قال الله تعالىٰ: {وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡٔٗاۖ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗا وَبِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡجَارِ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡجَارِ ٱلۡجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلۡجَنۢبِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۗ} [النساء: 36] ، وقال تعالىٰ: {وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ} [النساء: 1] ، وقال تعالىٰ: {وَٱلَّذِينَ يَصِلُونَ مَآ أَمَرَ ٱللَّهُ بِهِۦٓ أَن يُوصَلَ}الآية [الرعد: 21] وقال تعالىٰ: {وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيۡهِ حُسۡنٗاۖ} [العنكبوت: 8]، وقال تعالىٰ: {وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنًاۚ إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفّٖ وَلَا تَنۡهَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلٗا كَرِيمٗا * وَٱخۡفِضۡ لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحۡمَةِ وَقُل رَّبِّ ٱرۡحَمۡهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرٗا} [الإسراء: 23 ـ 24] ، وقال تعالىٰ: {وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيۡهِ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُۥ وَهۡنًا عَلَىٰ وَهۡنٖ وَفِصَٰلُهُۥ فِي عَامَيۡنِ أَنِ ٱشۡكُرۡ لِي وَلِوَٰلِدَيۡكَ} [لقمان: 14].
Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabīl, dan hamba sahaya yang kamu miliki." (QS. An-Nisā`: 36) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan (silaturahmi)." (QS. An-Nisā`: 1) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Dan orang-orang yang menyambung apa yang diperintahkan Allah agar disambung, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk." (QS. Ar-Ra'd: 21) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya." (QS. Al-'Ankabūt: 8) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah', janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, 'Ya Rabbi! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.'" (QS. Al-Isrā`: 23-24) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu." (QS. Luqmān: 14)
1) تعظيم حق الوالدين فالأقربين؛ فقد جمع الله تعالىٰ بين حقه الخاص بالعبودية وحقهم، فدلّ علىٰ عظم مرتبتهم.
1) Menjunjung tinggi hak kedua orang tua lalu karib kerabat. Karena Allah -Ta'ālā- telah menggabungkan antara ibadah yang merupakan hak murni Allah dengan hak orang tua. Hal ini menunjukkan besarnya kedudukan mereka.
2) أحق الناس بصحبة العبد والداه، فحقهما بعد حق الله تعالىٰ في المنزلة. «فإن الوالدين هما سبب وجود الإنسان، ولهما عليه غاية الإحسان، فالوالد بالإنفاق والوالدة بالإشفاق». (تفسير ابن كثير، عند قوله تعالىٰ: {وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيۡهِ})
2) Orang yang paling berhak mendapatkan pertemanan hamba adalah kedua orang tuanya. Karena urutan hak keduanya berada setelah hak Allah -Ta'ālā-: "Orang tua adalah sebab keberadaan seseorang. Keduanya telah sangat berbuat baik kepadanya; ayahnya memberi nafkah, ibunya memberi kasih sayang." (Tafsīr Ibni Kaṡīr, dalam tafsir firman Allah -Ta'ālā-: "Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya.")
1/312 ــ عن أبي عبد الرحمن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: سَأَلتُ النَّبيَّ صلى الله عليه وسلم: أَيُّ الْعَمَلِ أحَبُّ إلىٰ الله تَعَالى؟ قال: «الصَّلاةُ عَلىٰ وَقْتِهَا»، قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قال: «بِرُّ الْوَالِدَيْنِ»، قلتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قال: «الجِهَادُ في سَبِيلِ الله». متفق عليه.
1/312- Abu Abdirraḥmān Abdullāh bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku bertanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Amalan apakah yang paling Allah -Ta'ālā- cintai?" Beliau menjawab, "Salat di awal waktunya." Aku bertanya, "Kemudian amalan apa?" Beliau menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua." Aku bertanya lagi, "Kemudian amalan apa?" Beliau menjawab, "Jihad di jalan Allah." (Muttafaq 'Alaih)
1) أفضل حقوق الله الواجبة بعد التوحيد الصلاة.
1) Hak Allah yang paling utama setelah tauhid ialah salat.
2) فضل برِّ الوالدين، والبرُّ هو الإحسان إليهما بالقول والفعل.
2) Keutamaan berbakti kepada kedua orang tua. Berbakti maksudnya berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan.
3) التقصير في تقديم الإحسان القولي أو الفعلي للوالدين نوع من العقوق.
3) Lalai dalam berbakti kepada kedua orang tua, baik yang bersifat ucapan maupun perbuatan, termasuk kedurhakaan.
4) تنافس الصحابة علىٰ أبواب الخير، والمسابقة إلىٰ البر، وسؤالهم عن جوامع المسائل النافعة.
4) Para sahabat berlomba-lomba melakukan kebaikan dan kebaktian serta mereka bertanya tentang induk-induk permasalahan yang bermanfaat.
5) منزلة الجهاد في سبيل الله تعالىٰ؛ لما فيه من المصالح العظيمة كحماية ديار المسلمين، وظهور الإسلام في مشارق الأرض ومغاربها.
5) Tingginya kedudukan jihad di jalan Allah -Ta'ālā- karena di dalamnya terkandung maslahat besar, seperti melindungi negara kaum muslimin serta tercapainya kemenangan Islam di belahan timur dan barat bumi.
2/313 ــ وعن أبي هريرةَ رضي الله عنه قال: قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: «لا يَجْزِي وَلَدٌ وَالِداً إلَّا أَنْ يَجِدَهُ مَمْلُوكاً فَيَشْتَرِيَهُ، فيُعْتِقَهُ». رواه مسلم.
2/313- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Seorang anak tidak akan bisa membalas (jasa) orang tua kecuali ia menemukannya sebagai budak lalu ia membelinya dan memerdekakannya." (HR. Muslim)
لايَجزْي: لا يكافئ.
لا يَجزْي (lā yajzī): tidak akan bisa membalas jasa.
1) عظم حق الوالدين في الإسلام، فحقهم بعد القيام بحق العبودية لله تعالىٰ.
1) Besarnya hak kedua orang tua dalam Islam, yaitu urutan hak mereka berada setelah kewajiban menunaikan hak beribadah kepada Allah -Ta'ālā-.
2) لايجوز للولد أن يسترقّ أبويه أو أحدهما، فإذا حدث ذلك، فهو من أمارات الساعة المنذِرة بالشرور عند فساد الناس.
2) Seorang anak tidak boleh memperbudak kedua orang tuanya atau salah satunya. Jika itu terjadi, maka hal itu termasuk tanda kiamat yang menandakan keburukan yang ada pada manusia yang rusak.
3) عتق الوالد الرقيق يكون بمجرد شراء ولده له، فالشراء سبب للعتق، ولايحتاج أن يقول الولد: أعتقته أو أعتقتها.
3) Memerdekan orang tua yang menjadi budak secara otomatis terjadi hanya dengan sebatas sang anak membelinya. Sehingga membelinya adalah sebab merdeka, dan tidak dibutuhkan si anak mengatakan: aku telah memerdekakannya.
3/314 ــ وعنه أيضاً رضي الله عنه أنّ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم قال: «مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِالله وَالْيَوْمِ الآخِرِ، فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَه، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِالله وَالْيومِ الآخر، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِالله وَالْيَوْمِ الآخِرِ، فَلْيَقُل خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ». متَّفقٌ عليه.
3/314- Juga dari riwayat Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia menyambung kerabatnya. Siapa yang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia mengucapkan perkataan yang baik atau diam!" (Muttafaq 'Alaih)
1) صلة الرحم ـ وهم من لهم قرابة علىٰ الشخص ـ من خصال الإيمان.
1) Silaturahmi -yaitu menyambung kerabat yang memiliki ikatan rahim- termasuk bagian dari keimanan.
2) هدي الإسلام فيه تقوية لعلاقات القرابة وتوثيق لها، وتحذير من البعد عن كل ما يضعف هذه العلاقة أو يفسدها.
2) Petunjuk Islam mengandung penguatan dan pengukuhan ikatan kerabat serta peringatan agar menjauhi semua yang dapat melemahkan ikatan tersebut atau merusaknya.
4/315 ــ وعنه قال: قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: «إنَّ اللهَ تَعَالَىٰ خَلَقَ الخَلْقَ، حَتَّىٰ إذا فرَغَ مِنْهُمْ قَامَتِ الرَّحِمُ، فَقَالَتْ: هذا مُقَامُ الْعَائِذِ بِكَ مِنَ الْقَطِيعَةِ، قال: نَعَمْ أمَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ، وَأَقطَعَ مَن قَطَعَكِ؟ قالت: بَلَى، قال: فَذلِكَ لَكِ، ثم قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: اقْرَؤُوا إنْ شِئْتُمْ: {فَهَلۡ عَسَيۡتُمۡ إِن تَوَلَّيۡتُمۡ أَن تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَتُقَطِّعُوٓاْ أَرۡحَامَكُمۡ * أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ لَعَنَهُمُ ٱللَّهُ فَأَصَمَّهُمۡ وَأَعۡمَىٰٓ أَبۡصَٰرَهُمۡ} [محمد: 22 ـ 23]». متفقٌ عليه.
4/315- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya Allah -Ta’ālā- menciptakan makhluk. Hingga ketika Allah selesai menciptakan mereka, rahim berdiri dan berkata, ‘Ini adalah berdirinya sesuatu yang memohon perlindungan kepada-Mu dari pemutusan (silaturahmi).’ Allah berfirman, ‘Ya. Tidakkah engkau rida jika Aku menyambung siapa yang menyambungmu, dan memutuskan siapa yang memutusmu?’ Rahim menjawab, ‘Tentu saja.’ Allah berfirman, ‘Itu semua untukmu.’” Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Bacalah jika kalian mau (ayat): Maka apakah sekiranya jika kamu berkuasa, kamu akan berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dikutuk Allah; dan dibuat tuli (pendengarannya) dan dibutakan penglihatannya.'" (QS. Muḥammad: 22-23) (Muttafaq ‘Alaih)
وفي رواية للبخاري: «فقال اللهُ تعالىٰ: مَنْ وَصلِكِ وَصَلْتُهُ، وَمَنْ قَطَعَكِ قَطَعْتُهُ».
Dalam riwayat Bukhari yang lain: "Maka Allah -Ta'ālā- berfirman, 'Siapa yang menyambungmu, maka Aku akan menyambungnya. Siapa yang memutuskanmu, maka Aku akan memutusnya.'"
العائذ: الملتجئ إليك والمستعين بك.
العَائِذُ (al-'ā`iż): orang yang berlindung dan memohon pertolongan kepada-Mu.
1) الترغيب في صلة الرحم، والتأكيد علىٰ حرمة قطيعة الرحم.
1) Anjuran menyambung silaturahmi serta menekankan haramnya memutus silaturahmi.
2) الاستعاذة تكون بالله وحده لاشريك له، فلا يجوز الاستعاذة بالمخلوقين، ولو كان لهذا المخلوق منزلة عند الله تعالىٰ.
2) Memohon perlindungan (istiazah) hanya kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Sehingga tidak boleh memohon perlindungan kepada makhluk, sekalipun makhluk tersebut memiliki kedudukan di sisi Allah -Ta'ālā-.
3) صلة الرحم سبب في رحمة الله لعباده، وظهور الخير بين الناس، وقطيعة الرحم سبب في التولي، والفساد، والإفساد.
3) Menyambung silaturahmi adalah sebab turunnya rahmat Allah kepada hamba-Nya dan tersebarnya kebaikan di antara manusia. Sedangkan memutus silaturahmi adalah sebab adanya permusuhan, kerusakan, dan pengrusakan.
إن من أحسن ما يُفسَّر به القرآن الكريم وخير ما يُستشهد به لبيان معنىٰ كلام الله _عز وجل_ هو كلام رسول الله صلى الله عليه وسلم، فالقرآن الكريم والحديث النبوي وحي من الله تعالىٰ، قال سبحانه: {وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلذِّكۡرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيۡهِمۡ} أي: أنزلنا إليك السنة لتبين للناس القرآن المنزل، والحديث المتقدم مثال علىٰ ذلك.
Alat menafsirkan Al-Qur`ān Al-Karīm yang paling bagus dan yang paling baik dalam menjelaskan makna kalāmullāh -'Azza wa Jalla- adalah hadis Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Karena Al-Qur`ān Al-Karīm dan hadis Nabi keduanya adalah wahyu dari Allah -Ta'ālā-. Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- berfirman, "Dan Kami turunkan Aż-Żikr kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka." Maksudnya, Kami telah turunkan kepadamu Sunnah agar engkau menjelaskan kepada manusia Kitab Al-Qur`ān yang diturunkan. Hadis di atas adalah contohnya.
5/316 ــ وعنه رضي الله عنه قال: جَاءَ رَجُلٌ إلىٰ رسولِ الله صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسولَ الله مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بحسْنِ صَحَابَتِي ؟ قال: «أُمُّكَ»، قال: ثُمَّ مَنْ ؟ قال: «أُمُّكَ»، قال: ثُمَّ مَنْ ؟ قال: «أُمُّكَ»، قال: ثُمَّ مَنْ ؟ قال: «أَبُوكَ». متفق عليه.
5/316- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia meriwayatkan: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu berkata,"Wahai Rasulullah! Siapakah orang yang paling berhak aku pergauli dengan baik?" Beliau bersabda, "Ibumu." Orang itu bertanya lagi, "Lalu siapa?" Beliau menjawab, "Ibumu." Orang itu bertanya lagi, "Kemudian siapa?" Nabi bersabda, "Ibumu." Orang itu bertanya lagi, "Lalu siapa?" Beliau bersabda, "Bapakmu." (Muttafaq 'Alaih)
وفي رواية: يا رسولَ الله، مَنْ أَحَقُّ بِحُسْنِ الصُّحْبَةِ ؟ قال: «أُمُّكَ، ثُمَّ أُمُّكَ، ثُمَّ أُمُّكَ، ثُمَّ أَبَاكَ، ثُمَّ أَدْنَاكَ أَدْنَاكَ».
Dalam riwayat lain disebutkan, "Wahai Rasulullah! Siapakah orang yang lebih berhak aku pergauli dengan baik?" Beliau menjawab, "Ibumu, lalu ibumu, lalu ibumu, lalu bapakmu. Lalu orang yang terdekat denganmu, dan yang terdekat denganmu."
«وَالصَّحَابَةُ» بمعنى: الصُّحْبَةِ. وقوله: «ثُمَّ أَبَاكَ» هكَذَا هو منصوب بفعلٍ محذوفٍ، أي: ثم بِرَّ أَباك. وفي رواية: « ثُمَّ أَبُوكَ » وهذا واضِح.
الصَّحَابَةُ (aṣ-ṣaḥābah), artinya: pergaulan, pertemanan. Kalimat: "ثُمَّ أَبَاكَ", demikian diriwayatkan secara "manṣūb", dengan kata kerja yang dihapus, yaitu: (ثم بِرَّ أَباك). Dalam riwayat lain: (ثُمَّ أَبُوكَ). Tentunya ini jelas.
أدناك أدناك: الأقرب فالأقرب.
أَدْنَاكَ أَدْنَاكَ: yang terdekat, lalu yang terdekat.
1) أحق الناس بحسن العشرة هي الأم؛ لضعفها وحاجتها، ولأن الأم حصل لها من العناء والمشقة ما لم يحصل لغيرها، ثم إنها ضعيفة عند أصل الخِلقة، فكيف عند تقدم العمر!.
1) Orang yang paling berhak mendapatkan sikap dan pergaulan yang baik adalah ibu, karena dia lemah dan sangat membutuhkannya. Juga karena ibu mengalami lelah dan sulit yang tidak dialami oleh yang lain. Kemudian, dia memang lemah secara dasar penciptaan. Lalu bagaimana ketika dia telah berumur?!
2) الحث علىٰ أن يُحسن العبد صحبة أمه، وصحبة أبيه بقدر المستطاع؛ لأنهما السبب في إيجاده بعد الله تعالىٰ. فلهما حق الولادة، والرعاية، والإفادة.
2) Anjuran agar seorang hamba memperbaiki muamalah kepada ibunya dan kepada bapaknya sesuai kemampuan karena keduanya adalah sebab kehidupannya setelah Allah -Ta'ālā-. Mereka berdua memiliki keutamaan melahirkan, merawat, dan memberi manfaat.
3) إن ترتيب الحقوق ووضعها في مواضعها، هو العدل الذي دعت إليه الشريعة.
3) Mengurutkan hak serta menempatkannya pada tempatnya adalah keadilan yang didengungkan oleh agama.
4) بيان حرص الصحابة رضي الله عنهم علىٰ معرفة مراتب الخير ومعرفة الحقوق.
4) Menjelaskan antusiasme para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk mengetahui urutan kebaikan serta mengetahui hak-hak manusia.
6/317 ــ وعنه عن النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم قال: «رَغِمَ أَنْفُ، ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ، ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ مَنْ أَدْرَكَ أبَوَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ، أحَدَهُمَا أوْ كِلَيْهِما، فَلَمْ يَدْخُلِ الجَنَّةَ». رواه مسلم.
6/317- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Celakalah, kemudian celakalah, kemudian celakalah orang yang mendapati kedua orang tuanya di usia lanjut, salah satunya atau keduanya, namun dia tidak masuk surga." (HR. Muslim)
رغم أنف: أي ألصق بالرّغام ــ وهو تراب يختلط برمل ــ واستعمل في معنىٰ الذل والعجز والانقياد علىٰ كره.
رَغِمَ أَنْفُ (ragima anf): semoga hidungnya melekat pada rugām, yaitu tanah yang bercampur pasir. Ungkapan ini digunakan untuk menunjukkan kehinaan, ketidakmampuan, dan ketundukan secara terpaksa.
1) بر الوالدين سبب عظيم لدخول الجنة.
1) Berbakti kepada kedua orang tua adalah sebab besar untuk masuk surga.
2) الوالدان عند الكبر أحوج مايكونان إلىٰ البِرِّ لضعفهما. وبرهما يكون بكل إحسان قولي أو فعلي.
2) Ketika kedua orang tua telah tua adalah saat ketika mereka paling butuh kepada bakti anaknya karena kondisi kelemahan mereka. Bakti kepada mereka adalah dengan semua bentuk perbuatan baik; ucapan dan perbuatan.
3) عقوق الوالدين سبب لدخول النار. فليحذر العبد من إغلاقِ بابٍ فُتِحَ له إلىٰ الجنة، ومن فتحِ بابٍ يُوصِلُه إلىٰ النار.
3) Durhaka kepada kedua orang tua adalah sebab masuk neraka. Oleh karena itu, hendaklah seorang hamba waspada agar tidak menutup pintu yang dibukakan untuknya menuju surga, dan agar tidak membuka pintu yang mengantarkannya kepada neraka.
7/318 ــ وعنه رضي الله عنه أنَّ رجلاً قال: يا رسولَ الله إنَّ لي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُوني، وَأُحْسِنُ إلَيْهِمْ وَيُسِيؤُونَ إليَّ، وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ، فقال: «لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ، فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُم المَلَّ، وَلا يَزالُ مَعَكَ مِنَ الله ظهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلىٰ ذَلِكَ». رواه مسلم.
7/318- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa seorang laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya saya mempunyai kerabat. Aku menyambung hubungan silaturahmi dengan mereka, tetapi mereka malah memutuskannya. Aku berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka berbuat buruk kepadaku. Aku senantiasa bersikap ramah kepada mereka, tetapi mereka berbuat perbuatan jahil kepadaku." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Seandainya apa yang engkau katakan itu benar, maka seakan-akan engkau menyuapkan abu panas ke mulut mereka. Allah senantiasa menolongmu terhadap mereka, jika kamu tetap berbuat demikian." (HR. Muslim)
«وَتُسِفّهُمْ» بضم التاء وكسر السين المهملةِ وتشديدِ الفاءِ. «وَالمَلُّ» بفتحِ الميمِ، وتشديد اللام، وهو الرَّمَادُ الحَارُّ، أَيْ: كَأَنِّمَا تُطْعِمُهُمُ الرَّمَادَ الحَارّ، وَهُوَ تَشْبِيه لِمَا يَلْحَقُهُم مِنَ الإثْمِ بِمَا يَلْحَقُ آكِلَ الرَّمَادِ الحَارِّ مِنَ الألَمِ، وَلا شَيْءَ عَلىٰ هَذَا المُحْسِنِ إلَيْهِمْ، لَكِنْ يَنَالُهُمْ إثْمٌ عَظِيمٌ بِتَقْصِيرِهِمْ في حَقِّهِ، وإدْخَالِهِمُ الأَذَىٰ عَلَيْهِ. وَالله أعلم.
تُسِفّهُمْ (tusiffuhum), dengan mendamahkan "tā`", kemudian "sīn" yang kasrah, setelahnya "fā`" yang bertasydid. المَلُّ (al-mall), dengan memfatahkan "mīm" dan mentasydidkan "lām", artinya: abu panas. Maksudnya: seakan-akan engkau menyuapi mereka abu yang panas. Ini merupakan perumpamaan terhadap dosa yang akan mereka dapatkan dengan rasa sakit yang dirasakan oleh orang yang memakan abu panas. Tidak ada keburukan apa pun terhadap orang yang berbuat baik kepada mereka. Tetapi mereka yang akan mendapatkan dosa yang besar lantaran kelalaian mereka dalam menunaikan haknya, bahkan justru menimpakan keburukan kepada orang yang berbuat baik tersebut. Wallāhu a'lam.
ظهير: معين.
ظهِيرٌ (ẓahīr): penolong.
1) صلة الرحم قائمة علىٰ المبادرة إلىٰ الصلة دون انتظار مقابلة.
1) Silaturahmi tegak di atas prinsip segera menyambung silaturahmi tanpa menunggu timbal balik.
2) الحظ العظيم للعبد هو الذي يدفع الإساءة بالإحسان، والقطيعة بالوصل، {ٱدۡفَعۡ بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ} ولكن: {وَمَا يُلَقَّىٰهَآ إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٖ}.
2) Keberuntungan besar bagi seorang hamba yang membalas perbuatan buruk dengan perbuatan baik, serta membalas tindakan memutus silaturahmi dengan tindakan menyambungnya; "Tolaklah perbuatan buruk dengan yang lebih baik." (QS. Fuṣṣilat: 34) Tetapi, "(Ia) tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang yang memiliki keberuntungan yang besar." (QS. Fuṣṣilat: 35)
3) امتثال أمر الله سبب لعون العبد، فالموفق من عباد الله من أحسن امتثال شرع الله تعالىٰ، ولم يلتفت إلىٰ تقصير الخلق، بل يحتسب العمل عند الله سبحانه.
3) Melaksanakan perintah Allah ialah sebab adanya pertolongan bagi hamba. Maka, orang yang mendapat taufik di antara hamba Allah adalah yang melaksanakan syariat Allah -Ta'ālā- dengan baik dan tidak menoleh kepada kelalaian makhluk, melainkan dia mengharap pahala perbuatannya di sisi Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-.
4) ادّخار ثواب الصبر خير من تحصيل الحق في الدنيا، أحياناً، بحسب مصلحة العفو أو الأخذ بالحق. {فَمَنۡ عَفَا وَأَصۡلَحَ}.
4) Kadang, menabung pahala sabar lebih baik daripada mendapatkan hak di dunia, tergantung maslahat dari memaafkan atau menuntut hak: "Siapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya pada Allah." (QS. ASy-Syūrā: 40)
8/319 ــ وعن أَنسٍ رضي الله عنه أنَّ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم قال: « مَنْ أَحَبَّ أنْ يُبْسَطَ له في رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ في أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رحِمَهُ». متفق عليه.
8/319- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah ia menyambung tali silaturahmi." (Muttafaq 'Alaih)
ومَعْنىٰ «يُنْسَأَ لَهُ في أثَرِهِ»: أيْ: يُؤَخَّرَ له في أجَلهِ وعُمُرِهِ.
Makna "يُنْسَأَ لَهُ في أثَرِهِ", yaitu: diakhirkan ajal dan umurnya.
1) صلة الأرحام سبب عظيم في زيادة الرزق وطول العمر.
1) Silaturahmi merupakan sebab besar untuk menambah rezeki dan memanjangkan umur.
2) الجزاء من جنس العمل؛ فمن أحسن إلىٰ قرابته بالصلة أحسن الله إليه بالصلة في رزقه وعمره.
2) Balasan sejenis dengan perbuatan; yaitu siapa yang berbuat baik kepada kerabatnya dengan melakukan silaturahmi maka Allah akan berbuat baik kepadanya dengan disambung dalam rezeki dan umurnya.
جعل الله سبحانه بحكمته صلة الرحم سبباً شرعياً لطول العمر وسعة الرزق، ولا ينافي هذا ما هو معلوم من أن ذلك مقدر مكتوب.
Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- dengan hikmah-Nya telah menjadikan silaturahmi sebagai sebab yang disyariatkan untuk memanjangkan umur dan melapangkan rezeki, dan ini tidak bertentangan dengan apa yang telah diketahui bersama bahwa hal itu telah ditakdirkan dan tercatat.
فكما أن الإيمان والهداية، والكفر والضلالة قد قدرت، ولكل ذلك أسباب، فكذلك العمر والرزق، يزيد وينقص، بالنظر إلىٰ أسبابه. ولذلك وردت الآثار بالدعاء بطول العمر وسعة الرزق، فيا مَن حرصت علىٰ طول العمر مع بسط الرزق، سارع إلىٰ تقوىٰ الله تعالىٰ وصلة الأرحام، فهذا خير سبيل إلىٰ ذلك.
Sebagaimana keimanan dan petunjuk serta kekafiran dan kesesatan telah ditakdirkan dan masing-masing memiliki sebab, demikian juga halnya umur dan rezeki dapat bertambah dan berkurang dilihat dari sebabnya. Oleh karena itu, terdapat sejumlah aṡar yang berisi doa panjang umur dan lapang rezeki. Anda yang sangat menginginkan panjang umur dan rezeki lapang, segeralah mengerjakan ketakwaan kepada Allah -Ta'ālā- dan melakukan silaturahmi karena ini adalah jalan yang paling baik kepada yang demikian itu.
9/320 ــ وعنه قال: كَانَ أبُو طَلْحَةَ أَكْثَرَ الأَنْصَارِ بالمَدِينَةِ مَالاً مِنْ نَخْلٍ، وكَانَ أحَبُّ أَمْوَالِهِ إلَيْهِ بيْرَحَاءَ، وكَانَتْ مُسْتَقْبِلَةَ المَسْجِدِ، وكَانَ رسولُ الله صلى الله عليه وسلم يَدْخُلُهَا، ويَشْرَبُ مِنْ مَاءٍ فِيها طَيِّبٍ، فَلَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ: {لَن تَنَالُواْ ٱلۡبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَۚ} [آل عمران: 92] قَامَ أبو طَلْحَةَ إلىٰ رسولِ الله صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسولَ الله إنَّ اللهَ تَبَارَكَ وتعالىٰ يقول: {لَن تَنَالُواْ ٱلۡبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَۚ} وَإنَّ أَحَبَّ مَالي إليَّ بَيْرَحَاءُ، وإنَّهَا صَدَقَةٌ لله تعالىٰ، أَرْجُو بِرَّهَا وَذُخْرَهَا عِنْدَ الله تعالىٰ، فَضَعْهَا يا رسولَ الله حَيْثُ أَرَاكَ الله، فقال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: «بَخٍ! ذلِكَ مَالٌ رَابِحٌ، ذلِكَ مَالٌ رَابِحٌ! وقَدْ سَمِعْتُ ما قُلْتَ، وَإنِّي أَرَىٰ أَنْ تَجْعَلَهَا في الأَقْرَبِينَ»، فَقَالَ أَبُو طَلْحَةَ: أَفْعَلُ يَا رسولَ الله، فَقَسَمَهَا أَبُو طَلْحَةَ في أَقَارِبِهِ وَبَني عَمِّهِ. متفقٌ عليه.
9/320- Masih dari Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Abu Ṭalḥah -raḍiyallāhu 'anhu- adalah seorang kaum Anṣār yang paling banyak kebun kurmanya di Madinah. Kebun kurma yang paling dicintainya adalah kebun bernama Bairaḥā` yang berhadapan dengan masjid. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sering masuk ke kebun itu dan minum air bersih yang ada di dalamnya. Anas melanjutkan: Ketika turun ayat: "Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai." (QS. Āli 'Imrān: 92) Abu Ṭalḥah mendatangi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya Allah telah menurunkan kepadamu: "Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai." Sedangkan harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairaḥā`. Kebun itu aku sedekahkan untuk Allah -Ta'ālā-. Aku mengharapkan kebajikan dan pahala dari Allah. Untuk itu, wahai Rasulullah, pergunakanlah dia sesuai yang Allah tunjukkan kepadamu!" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu bersabda, "Bagus. Itu adalah harta yang (mendatangkan) untung. Itu adalah harta yang (mendatangkan) untung. Aku telah mendengar apa yang engkau katakan. Aku sarankan agar engkau membagikannya kepada kerabatmu!" Abu Ṭalḥah berkata, "Wahai Rasulullah! Aku akan melaksanakan petunjukmu." Selanjutnya Abu Ṭalḥah membagi-bagi kebun itu kepada kerabat dan sepupu-sepupunya. (Muttafaq ‘Alaih)
وَسَبَقَ بَيَانُ أَلْفَاظِهِ في (بَابِ: الإنْفَاقِ مِمَّا يُحِب).
Penjelasan kosa katanya telah dibahas dalam Bab Menginfakkan Harta yang Disukai.
1) أحق الناس بالإكرام والصلة هم القرابات.
1) Orang yang paling berhak diberikan kebaikan dan disambung silaturahminya adalah kerabat.
2) النفقة في القرابة صلة وصدقة.
2) Berinfak kepada kerabat bernilai silaturahmi sekaligus sedekah.
3) استحباب استشارة العالم في المهمات، فالعلماء هم ورثة الأنبياء.
3) Anjuran berkonsultasi kepada orang berilmu dalam perkara-perkara penting karena ulama adalah penerusnya para nabi.
10/321 ــ وعن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما قال:أَقْبَلَ رَجُلٌ إلىٰ نَبِيِّ الله صلى الله عليه وسلم، فقال: أُبَايِعُكَ عَلىٰ الهِجْرَةِ وَالجِهَادِ أبْتَغِي الأَجْرَ مَنَ الله تعالىٰ، قال: «فَهَلْ لَكَ مِن وَالِدَيْكَ أَحَدٌ حَيٌّ ؟» قال: نَعَمْ، بَلْ كِلاهُمَا، قال: «فَتَبْتَغِي الأجْرَ مِنَ الله تَعالى؟» قال: نَعَمْ، قال: «فَارْجِعْ إلىٰ وَالِدَيْكَ، فَأَحْسِنْ صُحْبَتَهُمَا». متفقٌ عليه. وهذا لَفْظُ مسلِم.
10/321- Abdullah bin 'Amr -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Seseorang datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu berkata, "Aku berbaiat kepadamu untuk hijrah dan jihad demi mencari pahala dari Allah -Ta'ālā-." Beliau bertanya, "Apakah masih ada di antara kedua orang tuamu yang masih hidup?" Dia menjawab, "Ya, bahkan keduanya." Beliau bersabda, "Apakah engkau ingin pahala dari Allah -Ta'ālā-?" Dia berkata, "Ya." Beliau bersabda, "Pulanglah kepada kedua orang tuamu dan dampingi mereka dengan baik!" (Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Muslim)
وفي روايةٍ لَهُمَا: جَاءَ رَجُلٌ فَاسْتَأْذَنَهُ في الجِهَادِ، فقال: «أَحَيٌّ وَالِدَاكَ؟» قال: نعم،قال: «فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ».
Dalam riwayat lain milik keduanya (Bukhari dan Muslim): Seseorang datang dan meminta izin kepada beliau (Nabi) untuk berjihad. Maka Nabi bersabda, "Apakah kedua orang tuamu masih hidup?" Dia berkata, "Ya." Beliau bersabda, "Berjihadlah untuk (berbakti pada) keduanya!"
1) وجوب ترتيب الأولويات في حياة العبد؛ فيبدأ بمن تأكد حقه ثم من يليه، فهذا من فهم العبد، وحسن توفيق الله تعالىٰ له.
1) Kewajiban membuat urutan skala prioritas dalam kehidupan seorang hamba; yaitu dia mulai dari orang yang paling besar haknya pada dirinya kemudian yang setelahnya. Yang seperti ini berasal dari pemahaman hamba dan taufik Allah -Ta'ālā- kepadanya.
2) بر الوالدين من أوجب الواجبات، فهو آكد من الجهاد إذا كان فرض كفاية.
2) Berbakti kepada kedua orang tua termasuk kewajiban (fardu ain) yang paling wajib karena ia lebih wajib dari jihad yang fardu kifayah.
3) الجهاد مراتب وشعب؛ فكل من قام بطاعة يبتغي بها مرضاة الله تعالىٰ، كبرِّ الوالدين مثلاً، فإنه يُعدُّ من الجهاد في سبيل الله تعالىٰ.
3) Jihad terdiri dari beberapa tingkatan dan cabang; semua orang yang mengerjakan ketaatan untuk meraih rida Allah -Ta'ālā-, seperti berbakti kepada kedua orang tua, maka hal itu termasuk jihad di jalan Allah -Ta'ālā-.
11/322 ــ وعنه عن النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم قال: «لَيْسَ الْوَاصِلُ بالمكافئِ، وَلكِنَّ الوَاصِلَ الَّذِي إذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا». رواه البخاري.
11/322- Masih dari Abdullah bin 'Amr -raḍiyallāhu 'anhumā-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Orang yang menyambung silaturahmi bukanlah yang membalas orang yang menyambungnya. Tetapi, orang yang menyambung silaturahmi sesungguhnya adalah yang menyambung kerabat yang memutusnya." (HR. Bukhari)
وَ«قَطَعَتْ» بِفَتْحِ القَافِ وَالطَّاءِ. وَ«رَحِمُهُ» مَرْفُوعٌ.
قَطَعَتْ (qaṭa'at), dengan memfatahkan "qāf" dan "ṭā`". Sedangkan "رَحِمُهُ" (raḥimuhu), harakatnya marfū'.
المكافئ: الذي يصل رحمه مقابل صلتهم وإحسانهم.
المُكَافِئ (al-mukāfi`): yang menyambung kerabatnya untuk membalas silaturahmi dan kebaikan mereka.
1) الواصل لرحمه هو الذي يبدأ في صلة أرحامه، ولو لم يقابلوا صنيعه بالإحسان والوصل.
1) Orang yang menyambung silaturahmi adalah yang memulai silaturahmi, sekalipun kerabatnya tidak membalas kebaikan dan silaturahminya.
2) وجوب إخلاص الأعمال لله تعالىٰ، فآثاره خير دائم للعبد في الدنيا والآخرة.
2) Kewajiban mengikhlaskan amal perbuatan kepada Allah -Ta'ālā-; sebab buahnya adalah kebaikan yang abadi bagi hamba di dunia dan akhirat.
12/323 ــ وعن عائشةَ قالت: قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: «الرَّحِمُ مُعَلَّقَةٌ بِالعَرْشِ تَقُولُ: مَنْ وَصَلَني وَصَلَهُ اللهُ، وَمَن قَطَعَني قَطَعَهُ اللهُ». متفقٌ عليه.
12/323- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Rahim (ikatan kekerabatan) bergantung di Arasy seraya berkata, 'Siapa yang yang menyambungkanku, maka Allah akan menyambungnya; barangsiapa yang memutuskanku, niscaya Allah akan memutusnya'." (Muttafaq ‘Alaih)
1) تعظيم شأن الرحم وصلتها، فهي لعظم مكانتها تحت العرش قريبة من الرحمن جل جلاله.
1) Tingginya kedudukan ikatan rahim (kekerabatan) dan silaturahmi, karena keagungan derajatnya yang langsung berada di bawah Arasy dan dekat dari Ar-Raḥmān Yang Mahamulia.
2) من وصل رحمه وصله الله تعالىٰ بالخير والرحمة، ومن قطع رحمه قطعه الله تعالىٰ.
2) Orang yang bersilaturahmi kepada kerabatnya maka Allah -Ta'ālā- akan menyambungnya dengan kebaikan dan rahmat, sedangkan yang memutuskan kerabatnya maka Allah -Ta'ālā- akan memutus rahmat darinya.
13/324 ــ وَعَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ مَيْمُونَةَ بِنْتِ الحَارِثِ رضي الله عنها أَنّهَا أَعْتَقَتْ وَلِيدَةً، وَلَمْ تَسْتَأْذِنِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم، فَلَمَّا كَانَ يَوْمُهَا الَّذِي يَدُورُ عَلَيْهَا فِيهِ قَالَتْ: أَشَعَرْتَ يَا رَسُولَ الله أَنِّي أَعْتَقْتُ وَلِيدَتي؟ قَالَ: «أَوَفَعَلْتِ؟» قَالَتْ: نَعَمْ، قَالَ: «أَما إِنَّكِ لَوْ أَعْطَيْتِهَا أَخْوَالَكِ كَانَ أَعْظَمَ لأَجْرِكِ». مُـتَّفَقٌ عَلَيْه.
13/324- Ummul-Mu`minīn Maimūnah binti Al-Ḥāriṣ -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan, bahwasanya dia memerdekakan seorang budak perempuan tanpa meminta izin lebih dahulu kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Ketika tiba hari giliran Nabi bersamanya, Maimūnah berkata, "Apakah engkau sudah tahu, wahai Rasulullah, bahwa aku telah memerdekakan budak perempuanku?" Beliau bertanya, "Apakah itu sudah engkau lakukan?" Maimūnah menjawab, "Ya." Beliau bersabda, "Ketahuilah, andai budak itu engkau berikan kepada paman-pamanmu, pasti pahalamu lebih besar." (Muttafaq 'Alaih)
وليدة: أَمَة.
وَلِيْدَةٌ (walīdah): budak perempuan.
1) الصدقة علىٰ ذوي القربىٰ أفضل وأعظم؛ لأنه صدقة وصلة.
1) Sedekah kepada kerabat lebih utama dan pahalanya lebih besar karena bernilai sedekah sekaligus silaturahmi.
2) من فقه العبد أن يستشير أهل العلم والذكر، حتىٰ يضع الأمور مواضعها.
2) Merupakan wujud ilmu seorang hamba adalah bila dia rajin berkonsultasi kepada ulama sehingga dia dapat meletakkan sesuatu pada tempatnya.
14/325ــ وَعَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدّيقِ رضي الله عنهما قَالَتْ: قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي، وَهِيَ مُشْرِكَةٌ، فِي عَهْدِ رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم، فاسْتَفَتَيْتُ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم، قُلْتُ: قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي، وَهِيَ رَاغِبَةٌ، أَفَأَصِلُ أُمِّي ؟ قَالَ: «نَعَمْ، صِلي أُمَّكِ». مُتَّفَقٌ عَلَيْه.
14/325- Asmā` binti Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Pada masa era diterapkannya perjanjian damai oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- (dengan kaum Quraisy), ibuku datang menemuiku sementara saat itu ia masih musyrik. Lalu aku meminta pendapat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku katakan, "Ibuku datang menemuiku. Dia sangat berharap kepadaku. Apakah aku boleh menyambung silaturahmi dengan ibuku?" Beliau menjawab, "Ya, sambunglah silaturrahim dengan ibumu." (Muttafaq 'Alaih)
وَقَوْلُهَا: «رَاغِبَةٌ»، أَيْ: طَامِعَةٌ عِنْدِي تَسْأَلُني شَيْئاً، قِيلَ كَانَتْ أُمَّهَا مِنَ النَّسَبِ، وَقِيلَ: مِنَ الرَّضَاعَةِ، وَالصَّحِيحُ الأَوَّلُ.
Perkataan Asmā`: "رَاغِبَةٌ" (rāgibah), maksudnya: dia sangat berharap padaku; yaitu dia meminta sesuatu kepadaku. Disebutkan bahwa dia adalah ibunya dari nasab. Yang lain mengatakan, ibunya dari persusuan. Tetapi pendapat yang benar ialah yang pertama.
في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم: أيام معاهدته مع مشركي قريش في صلح الحديبية.
فِي عَهْدِ رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم: pada masa perjanjian Ḥudaibīyah antara Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersama kaum musyrikin Quraisy.
1) يجب علىٰ العبد أن يصل أقاربه ولو كانوا كفاراً، لأن لهم حق القرابة.
1) Seorang hamba wajib menyambung hubungan dengan kerabatnya sekalipun mereka kafir karena mereka masih memiliki hak kekerabatan.
2) صلة الرحم الكافرة ليست من موالاة الكفار المنهي عنها، بل هي نوع من البر والقسط غير المحرم.
2) Bersilaturahmi dengan kerabat yang kafir bukan bentuk walā`(loyalitas) dengan orang kafir yang dilarang, tetapi bentuk kebajikan dan sikap adil yang tidak dilarang.
3) كمال عدل الإسلام في إعطاء كل ذي حق حقه، دون ظلم أو إسراف، فالقريب الكافر ــ مع كفره ــ لا يُترَكُ حقُّ صلته؛ لأن له رحماً!
3) Sempurnya sikap adil Islam dalam memberi hak kepada setiap orang yang memiliki hak, tanpa ada kezaliman ataupun melampaui batas. Sehingga kerabat yang kafir, meskipun ia kafir, kita tetap tidak boleh meninggalkan haknya untuk bersilaturahmi dengannya, karena dia memiliki hak kekerabatan.
15/321 ــ وَعَنْ زَيْنَبَ الثَّقَفِيّةِ امْرَأَةِ عَبْدِ الله بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنهما قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: «تَصَدَّقْنَ يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ وَلَوْ مِنْ حُلِيِّكُنَّ» قَالَتْ: فَرَجَعْتُ إلَىٰ عَبْدِ الله بْنِ مَسْعُودٍ ، فَقُلْتُ لَهُ: إنَّكَ رَجُلٌ خَفِيفُ ذَاتِ اليَدِ ، وإِنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم قَدْ أَمَرَنَا بِالصَّدَقَةِ فَأْتِهِ، فَاسْأَلْهُ، فَإِن كَانَ ذلِكَ يُجْزِىءُ عَنِّي وَإِلَّا صَرَفتُهَا إِلَىٰ غَيْرِكُمْ. فَقَالَ عَبْدُ الله: بلِ ائتِهِ أَنْتِ، فانْطَلَقْتُ، فَإِذَا امْرَأَةٌ مِنَ الأَنْصَارِ بِبَابِ رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم حَاجَتي حَاجَتُهَا، وَكَانَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم قَدْ أُلقِيَتْ عَلَيْهِ المَهابَةُ، فَخَرَجَ عَلَيْنَا بِلالٌ، فَقُلْنَا لَهُ: ائْتِ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم، فأَخْبِرْهُ أَنَّ امْرَأَتَيْنِ بِالبَابِ تَسْألانِكَ: أتُجْزِئُ الصَّدَقَةُ عَنْهُمَا عَلىٰ أَزْوَاجِهِمَا، وَعَلىٰ أَيْتَامٍ فِي حُجُورِهِمَا؟ وَلا تُخْبِرْهُ مَنْ نحنُ، فَدَخَلَ بِلالٌ عَلَىٰ رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم، فَسَأَلَهُ، فِقَالَ لَهُ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم «مَنْ هُمَا؟» قَالَ: امْرأةٌ مِنَ الأَنْصَارِ وَزَيْنَبُ، فَقَالَ رَسولُ الله صلى الله عليه وسلم «أَيُّ الزَّيَانِبِ هيَ؟» قَال: امْرَأَةُ عَبْد الله، فَقَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: «لَهُمَا أَجْرَانِ: أَجْرُ القَرَابَةِ وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ». مُـتَّفَقٌ عَلَيْه.
15/321- Zainab Aṡ-Ṡaqafīyyah, istri Abdullāh bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Wahai para wanita! Bersedekahlah walaupun dengan perhiasan kalian." Zainab berkata, Lantas aku pulang menemui Abdullah dan berkata, "Sesungguhnya engkau seorang laki-laki yang miskin tidak punya harta, sementara Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah memerintahkan kami agar bersedekah. Datanglah kepada beliau dan tanyakanlah; jika aku boleh memberikannya kepada kalian, aku akan lakukan. Tetapi jika tidak, maka aku akan memberikannya kepada yang lain." Abdullah berkata, "Jangan. Tetapi, silakan engkau saja yang datang ke beliau." Lantas aku beranjak pergi. Ternyata telah ada seorang perempuan Ansar menunggu di depan pintu rumah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; keperluanku sama seperti keperluannya. Tetapi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sosok yang disegani, sehingga Bilāl datang kepada kami dan kami berkata, "Datanglah kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan kabarkan kepada beliau bahwa dua orang wanita di depan pintu mau bertanya; apakah mereka boleh bersedekah kepada suami dan anak-anak yatim yang ada dalam pengasuhan mereka? Jangan kabarkan kepada beliau siapa kami." Lalu Bilāl pun masuk menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan bertanya kepada beliau. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya, "Siapa mereka berdua?" Bilāl menjawab, "Seorang wanita Anṣār bersama Zainab." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya lagi, "Zainab yang mana?" Bilāl menjawab, "Zainab istri Abdullah." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Bagi mereka dua pahala. Yaitu pahala menyambung kerabat dan pahala sedekah." (Muttafaq ‘Alaih)
خفيف ذات اليد: قليل المال.
خَفِيفُ ذَاتِ اليَدِ: orang yang memiliki sedikit harta.
في حجورهما: في ولايتهما.
فِي حُجُورِهِمَا: dalam pengasuhan keduanya.
1) صلة الأقارب بالصدقة يحصل بها أجران؛ أجر الصدقة، وأجر الصلة.
1) Bersilaturahmi kepada kerabat dengan memberi mereka sedekah akan mendatangkan dua pahala: pahala sedekah dan pahala silaturahmi.
2) جواز صدقة الزوجة علىٰ أهل بيتها.
2) Istri boleh bersedekah kepada keluarganya.
3) جواز خروج المرأة من بيتها لحاجتها والسؤال عن أمر دينها، بشرط إذن الزوج.
3) Perempuan boleh keluar rumah untuk keperluannya dan juga bertanya tentang urusan agama dengan syarat diizinkan suami.
4) إن طلب العلم والسؤال عن المسائل النافعة من أهم الأمور الواجبة.
4) Menuntut ilmu dan bertanya tentang perkara-perkara yang bermanfaat termasuk kewajiban yang paling penting.
16/327 ــ وَعنْ أَبِي سُفْيَانَ صَخْر بْنِ حَرْبٍ رضي الله عنه فِي حَدِيثِهِ الطَوِيل فِي قِصةِ هِرَقلَ أَنَّ هِرَقْلَ قَالَ لأبي سُفْيَان: فَمَاذَا يَأْمُرُكُمْ بِهِ ــ يَعْني النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ــ؟ قَالَ: قُلتُ: يقُولُ: «اعبُدُوا اللهَ وَحْدَهُ، وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً، وَاتْرُكُوا مَا يَقُولُ آباؤُكُمْ، وَيَأْمُرُنا بِالصَّلاةِ، والصِّدْقِ، وَالعَفَافِ، والصِّلَةِ». متَّـفَقٌ عَلَيْه.
16/327- Abu Sufyān Ṣakhr bin Ḥarb -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dalam hadis yang panjang tentang kisah Heraklius, bahwa Heraklius berkata kepada Abu Sufyān, "Apa yang dia (Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-) perintahkan kepada kalian?" Aku menjawab, "Dia berkata, "Sembahlah Allah semata dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun dan tinggalkanlah apa yang dikatakan oleh nenek moyang kalian. Dia memerintahkan kami untuk salat, jujur, menjaga kesucian, dan bersilaturahmi." (Muttafaq 'Alaih)
1) بعثة النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم قامت علىٰ الإحسان في عبادة الله، بإفراده بالتوحيد، وفي الإحسان إلىٰ الخلق بالصلة وأداء الحقوق.
1) Kerasulan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tegak di atas dasar beribadah kepada Allah dengan baik, yaitu dengan menauhidkan Allah, dan berbuat baik kepada sesama makhluk dengan bersilaturahmi dan menunaikan hak-hak mereka.
2) الأمر بصلة الرحم من أوائل مانزل تشريعه في الدين الإسلامي، وهذا مما يَدلُّك علىٰ أهميته.
2) Perintah bersilaturahmi termasuk ajaran syariat yang pertama kali turun dalam agama Islam, dan ini menunjukkan kepada Anda tentang urgensinya.
17/328 ــ وَعَنْ أَبي ذَرٍّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: «إِنَّكُمْ سَتَفْتَحُونَ أَرضاً يُذكرُ فِيهَا القِيرَاطُ».
17/328- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya kalian akan menaklukkan sebuah negeri yang terkenal padanya Qīrāṭ."
وَفِي رِوَايَةٍ: «سَتَفْتَحُونَ مِصْرَ، وَهِيَ أَرْضٌ يُسَمَّىٰ فِيهَا القِيرَاطُ، فَاسْتَوْصُوا بِأَهلِهَا خَيْراً، فَإِنَّ لَهُمْ ذِمَّةً وَرَحِماً».
Dalam riwayat lain: "Kalian akan menaklukkan Mesir, yaitu negeri yang terkenal padanya Qīrāṭ. Maka saling ingatkanlah untuk berbuat baik kepada penduduknya, karena mereka memiliki hak żimmah (perlindungan) dan hak silaturahmi."
وَفِي رِوَايَةٍ: «فإِذَا افْتَتَحْتُمُوهَا فَأَحْسِنُوا إِلَىٰ أَهْلِهَا، فَإِنَ لَهُمْ ذِمَّةٍ وَرَحِماً»، أَوْ قَال: «ذمَّةً وَصِهْراً». رَوَاه مُسْلِم.
Dalam riwayat lain, "Apabila kalian telah menaklukkannya, maka berbuat baiklah kepada penduduknya. Karena mereka memiliki żimmah (perlindungan) dan hak silaturahmi." Atau beliau berkata, "hak żimmah (perlindungan) dan hak perbesanan." (HR. Muslim)
قَالَ الْعُلماء: الرَّحِمُ الَّتي لَهُمْ كَوْنُ هَاجَرَ أُمِّ إِسْمَاعِيلَ صلى الله عليه وسلم مِنْهُمْ. «والصِّهْرُ»: كَوْنُ مَارِيَةَ أُمِّ إِبرَاهِيمَ بنِ رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم مِنهُم.
Para ulama berkata, "Ikatan silaturahmi yang mereka sandang disebabkan karena Hājar ibu Nabi Ismā'īl -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berasal dari mereka. Sedangkan ikatan perbesanan adalah karena Māriah, ibu Ibrāhīm putra Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berasal dari mereka."
القيراط: اسم لنوع من النقود يتعامل بها.
القِيْرَاطُ (al-qīrāṭ): nama jenis uang logam yang digunakan sebagai alat transaksi.
ذمة: الحق والحرمة.
ذِمَّةٌ (żimmah): hak dan kehormatan.
صهراً: أهل بيت المرأة يقال لهم أصهار.
صِهْرًا (ṣihran): keluarga dari istri (ikatan perbesanan)
1) الرحم لها حق الصلة ولو كانت بعيدة، فمفهوم الرحم أوسع من القرابة القريبة.
1) Ikatan rahim memiliki hak untuk disambung walaupun jauh. Sehingga istilah ikatan rahim lebih luas dari ikatan kerabat dekat.
2) صلة الرحم من جهة الأم كصلة الرحم من جهة الأب.
2) Bersilaturahmi dengan kerabat dari jalur ibu sama seperti bersilaturahmi dengan kerabat dari jalur ayah.
3) استحباب الإحسان لذوي القربىٰ والرحم والصهر ولوكانوا مشركين، مالم يحاربوا الله تعالىٰ ورسوله صلى الله عليه وسلم، وتحصل منهم العداوة الظاهرة.
3) Anjuran berbuat baik kepada orang-orang yang memiliki ikatan kerabat, ikatan rahim, dan ikatan pernikahan sekalipun mereka musyrik, selama mereka tidak memusuhi Allah -Ta'ālā- dan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan selama mereka tidak melakukan permusuhan secara terang-terangan.
18/329 ــ وعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هذِهِ الآيَةُ: {وَأَنذِرۡ عَشِيرَتَكَ ٱلۡأَقۡرَبِينَ} [الشعراء: 214] دَعَا رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم قُرَيْشاً، فَاجْتَمَعُوا، فَعَمَّ وَخَصَّ، وَقَال : « يَا بني عَبْدِ شَمْسِ، يَا بَني كَعْبِ بْنِ لُؤَيٍّ، أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنَ النَّارِ، يَا بَني مرَةَ بْنِ كَعْبٍ، أَنْقِذُوا أَنفُسَكُمْ مِنَ النَّارِ، يَا بَني عبْدِ مَنَافٍ، أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنَ النَّارِ، يَا بَني هَاشِمٍ، أنْقِذُوا أَنْفُسَكُم مِنَ النَّارِ، يَا بَني عَبْدِ المُطَّلِبِ، أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنَ النَّارِ، يَا فَاطِمَةُ أَنْقِذِي نَفْسَكِ مِنَ النَّارِ، فَإِنِّي لا أَمْلِكُ لَكُمْ مِنَ الله شَيْئاً، غَيْرَ أَنَّ لَكُمْ رَحِماً سَأَبُلُّهَا بِبِلالِهَا». رَوَاهُ مُسْلِم.
18/329- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ketika turun ayat ini (artinya): "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat," (QS. Asy-Syu'arā`: 214) Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memanggil orang-orang Quraisy. Mereka pun berkumpul. Lalu beliau mengingatkan mereka secara umum dan khusus. Beliau bersabda, "Wahai Bani Abdu Syams! Bani Ka'ab bin Lu`aiy! Selamatkan diri kalian dari neraka. Wahai Bani Murrah bin Ka'ab! Selamatkan diri kalian dari neraka. Wahai Bani Abdu Manāf! Selamatkan diri kalian dari neraka. Wahai Bani Hāsyim! Selamatkan diri kalian dari neraka. Wahai Bani Abdul Muṭṭalib! Selamatkan diri kalian dari neraka. Wahai Fatimah! Selamatkan dirimu dari neraka. Sungguh, aku tidak memiliki sesuatu apa pun untuk menyelamatkan kalian dari siksa Allah. Hanya saja kalian memiliki ikatan rahim (denganku) yang aku akan membasahinya dengan airnya (menyambungnya)." (HR. Muslim)
قَولُهُ «ببلاَلِهَا» هو بفتح الباءِ الثَّانِيَةِ وَكَسرِهَا، «وَالبِلالُ»: المَاءُ. ومَعْنىٰ الحديث: سَأَصِلُهَا، شبَّهَ قَطِيعَتَهَا بِالحَرَارَةِ تُطْفَأْ بِالمَاءِ، وَهذِهِ تُـبَرَّدُ بِالصِّلَةِ.
Kalimat ببلاَلِهَا (bi balālihā), dengan memfatahkan "bā`" yang kedua. Boleh juga dikasrahkan (bi bilālihā). "البِلالُ" (al-bilāl), artinya: air. Makna hadis ini: aku akan menyambungnya. Beliau membuat perumpamaan terhadap perbuatan memutusnya dengan hawa panas yang dapat dipadamkan dengan air. Sedangkan ini dapat didinginkan dengan bersilaturahmi.
عشيرتك الأقربين: قرابتك الأدنىٰ فالأدنى.
عَشِيرَتَكَ ٱلۡأَقۡرَبِينَ: kerabatmu yang paling dekat, kemudian yang lebih dekat.
فعَمَّ وخَصَّ: دعاهم بما يَعُمُّهم جميعاً، ثم خَصَّصَ بعضهم لقرابتهم القويّة.
فعَمَّ وخَصَّ: yaitu beliau memanggil mereka dengan panggilan yang bersifat umum untuk semua, kemudian menyebutkan sebagian mereka secara khusus karena adanya hubungan kerabat yang kuat dengan mereka.
1) وجوب صلة الأرحام والاعتناء بهم، ومداومة إصلاحهم، وتوجيههم إلىٰ الخير. فهذا من ثمرات صلة الرحم.
1) Kewajiban bersilaturahmi dengan kerabat serta memperhatikan mereka, terus-menerus memperbaiki hubungan dengan mereka, dan mengarahkan mereka kepada kebaikan. Ini semua adalah konsekuensi dari silaturahmi.
2) أول مايجب علىٰ الداعي إلىٰ الله إنذار أهله، ثم عشيرته؛ لأنهم أولىٰ بالخير من غيرهم، ثم الذين يلونهم، حتىٰ يعمَّ الخير الناس جميعاً.
2) Kewajiban pertama dai yang berdakwah kepada Allah agar mengingatkan keluarganya, lalu kerabat-kerabatnya, karena mereka lebih pantas mendapat perbuatan baik sebelum yang lainnya, baru kemudian orang-orang di bawah mereka, sehingga kebaikan akan merata kepada semua manusia.
3) الحرص علىٰ هداية الناس من علامات الداعية الموفق، فهو يظهر حبه للناس وحرصه علىٰ إيصال الخير لهم.
3) Bersemangat untuk memberi petunjuk kepada manusia adalah ciri-ciri dai yang diberikan taufik. Sehingga dia menampakkan kecintaannya kepada manusia serta berupaya untuk menyampaikan kebaikan kepada mereka.
4) الترغيب في العمل الصالح، وعدم الاتكال علىٰ النسب أو التفاخر به.
4) Anjuran untuk beramal saleh dan agar tidak bersandar ataupun berbangga kepada nasab.
19/330 ــ وَعَنْ أَبِي عَبْدِ الله عَمْروِ بْنِ الْعَاصِ رضي الله عنهما قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم جِهَاراً غَيْرَ سِرٍّ يَقُولُ: «إِنَّ آلَ بَني فُلانٍ لَيْسُوا بِأَوْلِيائي، إنَّمَا وَلِيِّيَ اللهُ وَصَالحُ الْمُؤْمِنِينَ، وَلكِنْ لَهُمْ رَحِمٌ أَ بُلُّهَا بِـبِلالِهَا». مُتَّفَقٌ عَلَيْه. واللَّفْظُ للبُخَارِي.
19/330- Abu Abdillah 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda secara terang-terangan tanpa sembunyi-sembunyi, "Sesungguhnya keluarga Bani polan bukan penolongku. Penolongku ialah Allah dan orang-orang mukmin yang saleh. Tetapi mereka memiliki ikatan rahim dan aku akan membasahinya dengan airnya." (Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Bukhari)
وليِّـي: ناصري الذي أتولاه في جميع الأمور.
وليِّـي (waliyyī): penolongku yang aku akan loyal kepadanya dalam semua perkara.
1) إنَّ من أهمّ خصال الإيمان: الحبّ في الله، والبغض في الله؛ فعلىٰ المؤمن أن يتبرأ من المودة الدينية للكافرين، إذ لا ولاية بين المسلم والكافر.
1) Di antara bentuk iman yang paling penting adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah; sehingga wajib bagi seorang mukmin untuk berlepas diri dari cinta atas dasar agama kepada orang kafir, karena tidak ada saling cinta antara orang muslim dan kafir.
2) القريب الكافر له حق الصلة، لكن ليس له الولاية التي هي المحبة والنصرة.
2) Kerabat yang kafir memiliki hak silaturahmi yang mesti disambung, tetapi tidak berhak untuk diberikan walā` (loyalitas) yang merupakan cinta dan pembelaan.
3) أخوة الدين ورابطة الإسلام أعظم من روابط الدم والنسب والمصلحة.
3) Persaudaraan atas dasar agama serta ikatan atas dasar Islam lebih agung daripada ikatan darah, nasab, dan berbagai kepentingan duniawi lainnya.
الرحم التي توصل، عامة وخاصة:
Ikatan rahim yang disambung terbagi menjadi umum dan khusus:
ــ فالعامة: رحم الإيمان والعلم، فهذه تجب صلتها بالتواد والتناصح، والتواصي بالحق والتواصي بالصبر، والقيام بالحقوق الواجبة والمستحبة.
- Ikatan rahim yang umum; yaitu ikatam rahim atas dasar iman dan ilmu, yang ini wajib disambung dengan saling mencintai, saling menasihati, saling mengingatkan kepada kebenaran dan kesabaran, serta melaksanakan hak-hak yang wajib dan sunah.
ــ وأما الرحم الخاصة: فهي للقرابة التي بينك وبينهم نسب، أو مصاهرة، أو رضاعة.
- Adapun ikatan rahim yang khusus; yaitu kerabat yang memiliki hubungan nasab dengan Anda, pernikahan, atau persusuan.
والمعنىٰ الجامع لصلتهم: إيصال ما أمكن من الخير، ودفع ما أمكن من الشر، بحسب الحال.
Definisi yang lengkap tentang bersilaturahmi dengan mereka yaitu memberikan mereka kebaikan yang mampu dilakukan dan menghilangkan dari mereka keburukan sesuai kemampuan dan sesuai keadaan.
20/331 ــ وَعَنْ أَبِي أَيُّوبَ خَالِدِ بْنِ زَيْدٍ الأنصَارِيّ رضي الله عنه أَنَّ رجُلاً قَالَ: يَا رَسُولَ الله أَخْبِرْني بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الجَنَّةَ، وَيُباعِدُني مِنَ النَّارِ، فَقالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: «تَعْبُدُ الله وَلا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئاً، وَتُقِيمُ الصَّلاةَ، وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ، وَتَصِلُ الرَّحِمَ». مُـتَّفَقٌ عَلَيْه.
20/331- Abu Ayyūb Khālid bin Zaid Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa seorang laki-laki berkata, "Ya Rasulullah! Beri tahukan kepadaku tentang sebuah amal yang dapat memasukkanku ke surga dan menjauhkanku dari neraka." Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Hendaklah engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan menyambung silaturahmi." (Muttafaq ‘Alaih)
1) الحث علىٰ القيام بالواجبات الشرعية. ومن ذلك صلة الرحم، فهي من الأسباب الموجبة لدخول الجنة والبعد عن النار.
1) Anjuran untuk melaksanakan kewajiban syariat, di antaranya silaturahmi. Dan silaturahmi termasuk sebab yang akan memasukkan ke surga dan menjauhkan dari neraka.
2) من فقه العبد أن يسعىٰ في الزحزحة عن النار، ودخول الجنة والفوز برضوان الله تعالىٰ.
2) Di antara tanda baiknya pemahaman seorang hamba adalah bila dia berusaha untuk menjauh dari api neraka, serta berupaya masuk surga dan meraih rida Allah -Ta'ālā-.
21/332 ــ وَعَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِر رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «إذَا أَفْطَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ عَلَىٰ تَمْرٍ، فَإِنَّهُ بَرَكَةٌ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ تَمْراً فَالمَاءُ، فَإِنَّهُ طَهُورٌ» وَقَالَ: «الصَّدَقَةُ عَلَىٰ المِسْكِينِ صَدَقَةٌ، وَعَلَىٰ ذِي الرَّحِمِ ثِنْتَانِ: صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ». رَوَاهُ التّرمِذِيّ وَقَالَ: حَديث حسن.
21/332- Salmān bin 'Āmir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Jika seseorang dari kalian berbuka maka hendaknya dia berbuka dengan kurma, karena kurma adalah keberkahan. Bila dia tidak mendapatkan kurma, maka dengan air, karena air mensucikan." Beliau juga bersabda, "Sedekah pada orang miskin bernilai satu sedekah. Sedang sedekah pada kerabat bernilai dua, yakni sedekah dan silaturahmi." (HR. Tirmiżī dan dia berkata, "Hadisnya hasan")
1) بيان الشريعة لتفاضل الصدقات بحسب محلها، فكلما كان محل الصلة أقرب كانت الصدقة أحسن.
1) Penjelasan syariat tentang adanya perbedaan tingkat keutamaan sedekah tergantung tempat pengalokasiannya; yakni semakin dekat hubungan kerabat dengan objek silaturahmi maka sedekah itu semakin bagus.
2) الصدقة علىٰ الفقير صدقة، وعلىٰ ذي القرابة اثنتان؛ صدقة وصلة.
2) Sedekah pada orang miskin bernilai satu sedekah, sedangkan sedekah pada kerabat bernilai dua; yakni sedekah dan menyambung kekerabatan.
هذا الحديث لا يصح من قول النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم، وإنما ثبت من فعله صلى الله عليه وسلم، مما رواه الترمذي عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: كان رسولُ الله صلى الله عليه وسلم يُفطرِ قبل أن يصلِّيَ علىٰ رُطباتٍ، فإن لم تكن رُطباتٍ فتُميراتٍ، فإن لم يكن تُميراتٍ حسا حَسواتٍ من ماءٍ.
Hadis ini tidak benar penisbahannya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Penisbahan yang benar yaitu kepada perbuatan beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Yaitu diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- dia berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- senantiasa berbuka sebelum salat menggunakan beberapa ruṭab (kurma mengkal). Bila kurma mengkal tidak ada, maka dengan beberapa kurma kering (tamr). Bila kurma kering tidak ada, maka beliau meneguk beberapa teguk air."
22/333 ــ وَعَنْ ابنِ عُمَرَ رضي الله عنهما قَالَ: كَانَتْ تَحْتِي امْرَأَةٌ، وَكُنْتُ أُحِبُّهَا، وَكَانَ عُمَرُ يَكْرَهُهَا، فَقَالَ لِي: طَلِّقْهَا، فَأَبَيْتُ، فَأَتىٰ عُمَرُ رضي الله عنه النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم، فَذَكرً ذلِكَ لَهُ، فقَالَ النَبِيُّ صلى الله عليه وسلم: «طَلِّقْهَا». رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ، والتّرْمِذيّ وَقَالَ: حَدِيثٌ حسَنٌ صحِيح.
22/333- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Dulu aku memiliki seorang istri yang aku cintai, tetapi Umar tidak menyukainya. Umar berkata kepadaku, "Ceraikan dia!" Tetapi aku enggan. Maka Umar -raḍiyallāhu 'anhu- datang menghadap Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan menceritakan hal itu kepada beliau. Sehingga Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berpesan, "Ceraikan dia!" (HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadisnya hasan sahih")
1) وجوب طاعة الوالد، حتىٰ فيما تكرهه النفوس.
1) Kewajiban taat kepada orang tua, bahkan dalam perkara yang tidak disukai jiwa sekalipun.
2) طاعة الوالدين تكون بالمعروف، فلو أمر أحدهما بما يفسد حال الولد في دينه، فلا طاعة له.
2) Taat kepada kedua orang tua harus menurut cara yang makruf; sehingga apabila salah satu mereka memerintahkannya untuk melakukan sesuatu yang dapat merusak si anak dalam agamanya, maka tidak ada kewajiban untuk taat.
23/334 ــ وَعَنْ أَبِي الدَّردَاءِ رضي الله عنه أَنَّ رَجُلاً أَتَاهُ، فَقَالَ: إنَّ لي امْرَأَةً، وَإِنَّ أُمِّي تَأْمُرُنِي بِطَلاقِهَا ؟ فَقَال: سَمِعْتُ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم يَقُول: «الْوَالِدُ أوْسَطُ أَبْوَابِ الجَنَّةِ، فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذلِكَ الْبَابَ، أَوِ احْفَظْهُ». رَوَاهُ التّرمِذيّ وَقَالَ: حديثٌ حسَنٌ صحيح.
23/334- Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa seorang laki-laki datang kepadanya dan berkata, "Sesungguhnya aku memiliki seorang istri, sedangkan ibuku menyuruhku untuk menceraikannya." Abu Ad-Dardā` berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, Orang tua adalah pintu surga yang paling tengah. Jika engkau mau, sia-siakanlah pintu tersebut atau jagalah'." (HR. Tirmizi, dan dia berkata, "Hadisnya hasan sahih")
أوسط أبواب الجنة: خير أبوابه.
"Pintu surga yang paling tengah" ialah pintu yang paling bagus.
1) إرضاء الوالدين مقدم علىٰ إرضاء الزوجة.
1) Mengejar rida orang tua lebih didahulukan daripada mengejar rida istri.
2) بيان طريقة الصحابة عند الفتوى؛ بذكر أقوال رسول الله صلى الله عليه وسلم، دون أن يتكلّفوا آراءهم.
2) Menjelaskan cara para sahabat dalam berfatwa; yaitu dengan membawakan hadis Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tanpa memaksakan untuk berpendapat sendiri.
ليس كل والد يأمر ابنه بطلاق زوجته تجب طاعته، لكن ينظر إلىٰ حال الأب واستقامته، فإن كان من أهل الصلاح والرأي السديد، ويرىٰ من المصلحة ما لا يراه ابنه، فعندئذٍ يُطاع فيما أمر، أما إن كان فاسقاً غير ذي رأي رشيد، فلا يطاع بما فيه مفسدة لولده.
Tidak semua orang tua yang memerintahkan anaknya untuk menceraikan istrinya harus ditaati. Tetapi harus dilihat kondisi kesalehan dan keistikamahan orang tua; bila dia orang yang saleh dan memiliki pandangan yang bagus, yaitu dapat melihat maslahat yang tidak dapat dilihat oleh anaknya, ketika itu dia ditaati perintahnya. Adapun jika dia orang yang fasik dan tidak memiliki pandangan yang bagus, maka dia tidak ditaati dalam perkara yang mengandung mafsadat bagi anaknya.
24/335 ــ وَعَنِ البَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ رضي الله عنهما عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «الخَالَةُ بِمَنْزِلَة الأُمِّ». رَوَاهُ التّرمِذيّ وَقَالَ: حَديثٌ حسَنٌ صحيح.
24/335- Al-Barā` bin 'Āzib -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, "Bibi (saudari ibu) sama kedudukannya dengan ibu." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadisnya hasan sahih")
وفِي البَابِ أَحاديث كثِيرة في الصحيح مشهورة، مِنها حديث أصحابِ الغارِ، وحديث جُرَيْجٍ وَقَدْ سبَقَا، وأَحادِيثُ مشهورة في الصحيح حَذَفْتُهَا اخْتِصَاراً، وَمِنْ أَهَمّها حدِيثُ عَمْرِو بْنِ عَبَسَةَ رضي الله عنه الطَّوِيلُ المُشْتَمِلُ عَلىٰ جُمَلٍ كَثِيرة مِنْ قَوَاعِدِ الإسْلاَمِ وَآدابِهِ، وَسَأَذْكُرُهُ بِتَمَامِهِ إِنْ شَاءَ الله تَعَالىٰ في (بابِ الرَّجَاءِ)، قال فيه: دَخلْتُ عَلَىٰ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم بِمَكَّةَ، يَعْني فِي أَوَّلِ النُّبـُوَّةِ، فَقُلْتُ لَهُ: مَا أَنْتَ؟ قَالَ: «نَبيّ»، فَقُلتُ: وَمَا نَبِيٌّ؟ قَالَ: «أَرْسَلَني الله تَعَالى»، فَقُلْتُ: بِأَيِّ شَيْءٍ أَرْسَلَكَ؟ قَال: «أَرْسَلَني بِصِلَةِ الأَرْحَامِ، وَكَسرِ الأوْثَانِ، وَأَنْ يُوَحَّدَ اللهُ لا يُشْرَكُ بِهِ شَيْءٌ» وَذَكَرَ تَمَامَ الحديث. والله أعلم.
Dalam hal ini terdapat banyak hadis yang masyhur dalam Kitab Aṣ-Ṣaḥīḥ. Di antaranya hadis tentang kisah tiga orang yang terperangkap dalam gua, hadis tentang kisah Juraij yang juga sudah disebutkan sebelumnya, dan hadis-hadis lainnya yang masyhur dalam kitab Aṣ-Ṣaḥīḥ, sengaja aku tidak sebutkan supaya lebih ringkas. Di antara yang paling penting ialah hadis panjang yang diriwayatkan oleh 'Amr bin 'Abasah -raḍiyallāhu 'anhu- yang mengandung banyak sekali kaidah dan adab Islam. Insya Allah, nanti aku akan menyebutkannya secara lengkap dalam Bāb Ar-Rajā`, di dalamnya disebutkan: "Aku datang menghadap Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di Mekah -maksudnya di awal kenabian- aku berkata, 'Siapa Anda?' Beliau menjawab, 'Seorang nabi.' Aku bertanya, 'Apa nabi itu?' Beliau menjawab, 'Allah -Ta'ālā- telah mengutusku.' Aku bertanya, 'Dengan apa Allah mengutusmu?' Beliau menjawab, Allah mengutusku untuk mengajak kepada silaturahmi, menghancurkan berhala, dan agar Allah ditauhidkan dan tidak disekutukan dengan apa pun.'" Kemudian dia menyebutkan hadis ini secara sempurna. Wallāhu a'lam.
المنزلة: المرتبة والمقام.
المَنْزِلَةُ (al-manzilah): kedudukan.
1) وجوب بر الخالة والإحسان إليها، كما يحسن العبد لأمه؛ لأن الأم والخالة بمنزلة واحدة. قال صلى الله عليه وسلم: «الخالة بمنزلة الأم». رواه البخاري.
1) Kewajiban berbakti dan berbuat baik kepada bibi (saudari ibu) sebagaimana berbuat baik kepada ibu, karena ibu dan bibi satu tingkatan. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Bibi (saudari ibu) sama kedudukannya dengan ibu." (HR. Bukhari)
2) الخالة مثل الأم في العطف علىٰ أبناء أختها، وهي كذلك في حضانتهم.
2) Bibi (saudari ibu) sama seperti ibu dalam hal kasih sayang kepada anak-anak saudarinya. Demikian juga dalam hal mengasuh mereka.