قال الله تعالىٰ: {وَمَا مِن دَآبَّة فِي ٱلأَرضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزقُهَا} [هود: 6] ، وقال تعالىٰ: {لِلفُقَرَآءِ ٱلَّذِينَ أُحصِرُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ لَا يَستَطِيعُونَ ضَربا فِي ٱلأَرضِ يَحسَبُهُمُ ٱلجَاهِلُ أَغنِيَآءَ مِنَ ٱلتَّعَفُّفِ تَعرِفُهُم بِسِيمَٰهُم لَا يَسَٔلُونَ ٱلنَّاسَ إِلحَافاۗ} [البقرة: 273] ، وقال تعالىٰ: {وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُواْ لَم يُسرِفُواْ وَلَم يَقتُرُواْ وَكَانَ بَينَ ذَٰلِكَ قَوَاما} [الفرقان: 67] ، وقال تعالىٰ: { وَمَا خَلَقتُ ٱلجِنَّ وَٱلإِنسَ إِلَّا لِيَعبُدُونِ * مَآ أُرِيدُ مِنهُم مِّن رِّزق وَمَآ أُرِيدُ أَن يُطعِمُونِ} [الذاريات: 56_ 57].
Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin oleh Allah rezekinya." (QS. Hūd: 6) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "(Apa yang kamu infakkan) adalah untuk orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah, sehingga dia tidak dapat berusaha di bumi; (orang lain) yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain." (QS. Al-Baqarah: 273) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, tetapi di antara keduanya secara wajar." (QS. Al-Furqān: 67) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku. Aku tidak menginginkan sedikit pun rezeki dari mereka dan Aku tidak menghendaki agar mereka memberi makan kepada-Ku." (QS. Aż-Żāriyāt: 56-57)
القناعة: هي الرضىٰ بما قسم الله، ومنها يتولَّد العفاف: وهو عدم تطلُّعِ النفس لما في أيدي الناس، وعدم شكوىٰ الحال لغير الكبير المتعال.
Kanaah adalah rida dengan pembagian rezeki dari Allah. Sifat kanaah melahirkan sifat ifah, yaitu tidak mengharapkan apa yang ada di tangan manusia dan tidak mengeluh kepada selan Allah Yang Mahabesar lagi Mahatinggi.
1) التوكل علىٰ الله تعالىٰ في حصول الرزق هو طريقة عباده المؤمنين.
1) Tawakal kepada Allah -Ta'ālā- dalam mencari rezeki adalah prinsip hamba-hamba Allah yang beriman.
2) الاقتصاد في المعيشة هو وصف عباد الله الصالحين.
2) Hidup sederhana adalah sifat hamba-hamba Allah yang saleh.
فَتَقَدَّمَ مُعظَمها في البابَينِ السَّابقَينِ، ومِمَّا لم يَتَقَدَّم:
sebagian besar telah dibawakan dalam dua bab sebelumnya. Di antara hadis yang belum dibawakan adalah:
1/522 ــ عن أبي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عن النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم قال: «لَيسَ الغِنَىٰ عَن كَثرَةِ العَرَضِ، وَلكِنَّ الغنَىٰ غِنَىٰ النَفْسِ». متفقٌ عليه.
1/522- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, "Kaya itu bukan banyak harta, tetapi kaya sebenarnya adalah kaya jiwa." (Muttafaq 'Alaih)
«العَرَضُ»: بفتح العين والراءِ: هُوَ المَالُ.
العَرَضُ (al-'araḍ), dengan memfatahkan "'ain" dan "rā`", yaitu harta.
العَرض: متاع الدنيا.
العَرض (al-'araḍ): harta kekayaan dunia.
1) الغنىٰ النافع الممدوح هو غنىٰ النفس.
1) Kaya yang bermanfaat dan terpuji adalah kaya jiwa.
2) الشريعة تعلم المؤمن المعيار الصحيح في الحياة؛ فليس الغنىٰ بما يملكه الإنسان من مال ومتاع، وإنما بالقناعة والعفاف، وهو غنىٰ القلب.
2) Agama mengajarkan kepada orang beriman tentang parameter yang benar dalam hidup, bahwa kaya itu bukan dengan harta benda yang dimiliki manusia, melainkan dengan sifat kanaah dan ifah, dan itulah yang disebut kaya hati.
2/523 ــ وعن عبد الله بن عمرٍو رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسلَمَ، وَرُزِقَ كَفَافاً، وَقَنَّعَهُ الله بما آتاهُ». رواه مسلم.
2/523- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sungguh beruntung orang yang masuk Islam dan dianugerahi rezeki yang cukup, serta Allah menjadikannya kanaah dengan anugerah yang Dia berikan." (HR. Muslim)
1) سبيل الفلاح هو بحصول نعمة الإسلام، والقناعة باليسير من الرزق.
1) Jalan keberuntungan adalah memperoleh nikmat Islam dan bersifat kanaah dengan rezeki yang sedikit.
2) الوصية النبوية المباركة : «ارضَ بما قسم الله لك تكن أغنىٰ الناس». رواه أحمد
2) Wasiat Nabi yang penuh keberkahan: "Ridalah dengan apa yang Allah berikan kepadamu, maka engkau akan menjadi manusia yang paling kaya." (HR. Ahmad)
3/524 ــ وعن حَكيم بن حِزَامٍ رضي الله عنه قال: سَأَلْتُ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم فَأَعطَانِي، ثمَّ سَأَلْتُهُ فَأَعطَانِي، ثمَّ سَأَلْتُهُ فَأَعْطَاني، ثمَّ قالَ: «يا حَكِيمُ، إنَّ هذَا المَالَ خَضِرٌ حُلوٌ، فَمن أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفسٍ بُورِكَ لَهُ فِيه، وَمَن أَخَذَهُ بإشرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فيهِ، وَكَانَ كَالَّذِيَ يَأكُلُ وَلا يَشْبَعُ، واليَدُ العليَا خَيْرٌ مِنَ اليَدِ السُّفلَىٰ» قال حَكِيمٌ فقلتُ: يا رسولَ الله، والَّذي بَعَثَكَ بالحَق لا أَرزَأُ أَحَداً بَعدَكَ شَيئاً حَتَىٰ أفارِقَ الدُّنيَا. فَكَانَ أَبُو بكرٍ رضي الله عنه يَدْعُو حَكِيماً لِيُعطيَهُ العَطَاءَ، فَيَأْبَىٰ أَنْ يَقبَلَ مِنهُ شَيْئاً. ثُمَّ إنّ عُمَرَ رضي الله عنه دَعَاهُ لِيُعطيَهُ، فَأَبىٰ أن يَقْبَلَهُ، فقال: يا مَعْشَرَ المُسْلِمينَ، أُشْهِدكم عَلىٰ حَكيمٍ أَنِّي أَعْرِضُ عَلَيه حَقَّهُ الَّذي قَسَمَهُ اللهُ لَهُ في هذا الفيءِ، فيأْبىٰ أَن يأْخُذَهُ. فَلَمْ يَرْزَأْ حَكِيم أَحَداً مِنَ النَّاسِ بَعْدَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم حَتَّىٰ تُوُفِّيَ. متفق عليه.
3/524- Ḥakīm bin Ḥizām -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku pernah minta kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu beliau memberiku. Aku minta lagi, dan beliau pun memberiku. Kemudian aku meminta lagi, dan beliau memberiku. Selanjutnya beliau bersabda, "Wahai Ḥakīm! Sesungguhnya harta ini sesuatu yang hijau dan manis. Siapa yang mengambilnya dengan jiwa dermawan, maka dia mendapatkan keberkahan dalam hartanya. Sebaliknya, siapa yang mengambilnya dengan jiwa tamak, niscaya dia tidak akan mendapatkan keberkahan di dalamnya, sehingga ia seperti orang yang makan tetapi tidak kenyang. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah." Ḥakīm berkata, Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak ingin lagi menerima apa pun dari orang sepeninggalmu nanti, sampai aku berpisah dengan dunia." Dahulu Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- pernah memanggil Ḥakīm untuk menyerahkan kepadanya suatu pemberian, tapi Ḥakīm menolak untuk menerima pemberian itu. Umar -raḍiyallāhu 'anhu- pun pernah memanggilnya untuk memberinya sesuatu, tapi ia juga enggan menerimanya. Lantas Umar berkata, "Wahai kaum muslimin! Aku menjadikan kalian sebagai saksi pada Ḥakīm, bahwa aku menawarinya hak yang Allah jatahkan untuknya dari harta fai, tetapi ia menolak untuk mengambil haknya." Ḥakīm memang tidak pernah menerima suatu pemberian pun dari orang lain setelah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wafat hingga ia meninggal dunia." (Muttafaq 'Alaih)
«يَرْزَأُ»: براءٍ ثم زايٍ ثم همزةٍ، أَي: لَم يأخُذْ مِن أَحَدٍ شيئاً، وَأَصلُ الرُّزْءِ: النُّقْصَانُ، أَي: لَمْ يَنْقُص أَحَداً شَيْئاً بالأخذِ مِنهُ. و«إشْرَافُ النَّفْسِ»: تَطَلُّعُهَا وطَمَعُهَا بالشَّيءِ. و«سَخَاوَةُ النَّفْسِ»: هيَ عدَمُ الإشرَافِ إلىٰ الشَّيءِ والطَّمَع فيه والمُبَالاةِ بِهِ والشَّرَهِ.
يَرْزَأُ (yazra`u), dengan huruf "rā`", kemudian "zāy", setelahnya hamzah, artinya: tidak pernah menerima sesuatu dari siapa pun. Arti asli "الرُّزْءِ" (az-zur`u): kekurangan, yaitu: mengurangi sesuatu dari seseorang dengan menerima pemberiannya. إشْرَافُ النَّفْسِ (isyrāf an-nafs): tamak dan mengharapkan sesuatu. Sedangkan "سَخَاوَةُ النَّفْسِ" (sakhāwah an-nafs) bermakna: tidak mengharap sesuatu atau tamak serta sangat menginginkannya.
1) الحث علىٰ التعفف عن سؤال الناس، لاسيما لغير الحاجة، ولْيعلم المؤمن أن عزّه استغناؤه عن سؤال الناس، ومُلازمة طلبه الخير والفضل من رب الناس.
1) Anjuran untuk menjaga diri dari meminta-minta kepada orang, apalagi bila tidak ada hajat untuk itu. Hendaklah orang beriman yakin bahwa kemuliaannya ada pada sikap tidak meminta-minta kepada manusia, sebaliknya ia selalu meminta kebaikan dan karunia dari Tuhan manusia.
2) فضيلة الصحابي حكيم بن حزام رضي الله عنه؛ إذ عاهد عهداً فأتمه ووفّاه، وهذا يؤكد صدق إيمان الجيل الأول، وتمام إخلاصهم رضي الله عنهم.
2) Keutamaan sahabat Ḥakīm bin Ḥizām -raḍiyallāhu 'anhu-; yaitu dia membuat sebuah janji lalu memenuhinya. Ini menunjukkan sempurnanya ketulusan iman dan keikhlasan generasi pertama Islam. Semoga Allah meridai mereka semua.
4/525 ــ وعن أبي بُرْدَةَ عن أبي موسىٰ الأشعَريِّ رضي الله عنه قال: «خَرَجْنا مَعَ رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم في غَزَاةٍ، ونحْن سِتَّةُ نَفَرٍ بَيْنَنا بَعِيرٌ نَعْتَقِبُهُ، فَنَقِبَتْ أَقْدامنا، ونَقَبَتْ قَدَمِي، وسقَطَتْ أَظْفاري، فَكُنَّا نَلُفّ عَلىٰ أَرْجُلِنا الخِرَقَ، فَسُمِّيَتْ غَزْوَةَ ذَاتِ الرِّقاع؛ لما كُنَّا نَعْصبُ علىٰ أَرْجُلِنَا مِنَ الخِرَقِ». قالَ أَبُو بُردَةَ: فَحَدَّثَ أبو مُوسَىٰ بهذا، ثُمَّ كَرِهَ ذلك، وقالَ: ما كنتُ أَصْنَعُ بأنْ أذكُرَهُ قال: كأنَّهُ كَرِهَ أن يكونَ شيئاً مِنْ عَمَلِهِ أَفشَاهُ. متفقٌ عليه.
4/525- Abu Burdah meriwayatkan dari Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa ia berkata, "Kami keluar bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam suatu peperangan. Kami berjumlah enam orang dengan seekor unta yang kami tumpangi secara bergantian, sehingga kaki kami melepuh. Kakiku pun melepuh serta kuku-kukuku rontok. Kami pun membungkus kaki kami dengan sobekan kain, sehingga perang ini dinamakan perang Żātur-Riqā' karena kami membalut kaki kami dengan sobekan kain." Abu Burdah berkata, "Abu Musa pernah menceritakan hal ini, tetapi setelahnya ia membenci hal itu dan berkata, 'Aku melakukannya bukan dengan tujuan agar aku ceritakan.'" Abu Burdah meneruskan, "Tampaknya Abu Musa tidak suka bila dia menceritakan amalnya." (Muttafaq 'Alaih)
نعتقبه: نتعاقبه في الركوب واحداً بعد واحد.
نَعْتَقِبُهُ (na'taqibuhu): kami bergantian mengendarainya satu demi satu.
فنقبت: رقت جلود أقدامنا.
فَنَقِبَتْ (fanaqibat): kulit kaki kami melepuh.
1) بيان ما كان عليه الصحابة رضي الله عنهم من خشونة العيش، ومدىٰ صبرهم علىٰ ذلك، مع الرضا والتسليم لأمر الله سبحانه وتعالىٰ.
1) Menjelaskan kesederhanaan hidup para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dan tingginya kesabaran mereka dalam menghadapi hal itu disertai dengan sikap rida dan tunduk kepada ketetapan Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-.
2) بالصبر واليقين تُنال الإمامة في الدين.
2) Dengan sabar dan yakin akan diraih kepemimpinan dalam agama.
8) كراهة أن يذكر الإنسان ما فعله من عمل الخير؛ لأن إخفاء العمل بين العبد وربه هو طريقة المؤمنين الصادقين.
3) Makruh hukumnya bila seseorang menceritakan perbuatan baik yang dikerjakannya, karena menyembunyikan amal perbuatan antara hamba dan Rabb-nya adalah prinsip orang beriman yang tulus.
5/526 ــ وعن عمرو بن تَغْلِبَ ــ بفتح التاءِ المثناةِ فوق، وإسكان الغينِ المعجمةِ، وكسرِ اللَّام ــ رضي الله عنه أَنَّ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم أُتِيَ بمَالٍ أَوْ سَبيٍ فَقَسَّمَهُ، فَأَعْطَىٰ رِجالاً، وتَرَكَ رِجالاً، فَبَلَغَهُ أَنَّ الَّذِينَ تَرَكَ عَتَبُوا، فَحَمِد الله، ثُمَّ أَثْنَىٰ عَلَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: «أَمَّا بَعد؟ فَوَالله إنِّي لأعطِي الرَّجُلَ، وَأَدَعُ الرَّجُلَ، والَّذِي أَدَع أَحّبُّ إليَّ مِنَ الَّذِي أعْطِي، وَلكِنِّي إنَّمَا أُعْطِي أَقْوَاماً لِما أرىٰ في قُلُوبِهِمْ مِنَ الجَزَع والهَلَعِ، وَأكِلُ أَقْواماً إلىٰ ما جَعَلَ اللهُ في قُلُوبِهِمْ مِنَ الغِنَىٰ والخَيْرِ، مِنهُمْ عَمْرُو بنُ تَغْلِبَ» قال عَمرو بنُ تَغْلِبَ: فَواللهِ مَا أُحِبُّ أنَّ لِي بِكَلِمَةِ رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم حُمْرَ النَّعَمِ. رواه البخاري.
5/526- 'Amr bin Taglib (dengan memfatahkan "tā`", mensukunkan "gain", dan setelahnya mengkasrahkan "lām") -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dibawakan harta atau tawanan, lalu beliau membagi-bagikannya. Beliau memberi kepada beberapa orang dan tidak memberi kepada yang lainnya. Lantas beliau mendengar kabar bahwa orang-orang yang tidak diberi bagian mencela hal itu. Maka beliau berpidato seraya memuji Allah lalu menyanjung-Nya dan bersabda, "Amabakdu. Demi Allah! Sesungguhnya aku memberi sebagian orang dan tidak memberi sebagian yang lainnya. Orang yang tidak aku beri lebih aku cintai daripada yang aku beri. Tetapi aku hanya memberi sebagian orang karena aku mengetahui dalam hati mereka ada keresahan dan kegelisahan, dan sebagian lainnya aku biarkan dengan kepemilikan kanaah dan kebaikan yang Allah berikan dalam hati mereka. Di antara mereka itu adalah 'Amr bin Taglib." Amr bin Taglib berkata, "Demi Allah! Aku tidak mau kalau seandainya sabda Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- itu diganti dengan unta-unta merah." (HR. Bukhari)
«الهَلَعُ»: هُوَ أَشَدُّ الجَزَعِ، وقِيلَ الضَّجَرُ.
الهَلَعُ (al-hala'): resah yang paling tinggi, dan konon: tidak sabar.
حُمْر النعم: كرائمها، وهو مثل يضرب في كل نفيس من الأموال عند العرب.
حُمْر النعم (ḥumrun-na'am): unta merah, maksudnya unta-unta yang paling bagus. Ia merupakan permisalan dalam bangsa Arab untuk semua harta yang bagus.
1) المال والمتاع ليسا مقياساً لمكانة العبد عند ربِّه. فكم من فقير بالمال، غنيّ بالإيمانُ والتقوىٰ!
1) Harta benda bukan tolok ukur kemuliaan hamba di sisi Tuhannya; betapa banyak orang yang miskin harta tetapi kaya dengan iman dan takwa.
2) حكمة رسول الله صلى الله عليه وسلم في تأليف القلوب وإنقاذها من الهلاك.
2) Cara bijaksana Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam mengambil hati manusia dan menyelamatkannya dari kebinasaan.
8) فضيلة الصحابي عمرو بن تغلب رضي الله عنه؛ إذ شهد له رسول الله صلى الله عليه وسلم بأنه من أهل غنىٰ القلب والخير.
3) Keutamaan sahabat 'Amr bin Taglib raḍiyallāhu 'anhu; yaitu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberi kesaksian untuknya bahwa dia termasuk orang yang cinta kebaikan dan kaya hati.
6/527 ــ وعنْ حَكِيمِ بنِ حزَامٍ رضي الله عنه أنَّ النَّبيَّ صلى الله عليه وسلم قالَ: «اليَدُ العُلْيَا خَيْرٌ مِنَ اليَدِ السُّفْلَىٰ، وابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ، وخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظهْرِ غِنىًٰ، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ، ومَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ». متفقٌ عليه. وهذا لفظ البخاري ولفظ مسلم أخصر.
6/527- Ḥakīm bin Ḥizām -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Mulailah dari orang yang wajib engkau nafkahi. Sebaik-baik sedekah adalah setelah memenuhi kebutuhan diri. Siapa yang menjaga kehormatan dirinya maka Allah akan menjaga kehormatannya. Siapa yang mencukupkan dirinya, maka Allah akan mencukupkannya." (Muttafaq 'Alaih) Ini adalah redaksi Bukhari, sedangkan redaksi Muslim lebih ringkas.
بمن تعول: بمن يلزمك نفقته.
بِمَنْ تَعُولُ (bi man ta'ūl): orang yang wajib engkau nafkahi.
1) الحث علىٰ العفة وعدم سؤال الناس.
1) Anjuran bersikap ifah (menjaga kehormatan) dan tidak meminta-minta kepada manusai.
2) توفيق الله تعالىٰ العبدَ الساعي في الخير، فمن سعىٰ في العفه وَفَّقَهُ الله تعالىٰ لنيلها، ومن استغنىٰ عن الخلق أغناه الله.
2) Pertolongan Allah -Ta'ālā- kepada hamba yang berusaha mewujudkan kebaikan; yaitu siapa yang berusaha menjaga kehormatannya maka Allah -Ta'ālā- akan membantunya untuk mewujudkannya, dan siapa yang berusaha mencukupkan diri dari manusia maka Allah akan memberinya kecukupan.
7/528 ــ وعن أبي سُفْيَانَ صَخْرِ بن حَرْبٍ رضي الله عنه قال: قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: «لا تُلْحِفُوا في المسْأَلَةِ، فوَاللهِ لا يَسْأَلُني أَحَدٌ مِنْكُمْ شَيْئاً، فَتُخرِجَ لَهُ مَسأَلَتهُ مِنِّي شَيْئاً، وَأَنا لَهُ كَارِهٌ، فَيُبَارَكَ لهُ فيما أَعْطَيْتُهُ». رواهُ مسلم.
7/528- Abu Sufyān bin Ṣakhr bin Ḥarb -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Janganlah kalian memaksa dalam meminta! Demi Allah, tidaklah salah seorang kalian meminta sesuatu kepadaku, lalu aku memberikan permintaannya dengan terpaksa, kecuali ia tidak akan mendapatkan berkah pada apa yang aku berikan kepadanya." (HR. Muslim)
تلحفوا: تكثروا في الطلب.
تُلْحِفُوا (tulḥifū): terlalu sering minta.
1) النهي عن أخذ ما في أيدي الناس بكثرة الإلحاح، وحملهم علىٰ العطاء علىٰ وجه الحياء.
1) Larangan mendapatkan apa yang ada di tangan orang lain dengan cara meminta berlebihan sehingga mereka memberi lantaran merasa malu.
2) الوصية بأنه: لا يبارَك لمن أخذ شيئاً بالحياء وكثرة الطلب.
2) Pesan urgen bahwa orang yang mendapatkan sesuatu karena terlalu sering meminta-minta tidaklah diberkahi.
راوي الحديث في المشهور من طبعات (رياض الصالحين) هو أبو سفيان صخر بن حرب، والذي في صحيح مسلم «عن معاوية قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم...». فالصواب في الرواية هكذا:
Perawi hadis ini sebagaimana dalam cetakan-cetakan Riyāḍuṣ-Ṣālihīn yang terkenal adalah Abu Sufyān Ṣakhr bin Ḥarb. Sedangkan dalam Ṣaḥīḥ Muslim: "Dari Mu'awiyah, dia meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda..." Sehingga riwayat yang benar seperti berikut ini:
«وعن معاوية بن أبي سفيان صخر بن حرب رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم...».
"Dari Mu'awiyah bin Abi Sufyān Ṣakhr bin Ḥarb -raḍiyallāhu 'anhu-, dia meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda...
8/529 ــ وعن أبي عبدِ الرحمنِ عَوف بن مالك الأشْجَعِيِّ رضي الله عنه قالَ: كُنَّا عِنْدَ رسُولِ الله صلى الله عليه وسلم تِسْعَةً أَوْ ثَمانِيَةً أَوْ سَبْعَةً، فَقَالَ: «أَلا تُبَايِعُونَ رَسُولَ الله؟» وكُنَّا حَديثي عَهْدٍ بِبَيْعَةٍ، فَقُلنَا: قَدْ بَايَعنَاكَ يَا رَسُولَ الله. ثم قال: «أَلا تُبَايِعُونَ رَسُولَ الله؟»، فَبَسَطْنا أَيْدِينا، وَقُلْنا: قَدْ بايَعْنَاكَ يا رَسُولَ الله، فَعَلاَمَ نُبَايِعُكَ؟ قال: «علىٰ أن تَعْبُدُوا الله ولا تُشْرِكُوا بِه شَيْئاً، والصَّلَوَاتِ الخَمْسِ، وَتُطِيعوا»، وَأَسَرَّ كَلِمَةً خَفِيَّةً: «وَلا تَسْأَلُوا النَّاسَ شَيْئاً». فَلَقَدْ رَأَيْتُ بَعْضَ أُولئِكَ النَّفَرِ يَسْقُطُ سَوْطُ أَحَدِهِمْ فَمَا يَسْأَلُ أَحَداً يُنَاوِلُهُ إيّاه. رواه مسلم.
8/529- Abu Abdirraḥmān 'Auf bin Mālik Al-Asyja'iy -raḍiyallāhu 'anhu- mengisahkan: Kami sedang duduk bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersembilan atau berdelapan atau bertujuh. Lantas beliau bersabda, "Tidakkah kalian membaiat Rasulullah?!" Padahal kami baru saja melakukan baiat. Kami berkata, "Bukankah kami sudah membaiatmu, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Tidakkah kalian membaiat Rasulullah?!" Lantas kami mengulurkan tangan sambil bertanya, "Kami telah membaiatmu, wahai Rasulullah. Atas hal apa lagi kami membaiatmu?" Beliau bersabda, "Yaitu agar kalian menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, menunaikan salat lima waktu, dan taat kepada penguasa." Kemudian beliau membisikkan satu kalimat, "Dan janganlah kalian meminta sesuatu pun kepada manusia!" Sungguh aku telah menyaksikan sebagian di antara orang-orang yang berbaiat tersebut, ada yang cambuknya jatuh namun ia tidak minta kepada siapa pun untuk mengambilkannya. (HR. Muslim)
1) إن وصيةَ رسولِ الله صلى الله عليه وسلم للأمة: «لاتسألوا الناس شيئاً» تعليمٌ وتربيةٌ علىٰ عزة النفس.
1) Wasiat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umat ini: "Janganlah kalian meminta sesuatu pun kepada manusia", adalah bentuk pengajaran dan pembinaan kemuliaan diri.
2) حِفظُ الصحابة رضي الله عنهم العهدَ الذي قطعوه علىٰ أنفسهم مع رسول الله صلى الله عليه وسلم دليل علىٰ فضيلتهم.
2) Pemeliharaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap janji yang mereka buat untuk diri mereka bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah bukti keutamaan mereka.
9/530 ــ وعن ابنِ عمرَ رضي الله عنهما أنَّ النَّبيَّ صلى الله عليه وسلم قال: «لا تَزَالُ المَسْألَةُ بِأَحَدِكُم حَتَّىٰ يَلْقَىٰ الله تعالَىٰ، وَلَيْسَ في وَجْهِه مُزْعَةُ لَحْمٍ». متفقٌ عليه.
9/530- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Perbuatan minta-minta akan senantiasa menjadi perilaku sebagian kalian hingga dia bertemu Allah -Ta'ālā- sementara tidak ada sekerat daging pun di mukanya." (Muttafaq 'Alaih)
«المُزْعَةُ» بضم الميمِ وإسكانِ الزايِ وبالعينِ المهملة: القِطْعَة.
المُزْعَةُ (al-muz'ah), dengan mendamahkan "mīm", dan mensukunkan "zāy", setelahnya "'ain", artinya: potongan, keratan.
1) الوعيد الشديد الوارد في الحديث يدل علىٰ تحريم السؤال.
1) Ancaman keras dalam hadis ini menunjukkan pengharaman minta-minta.
2) حث المؤمنين علىٰ معاني العزة، فالواجب علىٰ العبد أن يكون عبداً خالصاً مخلصاً لله تعالىٰ، وألا يُـذلَّ نفسه للخلق.
2) Menganjurkan orang beriman kepada hakikat kemuliaan, sehingga wajib bagi seseorang agar menjadi hamba yang tulus dan ikhlas kepada Allah -Ta'ālā- dan tidak menghinakan dirinya kepada makhluk.
10/531 ــ وعنه أنَّ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم قال، وهو علىٰ المِنْبَرِ، وَذَكَرَ الصَّدَقَةَ والتَّعَفّفَ عَنِ المَسَأَلَةِ: «اليَد العُليَا خَيرٌ مِنَ اليَدِ السُّفْلىٰ. وَاليَد العُليَا هِيَ المُنْفِقَة، وَالسُّفْلَىٰ هِيَ السَّائِلَة». متفقٌ عليه.
10/531- Masih dari Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berpidato dari atas mimbar dan mengingatkan tentang sedekah serta menjaga kehormatan diri dari perbuatan meminta-minta: "Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Tangan di atas adalah tangan yang bersedekah dan tangan di bawah adalah yang meminta." (Muttafaq 'Alaih)
1) حث أهل الإيمان أن يكونوا اليد العليا المنفقة.
1) Menganjurkan orang beriman agar menjadi tangan di atas yang memberi.
2) المؤمن صاحب همة عالية لايعرف الكسلُ إليه سبيلاً، فيسعىٰ دائماً أن يكون هو السبّاق إلىٰ الخيرات.
2) Orang mukmin adalah yang memiliki cita-cita tinggi dan tidak mengenal sifat malas, ia selalu berusaha menjadi yang terdepan dalam kebaikan.
11/532 ــ وعن أبي هُريرةَ رضي الله عنه قال: قال رسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: «مَنْ سَأَلَ النَّاسَ تكثُّراً فَإنَّمَا يَسْأَلُ جَمْراً، فَلْيَسْتَقِلَّ، أوْ لِيَسْتكْثِرْ». رواه مسلم.
11/532- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang yang mengemis kepada manusia untuk memperbanyak harta, pada hakikatnya ia sedang meminta bara neraka. Maka terserah, silakan ia meminta sedikit atau banyak." (HR. Muslim)
12/533 ــ وعن سَمُرَةَ بنِ جُنْدبٍ رضي الله عنه قال: قال رسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: «إنَّ المَسأَلَةَ كَدٌّ، يَكُدُّ بها الرَّجلُ وَجْهَهُ، إلَّا أَنْ يَسأَلَ الرَّجُلُ سُلْطاناً، أوْ في أَمْرٍ لا بُدَّ مِنْهُ». رواهُ الترمذيّ وقال: حديث حسن صحيح.
12/533- Samurah bin Jundub -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya perbuatan meminta-minta adalah cacat yang dilekatkan seseorang di mukanya, kecuali yang meminta kepada penguasa atau pada perkara yang tidak ada pilihan lain." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")
«الكَدُّ»: الخَدشُ وَنحوُهُ.
الكَدُّ (al-kadd): luka cakar dan semisalnya.
تكثراً: ليكثر بها ماله.
تكثُّراً (takaṡṡuran): untuk memperbanyak harta.
سلطاناً: من ولاه الله أمر الناس.
سُلْطاناً (sulṭānan): orang yang Allah amanahi urusan manusia.
1) تحريم مسألة الناس؛ لأن ذل العبد لله وحده لاشريك له هو غاية العز، ولايجوز أن يذل نفسه للمسألة، إلا مَن ألجأته الضرورة لذلك.
1) Pengharaman minta-minta kepada manusia, karena seharusnya sikap kehinaan diri seorang hamba hanya ditujukan kepada Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Bahkan itu adalah puncak kemuliaan. Dia tidak boleh menghinakan dirinya dengan minta-minta pada orang lain, kecuali bila ia meminta karena kondisi terpaksa.
2) إنَّ سؤال الحقوق من ولاة الأمور جائز في الشريعة؛ لأن الولي المسلم هو الراعي لعامة الأمة، فالطلب منه ليس فيه مذلّة.
2) Meminta hak kepada penguasa diperbolehkan dalam agama; karena seorang pemimpin muslim adalah pemerhati bagi semua umat, sehingga minta kepadanya tidak mengandung kehinaan.
13/534 ــ وعن ابنِ مسعودٍ رضي الله عنه قال: قال رسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: «مَنْ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ فَأَنْزَلَهَا بِالنَّاسِ لَمْ تُسَدَّ فَاقَتُهُ، وَمَنْ أَنْزَلَها بالله فَيُوشِكُ الله لَهُ بِرِزْق عاجِلٍ أَوْ آجِلٍ». رواهُ أبو داود، والترمذي وقال: حديث حسن.
13/534- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang ditimpa kefakiran, lalu mengadukannya kepada manusia, maka kefakirannya tidak akan terpenuhi. Siapa yang mengadukan kefakirannya kepada Allah, maka pasti Allah akan segera memberinya rezeki yang disegerakan atau ditunda." (HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")
«يُوشِكُ» بكسر الشين: أي يُسرعُ.
يُوشِكُ (yūsyiku), dengan mengkasrahkan "syīn", artinya: menyegerakan.
فاقة: فقر.
فَاقَةٌ (fāqah): kefakiran.
1) من تعلّق شيئاً وُكل إليه، فمن عوَّد نفسه مسألة الناس عَسُر عيشه وتنكَّد.
1) Siapa yang bergantung kepada sesuatu maka dia akan diserahkan kepadanya; sehingga siapa yang membiasakan diri dengan meminta kepada orang maka hidupnya akan sulit dan tercemar.
2) الاستمساك بالوصية النبوية في الصبر علىٰ العيش الشديد، فمَن يشكو ربَّه للناس فإنما يشكو الرحيم إلىٰ الذي لايرحم!
2) Berpegang teguh dengan wasiat Nabi supaya sabar menghadapi hidup yang sulit; karena siapa yang mengadukan Tuhannya kepada manusia sebenarnya dia sedang mengadukan Allah Yang Maha Penyayang kepada orang yang tidak penyayang!
14/535 ــ وعَنْ ثَوْبانَ رضي الله عنه قَال: قَال رسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: «مَنْ يكفلُ لِي أَلَّا يَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئاً، وأَتكَفَّلُ له بالجَنَّةِ؟ فقلتُ: أنا. فَكانَ لا يَسْأَلُ أَحَداً شَيْئاً». رواه أبو داود بإسنادٍ صحيحٍ.
14/535- Ṡaubān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapakah yang mau memberikan jaminan padaku bahwa ia tidak akan meminta apa pun kepada manusia maka aku memberikan jaminan surga baginya?" Aku menjawab, "Saya." Sejak saat itu, Ṡaubān tidak pernah meminta apa pun kepada orang lain. (HR. Abu Daud dengan sanad sahih)
1) الحث علىٰ عدم سؤال الناس، والاعتماد علىٰ النفس في قضاء الحوائج.
1) Anjuran agar tidak meminta-minta kepada orang lain, tetapi bertumpu kepada diri sendiri dalam memenuhi kebutuhan.
2) فضيلة ثوبان رضي الله عنه؛ إذ عاهد رسول الله صلى الله عليه وسلم عهداً فوفاه. وهذا من فضائل الصحابة رضوان الله عليهم.
2) Keutamaan Ṡaubān -raḍiyallāhu 'anhu-, yaitu dia telah membuat satu janji kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu dia memenuhinya. Dan ini termasuk keutamaan semua sahabat -riḍwanullāhi 'alaihim-.
15/536 ــ عن أبي بِشْرٍ قَبِيصَةَ بنِ المُخَارِقِ رضي الله عنه قال: تَحَمَّلْتُ حَمَالَةً فَأَتَيْتُ رسُولَ الله صلى الله عليه وسلم أَسْأَلُهُ فيها، فقال: «أَقِمْ حَتىٰ تَأْتِيَنَا الصَّدَقَة، فَنَأْمُرَ لكَ بها»، ثُمَّ قَالَ: «يَا قَبِيصَةُ إنَّ المَسألَةَ لاَ تَحِلُّ إلَّا لأَحَدِ ثَلاثَةٍ: رَجُل تَحَمَّلَ حَمَالَةً، وَحَلَّتْ لَهُ المَسْأَلَةُ حَتَّىٰ يُصِيبَهَا، ثُمَّ يُمْسِكُ. وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مالَهُ، فَحَلَّتْ لَهُ المَسأَلَةُ حَتَّىٰ يُصيبَ قِوَاماً مِنْ عَيشً ــ أَوْ قَالَ: سِداداً مِنْ عَيْش ــ. وَرَجُلٌ أَصَابَتهُ فاقَةٌ، حَتَّىٰ يَقُولَ ثَلاثَةٌ مِنْ ذَوِي الحِجَىٰ مِنْ قَوْمِهِ: لَقَدْ أصَابَتْ فُلاناً فَاقَةٌ، فَحَلَّتْ لَهُ المَسأَلَةُ حَتَىٰ يُصِيبَ قِواماً مِنْ عَيْشٍ ــ أَوْ قَالَ: سِداداً مِنْ عَيْشٍ ــ.فَمَا سِواهُنَّ مِنَ المَسْأَلَةِ يَا قَبِيصَةُ سُحْتٌ، يأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتاً». رواه مسلم.
15/536- Abu Bisyr Qabīṣah bin Al-Mukhāriq -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku dahulu menanggung sebuah tanggungan (karena mendamaikan dua pihak yang berselisih), kemudian aku datang menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk minta bantuan pada tanggungan tersebut. Maka beliau bersabda, "Bersabarlah sampai harta zakat datang, dan kami akan memberikannya untukmu." Kemudian beliau bersabda, "Wahai Qabīṣah! Meminta tidak halal kecuali untuk salah satu dari tiga orang. Seseorang yang menanggung suatu tanggungan karena mendamaikan dua pihak yang berselisih, dihalalkan untuknya meminta sampai ia membayar tanggungan itu, setelah itu ia berhenti. Juga seseorang yang tertimpa bencana alam yang memusnahkan hartanya, dihalalkan untuknya meminta sampai ia mendapatkan yang dapat menopang hidupnya -atau beliau bersabda: yang dapat memenuhi kebutuhannya-. Dan seseorang yang tertimpa kefakiran hingga diberi kesaksian oleh tiga orang yang berakal dari kaumnya dengan mengatakan: sungguh si polan telah tertimpa kefakiran, dihalalkan untuknya meminta sampai ia mendapatkan yang dapat menopang hidupnya -atau beliau bersabda: yang dapat memenuhi kebutuhannya-. Sedangkan perbuatan meminta pada selain yang tiga ini, wahai Qabīṣah, adalah haram, dan haram pula dimakan oleh yang melakukannya." (HR. Muslim)
«الحَمَالَةُ» بفتح الحاءِ: أَنْ يَقَعَ قِتَالٌ وَنحوُهُ بَين فَرِيقَينِ، فَيُصْلحُ إنسانٌ بَيْنَهُم عَلىٰ مالٍ يَتَحَمَّلُهُ وَيَلْتزِمُهُ عَلىٰ نَفسه. و«الجَائِحَةُ»: الآفَةُ تُصِيبُ مالَ الإنسانِ. و«القِوَامُ» بكسر القاف وفتحها: هُوَ ما يقومُ بهِ أَمْرُ الإنْسَانِ مِنْ مَالٍ ونحوِهِ. و«السِّدادُ» بكسر السين: مَا يَسُدُّ حَاجَةَ المُعْوِزِ ويَكْفِيهِ. و«الفَاقَةُ»: الفَقْرُ. و«الحِجَىٰ»: العقلُ.
الحَمَالَةُ (al-ḥamālah), dengan memfatahkan "ḥā`", yaitu misalnya terjadi perang antara dua kelompok lalu seseorang hadir mendamaikan mereka dengan menanggung sejumlah harta sebagai utangnya. الجَائِحَةُ (al-jā`iḥah): bencana yang menimpa harta kekayaan seseorang. القِوَامُ (al-qiwām), dengan mengkasrahkan "qāf", dan boleh juga difatahkan, yaitu: yang dapat menegakkan urusan seseorang berupa harta dan semisalnya. السِّدادُ (as-sidād), dengan mengkasrahkan "sīn": sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan orang yang membutuhkan. الفَاقَةُ (al-fāqah): kefakiran. Dan "الحِجَىٰ" (al-ḥijā): akal.
السحت: الحرام.
السُّحْتُ (as-suḥt): haram.
1) لا تجوز المسألة إلا في حالات أباحتها الشريعة، يجمعها وصف الاضطرار والحاجة.
1) Tidak boleh meminta kecuali dalam keadaan-keadaan yang diperbolehkan oleh agama, yang terangkum dalam kondisi terdesak dan membutuhkan.
2) تربية عموم المؤمنين علىٰ معاني عزة النفس، وعدم التطلع إلىٰ مافي أيدي الناس.
2) Mendidik semua orang beriman tentang hakikat kemuliaan jiwa dan agar tidak mengharapkan apa yang ada di tangan manusia.
16/537 ــ وعن أبي هريرةَ رضي الله عنه أنَّ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم قال: «لَيْسَ المِسْكِينُ الَّذِي يَطُوفُ عَلىٰ النّاسِ، تَرُدُّهُ اللُّقْمَة واللُّقْمَتَانِ، وَالتَّمْرةُ وَالتَّمْرَتانِ، وَلكِنَّ المِسْكِينَ الَّذِي لاَ يَجِدُ غِنىً يُغْنِيهِ، وَلاَ يُفْطَنُ لَهُ، فَيُتَصَدَّقَ عَلَيْهِ، وَلاَ يَقُومُ فَيَسْأَلَ النَّاسَ». متفقٌ عليه.
16/537- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Bukanlah orang miskin itu yang berkeliling meminta-minta kepada manusia dan diberikan sesuap dua suap makanan, atau sebiji dua biji kurma. Tetapi orang miskin sebenarnya adalah yang tidak mendapatkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya sementara dia tidak diperhatikan sehingga akan diberi sedekah dan tidak juga melakukan minta-minta kepada orang." (Muttafaq 'Alaih)
1) المسكين المستحق للإعطاء من استحيا بنفسه، ولم يتعرض لمسألة الناس.
1) Orang miskin yang berhak diberi adalah yang malu dengan dirinya sehingga tidak melakukan minta-minta.
2) حث أهل الإيمان علىٰ تفقد الأُسَر الفقيرة المستورة بستر الله تعالىٰ.
2) Menganjurkan orang beriman untuk mencari tahu keluarga-keluarga miskin yang tidak terlihat karena tertutup dengan penutup dari Allah -Ta'ālā-.