1/946- Abu 'Amr -ada yang mengatakan: Abu Abdillāh, yang lain mengatakan: Abu Lailā- Uṡmān bin 'Affān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Apabila Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah selesai menguburkan jenazah, beliau berdiri di kuburnya dan bersabda, "Mintakanlah ampunan untuk saudara kalian, dan mohonkanlah keteguhan untuknya, karena sesungguhnya sekarang dia sedang ditanya." (HR. Abu Daud)
1) Petunjuk Sunnah dalam menguburkan jenazah, yaitu memohonkan ampunan dan keteguhan untuknya dalam menjawab pertanyaan dua malaikat.
2) Dahsyatnya fitnah kubur, yaitu pertanyaan dua malaikat, sehingga orang yang meninggal sangat membutuhkan doa saudara-saudaranya agar diberikan keteguhan.
Sabda Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Sesungguhnya sekarang dia sedang ditanya," merupakan informasi dari beliau. Beliau tahu -berdasarkan wahyu dari Allah- bahwa laki-laki tersebut sedang ditanya sewaktu beliau selesai menguburkannya. Adapun di masa kita sekarang, orang yang memberi nasihat tidak boleh mengatakan, "Sesungguhnya sekarang dia sedang ditanya." Karena dia tidak tahu apakah sekarang dia sedang ditanya ataukah tidak? Tetapi dia cukup mengatakan, "Mintakanlah ampunan untuk saudara kalian, dan mohonkanlah keteguhan untuknya."
2/947- 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Bila kalian telah menguburku, maka berdirilah di sekitar kuburku seukuran waktu untuk menyembelih unta dan membagikan dagingnya, agar aku merasa nyaman dengan keberadaan kalian dan aku melihat jawaban apa yang aku berikan kepada utusan-utusan Tuhanku." (HR. Muslim) Hadis ini telah disebutkan sebelumnya secara lengkap.
Imam Asy-Syāfi'iy -raḥimahullāh- berkata, "Dianjurkan membaca sebagian Al-Qur`ān di sisi kubur, dan jika mereka mengkhatamkan Al-Qur`ān di sisinya, maka itu bagus."
Aṡar yang diriwayatkan dari 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhu- ini yang merupakan wasiat kepada sahabat-sahabatnya apabila mereka telah memakamkannya mereka berdiri sejenak di sekitar kuburnya agar dia merasa nyaman dengan doa mereka untuk menjawab pertanyaan dua malaikat adalah murni dari ijtihadnya sendiri. Adapun petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang merupakan petunjuk yang paling sempurna, tidak ada amalan berdiri ataupun duduk di kubur setelah pemakaman, dan beliau pun tidak pernah memerintahkan hal itu kepada sahabat-sahabatnya. Seandainya hal itu baik, beliau pasti mengerjakannya atau mengarahkannya, karena tidak ada satu kebaikan pun, melainkan telah beliau tunjukkan umat kepadanya.
Adapun aṡar yang dinukil dari Imam Asy-Syāfi'iy -raḥimahullāh-, maka itu adalah penisbahan yang salah kepada beliau, ia tidak pernah sahih dari Imam Asy-Syāfi'iy. Karena yang benar dari beliau dalam masalah membaca Al-Qur`ān dan mengkhatamkannya di kubur atau kepada orang meninggal adalah bahwa hal itu tidak disunahkan. Ibnu Kaṡīr telah menceritakan hal itu ketika menafsirkan firman Allah -Ta'ālā-, "Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya." Ibnu Kaṡīr berkata, "Dari ayat yang mulia ini, Asy-Syāfi'iy -raḥimahullāh- dan orang-orang yang mengikutinya menyimpulkan bahwa hadiah pahala bacaan Al-Qur`ān tidak sampai kepada orang mati karena tidak masuk dalam perbuatan maupun usaha mereka. Oleh karena itu, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah menganjurkan umat beliau untuk melakukannya, tidak juga mengarahkan mereka baik secara nas maupun isyarat, dan tidak pernah dinukil dari seorang pun dari kalangan sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-. Seandainya hal itu baik, niscaya mereka telah mendahului kita mengerjakannya. Masalah ibadah hanya dicukupkan dengan nas dan tidak dipergunakan di dalamnya berbagai macam kias dan logika. Adapun doa dan sedekah untuk orang yang wafat, maka sampainya pahalanya kepadanya telah disepakati para ulama serta memiliki nas dari agama."
Penulis buku ini, Syekh An-Nawawiy -raḥimahullāh- telah berkata dalam Al-Majmū' Syarḥ Al-Muhażżab dalam fikih Mazhab Syafii (5/294), "Hal itu telah disepakati oleh Al-Aṣḥāb (ulama-ulama mujtahid dalam Mazhab Syafii), Mereka mengatakan, 'Dianjurkan membaca sebagian Al-Qur`ān di sisi kubur. Dan jika mereka mengkhatamkan Al-Qur`ān, maka hal itu lebih utama."
Ucapan ini dinisbahkan kepada ulama-ulama mujtahid mazhab, bukan kepada Imam Asy-Syāfi'iy. Oleh karena itu, maka penisbahan ucapan ini kepada Imam Asy-Syāfi'iy adalah kealpaan yang dilakukan oleh penulis. Semoga Allah -Ta'ālā- merahmati dan mengampuni beliau.