Allah -Ta'ālā- berfirman, "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan mauizah yang baik." (QS. An-Naḥl: 125)
Makna mauizah adalah menyampaikan hukum-hukum agama disertai dengan penyebutan motivasi dan ancaman. Sebaik-baik mauizah adalah dengan wahyu yang diturunkan, yaitu Al-Qur`ān dan Sunnah, karena di dalamnya terangkum semua kebaikan. Tetapi orang yang memberi mauizah harus melakukannya secara pertengahan supaya tidak mengakibatkan manusia merasa bosan dan jemu terhadap nasihat yang dia sampaikan, karena jiwa jika telah bosan akan menjadi berat dan lelah.
1) Berdakwah kepada agama Allah dengan hikmah; yaitu dengan menempatkan semua urusan pada tempatnya, di waktu yang tepat, dengan kalimat yang tepat, dan pada tempat yang tepat.
2) Buatlah dakwahmu disertai dengan mauizah dan nasihat yang baik dari sisi pilihan kata dan bahasa, dan berargumentasi dengan wahyu yang diturunkan; karena sebaik-baik ucapan adalah nukilan firman Allah dan sabda Rasul-Nya.
1/699- Abu Wā`il Syaqīq bin Salamah -raḥimahullāhu- berkata, Dahulu Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- biasa menasihati kami setiap hari Kamis. Lalu seorang laki-laki berkata kepadanya, "Wahai Abu Abdurrahman! Sungguh aku sangat menginginkan engkau menasihati kami setiap hari." Dia pun berkata, "Sesungguhnya yang mencegahku untuk melakukan hal tersebut adalah karena aku tidak ingin membuat kalian merasa bosan, sehingga aku memilih untuk menyampaikan nasihat kepada kalian secara berkala, sebagaimana Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dahulu menyampaikannya kepada kami dengan cara demikian karena khawatir kami merasa bosan." (Muttafaq 'Alaih)
يَتَخَوَّلنا (yatakhawwalunā): memilih waktu kami.
1) Anjuran untuk meringankan nasihat karena khawatir hadirin akan merasa bosan dan jemu, karena amal saleh yang paling Allah cintai adalah yang berkelanjutan walaupun sedikit.
2) Diwasiatkan kepada semua pemberi nasihat supaya tidak mengabulkan semua permintaan yang diarahkan kepadanya, melainkan dia harus memberi nasihat menurut ukuran yang tepat pada setiap perkara, karena dia melihat dengan ilmunya sementara orang awam bersikap dengan dorongan emosi dan perasaan, sehingga ia harus memberi mereka nasihat yang menurutnya lebih bermanfaat bagi mereka, bukan nasihat yang mereka minta.
2/700- Abul-Yaqẓān 'Ammār bin Yāsir -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya panjang salat seseorang dan ringkas khotbahnya adalah tanda kefakihannya, maka panjangkanlah salat kalian dan ringkaskanlah khotbah." (HR. Muslim)
مَئِنَّةٌ (ma`innah), dengan "mīm" yang fatah, kemudian hamzah yang kasrah, setelahnya "nūn" bertasydid, artinya: tanda yang menunjukkan kefakihannya.
1) Seorang dai tidak boleh menyampaikan nasihat yang terlalu panjang, tetapi dia harus menyampaikan nasihat seukuran yang akan mewujudkan tujuan; karena sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
2) Di antara petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam melaksanakan salat Jumat adalah agar salatnya lebih panjang dari khotbah.
3/701- Mu'āwiyah bin Al-Ḥakam As-Sulamiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ketika aku salat bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, tiba-tiba salah seorang jemaah bersin, maka aku mengatakan, "Yarḥamukallāh (semoga Allah merahmatimu)." Maka orang-orang memandangiku dengan mata mereka. Aku berkata, "Sungguh celaka! Kenapa kalian memandangiku?" Lantas mereka memukul-mukulkan tangan mereka ke paha. Ketika aku mengerti mereka menyuruhku diam, maka aku hanya diam. Setelah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- selesai mengerjakan salat, aku tidak pernah melihat seorang guru sebelum dan sesudah beliau yang lebih bagus cara mengajarnya dibanding beliau. Sungguh, ayah dan ibuku menjadi tebusan diri beliau. Demi Allah! Beliau tidak menghardikku, tidak memukulku, tidak pula mecaciku. Beliau hanya bersabda, "Sesungguhnya salat ini tidak diperbolehkan di dalamnya sedikit pun ucapan kepada manusia. Sesungguhnya salat itu hanyalah tasbih, takbir, dan bacaan Al-Qur`ān." Atau sebagaimana yang disabdakan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Aku baru saja meninggalkan kejahiliahan dan Allah telah mendatangkan Islam. Sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang mendatangi para dukun." Beliau bersabda, "Jangan mendatangi mereka!" Aku berkata lagi, "Sebagian kami ada orang-orang yang melakukan taṭayyur." Beliau bersabda, "Itu adalah perasaan yang mereka dapatkan dalam dada mereka, maka janganlah hal itu sampai menghalangi mereka." (HR. Muslim)
الثُكْلُ (aṡ-ṡuklu), dengan mendamahkan "ṡā`", artinya: musibah berat. ما كَهَرَني (mā kaharanī): beliau tidak menghardikku.
يتَطيّرونَ (yataṭayyarūn): mereka melakukan taṭayyur (menganggap adanya kesialan dengan sekadar melihat, atau mendengar sesuatu).
1) Melakukan gerakan yang sedikit di dalam salat tidak membatalkannya, karena para sahabat memukul-mukulkan tangan di paha mereka sendiri dan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak mengingkari perbuatan mereka itu.
2) Indahnya pengajaran Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu beliau mengajar dengan kelembutan dan kesantunan, sehingga seseorang harus menempatkan manusia pada kedudukan mereka.
3) Para penceramah dan pengajar harus mengikuti metode Nabi dalam menasihati orang yang jahil.
Tersebar di sebagian kalangan bahwa tiga gerakan dapat membatalkan salat. Pendapat yang mutlak seperti ini adalah pendapat yang salah. Tetapi, orang yang salat harus mengerti rincian hukum gerakan dalam salat, yaitu:
1) Gerakan yang membatalkan; yaitu gerakan yang banyak dan berkelanjutan tanpa adanya kebutuhan darurat, sampai-sampai orang yang melihat mengira bahwa orang tersebut tidak sedang salat, seperti mengeluarkan dompet kemudian mengeceknya dan mengembalikannya!
2) Gerakan yang makruh; yaitu gerakan yang sedikit tanpa dibutuhkan, seperti membalik jam.
3) Gerakan yang mubah; yaitu gerakan yang sedikit dan diperlukan, seperti mengusir lalat yang hinggap di muka.
4) Gerakan yang dianjurkan atau diperintahkan; seperti gerakan maju dan mundur untuk kepentingan salat, meluruskan saf yang bengkok, atau mengisi tempat kosong di saf yang lebih depan. Wallāhu a'lam.
Keadaan orang yang datang kepada dukun terbagi menjadi tiga:
Pertama: datang dan bertanya kepadanya, tetapi tidak membenarkannya; orang yang mengerjakan seperti ini salatnya tidak diterima selama empat puluh hari. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang datang kepada dukun lalu bertanya sesuatu kepadanya, salatnya tidak diterima selama empat puluh malam." (HR. Muslim)
Kedua: datang dan bertanya kepadanya serta membenarkannya; perbuatan ini hukumnya kufur, berdasarkan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: "Siapa yang datang kepada peramal atau dukun lalu membenarkan apa yang diucapkannya, dia telah kafir kepada apa yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad." (HR. Ahmad)
Ketiga: datang dan bertanya kepadanya untuk mendustakannya; yaitu dia bertanya untuk mengujinya lalu mempermalukan dan membuka kebohongannya kepada manusia. Ini hukumnya boleh, bahkan terpuji dan diperintahkan karena di dalamnya terkandung usaha membinasakan kebatilan.
4/702- Al-'Irbāḍ bin Sāriyah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah menasihati kami dengan nasihat yang dalam, menggetarkan hati, dan membuat mata berlinang..." Hadis ini telah disebutkan secara lengkap dalam Bab Perintah Menjaga Sunnah. Kami juga telah sebutkan bahwa Imam Tirmizi berkata tentang derajat hadisnya ini, "Hadis hasan sahih."
1) Menjelaskan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam memperpendek durasi nasihat.
2) Membayangkan hati para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dan menghayati manisnya keimanan dalam hati mereka; yaitu mereka langsung tergugah dengan nasihat yang disampaikan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.