah menjawab, "Ya." Abu Ad-Dardā` terus mengulangi pertanyaan itu kepadanya, sampai aku benar-benar berkata, sungguh dia hampir berlutut di atas kedua lututnya."
قال: فَمَرَّ بِنَا يَوْماً آخَرَ، فقال له أبُو الدَّرْدَاءِ: كَلِمَةً تَنْفَعُنَا وَلا تَضُرُّكَ، قال: قال لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم: «المُنْفِقُ عَلىٰ الخَيْلِ كالبَاسِطِ يَدَه بالصَّدَقة لا يَقْبِضُها».
Ibn al-Hanzhaliyyah happened to pass by us another day and Abu al-Dardā’ said to him: “Tell us something which will benefit us and not harm you.” He said: “The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) told us: ‘He who spends to purchase a horse (for Jihad) is like one who extends his hand for spending in charity without withdrawing it.’”
Ayahku melanjutkan, "Sahl bin Al-Ḥanẓalīyah lewat lagi di hari yang lain, lantas Abu Ad-Dardā` berkata kepadanya, 'Sampaikanlah satu kalimat yang bermanfaat untuk kami dan tidak akan merugikanmu.' Dia pun berkata, 'Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepada kami, 'Orang yang berinfak pada kuda (di jalan Allah) seperti orang yang membentangkan tangannya dengan sedekah dan dia tidak pernah menggenggamnya (menahannya).'
ثم مَرَّ بِنَا يَوماً آخَرَ، فقال له أبُو الدَّرْدَاءِ: كَلِمَةً تَنْفَعُنَا وَلاَ تَضُرُّكَ، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «نِعْمَ الرَّجُلُ خَرَيْمٌ الأسَدِيُّ لَولا طُولُ جُمَّتِهِ وَإِسْبَالُ إزَارِهِ»! فَبَلَغَ خُرَيماً، فَعَجَّلَ، فَأَخَذَ شَفرَةً فَقَطَعَ بها جُمَّتَهُ إِلىٰ أُذَنيْهِ، وَرَفَعَ إزَارَهُ إلىٰ أَنْصَافِ سَاقَيْهِ.
He passed by us another day and Abu al-Dardā’ said to him: “Tell us something which might benefit us and not harm you.” He said: “The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) once said: ‘Khuraym al-Asadi is an excellent man were it not for his long hair and his lower garment which is hanging down.’ When Khuraym heard what the Prophet had said about him, he hurriedly took a razor and trimmed his long hair up to his ears and raised his lower garment half way up his shanks.”
Kemudian dia lewat lagi di hari yang lain. Lantas Abu Ad-Dardā` berkata kepadanya, 'Sampaikanlah satu kalimat yang bermanfaat untuk kami dan tidak akan merugikanmu.' Sahl bin Al-Ḥanẓalīyyah berkata, 'Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Sebaik-baik laki-laki adalah Khuraim Al-Asadiy, andai saja rambutnya tidak panjang dan sarungnya tidak isbāl (menjulur ke bawah mata kaki).' Sabda Nabi tersebut akhirnya sampai kepada Khuraim, maka dia segera mengambil pisau lalu memotong rambutnya sampai ke telinganya dan meninggikan sarungnya sampai ke pertengahan betisnya.'
ثُمَّ مَرَّ بِنَا يَوْماً آخَرَ، فَقَالَ لَهُ أَبُو الدَّرْدَاءِ: كَلِمَةً تَنْفَعُنَا وَلاَ تَضُرُّكَ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: «إِنَّكُمْ قَادِمُونَ عَلَىٰ إِخْوَانِكُمْ، فَأَصْلِحُوا رِحَالَكُمْ، وَأَصْلِحُوا لِبَاسَكُمْ، حتَّىٰ تكُونُوا كأَنَّكُمْ شَامَةٌ فِي النَّاسِ، فَإِنَّ الله لاَ يُحِبُّ الفُحْشَ وَلاَ التَّفَحُّشَ».
On another occasion, he passed by us and Abu al-Dardā’ said to him: “Tell us something that will benefit us and not harm you.” He said that he heard the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) say, while coming back from an expedition: “You are returning to your brothers, so set your saddles and clothes in order so that you look tidy and graceful. Indeed, Allah does not like obscenity and ugliness.”
Kemudian dia lewat lagi di hari yang lain, lantas Abu Ad-Dardā` berkata kepadanya, 'Sampaikanlah satu kalimat yang bermanfaat untuk kami dan tidak merugikanmu.' Dia berkata, 'Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Sesungguhnya kalian akan datang kepada saudara kalian, maka perbaikilah pelana tunggangan kalian dan perbaguslah pakaian kalian, sehingga kalian akan terlihat jelas dan istimewa seperti tahi lalat di tengah-tengah umat manusia. Sesungguhnya Allah tidak menyukai kekejian maupun tindakan suka berbuat keji."
رواه أبو داود بإسنادٍ حسنٍ، إلَّا قَيْسَ بن بشر، فاخْتَلَفُوا في تَوثِيقِهِ وتَضعيفِهِ، وقد روىٰ له مسلم[6].
[Narrated by Abu Dāwūd with a sound Isnād, except for Qays ibn bishr whom scholars differed about. Muslim narrated from him] [6]
(HR. Abu Daud dengan sanad hasan, kecuali Qais bin Bisyr, mereka berselisih di dalam mensahihkan dan mendaifkannya, tapi Imam Muslim telah meriwayatkan hadisnya) [6].
مُتَوَحِّداً: يحب الوحدة والانفراد عن الناس.
--
مُتَوَحِّداً (mutawaḥḥidan): suka menyendiri dari manusia.
جُمَّتِه: الشعر إذا طال حتىٰ بلغ المنكبين وسقط عليهما.
--
جُمَّتِه (jummatihi): rambut yang panjang hingga mencapai pundak dan jatuh di atasnya.
1) لا بأس أن يفتخر المؤمن أمام العدو بما هو جائز في الدين فعله، لأن هذا مما يغيظ الأعداء، وهو محمود.
1) There is nothing wrong with a believer boasting before the enemy about something which is religiously permissible to do. This vexes the enemies, which is commendable.
1) Seorang mukmin boleh tampil sombong di hadapan musuh dengan sesuatu yang boleh dikerjakan dalam agama, karena ini termasuk tindakan yang akan membuat musuh kecewa, dan ini terpuji.
2) امتثال الصحابة رضي الله عنهم لأمر النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم، وامتثالهم لإرشاده، فالتَّشَبُّه بهم من علامة الإيمان الصادق.
2) The Companions (may Allah be pleased with them) readily complied with the Prophet’s commands and instructions. So, imitating them is a sign of true faith.
2) Tindakan baik para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam melaksanakan perintah dan bimbingan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, sehingga meneladani mereka termasuk tanda iman yang benar.
3) علىٰ الإنسان أن يلاحظ نفسه في كلّ الأمور، حتىٰ في جمال الثياب، حتىٰ تتميز الأمة الإسلامية مِنْ غيرها مِنَ الأمم.
3) A person should observe himself in all matters, even with regard to the appearance of his clothing. Indeed, the Muslim Ummah should be distinct from all other communities.
3) Seseorang harus memperhatikan dirinya dalam semua urusan, hingga dalam keindahan pakaian, agar umat Islam tampil lebih istimewa dari umat lain.
4) إن تقصير الثياب بما يوافق السُّنّة ليس قادحاً في الجمال، بل الشريعة دعت إلىٰ التزيّن والتجمّل بما يتوافق مع هدي الإسلام.
4) Shortening clothes in a way consistent with the Sunnah does not make them less beautiful. On the contrary, the Shariah calls for adornment and beautification in a manner that accords with Islamic teachings.
4) Memendekkan pakaian sesuai Sunnah tidak akan merusak keindahan, bahkan agama Islam mengajak untuk berhias dan memperindah diri dengan cara yang sesuai dengan petunjuk Islam.
الحديث ضعيف بهذا اللفظ، وأما قوله صلى الله عليه وسلم: «فإنَّ اللهَ لا يحب الفحش ولا التَّفحُّش» فقد رواه مسلم عن عائشة رضي الله عنها قال: «أتىٰ النَّبيَّ صلى الله عليه وسلم ناسٌ من اليهود، فقالوا: السّام عليك يا أبا القاسمِ، فقال: وعليكمُ، قالت عائشة: فقلت: وعليكم السّام والذام، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: يا عائشة لا تكوني فاحشة... إنَّ الله _عز وجل_ لا يحب الفحشَ ولا التَّفَحُّشَ، فنزلت هذه الآية: { وَإِذَا جَآءُوكَ حَيَّوكَ بِمَا لَم يُحَيِّكَ بِهِ ٱللَّهُ} حتىٰ فرغ».
This wording of the Hadīth is weak. But the Prophet’s statement “Allah does not like obscenity and ugliness” was narrated by Muslim and reported by ‘Ā’ishah (may Allah be pleased with her). It reads: The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) came to some Jews, who said: “As-Sām (death) be upon you, O Abu al-Qāsim.” Thereupon, he said: “And upon you!” ‘Ā’ishah (may Allah be pleased with her) said: “Death and disgrace be upon you!” Whereupon, the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “O ‘Ā’ishah, do not be obscene, for indeed Allah does not like obscenity and ugliness.” Then, this verse was revealed: {And when they come to you, they greet you with that [word] by which Allah does not greet you...}.
Hadis dengan redaksi ini adalah daif. Adapun sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Sesungungguhnya Allah tidak menyukai kekejian dan tindakan suka berbuat keji," maka telah diriwayatkan oleh Muslim dari hadis Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, dia berkata, "Beberapa orang Yahudi datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berkata, 'As-sāmu 'alaika, wahai Abul-Qāsim.' Nabi menjawab, 'Wa 'alaikum.' Aisyah menlanjutkan, "Maka aku menjawab, 'Wa 'alaikumus-sām waż-żām.' Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Wahai Aisyah, janganlah berbuat keji... Sesungguhnya Allah -'Azza wa Jalla- tidak menyukai kekejian dan tindakan suka berbuat keji.' Maka turunlah ayat ini: "Dan apabila mereka datang kepadamu (Muhammad), mereka mengucapkan salam dengan cara bukan seperti yang telah ditentukan Allah untukmu..."
10/799 ــ وعن أبي سعيد الخُدْرِيِّ رضي الله عنه قال: قال رسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: «إزْرَةُ المُسْلِمِ إلىٰ نِصْفِ السَّاقِ، وَلاَ حَرَجَ ـ أوْ لا جُنَاحَ ـ فيما بَيْنَهُ وَبَيْنَ الكَعْبَيْنِ، فَما كانَ أَسْفَلَ مِنَ الكَعْبَينِ فَهُوَ في النَّارِ، ومَنْ جَرَّ إزارَهُ بَطَراً لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إلَيْهِ». رَواهُ أبُو داود بإسنادٍ صحيح.
799/10 - Abu Sa‘īd al-Khudri (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “The Muslim’s lower garment should be half way down the shank. There is no harm (if it reaches) between that and the ankles. However, what is below the ankles will be in Hellfire. Whoever trails his lower garment out of arrogance, Allah will not look at him.” [Narrated by Abu Dāwūd, with an authentic Isnād]
10/799- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sarung seorang laki-laki muslim sampai setengah betis, tidaklah mengapa -atau tidaklah berdosa- bila dipanjangkan antara pertengahan betis hingga mata kaki. Apa yang tertutupi oleh sarung di bawah mata kaki, maka akan disiksa di neraka. Dan Siapa yang menjulurkan sarungnya di bawah mata kaki karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya." (HR. Abu Daud dengan sanad sahih)
11/800 ــ وعن ابنِ عُمرَ رضي الله عنهما قال: مَرَرْتُ عَلَىٰ رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم وفِي إزَاري اسْتِرْخَاءٌ، فَقَالَ: «يَا عَبْدَ الله، ارْفَعْ إزَارَكَ»، فَرَفَعْتُهُ، ثُمَّ قَالَ: «زِدْ»، فَزِدْتُ، فَمَا زِلْتُ أَتَحَرَّاهَا بَعْد. فَقَالَ بَعْضُ القَوْمِ: إِلىٰ أَيْنَ؟ فَقَالَ: إِلىٰ أَنْصَافِ السَّاقَيْنِ. رواهُ مُسلم.
`800/11 - Ibn ‘Umar (may Allah be pleased with him and his father) reported: My lower garment was trailing as I passed by the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him), so he said: “O ‘Abdullāh, tug up your lower garment.” I tugged it up and he told me to tug it up more. I tugged it up more then tugged it up further, whereupon some people asked: “To what extent?” He said: “To the middle of the shanks.” [Narrated by Muslim]
11/800- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Aku pernah lewat di hadapan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sementara sarungku sedikit turun, maka beliau bersabda, Wahai Abdullah! Tinggikan sarungmu.' Aku kemudian menaikkannya, dan beliau bersabda, 'Tambahlah!' Maka aku pun menaikkannya lagi. Setelah itu aku senantiasa memperhatikannya." Sebagian orang bertanya, "Sampai mana?" Ibnu Umar menjawab, "Sampai pertengahan betis." (HR. Muslim)
12/801 ــ وعنه قال: قالَ رسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: «مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خيلاءَ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ القِيَامَةِ».
801/12 - He also reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “If anyone drags his garment out of pride, Allah will not look at him on the Day of Judgment.”
12/801- Juga dari Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang menjulurkan pakaiannya karena kesombongan, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari Kiamat."
فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ: فَكَيْفَ تَصْنَعُ النِّسَاءُ بِذُيُولِهِنَّ، قَالَ: «يُرْخِينَ شِبْراً». قَالتْ: إذاً تَنكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ. قَال: «فَيُرْخِينَهُ ذِرَاعاً لاَ يَزِدْنَ». رواهُ أبو داود، والترمذي وقال: حديثٌ حسن صحيح.
So Um Salamah asked: “What should women do with the hem of their clothes?” He replied: “Let them lower them a hand span.” She said: “But their feet would still remain exposed.” He said: “Let them lower them the length of a forearm, but not more than that.” [Narrated by Abu Dāwūd and Al-Tirmidhi, who classified it as Hasan Sahīh (sound and authentic)]
Ummu Salamah bertanya, "Lalu apa yang harus diperbuat oleh para wanita dengan ujung pakaiannya?" Nabi menjawab, "Mereka panjangkan satu jengkal." Dia berkata, "Kalau demikian, kaki mereka akan tersingkap." Beliau bersabda, Mereka panjangkan satu hasta, dan jangan dilebihkan." (HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")
1) من ترك ثوبه ينزل إلىٰ أسفل من الكعبين فقد أتىٰ بمخالفة شديدة للشريعة، سواء فعل ذلك خيلاء أو لغير خيلاء، للوعيد الشديد الوارد علىٰ مجرد إسبال الثياب.
1) Whoever lets his garment trail below the ankles has committed a serious violation, whether he does it out of arrogance or not, given the stern warning issued about this act.
1) Siapa yang membiarkan pakaiannya turun ke bawah mata kaki, maka dia telah melakukan pelanggaran agama yang berat, baik dia melakukannya karena sombong ataupun bukan sombong, dikarenakan adanya ancaman yang keras terhadap sekadar melakukan isbāl pada pakaian.
2) قدما المرأة عورة، في الصلاة وغيرها، فالمرأة تلبس من الثياب ما يستر عورتها ولا يظهرها.
2) A woman’s feet are ‘Awrah, both in prayer and outside it. She should wear clothing that covers her ‘Awrah.
2) Kaki perempuan adalah aurat, di dalam dan di luar salat, sehingga seorang wanita harus memakai pakaian yang menutupi auratnya dan tidak memperlihatkannya.
3) كمال حياء الصحابيات رضي الله عنهنّ، فها هي أم المؤمنين رضي الله عنها تخشىٰ أن ينكشف شيء من عورة النساء فتطلب مزيد الستر، فأين هذا من تبرج بعض نساء المسلمين اليوم؟
3) The female Companions (may Allah be pleased with them) were very modest. A case in point is the mother of the believers, Um Salamah, who feared that part of women’s ‘Awrah could be revealed, and so she wanted more concealment. This is a far cry from the display of beauty by some Muslim women today!
3) Tingginya rasa malu para wanita sahabat -raḍiyallāhu 'anhunna-. Lihatlah, di sini Ummul-Mu`minīn -raḍiyallāhu 'anhā- merasa khawatir sebagian aurat perempuan masih akan terlihat, sehingga dia meminta agar lebih ditutup. Lalu bagaimana bila hal ini dibandingkan dengan sebagian perempuan umat Islam yang suka membuka auratnya hari ini?!
تفريق المصنف ــ رحمه الله تعالىٰ ــ في حكم الإسبال، بين قصد الخيلاء وعدم الخيلاء، لا يتفق مع النصوص الصريحة في النهي عن الإسبال عموماً، والظاهر أن التفريق في النصوص إنما هو في عقوبة الإسبال فقط، أما الحكم فكلاهما حرام. وتتفاوت مرتبة حرمته، والله أعلم.
The distinction the author (may Allah have mercy upon him) made between Isbāl with and without pride does not agree with the explicit texts prohibiting this act in general. Apparently, the difference in these texts is merely related to the punishment for Isbāl. As for the ruling, both are prohibited, though they differ in the degree of prohibition. And Allah knows best.
Pemisahan yang disebutkan oleh penulis -raḥimahullāh- dalam hukum isbāl antara niat sombong dan tidak sombong tidak sejalan dengan nas-nas yang tegas melarang isbāl secara umum. Pendapat yang kuat, bahwa pemilahan yang ada dalam nas adalah hanya pada hukuman isbāl. Adapun hukum, maka keduanya -baik dilakukan dengan sombong atau tidak- tetap haram dengan tingkat keharaman yang berbeda. Wallāhu a'lam.