1/928ــ عن أبي رافعٍ أسلمَ مولىٰ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم أنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: «مَن غَسَّل ميتاً فَكَتَمَ عَلَيْه، غَفَرَ اللهُ لَهُ أربعينَ مرَّةً». رواه الحاكم وقال: صحيح علىٰ شرط مسلم.
928/1 - Abu Rāfi‘ Aslam, the Prophet’s freed slave, reported: The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “He who washes a dead person and conceals what he sees, Allah will grant him forgiveness forty times.” [Narrated by Al-Hākim; he classified it as authentic as per the conditions set by Muslim]
1/928- Abu Rāfi' Aslam, mantan budak Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang memandikan jenazah lalu dia menyembunyikan (aib)nya, maka Allah akan mengampuninya sebanyak 40 kali." (HR. Al-Ḥākim dan dia berkata, "Sahih sesuai syarat Muslim")
1) إنَّ كتمان ما يُرىٰ من الميت من المكروهات سبب لغفران الذنوب.
1) Concealment of the unpleasant things one sees in a dead person is a means for forgiving sins.
1) Merahasiakan hal-hal tidak baik yang terlihat pada jenazah termasuk sebab pengampunan dosa.
2) جواز الإخبار بما يرىٰ من محاسن الميت، لأنه إذَا كُره إظهار المعايب والعورات فإظهار المحاسن من المندوبات.
2) It is permissible to tell people about the good things one sees in a dead person. If revealing unpleasant things is disliked, then doing the opposite is commendable.
2) Boleh menceritakan kebaikan yang diketahui dari amalan orang yang telah wafat; karena bila menceritakan aib dan keburukan hukumnya makruh, maka menceritakan kebaikan hukumnya sunah.
3) يُستحب لمن يباشر أمر تغسيل الموتىٰ أن يكون من أهل الخير المتصفين بالصفات الحميدة.
3) It is recommended that the one who washes a dead person is someone known to be good and to have praiseworthy traits.
3) Dianjurkan agar yang menangani urusan memandikan jenazah adalah orang-orang baik yang memiliki sifat-sifat terpuji.
الذي يُرىٰ من مكروهات الميت نوعان:
The Unpleasant things that could be seen in a dead person are of two types:
Keburukan yang terlihat pada jenazah terbagi menjadi dua:
الأولىٰ: ما يتعلق بحاله.
First: Things related to his condition.
Pertama: yang berkaitan dengan keadaannya.
الثانية: ما يتعلق بجسده.
Second: Things related to his body.
Kedua: yang berkaitan dengan fisiknya.
أمّا ما يتعلق بحاله؛ فكأن يرىٰ عَلَىٰ الميت شيئاً من سوء الخاتمة.
As for the things related to his condition, these include anything that indicates an evil ending for him.
Yang berkaitan dengan keadaannya, misalnya ada sebagian tanda sū`ul-khātimah pada jenazah.
وأما ما يتعلق بجسده؛ فكأن يرىٰ عيباً خَلْقياً مثل البرص أو آفة جسدية، فالمستحب في كلا الحالين ألا يذكر شيئاً، لينال ثواب غفران الذنب وستره، كما روىٰ ذلك أبو أمامة رضي الله عنه يرفعه إلىٰ النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم قال: «من غَسَّلَ ميتاً فسَتَرَهُ، سَتَرَهُ اللهُ من الذنوب، ومن كفَّن مسلماً، كساه اللهُ من السندس» رواه الطبراني في المعجم الكبير.
With regard to the things related to his body, these include any physical defect, like leprosy. In either case, it is recommended in both cases not to mention what he saw so that he can obtain the forgiveness of sins as well as the reward for concealing something bad about the deceased. Abu Umāmah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “He who washes a dead person and conceals him, Allah will conceal him from sins, and he who shrouds a Muslim, Allah will clothe him in fine silk.” [Narrated by Al-Tabarāni in Al-Mu‘jam al-Kabīr]
Adapun yang terkait dengan fisiknya, misalnya dia melihat sebuah cacat fisik seperti kusta dan penyakit fisik lainnya. Di anjurkan pada dua keadaan ini supaya dia tidak menceritakannya sedikit pun agar dia mendapat pahala ampunan dan penghapusan dosa. Sebagaimana hal itu ada dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Umāmah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia menisbahkannya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, "Siapa yang memandikan jenazah lalu merahasiakan aibnya, Allah akan menutupinya dari dosa; siapa yang mengafani seorang muslim, Allah akan memberinya pakaian dari sutra." (HR. Aṭ-Ṭabarāniy dalam Al-Mu'jam Al-Kabīr)