Allah -Ta'ālā- berfirman, "Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah. Demikian itulah kemenangan yang agung." (QS. Yūnus: 62-64)
Dia juga berfirman, "Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan dan minumlah." (QS. Maryam: 25-26) Dia juga berfirman, "Setiap kali Zakaria masuk menemuinya di mihrab (kamar khusus ibadah), dia mendapati makanan di sisinya. Dia berkata, 'Wahai Maryam! Dari mana ini engkau peroleh?' Dia (Maryam) menjawab, 'Itu dari Allah.' Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan." (QS. Āli 'Imrān: 37) Dia juga berfirman, "Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusanmu. Dan engkau akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan apabila matahari itu terbenam, menjauhi mereka ke sebelah kiri." (QS. Al-Kahfi: 16-17)
Karamah adalah semua perkara luar biasa yang diperlihatkan oleh Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- lewat tangan para pengikut Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sebagai wujud pemuliaan ataupun sebagai hujah atau karena kebutuhan, misalnya untuk membela kebenaran atau membatalkan kebatilan. Karamah yang paling besar adalah istikamah di atas ajaran agama. Karamah terbukti ada lewat wahyu dan fakta.
1) Syarat kewalian sebagaimana yang disebutkan oleh Allah -'Azza wa Jalla- dalam Kitab-Nya: 1- Iman; 2- Takwa.
Sehingga tidak boleh menyematkan kewalian kepada seseorang kecuali dua syarat ini ada pada dirinya. Apa yang diklaim sebagai karamah oleh sebagian pembohong dan para penyihir tidak lain kecuali kebohongan dan kedustaan yang mereka lakukan dengan bantuan para setan.
2) Bila seorang hamba mengerjakan apa yang mendatangkan rida Allah -Ta'ālā-, niscaya Dia memberikannya rasa aman dari ketakutan, menolongnya dalam kelemahan, membelanya, dan mengangkat kedudukannya di dunia dan akhirat.
1/1503- Abu Muhammad Abdurrahman bin Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Ahli Sufah adalah orang-orang yang fakir, dan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- suatu kali pernah bersabda, "Siapa yang memiliki makanan untuk dua orang, hendaklah dia membawa serta orang ketiga. Siapa yang memiliki makanan untuk empat orang, hendaklah dia membawa serta orang kelima dan keenam," atau sebagaimana yang beliau sabdakan. Lalu Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- membawa tiga orang, sedangkan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membawa sepuluh orang. Abu Bakar makan malam di rumah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu menetap hingga selesai melaksanakan salat Isya, kemudian dia pulang setelah malam berlalu seperti yang Allah kehendaki. Istrinya berkata kepadanya, "Apa yang menahanmu dari tamu-tamumu?" Abu Bakar berkata, "Bukankah engkau telah memberi mereka makan malam?" Istrinya berkata, "Mereka tidak mau, kecuali setelah engkau datang. Mereka (keluarga) telah menawari mereka." Abdurrahman berkata: Aku segera pergi lalu bersembunyi. Abu Bakar berkata, "Hai, bodoh!" Dia mencaci dan memaki. Dia melanjutkan, "Makanlah kalian tidak dengan enak. Demi Allah! Aku tidak akan memakannya selamanya." Abdurrahman berkata, "Demi Allah! Tidaklah kami mengambil satu suap kecuali ia bertambah dari bawahnya dengan penambahan yang lebih banyak sampai mereka kenyang dan makanan itu menjadi lebih banyak dari sebelumnya." Abu Bakar memandanginya lalu berkata kepada istrinya, "Wahai saudari Bani Firās! Apa ini?" Istrinya menjawab, "Ia tak berkurang. Mataku sangat sejuk melihatnya. Sungguh ia sekarang lebih banyak tiga kali lipat dari sebelumnya." Kemudian Abu Bakar menyantapnya dan berkata, "Sesungguhnya yang tadi itu dari setan." Maksudnya, sumpahnya sebelumnya. Kemudian dia menyantap satu suapan lalu membawanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan hingga pagi makanan itu masih bersama beliau. Dahulu antara kami dengan suatu kaum terdapat perjanjian damai lalu waktunya habis. Maka kami berpencar menjadi dua belas orang, setiap masing-masing orang bersama sejumlah yang lain. Allah yang lebih tahu berapa orang yang bersama setiap mereka. Ternyata mereka semua bisa makan dari makanan itu secara cukup."
Dalam riwayat lain, "Abu Bakar bersumpah tidak akan memakannya. Istrinya juga bersumpah tidak akan memakannya. Dan tamu itu -atau para tamu itu- juga bersumpah tidak akan memakannya, kecuali dia ikut makan. Abu Bakar berkata, 'Sumpah ini dari setan!' Dia kemudian meminta makanan itu lalu makan dan mereka pun makan. Tidaklah mereka mengangkat satu suapan kecuali ia bertambah dari bawahnya dengan penambahan yang lebih banyak. Abu Bakar berkata, 'Wahai saudari Bani Firās! Ada apa ini?!' Dia menjawab, 'Sungguh mataku sangat sejuk melihatnya. Sungguh ia sekarang lebih banyak dari yang sebelum kita makan. Mereka pun melanjutkan makan. Lalu Abu Bakar mengirimnya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." Abdurrahman menyebutkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memakannya.
Dalam riwayat yang lain: Abu Bakar berkata kepada Abdurrahman, "Layanilah tamu-tamumu, karena aku hendak menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Hendaklah kalian telah selesai menjamu mereka sebelum aku kembali." Lantas Abdurrahman beranjak dan membawakan mereka apa yang dia miliki. Dia berkata, "Silakan makan!" Namun mereka berkata, "Kemana tuan rumah yang mengundang kami?" Abdurrahman berkata, "Makanlah!" Mereka berkata, "Kami tidak akan makan sampai tuan rumah datang." Abdurrahman berkata, "Terimalah jamuan kami untuk kalian ini. Sungguh bila dia datang sedangkan kalian belum makan, maka kami akan mendapatkan marahnya." Namun mereka tetap menolaknya. Maka aku pun yakin bahwa Abu Bakar akan marah kepadaku. Ketika dia datang, aku langsung menghindar darinya. Abu Bakar berkata, "Apa yang telah kalian lakukan?" Maka mereka mengabarinya. Lalu Abu Bakar menyeru, "Hai Abdurrahman!" Aku pun diam. Kemudian dia kembali menyeru, "Hai Abdurrahman!" Aku tetap diam. Maka dia berkata, "Hai bodoh! Aku bersumpah kepadamu, datanglah jika kamu mendengar suaraku!" Maka aku segera keluar. Aku berkata, "Tanyalah tamu-tamumu." Mereka menjawab, "Dia benar. Dia telah menyuguhkannya kepada kami." Abu Bakar berkata, "Apakah kalian hanya menungguku? Demi Allah! Aku tidak akan memakannya malam ini." Yang lain berkata, "Demi Allah! Kami tidak akan memakannya kecuali engkau ikut makan." Abu Bakar berkata, "Celaka kalian! Kenapa kalian tidak mau menerima jamuan kami? Wahai Abdurrahman! Bawa makananmu ke sini!" Maka Abdurrahman datang membawa makanan tersebut, kemudian Abu Bakar meletakkan tangannya dan berkata, "Bismillāh. Yang pertama itu (sumpah) dari setan." Lalu Abu Bakar makan, dan mereka pun makan." (Muttafaq 'Alaih)
غُنْثَر ('unṡar), dengan mendamahkan "gain", kemudian "nūn" yang sukun, setelahnya "ṡā`", artinya: yang bodoh, yang jahil. جدَّعَ (jadda'a): dia mencacinya. الجَدَعُ (al-jada'): memotong. يَجِدُّ عليَّ (yajiddu 'alayya), dengan mengkasrahkan "jīm", artinya: ia memarahiku.
الصُّفَّة (aṣ-ṣuffah): tempat tinggal orang-orang fakir dari kalangan sahabat di bagian belakang Masjid Nabawi.
رَبَا (rabā): ia bertambah.
قُرَّةُ عَيْنِيْ (qurratu 'ainī): ungkapan rasa bahagia ketika melihat sesuatu yang disenangi, bukan maksudnya bersumpah dengan selain Allah -'Azza wa Jalla-. Ia hanya sebagai bentuk penegasan dan sudah menjadi kebiasaan bangsa Arab dalam mengagumi dan membesar-besarkan suatu perkara. Kalau tidak demikian, maka bersumpah dengan selain Allah -'Azza wa Jalla- dilarang dengan keras. Tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk bersumpah kecuali dengan Allah semata, dan ini termasuk kesempurnaan iman.
1) Menjelaskan keutamaan Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhu-; yaitu dia adalah wali Allah yang paling utama secara mutlak selain para nabi dan rasul.
2) Bila seorang hamba marah lantaran satu sebab yang memicu marah, maka dia tidak dicela atas hal itu, dan tidak juga mengurangi keutamaan dan kedudukannya.
3) Bila seorang hamba telah bersumpah atas sesuatu kemudian dia melihat ada hal lain yang lebih baik dari sumpahnya, hendaklah dia membatalkan sumpahnya tersebut dan membayar kafarat, kemudian mengerjakan hal yang lebih baik itu.
4) Memuliakan tamu termasuk kesempurnaan iman.
5) Di antara prinsip pendidikan ialah perhatian orang tua terhadap pendidikan anaknya dalam akhlak mulia seperti memuliakan tamu dan membantu orang yang membutuhkan.
2/1504- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sungguh telah ada pada setiap umat sebelum kalian para muḥaddaṡ (orang-orang yang diberikan ilham) dan seandainya ada seseorang seperti itu pada umatku ini, tentu dia adalah Umar." (HR. Bukhari). Juga diriwayatkan oleh Muslim dari hadis Aisyah. Pada riwayat mereka berdua disebutkan: Ibnu Wahb berkata, "Muḥaddaṡūn artinya orang-orang yang diberikan ilham."
1) Keutamaan sahabat yang mulia, Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu-; beliau termasuk wali Allah -'Azza wa Jalla- yang telah dipuji oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
2) Semakin kuat iman seorang hamba kepada Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- serta banyak berbuat ketaatan kepada-Nya, maka Dia akan membimbingnya kepada kebenaran sesuai dengan kadar iman, ilmu, dan amal saleh yang dimilikinya.
3/1505- Jābir bin Samurah -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Penduduk Kufah mengadukan Sa'ad Ibnu Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- kepada Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu-. Lantas Umar memberhentikannya dan mengangkat 'Ammār menjadi gubernur mereka. Mereka mengadukan Sa'ad sampai menyebutkan bahwa dia tidak mengerjakan salat dengan baik. Lantas Umar mengirim utusan kepadanya untuk memintanya datang. Umar berkata, 'Wahai Abu Isḥāq! Penduduk Kufah mengklaim bahwa engkau tidak mengerjakan salat dengan baik?' Sa'ad (Abu Isḥāq) menjawab, "Demi Allah! Aku salat bersama mereka sebagaimana salatnya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, aku tidak menguranginya sedikit pun. Aku melaksanakan salat Isya bersama mereka dengan memanjangkan dua rakaat pertama dan meringankan dua rakaat kedua.' Umar berkata, 'Itulah yang kami yakini padamu, wahai Abu Isḥāq!' Kemudian Umar mengutus seseorang atau beberapa orang bersamanya ke Kufah untuk bertanya langsung kepada penduduk Kufah tentang Sa'ad. Tidak ada satu pun masjid yang dikunjungi tanpa menanyakan tentang Sa'ad, dan mereka semua memujinya dengan kebaikan. Hingga akhirnya dia masuk ke sebuah masjid milik Bani 'Abs, salah seorang dari mereka yang bernama Usāmah bin Qatādah dengan nama panggilan Abu Sa'dah berdiri dan berkata, 'Jika kalian minta pendapat kami, maka kami katakan bahwa Sa'ad tidak ikut keluar berjihad, tidak membagi harta dengan pembagian yang sama, dan tidak adil dalam memutuskan perkara.' Sa'ad berkata, 'Demi Allah! Sungguh aku akan berdoa dengan tiga doa: Ya Allah! Jika dia, hambamu ini, berdusta dan mengatakan ini dengan maksud ria atau sumah, maka panjangkanlah umurnya, bentangkanlah kefakirannya, dan timpakanlah dia pada fitnah.' Maka setelah itu, bila dia ditanya mengapa keadaannya jadi sengsara begitu, dia menjawab, 'Aku orang tua renta yang dilanda fitnah akibat doanya Sa'ad.'"
Abdul Malik bin 'Umair, perawi yang meriwayatkan hadis ini dari Jābir bin Samurah berkata, "Aku sendiri melihatnya setelah itu, kedua alisnya jatuh menutupi kedua matanya karena tua dan dia benar-benar mengganggu dan menggoda para budak wanita di jalan-jalan." (Muttafaq 'Alaih)
لَا أَخْرِمُ (lā akhrimu): aku tidak mengurangi.
أَرْكُدُ (arkudu): aku berdiri panjang.
نَشَدْتَنَا (nasyadtanā): engkau meminta kami berpendapat.
لَا يَسِيْرُ بِالسَّرِيَّةِ (lā yasīr bis-sariyyah): tidak keluar berperang.
1) Menampakkan karamah Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu-, yaitu beliau termasuk wali yang dikabulkan doanya.
2) Orang yang dizalimi boleh mendoakan keburukan atas orang yang menzaliminya tanpa melampaui batas dan menzaliminya, dan doa orang yang dizalimi tidak ditolak.
3) Perhatian Amīrul-Mu`minīn Umar -raḍiyallāhu 'anhu- terhadap rakyat serta kegigihannya dalam memikul tanggung jawab yang ia emban. Oleh karena itu, beliau terkenal dengan sifat adilnya dan kebaikan manajemennya dalam mengatur semua urusan rakyat.
4/1506- 'Urwah bin Az-Zubair meriwayatkan bahwa Sa'īd bin Zaid bin 'Amr bin Nufail -raḍiyallāhu 'anhu- diadukan oleh Arwā binti Aus kepada Marwān bin Al-Ḥakam dan mengklaim bahwa Sa'īd telah mengambil sebagian dari tanah miliknya. Sa'īd berkata, "Mungkinkah aku mengambil sebagian tanah miliknya setelah aku mendengar hadis tentangnya dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-?!" Marwān bertanya, "Apa yang telah engkau dengar dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-?" Sa'īd menjawab, "Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Siapa yang mengambil sejengkal tanah (orang lain) dengan cara zalim, maka pada hari Kiamat dia akan diberikan kalung hingga tujuh lapis bumi.'" Lalu Marwān berkata, "Aku tidak akan menanyakan bukti lagi kepadamu setelah ini." Kemudian Sa'īd berdoa, "Ya Allah! Jika wanita ini berdusta, maka butakanlah penglihatannya dan bunuhlah dia di tanahnya sendiri." 'Urwah mengisahkan, "Tidaklah wanita itu meninggal kecuali penglihatannya telah hilang, dan tatkala dia berjalan di tanahnya dia terpeleset ke dalam lubang dan lantas meninggal dunia." (Muttafaq 'Alaih)
Dalam riwayat Muslim yang lain dari Muhammad bin Zaid bin Abdullah bin Umar yang semakna dengannya, bahwa dia melihatnya dalam keadaan buta berjalan dengan meraba dinding, dia berkata, "Aku dilanda oleh doanya Sa'īd." Juga bahwa dia melewati sumur di rumah tempatnya menuduh Sa'īd lalu jatuh di sana dan tempat itu langsung menjadi kuburnya.
1) Menjelaskan karamah Sa'īd bin Zaid -raḍiyallāhu 'anhu- berupa pengabulan doanya oleh Allah untuk keburukan si wanita yang zalim dan pembohong itu.
2) Perhatian para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk mengikuti Sunnah dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi orang yang paling banyak mengetahui larangan-larangan yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
3) Peringatan dari tindakan menyakiti para ulama rabani, dai-dai yang saleh, dan wali-wali Allah.
5/1507- Jābir bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Ketika perang Uhud tiba, pada malam harinya ayahku memanggilku. Dia berkata, 'Aku tidak menduga kecuali akulah orang pertama yang akan gugur di antara sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Tidak ada yang aku tinggalkan sepeninggalku yang lebih berharga bagiku daripada dirimu selain jiwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Sesungguhnya aku mempunyai utang, maka lunasilah. Dan berbuat baiklah kepada saudari-saudarimu!' Keesokan harinya, dia benar-benar menjadi orang pertama yang gugur terbunuh. Aku menguburkannya bersama orang lain dalam kuburnya. Namun hatiku tidak tenteram membiarkannya dikubur bersama orang lain. Maka setelah enam bulan aku pun mengeluarkannya dan ternyata jasadnya masih utuh seperti ketika hari aku menguburkannya, kecuali telinganya saja. Lalu aku menguburkannya di liang kubur tersendiri." (HR. Bukhari)
1) Menampakkan karamah Abdullah bin Ḥarām, ayahanda Jābir -raḍiyallāhu 'anhumā-. Dia mengabarkan bahwa dia adalah orang pertama yang akan terbunuh di antara para sahabat, lalu dia dikeluarkan dari kuburnya setelah enam bulan dalam keadaan seperti ketika hari dia dimakamkan. Semoga Allah meridainya.
2) Kesempurnaa cinta para sahabat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta mereka lebih mengutamakan beliau di atas diri sendiri, keluarga, dan anak-anak mereka. Semoga Allah meridai mereka semuanya.
6/1508- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa ada dua orang sahabat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang keluar dari tempat beliau di suatu malam yang gelap gulita, bersama mereka ada sesuatu mirip dua lampu di depan mereka. Ketika keduanya berpisah, masing-masing mereka bersama satu lampu sampai dia tiba di keluarganya.
(HR. Bukhari dari beberapa jalur, di sebagiannya disebutkan bahwa kedua laki-laki itu adalah Usaid bin Ḥuḍair dan 'Abbād bin Bisyr -raḍiyallāhu 'anhumā-).
1) Menjelaskan karamah dua sahabat yang mulia ini, yaitu Usaid bin Ḥuḍair dan 'Abbād bin Bisyr -raḍiyallāhu 'anhumā-.
2) Siapa yang keluar mencari kebenaran dan ilmu, maka Allah -'Azza wa Jalla- akan menolongnya dalam semua urusannya.
7/1509- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, “Rasulullah -ṣallallāhu 'alahi wa sallam- mengutus sepuluh orang pasukan mata-mata dan mengangkat 'Āṣim bin Ṡābit Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- sebagai pemimpin mereka. Mereka pun berangkat, hingga ketika mereka sampai di Had`ah, sebuah tempat antara 'Usfān dan Mekah, ada yang membocorkan keberadaan mereka kepada salah satu kabilah Hużail bernama Bani Liḥyān. Mereka pun segera mengerahkan sekitar 100 orang pasukan pemanah, lalu mereka menelusuri jejak para sahabat. Ketika 'Āṣim dan para sahabatnya mengetahui kehadiran mereka, mereka segera berlindung ke sebuah tempat, sehingga orang-orang itu segera mengepung mereka. Orang-orang itu berkata, 'Turun dan menyerahlah kalian! Kami jamin dan berjanji pada kalian bahwa kami tidak akan membunuh seorang pun dari kalian.' 'Āṣim bin Ṡābit berkata, 'Wahai pasukan! Adapun aku, maka aku tidak masuk dalam jaminan orang kafir. Ya Allah! Beritahukanlah berita tentang kami kepada Nabi-Mu.' Lalu mereka pun menghujani para sahabat dengan anak panah hingga 'Āṣim terbunuh. Lalu tiga sahabat (yang masih hidup) turun menyerah dengan janji dan jaminan mereka, di antaranya Khubaib dan Zaid bin Ad-Daṡinah dan satu orang lainnya. Ketika mereka berhasil menguasai ketiganya, mereka segera melepas tali busur panah mereka dan mengikat mereka dengannya. Maka berkatalah lelaki yang ketiga, 'Ini adalah awal pengkhianatan. Demi Allah! Aku tidak akan mau mengikuti kalian. Sungguh aku memiliki teladan pada mereka.' Mereka pun menyeretnya dan memaksanya untuk ikut, tetapi dia terus berontak, sehingga mereka pun membunuhnya. Lalu mereka pergi membawa Khubaib dan Ibnu Ad-Daṡinah kemudian menjual keduanya di kota Mekah setelah perang Badar. Khubaib dibeli oleh Bani Al-Ḥāriṡ bin 'Āmir bin Naufal bin Abdu Manāf, karena Khubaib adalah orang yang telah membunuh Al-Ḥāriṡ bin 'Āmir pada waktu perang Badar. Maka Khubaib menjadi tawanan mereka selama beberapa waktu sampai mereka sepakat untuk membunuhnya. Lalu suatu ketika Khubaib meminjam sebuah pisau cukur untuk mencukur bulu kemaluannya dari sebagian anak perempuan Al-Ḥāriṡ, kemudian perempuan itu meminjaminya. Tiba-tiba anak laki-lakinya yang masih kecil merangkak dan mendekati Khubaib tanpa disadarinya. Kemudian dia mendapati Khubaib mendudukkan anaknya tersebut di pangkuannya sementara pisau cukur di tangannya, sehingga dia kaget dan ketakutan, yang segera disadari oleh Khubaib. Khubaib lalu bertanya, 'Apakah kamu takut aku akan membunuhnya? Sungguh aku tidak akan pernah melakukan hal itu!' Perempuan itu mengisahkan, 'Demi Allah! Aku belum pernah melihat seorang tawanan yang lebih baik dari Khubaib. Demi Allah! Aku pernah mendapatkannya suatu hari sedang makan setangkai anggur di tangannya, padahal dia diborgol dengan besi dan ketika itu tidak ada buah-buahan di Mekah. Sungguh itu tidak lain adalah rezeki dari Allah untuk Khubaib.' Ketika mereka membawanya keluar dari Tanah Haram untuk mengeksekusi pembunuhannya di luar Tanah Haram, Khubaib berkata kepada mereka, 'Biarkan aku mengerjakan salat dua rakaat.' Mereka pun membiarkannya mengerjakan salat dua rakaat. Kemudian dia berkata, 'Kalau bukan khawatir kalian mengira bahwa aku takut mati, niscaya aku akan memanjangkannya.' Lalu dia berdoa, 'Ya Allah! Binasakanlah mereka semua, bunuhlah mereka semua terpisah-pisah, dan jangan tinggalkan satu pun dari mereka.” Kemudian Khubaib menggubah dua bait syair,
Aku tak peduli saat aku terbunuh sebagai seorang muslim ... dalam kondisi apa pun kematianku di jalan Allah.
Itu semua demi Żat Allah, jika Allah menghendaki ... maka Dia akan memberkahi persendian-persendian anggota tubuh yang tercabik-cabik.
Khubaib adalah orang pertama yang mengajarkan salat dua rakaat untuk setiap muslim yang akan dibunuh (dieksekusi). Pada hari terjadinya peristiwa tersebut, Nabi -ṣallallāhu 'alahi wa sallam- mengabarkan kepada sahabat-sahabatnya tentang berita yang menimpa mereka. Beberapa orang kafir Quraisy mengirim pasukan untuk mencari jenazah 'Āṣim bin Ṡābit ketika mendengar bahwa dia telah terbunuh agar mereka bisa mendatangkan suatu bukti yang bisa dikenali dari 'Āṣim (bahwa dialah yang benar-benar terbunuh), karena dia telah membunuh salah seorang pembesar mereka. Namun, Allah mengirim sekelompok lebah seperti awan ke jenazah 'Āṣim dan melindunginya dari para utusan Quraisy tersebut, sehingga mereka sama sekali tidak berhasil memotong sedikit pun dari tubuhnya." (HR. Bukhari)
Kata "الهَدْأَةُ" (al-had`ah): nama sebuah tempat; "الظُّلَّةُ" (aẓ-ẓullah): awan; "الدَّبْرُ" (ad-dabr): lebah.
Perkataan "اقْتُلْهُمْ بِدَداً" (uqtulhum bidadan), dengan mengkasrahkan "bā`", dan boleh juga difatahkan. Siapa yang mengkasrahkannya, maka ia adalah bentuk jamak dari kata "بِدَّةٍ" (biddah) dengan mengkasrahkan "bā`", yaitu bagian. Maksudnya: bunuhlah mereka menjadi pecahan bagian-bagian, setiap masing-masing orang memiliki bagian. Siapa yang memfatahkannya, dia bermaksud: terpisah-pisah dalam pembunuhan satu demi satu, karena ia berasal dari kata at-tabdīd (memisahkan).
Dalam pembahasan ini terdapat banyak hadis sahih yang telah disebutkan di pembahasan-pembahasan sebelumnya dalam kitab ini. Di antaranya hadis tentang pemuda yang belajar kepada pendeta dan tukang sihir, hadis tentang Juraij, hadis tentang orang-orang yang terperangkap batu besar dalam gua, hadis tentang laki-laki yang mendengar suara dari awan mengatakan, "Siramlah kebun milik fulan", dan lain sebagainya. Dalil-dalil dalam bab ini sangat banyak dan populer. Wabillāhi at-taufīq.
عَيْنًا ('ainan): orang yang datang membawa berita tentang musuh.
الرَّهْطُ (ar-rahṭ): sejumlah laki-laki
نَفَرُوْا لَهُمْ (nafarū lahum): mereka keluar dengan cepat untuk memerangi mereka.
ذِمَّةٌ (żimmah): perjanjian.
اقْتَصُّوا آثَارَهُمْ (iqataṣṣū āṡārahum): mengikuti jejak kaki mereka.
أَطْلَقُوا أَوْتَارَ قِسيِّهمْ: melepas tali busur mereka.
يَسْتَحِدُّ بِهَا (yastaḥiddu bihā): untuk mencukur bulu kemaluannya.
جَزَعٌ (jaza'): takut mati.
اِبْتَاعَ (ibtā'a): membeli.
دَرَجَ (daraja): merangkak seperti anak kecil.
أَوْصَال (auṣāl): anggota tubuh.
شِلْوٍ (syilw): tubuh.
صَبْرًا (ṣabran): diikat kemudian dibunuh.
1) Menetapkan karamah para wali, dan ini tampak dalam beberapa perkara:
a. Berita Allah kepada Rasul-Nya tentang sahabat-sahabat itu.
b. Penjagaan Allah kepada 'Āṣim bin Ṡābit -raḍiyallāhu 'anhu- dari tindakan yang merusak kehormatannya dengan memotong dagingnya setelah kematiannya.
c. Rezeki yang Allah kirimkan kepada Khubaib ketika dia ditahan di Mekah, berupa buah yang tidak ada di sana.
2) Dikabulkannya doa seorang muslim dan memuliakannya ketika masih hidup dan setelah meninggal.
3) Seorang hamba akan mendapatkan karamah sesuai dengan kadar ibadah dan keistikamahan yang dimilikinya. Orang yang paling banyak karamahnya setelah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sahabat-sahabat beliau -raḍiyallāhu 'anhum-, karena mereka adalah generasi yang paling banyak ibadahnya kepada Allah serta paling tinggi keistikamahan dan ketaatannya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
8/1510- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Belum pernah sama sekali aku mendengar Umar -raḍiyallāhu 'anhu- berkata tentang sesuatu, 'Sungguh aku menduganya demikian,' melainkan pasti terjadi sebagaimana yang dia perkirakan." (HR. Bukhari)
1) Menjelaskan keutamaan Umar, kebenaran firasatnya, dan kesempurnaan kecerdasannya; dialah sosok yang telah diberikan ilham, termasuk di antara sepuluh sahabat yang telah dijamin masuk surga, dan merupakan orang paling utama setelah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhumā-.
2) Seorang mukmin yang jujur akan dianugerahi oleh Allah basirah (ilmu) yang benar untuk membedakan berbagai urusan; antara yang hak dan batil.
Al-Ḥāfiẓ Aż-Żahabiy -raḥimahullāh- telah menjelaskan perbedaan antara wali Allah dan wali setan,
"Allah -Ta'ālā- berfirman tentang wali-wali-Nya, bahwa mereka adalah, Orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa.' (QS. Yūnus: 63) Dahulu di masa jahiliah, sejumlah dukun mengabarkan perkara gaib, para pendeta juga memiliki kasyf (penglihatan gaib) dan berita gaib, dan tukang sihir juga mengabarkan perkara gaib. Di zaman kita sejumlah perempuan dan laki-laki yang dirasuki oleh jin juga mengabarkan perkara gaib sebanyak helaan napas. Syekh kami, Ibnu Taimiyyah telah menyusun lebih dari satu buku, bahwa kondisi mereka dan orang-orang yang semisalnya adalah kondisi setan. Di antara kondisi setan yang menyesatkan orang awam ialah atraksi memakan ular, masuk ke dalam api, dan berjalan di udara, yang dilakukan oleh orang-orang yang melakukan maksiat dan melalaikan kewajiban.
Kita mohon kepada Allah supaya dibantu untuk mengikuti jalan yang lurus, menetapkan iman di dalam hati kita, dan menolong kita dengan pertolongan yang datang dari-Nya, karena tidak ada upaya dan kekuatan kecuali dengan Allah.
Mungkin akan ada orang jahil yang datang dan berkata, "Diam! Jangan mencela wali-wali Allah!" Tetapi dia tidak merasa bahwa dialah sebenarnya yang mencela dan menghina wali-wali Allah, karena dia telah memasukkan orang-orang jahil dan gila dari kalangan wali-wali setan ke dalam golongan wali-wali Allah. Allah -Ta'ālā- berfirman, "Sesungguhnya setan-setan akan membisikkan kepada wali-walinya agar mereka membantah kamu." Kemudian Allah melanjutkan, "Dan jika kamu menuruti mereka, tentu kamu telah menjadi orang musyrik." (QS. Al-An'ām: 121) (Tārīkh Al-Islām, 48/329)
KITAB PERKARA-PERKARA YANG DILARANG