Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya, 'Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut, atau aku akan berjalan (terus sampai) bertahun-tahun.'” Hingga firman Allah -Ta'ālā-: "Musa berkata kepadanya, 'Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?'” (QS. Al-Kahf: 60-66) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Janganlah kamu mengusir orang-orang yang berdoa kepada Tuhannya di pagi dan petang hari, sedangkan mereka sangatlah mengharapkan keridaan-Nya." (QS. Al-Kahf: 28)
1) Anjuran agar bersilaturahmi kepada orang-orang baik, yaitu orang-orang berilmu, beriman, dan saleh.
2) Bersabar dan menahan diri dalam rangka berteman dengan orang-orang saleh adalah wasiat Allah -Ta'ālā- kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
1/360- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, bahwa Abu Bakar berkata kepada Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- setelah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wafat, "Mari kita pergi berkunjung ke rumah Ummu Aiman -raḍiyallāhu 'anhā- sebagaimana dulu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa mengunjunginya." Ketika keduanya sampai, Ummu Aiman menangis. Keduanya bertanya, "Apa yang membuatmu menangis? Tidak tahukah engkau bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-?" Ummu Aiman menjawab, "Aku menangis bukan karena tidak tahu bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Tetapi aku menangis karena wahyu telah terputus dari langit." Ummu Aiman pun membuat keduanya terharu, sehingga keduanya ikut menangis bersamanya. (HR. Muslim)
أُمُّ أَيْمَن (Ummu Aiman): mantan budak perempuan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sekaligus pengasuh beliau di masa kecilnya, lalu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerdekakannya ketika beliau telah beranjak tua.
فَهَيَّجَتْهُمَا (fahayyajathumā): dia membuat keduanya terharu untuk menangis.
1) Upaya para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam segala hal, bahkan sampai dalam hal kunjungan beliau kepada orang-orang yang berhak dikunjungi.
2) Pengagungan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap wahyu (Al-Qur`ān dan Sunnah), yaitu mereka menangis karena wahyu terhenti. Lalu mengapa orang-orang yang menelantarkan dan meninggalkannya tidak menangis?!
3) Menangis karena merasa sedih dengan alasan berpisah dengan orang-orang saleh dan terputusnya kebaikan bukan termasuk meratap yang diharamkan.
4) Anjuran melakukan kunjungan kepada orang-orang baik karena ini termasuk hak persaudaraan di antara orang beriman.
2/361- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, "Ada seorang laki-laki mengunjungi saudaranya di kampung lain. Lalu Allah -Ta'ālā- mengutus seorang malaikat untuk menunggu di jalan yang dilaluinya. Ketika laki-laki itu bertemu dengannya, dia bertanya, 'Engkau mau kemana?' Orang itu menjawab, 'Aku ingin menemui saudaraku di kampung ini.' Malaikat bertanya, 'Apakah ada satu kebaikan yang ingin engkau dapatkan padanya?' Orang itu menjawab, 'Tidak. Hanya saja aku mencintainya karena Allah -Ta'ālā-.' Malaikat itu berkata, "Sesungguhnya aku adalah utusan Allah (untuk mengabarkan) kepadamu bahwa Allah telah mencintaimu sebagaimana engkau mencintainya karena Allah." (HR. Muslim)
Dikatakan: أَرْصَدَه لِكَذا, artinya: dia ditugaskan untuk menjaganya. المَدْرَجَةُ (al-madrajah), dengan memfatahkan "mīm" dan "rā`", artinya: jalan. Dan makna تَرُبُّهَا (tarubbuhā): mengerjakannya serta berusaha memperbaikinya.
3/362- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang menjenguk orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah, seorang penyeru akan berseru, 'Bagus hidupmu, dan bagus perjalananmu, serta engkau akan mendapatkan satu rumah di surga.'" (HR. Tirmizi, dan dia berkata, "Hadisnya hasan." Di sebagian manuskrip disebutkan, "Hadisnya garīb")
1) Anjuran berkunjung ke saudara seiman karena Allah, karena persaudaraan iman lebih tinggi daripada ikatan darah, nasab, dan kepentingan duniawi.
2) Keutamaan saling mencintai dan saling mengunjungi karena Allah; Siapa yang mencintai karena Allah sungguh dia telah tulus mencintai Rabb-nya.
3) Saling mengunjungi karena Allah adalah sebab masuk surga dan mendapatkan pahala melimpah.
4) Motivasi agama pada setiap yang akan mendatangkan kasih sayang di antara saudara seperti saling berhubungan baik dan mengunjungi.
4/363- Abu Musa Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya perumpamaan teman bergaul yang saleh dan teman bergaul yang buruk bagaikan penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi, antara dia akan memberimu atau engkau yang akan membeli darinya, atau paling tidak engkau mendapatkan aroma yang wangi. Sedangkan pandai besi, antara dia akan membakar pakaianmu atau engkau akan mendapatkan aroma tidak sedap." (Muttafaq ‘Alaih)
يُحْذِيكَ (yuḥżīka): memberimu.
الكِيْرُ (al-kīr): alat yang digunakan oleh pandai besi untuk meniup api.
تَبْتَاعُ (tabtā'): membeli.
1) Perumpamaan-perumpamaan yang ada dalam hadis Nabi merupakan bagian dari metode pengajaran untuk lebih memahamkan sesuatu yang bersifat maknawi (abstrak) kepada pendengar.
2) Larangan berteman dengan orang-orang yang buruk dan pelaku kejahatan karena berteman dengan mereka dapat merusak agama dan dunia.
3) Anjuran untuk mencari teman yang saleh karena perumpamaan mereka seperti penjual minyak wangi yang Anda tidak akan dapatkan darinya kecuali kebaikan.
5/364- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, "Perempuan dinikahi karena empat alasan: karena hartanya, karena nasabnya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Pilihlah wanita yang agamais, niscaya engkau akan beruntung." (Muttafaq ‘Alaih)
Maksudnya: bahwa umumnya manusia menginginkan empat perkara ini pada perempuan. Maka bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan wanita yang taat beragama dan untuk hidup bersamanya.
تَرِبَتْ يَدَاكَ: ungkapan ini biasa diucapkan oleh kalangan Arab untuk menganjurkan sesuatu, dan maknanya adalah mendoakannya kebaikan.
1) Sebaik-baik perkara yang dicari oleh laki-laki yang melamar pada perempuan yang ingin dinikahinya adalah agama, karena perempuan yang seperti ini akan membantunya dalam agamanya, menjaga amanahnya, dan merawat anak-anaknya.
2) Pernikahan yang paling diberkahi adalah yang dibangun di atas fondasi agama.
6/365- Ibnu Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya kepada Jibril -'alaihissalām-, "Apa yang menghalangimu untuk mengunjungi kami lebih sering dari biasanya?" Maka turunlah ayat ini: "Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali atas perintah Tuhanmu. Milik-Nya segala yang ada di hadapan kita, yang ada di belakang kita dan segala yang ada di antara keduanya, dan sekali-kali Tuhanmu tidak lupa." (HR. Bukhari)
1) Anjuran meminta orang-orang baik untuk berkunjung ke rumah Anda supaya Anda mendapatkan manfaat lewat persahabatan dengan mereka.
2) Besarnya cinta Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada Jibril -'alaihissalām- karena dia datang dengan membawa wahyu yang berisikan petunjuk dan cahaya iman.
3) Malaikat tidak akan bertindak dan tidak pula turun ke bumi kecuali dengan adanya perintah Allah. Demikian juga keadaan hamba yang beriman, dia tidak bertindak dalam perkara-perkara agama kecuali setelah mengetahui hukum Allah -Ta'ālā- dan hukum Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di dalamnya agar urusannya mengikuti perintah Allah dan perintah Rasul-Nya.
7/366- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, "Janganlah engkau berteman kecuali dengan orang beriman dan janganlah ada yang memakan makananmu selain orang yang bertakwa!"
(HR. Abu Daud dan Tirmizi dengan sanad lā ba`sa bih/hasan)
1) Larangan keras dari berteman dan bersahabat dengan orang kafir dan jahat, serta larangan memuliakan mereka walaupun dengan makan dan minum bersama.
2) Perintah berteman dan bergaul dengan orang-orang beriman yang bertakwa; ini adalah wasiat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang wajib dijaga.
8/367- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Seseorang itu tergantung agama teman dekatnya. Oleh karena itu, hendaklah kalian memperhatikan siapa yang dijadikan sebagai teman dekat."
(HR. Abu Daud dan Tirmizi dengan sanad sahih, Tirmizi berkata, "Hadisnya hasan")
الخَلِيْلُ (al-khalīl): teman dan sahabat dekat.
1) Seorang hamba harus berteman dengan orang-orang yang baik, karena pergaulan memiliki pengaruh yang nyata dalam perilaku manusia.
2) Seseorang akan bertambah imannya ketika berteman dengan orang-orang beriman, sebaliknya akan berkurang ketika berteman dengan orang-orang fasik. Karena teman biasanya akan menarik kita, antara menarik kepada kebaikan atau kepada keburukan. Dan juga karena pergaulan akan melahirkan kesamaan.
9/368- Abu Musa Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Seseorang itu akan bersama orang yang dicintainya." (Muttafaq ‘Alaih)
Dalam sebagian riwayat dia berkata, Ada yang bertanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Seseorang mencintai suatu kaum sementara dia tidak mampu menyusul perbuatan mereka?" Nabi menjawab, "Seseorang itu akan bersama orang yang dicintainya."
1) Seorang muslim harus mencintai orang-orang bertakwa agar bisa bersama mereka karena seseorang akan dikumpulkan bersama orang yang dia cintai.
2) Cinta karena Allah adalah ketaatan, dengannya seseorang akan bisa mendapatkan ketaatan yang luput darinya ataupun yang tidak sempurna dia kerjakan.
3) Perbedaan tingkat ibadah orang-orang beriman tidak menghalangi orang yang kurang ibadahnya untuk menyusul orang yang banyak ibadahnya karena mereka digabungkan oleh fondasi saling mencintai atas dasar iman, dan itu adalah ibadah hati yang paling tinggi.
4) Keutamaan mencintai orang-orang saleh dari kalangan ahli ilmu dan ahli agama, terutama para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dan generasi salaf. Sungguh, kebahagiaan besar diperuntukkan kepada orang-orang yang membela dan mencintai mereka, dan kesengsaraan diperuntukkan pada orang yang memusuhi dan membenci mereka.
10/369- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa seorang badui bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Kapan waktu terjadinya kiamat?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Apa yang telah engkau siapkan untuk kiamat?" Orang itu menjawab, "Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya." Beliau bersabda, "Engkau akan bersama orang yang engkau cintai."
(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Muslim)
Dalam riwayat Bukhari dan Muslim yang lain, "Saya tidak mempersiapkan banyak puasa, salat, maupun sedekah untuk itu. Tetapi, aku mencintai Allah dan Rasul-Nya."
11/370- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Seseorang datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- seraya bertanya, "Ya Rasulullah! Bagaimanana pendapatmu tentang orang yang mencintai suatu kaum sementara dia tidak mampu menyusul perbuatan mereka?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Seseorang itu akan bersama orang yang dicintainya." (Muttafaq 'Alaih)
1) Seharusnya seorang hamba mengintrospeksi diri, apakah aku telah beramal? Apakah aku telah kembali kepada Allah? Apakah aku telah bertobat? Ini yang penting. Bukan menunggu kematian tanpa amal perbuatan!
2) Sikap bijaksana Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika menjawab penanya? Yaitu beliau hanya menunjukinya sesuatu yang penting baginya dan yang akan menyelamatkannya, yaitu mempersiapkan diri kepada akhirat dengan sesuatu yang bermanfaat.
3) Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- merahasiakan ilmu tentang waktu kiamat dari semua makhluk agar manusia tetap siap dan sedia untuk bertemu Allah: "Jangan sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan muslim." (QS. Āli 'Imrān: 102) Apabila seseorang telah mati, maka kiamatnya telah terjadi.
4) Mencintai Allah dan taat kepada-Nya serta mencintai Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan taat kepada beliau merupakan ketaatan yang paling utama dan paling sempurna yang akan menyelamatkan hamba ketika di dunia dan di hari Kiamat.
Dalam sebagian riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan: Anas berkata, "Sesungguhnya aku mencintai Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, Abu Bakar, dan Umar. Aku berharap bisa bersama mereka karena cintaku kepada mereka, sekalipun aku tidak mampu beramal seperti amalan mereka."
Syaikhul-Islām Ibnu Taimiyah -raḥimahullāh- telah berkata dalam kitabnya, Al-Lāmiyyah,
Mencintai sahabat semuanya adalah mazhabku dengan mencintai ahli bait aku bertawasul
Bagi semua mereka kedudukan dan keutamaan yang tinggi tetapi Aṣ-Ṣiddīqlah yang paling afdal di antara mereka.
12/371- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, "Manusia ibarat logam berharga seperti emas dan perak; orang-orang terbaik pada masa jahiliah adalah yang terbaik setelah masa Islam jika mereka berilmu. Ruh-ruh manusia bagaikan tentara yang berkelompok-kelompok; ruh yang saling kenal akan bersatu, dan yang tidak saling kenal maka akan berpisah." (HR. Muslim)
Bukhari juga meriwayatkan hadis Nabi: "Ruh-ruh manusia ..." dari riwayat Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-.
فَقِهُوا (faqihū): mereka berilmu dan memahami apa yang datang dari Allah -Ta'ālā- dan Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
1) Anjuran kepada hamba agar berusaha memperbaiki dirinya serta menyempurnakan kebaikan yang ada dalam dirinya.
2) Ilmu dan pemahaman agama merupakan media paling besar untuk menyucikan jiwa manusia; "Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu)." (QS. Asy-Syams: 9)
3) Ruh akan saling kenal sesuatu tabiat yang Allah ciptakan padanya. Tetapi wajib hukumnya menyucikan jiwa agar dia cinta dan bersahabat dengan orang-orang mukmin yang saleh, dan agar dia menjauh serta lari dari orang-orang kafir dan fasik.
13/372- Usair bin 'Amr (dengan menḍamahkan "hamzah" dan memfatahkan "sīn"), yang juga dikenal dengan nama Ibnu Jābir, dia bercerita, Dahulu bila Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- kedatangan pasukan bantuan dari penduduk Yaman dia selalu bertanya, "Apakah di antara kalian ada Uwais bin 'Āmir?" Sampai dia berhasil bertemu Uwais -raḍiyallāhu 'anhu-. Umar berkata kepadanya, "Apakah engkau Uwais bin 'Āmir?" Uwais menjawab, "Ya, benar." Umar berkata, "Apakah engkau berasal dari kabilah Murād, anak kabilah Qarn?" Dia menjawab, "Ya." Umar bertanya lagi, "Engkau dulu mengidap penyakit belang, kemudian sembuh, kecuali bagian sebesar dirham?" Dia menjawab, "Ya." "Engkau memiliki ibu masih hidup?" Dia menjawab, "Ya." Umar berkata, "Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, Akan datang kepada kalian Uwais bin 'Āmir bersama pasukan bantuan dari penduduk Yaman. Dia dari kabilah Murād, anak kabilah Qarn. Dia pernah mengidap penyakit belang, kemudian sembuh, kecuali bagian sebesar dirham. Dia memiliki ibu dan dia berbakti kepadanya. Seandainya dia bersumpah kepada Allah pasti Allah mewujudkan untuknya. Jika engkau bisa (memintanya) agar dia memohonkan ampunan untukmu, maka lakukanlah.' Umar melanjutkan, "Maka, mohonkanlah ampunan untukku." Lantas Uwais memohonkan ampunan untuk Umar. Lalu Umar berkata kepadanya, "Engkau akan ke mana?" Uwais menjawab, "Kufah." Umar berkata, "Maukah aku tuliskan untukmu surat kepada gubernurnya?" Uwais menjawab, "Aku lebih senang tetap bersama orang-orang miskin yang tidak dikenal.” Pada tahun berikutnya, salah seorang pemuka penduduk Kufah berhaji lalu bertemu dengan Umar, dan Umar menanyakan Uwais kepadanya. Laki-laki itu menjawab, “Aku meninggalkannya dalam keadaan sangat miskin; perabot rumahnya usang dan dan hartanya sedikit.” Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, Akan datang kepada kalian Uwais bin 'Āmir bersama pasukan bantuan dari penduduk Yaman. Dia dari kabilah Murād, anak kabilah Qarn. Dia pernah mengidap penyakit belang, kemudian sembuh, kecuali bagian sebesar dirham. Dia memiliki ibu dan dia berbakti kepadanya. Seandainya dia bersumpah kepada Allah pasti Allah mewujudkan untuknya. Jika engkau bisa (memintanya) agar dia memohonkan ampunan untukmu, maka lakukanlah.' Kemudian laki-laki itu mendatangi Uwais, lalu berkata, “Mohonkanlah ampunan untukku.” Uwais berkata, “Justru engkau baru saja menempuh perjalanan ibadah. Mohonkanlah ampunan untukku.” Uwais bertanya, “Apakah engkau bertemu Umar?” Laki-laki itu menjawab, “Ya.” Lantas Uwais memintakan ampunan untuknya. Setelah itu orang-orang mengenalnya (dan berbondong-bondong mendatanginya). Sehingga dia pergi menghilang (dari Kufah). (HR. Muslim)
Dalam riwayat Muslim yang lain, juga dari Usair bin Jābir -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa penduduk Kufah datang sebagai utusan kepada Umar -raḍiyallāhu 'anhu-. Di antara mereka ada seseorang yang selalu mengolok-olok Uwais. Umar bertanya, “Apakah di sini ada seseorang dari kabilah Qarn?” Orang itu pun maju. Umar berkata, “Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda, Sesungguhnya ada seorang yang akan datang pada kalian dari Yaman, namanya Uwais. Dia tidak meninggalkan di Yaman selain ibunya. Dia dulu mengidap penyakit belang, lalu dia berdoa kepada Allah -Ta'ālā-, dan Allah menyembuhkannya kecuali bagian sebesar dinar atau dirham. Siapa yang di antara kalian bertemu dengannya, maka mintalah agar dia memohonkan ampunan untuk kalian'.”
Juga dalam riwayat Muslim lainnya, dari Umar -raḍiyallāhu 'anhu- dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, Sungguh, sebaik-baik tabiin adalah seseorang yang bernama Uwais. Dia memiliki seorang ibu, dan dia dulu pernah mengidap penyakit belang. Mintalah kepadanya supaya dia bersedia memohonkan ampunan untuk kalian!'”
Frasa "غَبراء النَّاس" (gubarā` an-nās), dengan memfatahkan "gain" dan mensukunkan "bā`", setelahnya ada mad, artinya: orang-orang fakir, tidak punya harta, dan tidak dikenal oleh orang-orang sepergaulannya. الأَمدادُ (al-amdād), bentuk jamak dari "مَدَدٍ" (madad), yaitu pasukan bantuan bagi kaum muslimin dalam jihad.
مَوْضِعَ دِرْهَمٍ (mauḍi' dirhamin): ukuran yang kecil seukuran dirham.
لَأبَرَّهُ (la`abarrahu): kalau dia bersumpah kepada Allah pada suatu urusan niscaya Allah akan mewujudkan sumpahnya.
1) Besarnya keutamaan Uwais bin 'Āmir Al-Qarniy -raḥimahullāh-; yaitu dia adalah sebaik-baik tabiin, sebagaimana Aṣ-Ṣiddīq Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- adalah sebaik-baik sahabat.
2) Boleh meminta doa kepada orang saleh, walaupun yang meminta lebih afdal dari tempatnya meminta doa, dan juga memanfaatkan doa orang yang diharapkan dikabulkan karena ilmu dan kesalehannya. Ini termasuk jenis tawasul yang dibenarkan oleh agama.
3) Berbakti kepada kedua orang tua adalah sebab terkabulnya doa serta adanya taufik Allah kepadanya.
4) Tawaduknya Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- serta antusiasmenya kepada kebaikan, padahal waktu itu dia adalah khalifah kaum muslimin. Semoga Allah merahmati dan meridai Ibnul-Khaṭṭāb. Dia telah mengalahkan orang yang datang setelahnya!
14/373- Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku meminta izin kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk melaksanakan umrah. Beliau pun memberiku izin dan bersabda, "Wahai Saudaraku! Janganlah engkau melupakan kami dalam doamu." Lantas beliau menyebutkan sebuah perkataan, aku tidak akan menukarnya dengan dunia."
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau bersabda, "Wahai Saudaraku! Sertakanlah kami dalam doamu!" (Hadis sahih; HR. Abu Daud dan Tirmizi, Tirmizi berkata, "Hadisnya hasan sahih") [6]
1) Doa seorang musafir sangat mustajab. Hendaklah orang yang beriman antusias mencari waktu-waktu mustajabnya doa.
2) Diperbolehkan meminta doa dari orang saleh, jika maksud orang yang minta adalah untuk memberi manfaat kepada orang yang berdoa, yaitu agar dia mendapatkan yang semisal dengan doanya. Ini berdasarkan hadis yang sahih bahwa orang yang berdoa untuk saudaranya maka malaikat berkata, "Bagimu yang semisalnya."
15/374- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhuma- meriwayatkan, "Dahulu, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa mengunjungi Masjid Qubā` dengan berkendara dan berjalan kaki, lalu salat dua rakaat di sana." (Muttafaq 'Alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa datang ke Masjid Qubā` setiap hari Sabtu dengan berkendara dan berjalan kaki. Dan dahulu Ibnu Umar pun melakukan hal itu."
قُبَاء (Qubā`): yaitu Masjid Qubā`, terletak di salah satu distrik Kota Madinah, kurang lebih sejauh 3 km dari Masjid Nabawi. Masjid inilah yang menjadi sebab turunnya ayat: "Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan salat di dalamnya."
1) Anjuran berkunjung ke Masjid Qubā` untuk meneladani perbuatan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
2) Antusiasme Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- untuk meneladani Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beginilah keadaan orang beriman yang mendapat taufik; dia akan berusaha untuk meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
Terdapat beberapa hadis tentang keutamaan Masjid Qubā`, di antaranya hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Umāmah, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang bersuci di rumahnya kemudian datang ke Masjid Qubā` lalu melakukan salat di dalamnya, maka dia akan mendapatkan semisal pahala umrah." (HR. Ahmad dengan sanad yang sahih)
Al-Ḥāfiẓ Ibnu Kaṡīr -raḥimahullāh- berkata dalam Tafsirnya,
"Allah menganjurkan kepada Nabi-Nya agar mengerjakan salat di Masjid Qubā` yang sejak hari pertama pembangunannya dibangun di atas ketakwaan... Oleh karena itu, Allah berfirman, Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan salat di dalamnya.' (QS. At-Taubah: 108). Konteks ayat ini berbicara tentang Masjid Qubā`... Bahkan sebagian salaf menegaskan bahwa maksudnya ialah Masjid Qubā`... Tetapi, disebutkan dalam hadis yang sahih: bahwa Masjid Rasulullah (Masjid Nabawi) yang ada di tengah Kota Madinah itulah masjid yang didirikan di atas ketakwaan. Ini benar. Namun, tidak ada kontradiksi antara ayat dan hadis ini. Karena, jika Masjid Qubā` didirikan di atas ketakwaan sejak hari pertama, maka Masjid Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lebih utama dan lebih pantas seperti itu."