1/1242- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Bila salah seorang kalian lupa lalu dia makan atau minum, maka hendaklah dia meneruskan puasanya, karena sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum." (Muttafaq 'Alaih)
1) Perbuatan orang yang lupa tidak menyebabkan dia dihukum dan tidak berakibat pada kerusakan ibadahnya karena dia tidak menyengajanya.
2) Besarnya rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-hamba-Nya, yaitu Allah tidak membebani mereka sesuatu di luar kemampuan mereka.
Di antara hak orang yang lupa atas saudaranya yang ingat adalah agar ia mengingatkannya. Sehingga ketika Anda melihat orang yang berpuasa menyantap makanan, maka Anda wajib mengingatkannya. Oleh sebab itu, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda dalam masalah salat, "Bila aku lupa, maka ingatkanlah aku."
Sebagaimana bila Anda melihat seseorang mengerjakan salat menyimpang dari kiblat, maka Anda wajib mengingatkannya.
2/1243- Laqīṭ bin Ṣabirah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Kabarilah aku tentang wudu." Beliau bersabda, "Sempurnakan wudu dan sela-selalah antara jari-jemari, serta hiruplah air ke dalam hidung (istinsyāq) dengan kuat, kecuali jika engkau sedang berpuasa." (HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")
أَسْبِغْ (asbig - sempurnakanlah): al-isbāg artinya menyempurnakan, yakni: berwudulah dengan wudu sempurna.
خَلِّلْ (khallil - sela-selalah): at-takhlīl ialah memasukkan air ke sela-sela jari, terutama jari-jari kaki.
1) Melakukan istinsyāq dengan kuat adalah sunah, kecuali dalam kondisi puasa, karena pada orang yang berpuasa dikhawatirkan air akan masuk ke dalam tenggorokannya.
2) Masuknya air ke tenggorokan melalui jalur hidung sama seperti air yang masuk melalui mulut, keduanya membatalkan puasa orang yang berpuasa.
3/1244- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah mendapatkan waktu fajar dalam keadaan masih junub karena berhubungan dengan istrinya, kemudian beliau mandi dan berpuasa." (Muttafaq 'Alaih)
4/1245- Aisyah dan Ummu Salamah -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah mendapatkan waktu subuh dalam keadaan masih junub bukan karena mimpi, kemudian beliau berpuasa." (Muttafaq 'Alaih)
1) Orang yang junub boleh untuk memulai puasa, walaupun dia belum mandi kecuali setelah terbit fajar.
2) Hukum asal semua perbuatan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sebagai hujah dan pensyariatan bagi umat, dan tidak dikatakan perbuatan tersebut adalah kekhususan beliau kecuali jika ada dalil menunjukkan hal itu.
3) Keutamaan para Ummahātul-Mu`minīn -raḍiyallāhu 'anhunna- manakala mereka meriwayatkan dengan penuh jujur dan amanah apa yang terjadi dalam rumah tangga mereka berupa perkara-perkara yang berkaitan dengan hukum syariat bagi umat.