قال الله تعالىٰ: {وَٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبۡ لَنَا مِنۡ أَزۡوَٰجِنَا وَذُرِّيَّٰتِنَا قُرَّةَ أَعۡيُنٖ وَٱجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِينَ إِمَامًا} [الفرقان: 74] ، وقال تعالىٰ: {وَجَعَلۡنَٰهُمۡ أَئِمَّةٗ يَهۡدُونَ بِأَمۡرِنَا} [الأنبياء: 73].
Allah Almighty says: {and those who say, “Our Lord, let our spouses and children be a source of joy for us, and make us good examples for the righteous.”} [Surat al-Furqān: 74] Allah Almighty also says: {And We made them leaders, guiding people by Our command} [Surat al-Anbiyā’: 73]
Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan orang-orang yang berkata, 'Ya Rabb kami! Anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.'” (QS. Al-Furqān: 74) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami." (QS. Al-Anbiyā`: 73)
1) علىٰ العبد أن يسارع ويسابق إلىٰ الخيرات والطاعات، وأن يكون إماماً يُقتدىٰ به في أبواب الخيرات. فهذا من أفضل نعم الله علىٰ عبده.
1) A servant of Allah should hasten and compete to do good deeds and acts of worship, and to be an example for others to follow in all ways of doing good. This is indeed the best of graces bestowed by Allah Almighty upon His servant.
1) Seorang hamba hendaknya bersegera dan berlomba kepada kebaikan dan ketaatan, serta menjadi pemimpin atau figur yang diteladani dalam perkara-perkara kebaikan. Hal ini merupakan nikmat Allah yang paling besar kepada hamba-Nya.
2) الإمامة في الدين لابد معها من الصبر علىٰ ما سيصيب العبد من التعب والأذىٰ والشهوات، ولابد له من اليقين وهو العلم الراسخ فلا تزعزعه الشبهات؛ فإنه (بالصبر واليقين تُنال الإمامة في الدين).
2) Leadership in religion must be accompanied by patience for what the person would face of tiredness, trouble, and lusts. He must have certitude, which is firm knowledge, so that he becomes steadfast in the face of doubts. Indeed, by patience and certitude leadership in religion is attained.
2) Kepemimpinan dalam agama harus disertai dengan kesabaran atas apa yang akan menimpa hamba berupa kelelahan, gangguan, dan godaan hawa nafsu. Juga harus disertai keyakinan, yaitu ilmu yang kukuh sehingga tidak mudah diombang-ambingkan oleh berbagai syubhat, karena hanya dengan sabar dan yakin kepemimpinan dalam agama akan dapat diraih.
1/171ــ عَنْ أبي عَمْروٍ جَرِيرِ بنِ عبدِ الله رضي الله عنه قال: كُنَّا في صَدْر النَّهَارِ عِنْدَ رسول الله صلى الله عليه وسلم ، فَجَاءهُ قَوْمٌ عُرَاةٌ مُجْتَابِي النِّمَارِ، أَو الْعَبَاءِ، مُتَقَلِّدِي السُّيُوفِ، عَامَّتُهُمْ مِنْ مُضَرَ، بَلْ كُلُّهُمْ مِنْ مُضَرَ، فَتَمَعَّرَ وَجْهُ رسول الله صلى الله عليه وسلم لِمَا رَأىٰ بِهِمْ مِنَ الفَاقَةِ، فَدَخَلَ ثُمَّ خَرَجَ، فَأَمَرَ بلالاً فَأَذَّنَ وَأَقامَ، فَصَلَّىٰ ثُمَّ خَطَبَ، فَقَالَ: « {يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ} إلَىٰ آخِرِ الآية: {إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبٗا}، وَالآيَةُ الأُخْرَىٰ الّتِي في آخِر الْحَشْرِ: {يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٞ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٖۖ} تَصَدَّقَ رَجُلٌ مِنْ دِينَارِهِ مِنْ دِرْهَمِهِ مِنْ ثَوْبِهِ مِنْ صَاعِ بُرِّهِ مِنْ صَاعِ تَمْرِهِ، حَتَّىٰ قَالَ: وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ» فَجَاءَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ بِصُرَّةٍ كَادَتْ كَفُّهُ تَعْجِزُ عَنْهَا، بَل قَدْ عَجَزَتْ، ثمَّ تَتَابَعَ النَّاسُ حَتَّىٰ رَأَيْتُ كَوْمَيْنِ مِنْ طَعَامٍ وَثِيَابٍ، حَتَّىٰ رَأَيْتُ وَجْهَ رسولِ الله صلى الله عليه وسلم يَتَهَلَّلُ كَأَنَّهُ مُذْهَبَةٌ، فقال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: «مَنْ سَنَّ في الإسْلامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا، وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ في الإسْلامِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا ووِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْر أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أوزارهم شَيْءٌ». رواه مسلم.
171/1- Abu ‘Amr, Jarīr ibn ‘Abdullāh (may Allah be pleased with him) reported: We were with the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) shortly after dawn when there came to him some people wearing striped woolen rags, or covered with sleeveless blankets; with swords hanging down from their necks. Most of them, rather all of them, belonged to the Mudar tribe. The Prophet’s face changed when he saw them in such a state of poverty. Then he went into his house and came out; then he commanded Bilāl to proclaim the Adhān. So he proclaimed the Adhān and recited Iqāmah and the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) led the prayer. Then he delivered a sermon, saying: “{O mankind, fear your Lord Who created you from a single soul...} until the end of the verse: {for Allah is Ever Watchful over you.} And (he then recited) the other verse at the end of Surat al-Hashr: {O you who believe, fear Allah, and let every soul consider what it has sent forth for tomorrow} A man donated a dinar, another a dirham, still another clothes, another donated a Sā‘ (measure) of wheat, some a Sā‘ of dates till the Prophet (may Allah’s peace and blessing be upon him) said: “Bring even if it is half a date.” Then a man from the Ansār came with a money bag which his hands could hardly lift; in fact, they could not lift it. Then the people followed continuously, till I saw two heaps of eatables and clothes and I saw the face of the Messenger of Allah glistening like gold (on account of joy). The Messenger of Allah, (may Allah’s peace and blessing be upon him) then said: “Whoever introduces a good practice in Islam, he will have its reward and the reward of those who act upon it after him without anything being diminished from their rewards. And whoever introduces an evil practice in Islam, he will bear its sin and the sins of all those who will act upon it, without diminishing anything of their burden.” [Narrated by Muslim]
1/171- Abu 'Amr Jarīr bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhu- menceritakan, Kami sedang berada di sisi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di awal siang, tiba-tiba beliau didatangi oleh sekelompok orang yang telanjang badan, hanya mengenakan kain wol bergaris atau mantel yang dilubangi tengahnya sambil menyandang pedang. Mayoritas mereka dari kabilah Muḍar, atau bahkan semuanya dari kabilah Muḍar. Sehingga wajah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena kasihan melihat kemiskinan mereka. Maka beliau masuk ke rumahnya kemudian keluar lagi, sesudah itu beliau menyuruh Bilal mengumandangkan azan dan iqamat, lantas beliau salat. Kemudian beliau berkhotbah seraya membacakan, "Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam) ..." Hingga akhir ayat: "... Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu." Juga ayat lain di bagian akhir Surah Al-Ḥasyr: "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)." Hendaklah setiap orang bersedekah dengan sebagian dinarnya, atau dirham, pakaian, gandum, dan kurma yang dia punya, dan bahkan walau dengan setengah kurma." Maka, datanglah seorang laki-laki Ansar membawa seikat emas yang hampir tidak kuat dipegang dengan tangannya. Bahkan, benar-benar tidak kuat. Kemudian orang-orang susul-menyusul hingga aku melihat dua gunungan besar makanan dan pakaian dan aku melihat wajah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berbinar bak dipoles emas. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu bersabda, "Siapa yang mencontohkan (memulai) sunah (perbuatan) yang baik dalam Islam maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkan sunah tersebut setelahnya, tanpa berkurang sedikit pun dari pahala mereka. Dan siapa yang mencontohkan sunah yang buruk maka ia menanggung dosa dari perbuatannya dan dosa orang yang melakukannya setelahnya, tanpa berkurang sedikit pun dari dosa mereka." (HR. Muslim)
قَوْلُهُ: «مُجتَابي النِّمَارِ» هُوَ بالجِيمِ وبعد الألِفِ باءٌ مُوَحَّدَةٌ. والنِّمَارُ: جَمْعُ نَمِرَةٍ، وَهِيَ: كِسَاءٌ مِن صُوفٍ مُخَطَّطٌ، وَمَعْنَىٰ «مُجْتَابيها» أي: لابِسِيهَا قَدْ خَرَقُوهَا في رُؤُوسِهِم.
-- Wearing striped woolen rags: the verb used in the Hadīth means that they are wearing them after making a hole from which their heads appear.
Perkataan Jarīr bin Abdullah: "مُجتَابي النِّمَارِ" (mujtābī an-nimār), dengan menggunakan huruf "jīm", kemudian "bā`" setelah alif. النِّمَارُ (an-nimār), bentuk jamak dari "نَمِرَةٍ" (namirah), yaitu kain motif bergaris terbuat dari wol. Sedangkan "مُجتَابي النِّمَارِ" (mujtābī an-nimār), maksudnya: orang yang memakai kain wol bergaris yang telah dilobangi di bagian kepalanya.
وَالْجَوبُ: الْقَطْعُ، وَمِنهُ قَوْلُهُ تَعَالَى: {وَثَمُودَ ٱلَّذِينَ جَابُواْ ٱلصَّخۡرَ بِٱلۡوَادِ} أَيْ: نَحَتُوهُ وقَطَعُوهُ. وَقَوْلُه «تَمَعَّرَ» هو بالعين المهملة، أَيْ: تَغَيَّرَ. وَقَوْلُهُ: «رَأَيْتُ كَوْمَيْنِ» بفتحِ الكافِ وضمِّها أيْ: صُبْرَتَيْنِ. وَقَوْلُهُ: «كَأَنَّهُ مُذهَبَةٌ» هو بالذالِ المعجمةِ، وفتحِ الهاءِ والباءِ الموحدة. قَالَهُ الْقَاضي عِيَاضٌ وَغَيْرُهُ. وَصَحَّفَهُ بَعْضُهُمْ فَقَالَ: «مُدهُنـَةٌ» بِدَالٍ مهملةٍ وضم الهاءِ وبالنونِ، وَكَذَا ضبَطَهُ الْحُمَيْديُّ، وَالصَّحيحُ الْمَشْــهُورُ هُوَ الأُوَّلُ. وَالْمُراد بِهِ عَلَىٰ الْوجْهَيْنِ: الصَّفَاءُ والاسْتِنَارة.
The root of that verb is jawb, which means to cut, as used in the words of Allah Almighty: {and Thamūd, who carved out the rocks in the Valley} i.e. they carved and cut the rock. -- -- --
الْجَوبُ (al-jaub): memotong. Di antaranya disebutkan dalam firman Allah -Ta'ālā-: "... dan (terhadap) kaum Ṡamūd yang memotong batu-batu besar di lembah." (QS. Al-Fajr: 9) جَابُواْ (jābū) dalam ayat ini bermakna: memahat dan memotong. Perkataannya: "تَمَعَّرَ" (tama''ara), artinya berubah. رَأَيْتُ كَوْمَيْنِ (ra`aitu kaumain), dengan memfatahkan huruf "kāf", dan boleh didamahkan (kūmain), artinya: aku melihat dua tumpukan. كَأَنَّهُ مُذهَبَةٌ (ka`annahu mużhabatun), menggunakan huruf "żāl", kemudian "hā`" yang fatah, setelahnya "bā`", sebagaimana dijelaskan oleh Al-Qāḍī 'Iyāḍ dan lainnya. Tapi sebagian ulama menulisnya dengan "مُدهُنـَةٌ" (mudhunatun), dengan menggunakan huruf "dāl", kemudian "hā`" yang damah, setelahnya huruf "nūn". Demikian dinyatakan oleh Al-Ḥumaidiy. Tetapi yang benar dan masyhur adalah yang pertama. Makna kedua kata itu adalah bersih dan bercahaya.
صدر النهار: أوله.
--
صَدْرُ النًّهَارِ (ṣadrun-nahār): awal siang.
الفاقة: شدة الفقر.
--
الفاقة (al-fāqah): sangat fakir atau miskin.
1) حرص النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم وشفقته علىٰ أمته، واهتمامه لحالهم.
1) The Prophet’s care and compassion for his Ummah and his concern for their conditions.
1) Besarnya antusiasme Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan kasih sayang beliau kepada umatnya serta perhatian beliau terhadap keadaan mereka.
2) علىٰ ولاة الأمور تفقّد أحوال رعيتهم والاهتمام بمصالحهم.
2) The rulers should check the conditions of their subjects and take care of their interests.
2) Para penguasa berkewajiban melihat keadaan rakyatnya serta memperhatikan maslahat mereka.
3) فضل الصدقات، فعلىٰ العبد أن يكثر منها؛ لأن فيها منفعةً له ولغيره.
3) The excellence of charity; a person has to give in charity abundantly as it brings benefit to himself and others.
3) Keutamaan sedekah, sehingga seorang hamba harus memperbanyaknya karena di dalamnya terkandung manfaat bagi dirinya dan orang lain.
4) الترغيب في فعل السنن التي تُركت وهُجرت؛ لأن في إحيائها إحياء للسنَّة.
4) Muslims are encouraged to practice the abandoned acts of Sunnah because doing so means reviving of the Sunnah itself.
4) Anjuran untuk mengerjakan amalan-amalan sunah yang telah ditinggalkan dan dilalaikan, karena menghidupkannya adalah menghidupkan Sunnah.
5) التحذير من السنن السيئة، فمن سَنَّ سنة سيئة فعليه وزرها، ووزر من تابعه عليها.
5) Warning people against evil practices, because whosoever introduces an evil practice will bear its sin and the sins of all those who will follow him in practicing it.
5) Peringatan terhadap sunah (kebiasaan) yang buruk, yaitu orang yang memulai kebiasaan buruk akan menanggung dosanya dan yang semisal dosa orang-orang yang mengikutinya.
استدل بعض الناس الراغبين في الخير وفعل الحسنات بهذا الحديث علىٰ جواز فعل بعض البدع، وقالوا: إنها بدع حسنة بدليل قوله صلى الله عليه وسلم في الحديث: «من سن في الإسلام سنة حسنة..». وهذا غلط في الفهم؛ لأن النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم قد قال قولاً شاملاً: «كل بدعة ضلالة»، ولم يستثنِ من البدع شيئاً، فكلها ضلالة وسيئة وليس فيها حسنة.
Some of those who wish to do good deeds and earn more rewards took this Hadīth as evidence on the permissibility of doing some religious innovations saying, “They are good innovations by evidence of the Hadīth that says: ‘Whosoever introduces a good practice in Islam...” This is incorrect understanding because the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) made an inclusive statement: “Every innovation in religion is misguidance.” He did not make any exception. They are all considered misguidance and evil deeds.
Sebagian orang yang cinta kebaikan dan amalan baik berdalil dengan hadis ini terhadap bolehnya mengerjakan sebagian amalan bidah. Mereka mengatakannya sebagai bidah ḥasanah (yang baik), berdalil dengan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Siapa yang memulai sunah yang baik dalam Islam." Tentu ini kesalahpahaman. Karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah menyampaikan hadis yang bersifat umum, "Setiap bidah itu sesat." Beliau tidak memberi pengecualian sedikit pun dari kesesatan bidah, sehingga semuanya adalah kesesatan dan buruk, tidak ada yang baik di dalamnya.
لكن المراد من الحديث الحث علىٰ المسابقة إلىٰ الخيرات، والإسراع في فعلها، كما هو ظاهر في سبب ورود الحديث. فالسنة الحسنة لها أصل في التشريع، لكن قد تخفىٰ أو تغيب أحياناً، فيأتي من ينشرها بين الناس فيكون قد سن سنة حسنة. أما البدعة فليس لها دليل في الشرع أصلاً. وما أحسن كلمة قالها إمامنا الشافعي ــ رحمه الله تعالىٰ ــ: «من استحسن فقد شرع». وأخرىٰ قالها إمام دار الهجرة مالك ابن أنس ــ رحمه الله تعالىٰ ــ : «وما لم يكن يومئذٍ ديناً فلا يكون اليوم ديناً».
Rather, the intended meaning of the Hadīth is to urge people to compete in doing good deeds and to hasten to do them. This is apparent from the context of the Hadīth. A good practice has an origin in Islamic legislation, but it sometimes becomes unknown or abandoned. When someone revives it and spreads it among people, he is then introducing a good practice. As for a religious innovation, it has no origin in the Islamic legislation. How nice the words of Imām Ash-Shāfi‘i are when he said, “He who practices Istihsān (juristic preference) has legislated.” Another statement was made by the Imām of Dār al-Hijrah (Madinah), Mālik ibn Anas (may Allah have mercy upon him), “Whatever was not part of the religion then, it will not be so today.”
Tetapi, maksud hadis ini adalah anjuran agar berlomba kepada kebaikan dan bersegera mengerjakannya. Sebagaimana terlihat jelas dari sebab adanya hadis ini. Sunah yang baik memiliki dasar dalam syariat, tetapi kadang samar dan lenyap di sebagian waktu. Lalu datang orang yang menghidupkannya di tengah-tengah manusia. Dengan demikian, dia telah memulai sunah yang baik. Adapun bidah maka tidak memiliki dasar dalam agama sama sekali. Betapa bagus ucapan yang disampaikan oleh Imam Asy-Syāfi'iy -raḥimahullāh-, "Siapa yang meyakini istihsan, sungguh dia telah membuat-buat syariat." Yang semakna dengan ini diucapkan juga oleh Imam Negeri Hijrah, Malik bin Anas -raḥimahullāh-, "Apa yang hari itu (pada masa Nabi) bukan bagian dari agama, maka hari ini ia tidak menjadi bagian dari agama."
2/172ــ وعن ابن مسعودٍ رضي الله عنه أَنَّ النَّبيَّ صلى الله عليه وسلم قال: «ليس مِنْ نَفْسٍ تُقْتَلُ ظُلْماً إلاّ كَانَ عَلَىٰ ابْنِ آدَم الأوَّلِ كِفْلٌ مِن دِمِهَا؛ لأَنّهُ كَان أَوَّل مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ». متَّفَقٌ عليه.
172/2- Ibn Mas‘ūd (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “No soul gets killed wrongfully without the first son of Adam bearing guilt for its blood because he was the first to introduce the practice of murder.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]
2/172ـ- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidaklah seorang jiwa dibunuh secara zalim, melainkan anak Adam yang pertama ikut mendapatkan bagian dosa pembunuhan tersebut, karena dialah yang pertama kali memulai pembunuhan." (Muttafaq 'Alaih)
ابن آدم الأول: هو قابيل لما قتل أخاه هابيل.
The first son of Adam is Qābīl (Cain), as he killed his brother Hābīl (Abel).
Anak Adam yang pertama adalah Qābīl, yaitu tatkala dia membunuh saudaranya, Hābīl.
كفل: نصيب.
--
كِفْلٌ (kiflun): bagian.
1) من سن سنة سيئة كان عليه وزرها، ووزر كل َمن عمل بمثل عمله إلىٰ يوم القيامة.
1) Whoever introduces an evil practice will bear its sin and the sins of all those who will practice it till the Day of Resurrection.
1) Siapa yang memulai sunah yang buruk maka dia menanggung dosa perbuatannya dan dosa setiap orang yang melakukan perbuatan yang sama dengan perbuatannya itu hingga hari Kiamat.
2) من عقوبة السيئة أن تجر السيئات علىٰ صاحبها إلا أن يتوب.
2) One of the aspects of punishment for a sin is that it drags its doer into committing more sins, unless he repents.
2) Di antara bentuk hukuman terhadap keburukan bahwa keburukan tersebut akan menyeret berbagai keburukan lainnya kepada pelakunya, kecuali bila pelakunya bertobat.
3) القتل بغير حق من الذنوب العظيمة التي عُصي الله تعالىٰ بها.
3) Killing without a just cause is one of the major sins with which Allah Almighty has been disobeyed.
3) Pembunuhan tanpa alasan yang benar termasuk dosa besar yang dengannya Allah -Ta'ālā- didurhakai.