Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, 'Ya Tuhan kami! Ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami.'" (QS. Al-Ḥasyr: 10)
Mendoakan orang beriman secara umum termasuk hak kaum muslimin satu sama lain, dan orang yang paling utama didoakan adalah sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Maka, apabila Anda melihat seseorang mengucapkan taraḍḍī (kalimat raḍiyallāhu 'anhu) untuk para sahabat, memohonkan mereka ampunan dan mencintai mereka, ketahuilah bahwa dia adalah pengikut Sunnah dan berada di atas petunjuk yang lurus. Akan tetapi, jika dia membenci mereka atau menyebut mereka dengan keburukan, maka dia adalah ahli bidah dan kesesatan, bukan pengikut Sunnah, karena para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- adalah perantara dalam menukil ajaran agama dan menyampaikannya kepada umat. Sehingga, jika ada seseorang yang mencela perantara agama, berarti dia telah mencela agama itu sendiri.
1/948- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Ibuku meninggal mendadak. Aku melihatnya, seandainya dia sempat berbicara, dia akan bersedekah. Apakah dia mendapat pahala jika aku bersedekah atas namanya?" Beliau menjawab, "Ya." (Muttafaq 'Alaih)
افْتُلِتَتْ نَفْسُها: dia meninggal mendadak.
1) Disyariatkannya bersedekah atas nama orang yang telah wafat dan segera menunaikannya supaya ia mendapat manfaat dengan pahalanya di alam kubur.
2) Bersedekah atas nama salah satu orang tua termasuk bentuk bakti kepadanya setelah meninggal dunia.
3) Di antara kabar gembira yang disegerakan bagi orang beriman ialah ketika amalnya tidak terhenti dengan kematiannya, dan adanya anak saleh sepeninggalnya adalah pintu kebaikan yang terus-menerus berbuah pahala.
4) Antusias para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk beramal berdasarkan nas dan membatasi diri dengan petunjuk Nabi, sebagaimana sahabat yang mulia ini tidak serta-merta bersedekah -walaupun di dalamnya terkandung maslahat- sebelum bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
2/949- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Apabila manusia meninggal dunia maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara: sedekah yang mengalir, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak saleh yang mendokannya.” (HR. Muslim)
1) Di antara bentuk rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya yang beriman yaitu Allah meneruskan pahala amal perbuatan yang mereka cetuskan untuk mereka sendiri.
2) Bersungguh-sungguh dalam mengupayakan kesalehan anak, karena kesalehan mereka akan mendatangkan kebaikan untuk mereka dan untuk orang tuanya, yaitu mereka akan mendoakan mereka setelah meninggal dunia.
3) Ilmu yang bermanfaat adalah sebaik-baik warisan yang ditinggalkan oleh orang wafat, karena dia akan kekal sampai waktu yang Allah kehendaki. Sedekah jariah kadang terhenti dan anak saleh kadang mati, sedangkan ilmu yang diwariskan tidak akan sebanding dengan apa pun bagi orang yang tulus niatnya. Sebagian ulama memberikan ungkapan: "Ilmu adalah anak yang kekal."
Imam An-Nawawiy -raḥimahullāh- berkata, "Para ulama menjelaskan, makna hadis ini adalah bahwa amal orang yang mati akan terhenti dengan kematiannya dan terhenti juga pembaharuan pahalanya kecuali pada tiga perkara ini dikarenakan dia telah menjadi penyebabnya. Anak saleh bagian dari hasil usahanya, demikian juga ilmu yang dia wariskan lewat mengajar dan menulis, dan sedekah jariah berupa wakaf. Di dalamnya terkandung keutamaan menikah dengan niat melahirkan anak saleh. Di dalamnya juga terkandung dalil kesahihan wakaf dan keagungan pahalanya, penjelasan keutamaan ilmu, anjuran memperbanyaknya dan mewariskannya lewat mengajar, menulis, dan menjelaskannya, serta penjelasan bahwa setiap orang harus memilih di antara ilmu yang paling bermanfaat secara berurutan." (Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim)
As-Subkiy -raḥimahullāhu- berkata, "Menulis (buku keilmuan) lebih kuat karena bertahan lama sepanjang zaman." (Faiḍul-Qadīr Syarḥ Al-Jāmi' Aṣ-Ṣagīr)