Allah -Ta'ālā- berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulul-Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu." (QS. An-Nisā`: 59)
Ulul-Amri (para penguasa) terbagi menjadi dua: ulama dan umara.
- Adapun ulama, mereka adalah para pemimpin kaum muslimin dalam menjelaskan agama dan mengajarkannya kepada umat.
- Sedangkan umara, mereka adalah pemimpin kaum muslimin dalam menegakkan agama dan mewajibkan manusia tunduk kepadanya. Umara tidak akan bisa tegak kecuali dengan jalan ulama. Apabila mereka telah mengetahui agama, mereka menegakkannya kepada masyarakat, sehingga tegaklah maslahat pribadi dan umat dengan bimbingan Al-Qur`ān dan kekuatan atau kekuasaan; "Tetapi cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong." (QS. Al-Furqān: 31)
1) Ketaatan kepada penguasa mengikuti ketaatan kepada agama, bukan ketaatan yang berdiri sendiri. Adapun ketaatan kepada Allah dan ketaatan kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah ketaatan yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, dalam ayat tersebut kata kerja "taatilah" diulangi. Allah berfirman, "Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad)."
2) Di atas kekuasaan para penguasa terdapat hukum Allah Yang Mahatinggi lagi Mahamulia, sehingga apabila mereka memerintahkan sesuatu yang menyelisihinya maka tidak ada kewajiban untuk mendengar dan menaati mereka.
1/663- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Seorang muslim wajib untuk mendengar dan taat kepada penguasa pada perkara yang ia sukai dan benci, kecuali jika ia diperintahkan kepada maksiat. Apabila ia diperintahkan kepada maksiat, maka tidak ada kewajiban untuk mendengar dan taat." (Muttafaq 'Alaih)
2/664- Masih dari Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, dia berkata, "Ketika kami berbaiat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk mendengar dan taat kepada penguasa, beliau bersabda kepada kami, '(Hal itu) pada perkara yang kalian mampui.'" (Muttafaq 'Alaih)
1) Seorang muslim wajib mendengar dan menaati penguasa dalam perkara yang dia sukai dan benci, kecuali bila dia diperintahkan bermaksiat kepada Allah maka tidak ada ketaatan di dalamnya.
2) Salahnya prinsip orang yang mengatakan, "Kami tidak menaati penguasa kecuali pada perkara yang Allah perintahkan," karena dalam ajaran agama telah ditetapkan kewajiban menaati mereka di seluruh perkara selain maksiat sesuai kemampuan dan juga karena ketidaktaatan terhadap mereka biasanya menimbulkan kerusakan besar.
Perintah penguasa terbagi menjadi tiga:
Pertama: mereka memerintahkan apa yang diperintahkan oleh Allah; di sini mereka wajib ditaati dari dua sisi:
Sisi pertama: karena ini merupakan perkara yang diperintahkan oleh Allah. Sisi kedua: karena mereka diperintahkan dengan hal itu.
Kedua: mereka memerintahkan kemaksiatan kepada Allah; di sini tidak diperbolehkan mendengar dan menaati mereka dalam kemaksiatan ini, tetapi kita tetap menaati mereka dalam perkara yang lain.
Ketiga: ketika mereka memerintahkan perkara yang tidak mengandung perintah maupun larangan dari agama; mereka wajib ditaati karena ketaatan akan mendatangkan kebaikan, persatuan, dan rahmat.
3/665- Juga dari Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang yang menarik tangan dari ketaatan, kelak pada hari Kiamat dia akan bertemu Allah dalam keadaan tidak memiliki hujah. Siapa yang mati dalam keadaan tidak memiliki baiat di lehernya, maka dia mati dengan kematian jahiliah." (HR. Muslim)
Dalam riwayat Muslim yang lain disebutkan, "Siapa yang yang mati dalam kondisi meninggalkan jemaah umat Islam, sesungguhnya dia mati dengan kematian jahiliah." Kata "المِيتَة" (al-mītah), dengan mengkasrahkan "mīm".
1) Kewajiban untuk tetap bersama jemaah umat Islam, tidak membatalkan baiat kepada pemimpin mereka, serta keharaman memberontak kepada penguasa yang sah.
2) Besarnya kedudukan baiat disebabkan karena besarnya maslahat yang ada di dalamnya, dan peringatan keras dari membatalkannya disebabkan karena besarnya kerusakan yang terkandung di dalamnya.
4/666- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Dengar dan taatlah, walaupun orang yang dipercayakan untuk memimpin kalian adalah seorang hamba sahaya asal Ḥabasyah (Etiopia), yang kepalanya seperti kismis." (HR. Bukhari)
5/667- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Hendaklah engkau mendengar dan taat kepada pemimpin, baik dalam keadaan sulit atau lapang, baik dalam keadaan rida ataupun benci, dan saat ia lebih mengutamakan dirinya daripada hakmu." (HR. Muslim)
كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ: kepalanya seperti kismis, yaitu berambut keriting.
أَثرَةٍ عَلَيْكَ: lebih mengutamakan diri dalam perkara dunia dan tidak memberikan hak yang wajib.
1) Manusia wajib mendengar dan taat kepada penguasa tanpa melihat warna kulit dan etnisnya.
2) Istikamah di dalam mendengar dan taat walaupun dalam kondisi penguasa yang muslim tidak menunaikan hak rakyat, sehingga perihal penguasa lebih mementingkan dirinya tidak boleh menjadi penghalang dari mendengar dan taat kepada mereka.
6/668- Abdullah bin 'Amr -raḍiyallāhu 'anhuma- berkata, Dahulu kami sedang bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam suatu perjalanan, kemudian kami berhenti di satu tempat persinggahan; sebagian kami memperbaiki kemahnya, sebagian berlatih memanah, dan sebagian yang lain menggembalakan hewan kendaraannya. Tiba-tiba seorang penyeru utusan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berseru, "Aṣ-ṣalātu jāmi'ah (Mari salat berjemaah)!" Kemudian kami semua berkumpul menuju Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau bersabda, "Sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun sebelumku, melainkan dia wajib menunjukkan kepada umatnya kebaikan yang ia ketahui (bermanfaat) untuk mereka dan memperingatkan mereka dari keburukan yang ia ketahui (berbahaya) untuk mereka. Sesungguhnya keselamatan umat kalian ini diberikan di permulaannya, kemudian di akhirnya akan ditimpa ujian dan perkara-perkara yang kalian ingkari. Akan datang fitnah-fitnah sebagiannya meringankan yang lain. Satu fitnah datang, dan orang mukmin berkata, 'Inilah sebab kebinasaanku.' Kemudian fitnah itu lenyap. Setelahnya fitnah lain datang, lalu orang mukmin berkata, 'Inilah sebab kebinasaanku.' Siapa yang yang ingin dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, hendaklah kematian datang kepadanya sedangkan dia beriman kepada Allah dan hari akhir dan agar dia memperlakukan manusia sebagaimana dia berharap diperlakukan. Siapa yang yang membaiat seorang imam, lalu memberikan uluran jabat tangannya dan buah hatinya, hendaklak dia taat kepadanya bila mampu. Jika ada orang lain yang berusaha merebut kekuasaannya, maka tebaslah batang leher orang yang terakhir ini!" (HR. Muslim)
Perkataan Abdullah bin 'Amr: "يَنْتَضِلُ" (yantaḍil), artinya: berlatih memanah. الجَشَرُ (al-jasyar), dengan memfatahkan "jīm" dan "syīn", setelahnya "rā`", yaitu: hewan yang mencari rumput dan menginap di tempatnya (tidak pulang). Perkataan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: "يُرَقِّقُ بعضُهَا بَعْضاً", artinya: sebagiannya menjadikan yang lain terasa ringan; maksudnya: menjadikannya ringan karena yang setelahnya lebih berat, sehingga fitnah yang kedua menjadikan yang pertama terasa ringan. Sebagian berkata, maksudnya bahwa sebagiannya memancing untuk melakukan yang lain dengan mempercantik dan memperdayanya. Yang lain mengatakan, maksudnya bahwa sebagiannya mirip dengan yang lain.
خِباءَه (khibā`ahu): tempat berlindung seseorang yang terbuat dari bulu unta, bulu kambing, atau bulu domba.
فَأعطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ: memberikan jabat tangan. Dahulu, hal ini merupakan kebiasaan bangsa Arab ketika melakukan jual beli, kemudian digunakan dalam akad baiat.
1) Menjelaskan prinsip para nabi dan rasul -'alaihimuṣ-ṣalātu was-salām- dalam hal antusias untuk membimbing umat mereka kepada kebaikan serta memberi nasihat kepada kaum mereka. Demikian juga para ulama dan penuntut ilmu, mereka wajib menjelaskan dan menganjurkan kebaikan kepada manusia serta menjelaskan dan mengingatkan keburukan terhadap mereka.
2) Seorang mukmin wajib bersabar, mengharapkan pahala, senantiasa kembali kepada Allah -'Azza wa Jalla-, dan memohon perlindungan kepada-Nya ketika berada di masa fitnah.
3) Kewajiban taat kepada penguasa serta memerangi kelompok yang memberontak kepada pemimpin yang sah demi menjaga persatuan umat Islam dan tidak memecah belah kalimat mereka.
7/669- Abu Hunaidah Wā`il bin Ḥujr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Salamah bin Yazīd Al-Ju‘fiy pernah bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dia berkata, “Wahai Nabi Allah! Kabarkanlah kepada kami, jika kami dipimpin oleh para pemimpin yang menuntut kepada kami hak mereka tetapi mereka tidak menunaikan hak kami, apakah yang engkau perintahkan kepada kami?” Namun beliau berpaling darinya. Lalu dia bertanya (lagi) kepada beliau, maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, "Dengar dan taatlah! Mereka bertanggung jawab terhadap semua kewajiban yang dibebankan kepada mereka, dan kalian hanya bertanggung jawab dengan kewajiban yang kalian dibebani padanya." (HR. Muslim)
8/670- Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya akan ada sepeninggalku penguasa-penguasa yang mementingkan dirinya serta perkara-perkara yang kalian ingkari." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Apa yang engkau perintahkan kepada yang mendapatkan hal itu di antara kami?" Beliau menjawab, "Tunaikanlah hak yang menjadi kewajiban kalian dan mohonlah kepada Allah apa yang menjadi hak kalian." (Muttafaq 'Alaih)
1) Setiap orang bertanggung jawab terhadap amalnya sendiri dan akan dihukum karena kelalaiannya. Sehingga kesalahan tidak dihadapi dengan kesalahan semisalnya, yaitu dalam hal ini kelalaian penguasa muslim dalam kewajiban mereka tidak melegalkan bagi rakyat untuk melalaikan kewajibannya!
2) Berita dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang apa yang akan diperbuat oleh para pemimpin dan penguasa berupa perkara-perkara mungkar dalam agama Allah, sehingga kita wajib menasihati mereka serta bersabar atas perbuatan buruk mereka.
3) Tidaklah kemungkaran yang dilakukan oleh para penguasa kecuali sebagai potret perbuatan rakyat mereka; karena "seperti apa kalian, seperti itulah kalian diberi penguasa"; "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd: 11)
9/671- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang menaatiku, sungguh dia telah menaati Allah. Namun siapa yang mendurhakaiku, sungguh dia telah mendurhakai Allah. Siapa yang menaati pemimpinnya, maka dia telah menaatiku. Namun siapa yang mendurhakai pemimpinnya, maka dia telah mendurhakaiku." (Muttafaq 'Alaih)
1) Ketaatan kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah -'Azza wa Jalla-, sehingga apabila beliau memerintahkan sesuatu maka itu adalah syariat dari Allah -Tabarāka wa Ta'ālā-.
2) Ketaatan kepada penguasa muslim merupakan bagian dari ketaatan kepada agama, sehingga ketaatan kepada mereka hukumnya wajib kecuali dalam perkara kemaksiatan kepada Allah. Ketaatan kepada mereka dalam hal yang makruf adalah ibadah kepada Allah yang akan mendatangkan pahala bagi seorang hamba.
10/672- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang tidak menyukai sesuatu pada pemimpinnya hendaklah ia bersabar, sebab orang yang keluar sejengkal dari ketaatan kepada penguasa, maka dia mati dengan kematian jahiliah." (Muttafaq 'Alaih)
1) Siapa yang keluar dari barisan jemaah umat Islam maka hatinya sangat dekat dari penyimpangan, sehingga maksiat tersebut akan menjadi sebab kesesatannya, lalu dia mati dengan kematian jahiliah, karena masyarakat jahiliah tidak memiliki imam maupun amir yang menyatukan mereka di atas ketaatan.
2) Tidak diperbolehkan membatalkan baiat yang telah diberikan kepada penguasa, dan kita tidak diperbolehkan berbicara di tengah masyarakat dengan sesuatu yang menyulut kebencian dan kemarahan kepada mereka, karena keburukan tidak dilawan dengan keburukan, tetapi lawanlah keburukan dengan kebaikan dan kesabaran, dan ujung dari kesabaran pasti terpuji.
11/673- Abu Bakrah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang menghina penguasa, pasti Allah menghinakannya." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")
Di tema bab ini terdapat banyak sekali hadis yang ada dalam Aṣ-Ṣaḥīḥ, sebagiannya telah disebtukan pada beberapa bab sebelumnya.
1) Orang yang menghina penguasa muslim dengan menyebarkan kekurangannya di tengah masyarakat, mencela dan mempermalukannya, maka dia terancam akan dihinakan oleh Allah -'Azza wa Jalla-, karena balasan yang didapat akan setimpal dengan perbuatan.
2) Menghina penguasa muslim akan menyebabkan wibawanya lemah, selanjutkan akan menyebabkan lemahnya penghormatan terhadap ajaran syariat, karena mengamalkan ajaran syariat adalah wujud mengukuhkan perkara-perkara yang disyariatkan, termasuk ketaatan kepada penguasa.