Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah tidurmu pada waktu malam dan siang hari." (QS. Ar-Rūm: 23)
Mimpi terbagi menjadi tiga:
Pertama: mimpi yang baik; ketika seseorang melihat mimpi yang dia sukai, maka hendaknya dia menceritakannya kepada orang yang dia sukai, karena ia adalah kabar gembira dari Allah -'Azza wa Jalla-.
Kedua: mimpi yang buruk; mimpi ini berasal dari setan.
Ketiga: mimpi yang tidak memiliki tafsir tertentu; mimpi ini berasal dari pikiran hati atau gangguan setan dalam tidur, atau sebab-sebab lainnya.
1/838- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidak ada yang tersisa dari kenabian selain pembawa berita gembira." Para sahabat bertanya, "Apa pembawa berita gembira itu?" Beliau bersabda, "Mimpi yang baik." (HR. Bukhari)
1) Mimpi yang baik tidak dilihat kecuali oleh orang yang beriman, dan terkadang dia dilihatkan oleh orang lain dalam mimpi. Mimpi ini adalah pemuliaan dari Allah bagi hamba-Nya dan termasuk kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin.
2) Mimpi yang baik adalah bentuk pengukuhan dan pemuliaan, dan tidak memiliki konsekuensi pembebanan syariat.
2/839- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda, "Apabila telah dekat waktunya (kiamat), hampir tidak ada mimpi seorang mukmin yang dusta. Mimpi seorang mukmin itu satu dari 46 bagian kenabian." (Muttafaq 'Alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan, "Orang yang paling benar mimpinya adalah orang yang paling jujur bicaranya."
1) Jika kiamat telah dekat dan kebanyakan ilmu telah diangkat, maka manusia diberikan ganti dengan mimpi baik.
2) Orang yang banyak kejujurannya maka hatinya akan bersinar, pemahamannya akan kuat, dan hal itu akan terbawa ke dalam tidurnya sehingga dia tidak melihat kecuali mimpi yang benar.
3/840- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang melihatku dalam mimpi maka dia akan melihatku dalam keadaan sadar -atau seakan-akan dia telah melihatku dalam keadaan sadar- karena setan tidak bisa menyerupakan diri denganku." (Muttafaq 'Alaih)
1) Setan tidak akan mampu menampakkan diri dalam wujud Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- agar tidak dijadikan senjata untuk berdusta atas nama beliau lewat mimpi.
2) Yang dimaksud dengan melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam mimpi yaitu melihat beliau sesuai ciri-ciri diri beliau yang diketahui dan disebutkan dalam kitab-kitab Asy-Syamā`il Al-Muḥammadiyyah (yaitu kitab-kitab yang memuat penjelasan sifat-sifat beliau).
3) Mimpi melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- merupakan tanda kesahihan mimpi; bahwa mimpi tersebut benar, jika sesuai dengan ciri-ciri yang diketahui dan disebutkan dalam kitab-kitab As-Sīrah An-Nabawiyyah (biografi Nabi).
4/841- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia telah mendengar Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Jika salah seorang dari kalian melihat dalam mimpinya sesuatu yang dia sukai, maka sesungguhnya hal itu dari Allah -Ta’ālā-, sebab itu hendaklah dia memuji Allah dan hendaklah dia menceritakannya -dan di dalam sebuah riwayat disebutkan: Maka janganlah ia menceritakannya kecuali kepada orang yang ia sukai-. Dan apabila dia melihat dalam mimpinya suatu yang tidak sukainya, maka hal itu bersumber dari setan, sebab itu hendaklah dia memohon perlindungan dari keburukannya serta janganlah dia menceritakannya kepada seorang pun karena hal itu tidak akan membahayakannya." (Muttafaq 'Alaih)
5/842- Abu Qatādah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Mimpi yang baik -di sebagian riwayat: mimpi yang bagus- berasal dari Allah, sedangkan mimpi yang buruk berasal dari setan. Oleh karena itu, siapa yang melihat dalam mimpinya sesuatu yang dia benci hendaklah meludah ke kiri sebanyak tiga kali dan memohon perlindungan dari setan, karena mimpi itu tidak akan membahayakannya." (Muttafaq 'Alaih)
النَّفْثُ (an-nafṡ): tiupan (meludah) ringan yang tidak disertai air liur.
6/843- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Jika salah seorang kalian melihat mimpi yang dia benci, hendaklah dia meludah ke samping kirinya sebanyak tiga kali dan memohon perlindungan kepada Allah dari setan sebanyak tiga kali, kemudian membalik posisi tidurnya." (HR. Muslim)
1) Al-Ḥulum (mimpi buruk) adalah mimpi yang tidak disukai dan yang membuat gelisah, dan itu berasal dari setan. Sedangkan Ar-Ru`yā Aṣ-Ṣāliḥah (mimpi baik) adalah kabar gembira bagi orang beriman, dan itu berasal dari Allah Yang Maha Pengasih.
2) Mimpi yang buruk tidak akan membahayakan seorang hamba jika dia mengerjakan beberapa hal; meniup atau meludah ke kiri sebanyak tiga kali, memohon perlindungan kepada Allah dari setan dan dari keburukan mimpi yang dia lihat sebanyak tiga kali, membalik badan ke sisi lain, jika dalam keadaan segar agar dia bangun lalu berwudu dan salat, tidak mengabarkannya kepada siapa pun, dan tidak berusaha menafsirkannya. Jika dia melakukan semua itu, maka mimpi tersebut tidak akan membahayakannya dengan izin Allah -Ta'ālā-.
7/844- Abul-Asqa' Wāṡilah bin Al-Asqa' -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Di antara kedustaan paling besar adalah seseorang menisbahkan diri kepada selain bapaknya, atau mengaku melihat mimpi yang tidak pernah dilihat, atau berdusta atas nama Rasulullah apa yang tidak pernah beliau ucapkan." (HR. Bukhari)
الفِرَىٰ (al-firā), bentuk jamak dari "فِرية" (firyah), yaitu kebohongan yang besar.
1) Berdusta dalam hal mimpi adalah kedustaan atas nama Allah, dan itu termasuk dosa besar, karena berdusta atas nama Allah -Ta'ālā- tidak sama seperti berdusta atas nama makhluk.
2) Diharamkan berdusta atas nama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena hal itu akan kembali kepada berdusta atas nama Allah, karena Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak berbicara kecuali berdasarkan wahyu.
3) Orang yang berdusta di dalam mimpinya dan mengklaim mimpi yang tidak pernah dilihatnya, ini termasuk kebohongan paling besar yang diharamkan. Oleh karena itu, hendaklah seorang mukmin bersungguh-sungguh untuk berusaha jujur, karena kejujuran adalah jalan keselamatan, dan juga bersungguh-sungguh menjauhi kedustaan karena kedustaan adalah sebab kebinasaan.