Terjemahan yang Berlaku English عربي

14- BAB SEDERHANA DALAM KETAATAN

Allah -Ta'ālā- berfirman, "Ṭā hā. Kami tidak menurunkan Al-Qur`ān ini kepadamu (Muhammad), agar engkau menjadi susah." (QS. Ṭāhā: 1-2) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." (QS. Al-Baqarah: 185)

Pelajaran dari Ayat:

1) Agama Islam dibangun di atas dasar memberi kemudahan dan menghilangkan kesulitan dari hamba.

2) Anjuran bersikap sederhana, yaitu pertengahan antara sikap guluw (berlebihan) dan sikap tafrīṭ (meremehkan).

1/142- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- masuk menemuinya, sementara ada seorang perempuan bersamanya. Beliau bertanya, "Siapakah ini?" Aisyah menjawab, "Ini si polan. Dia menceritakan banyak salatnya." Beliau bersabda, "Tinggalkanlah. Lakukanlah ibadah yang kalian mampu. Demi Allah, Allah tidak akan bosan meskipun kalian sendiri bosan." Dan dahulu, ibadah yang paling beliau sukai adalah yang dikerjakan secara rutin dan kontinu. (Muttafaq 'Alaih)

مَهْ (mah) adalah kata larangan. "Allah tidak bosan" maksudnya Allah tidak akan menghentikan pahala-Nya dan balasan perbuatan kalian, yaitu Dia tidak memperlakukan kalian seperti sikap orang yang bosan, hingga kalian sendiri yang bosan dan meninggalkannya. Seharusnya kalian melakukan apa yang kalian mampu rutinkan, agar pahala dan keutamaannya tetap mengalir kepada kalian.

Pelajaran dari Hadis:

1) Petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- agar mengerjakan amal saleh secara kontinu sekalipun sedikit.

2) Wasiat kepada hamba-hamba Allah agar bersikap pertengahan dan tidak memaksakan diri, yaitu dengan melakukan ibadah secara sederhana, agar bisa berkelanjutan, karena amal ibadah yang paling Allah cintai adalah yang berkelanjutan walaupun sedikit.

2/143- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- mengisahkan, "Tiga orang laki-laki datang ke rumah istri-istri Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menanyakan tentang ibadah beliau. Ketika mereka telah dikabari, sepertinya mereka menganggap (ibadah mereka) sedikit. Mereka berkata, "Siapa kita ini dibanding Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-? Beliau telah diampuni dosanya yang telah lalu dan yang akan datang." Salah satu mereka berkata, "Adapun aku, aku akan salat malam selamanya." Yang kedua berkata, "Aku akan berpuasa setiap hari, tidak akan berbuka." Yang ketiga berkata, "Aku akan menjauhi perempuan, tidak akan menikah selamanya." Lantas Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mendatangi mereka seraya bersabda, "Kaliankah yang telah mengatakan begini dan begini? Ketahuilah! Demi Allah, sungguh aku orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian. Tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku salat malam dan tidur, dan aku menikahi perempuan. Siapa yang tidak suka dengan Sunnahku maka dia bukan dari golonganku." (Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

رَهْطٍ (rahṭ): sekelompok laki-laki di bawah sepuluh orang, tidak ada perempuan di dalamnya.

تَقَالّوهَا (taqāllūhā): mereka memandangnya sedikit.

أَرْقُدُ (arqudu): aku tidur.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sederhana dalam beribadah termasuk Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Wasiat Nabi untuk memperhatikan semua hak; yakni hamba itu sendiri memiliki hak yang harus ditunaikan, keluarganya memiliki hak yang harus dia tunaikan, dan istrinya juga memiliki hak yang wajib dia tunaikan. Orang yang diberi taufik adalah yang memberi hak kepada semua orang yang memiliki hak.

3) Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Orang yang berbahagia adalah yang dibimbing untuk mengikuti Sunnah beliau, sehingga dia hidup dan mati di atas petunjuk Nabi. Sebaliknya, orang yang sengsara adalah yang dihalangi dari Sunnah beliau lantaran kejahilannya atau karena hawa nafsu dalam dirinya, sehingga dia hidup sementara urusannya terbengkalai.

Faedah Tambahan:

An-Nawawiy -raḥimahullāh- berkata, "Dekat dan takut kepada Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- harus sesuai dengan yang diperintahkan, bukan dengan khayalan dan memaksakan diri melakukan amalan-amalan yang tidak pernah diperintahkan."

(Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim)

3/144- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan." Beliau mengucapkannya tiga kali. (HR. Muslim)

الْمُتَنَطِّعُونَ (al-mutanaṭṭi'ūn) artinya orang-orang yang berlebihan dan memaksakan diri bukan pada tempatnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan mempersulit diri dalam masalah agama, karena akan mengakibatkan kerusakan dan kerugian di dunia dan akhirat.

2) Wasiat agar tidak mencari perkara-perkara rumit yang tidak memiliki faedah, sebaliknya hanya mencari yang bermanfaat bagi hamba di dunia dan akhirat.

4/145- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Sesungguhnya agama ini mudah. Tidaklah seseorang berlebih-lebihan dalam urusan agama melainkan dia akan kalah. Maka, hendaklah kalian melakukan yang seharusnya atau berusahalah mendekati, dan bergembiralah. Manfaatkanlah waktu pagi, sore, dan sebagian malam hari (untuk melakukan ketaatan). (HR. Bukhari)

Dalam riwayat Bukhari yang lain: "Berusahalah melakukan yang seharusnya atau yang mendekati, dan manfaatkanlah waktu pagi, sore, dan sebagian malam. Bersikaplah sederhana (dalam ibadah), niscaya kalian akan sampai."

Kata (الدِّينُ) diriwayatkan secara marfū' sebagai nā`ibul-fā'il. Juga diriwayatkan manṣūb (لَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ).

Sabda beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Melainkan dia akan kalah", maksudnya orang yang berlebihan tersebut akan kalah dan melemah dalam urusan agama karena saking banyaknya. الْغَدْوَةُ (al-gadwah): berjalan di waktu pagi. الرَّوْحَةُ (ar-rauḥah): berjalan di waktu sore. الدُّلْجَةُ (ad-duljah): akhir malam. Ini adalah bentuk kiasan dan perumpamaan. Maksudnya: carilah bantuan untuk melakukan ketaatan kepada Allah -'Azza wa Jalla- dengan mengerjakan amal saleh di waktu-waktu kalian bersemangat dan hati tidak sibuk, maka kalian akan menikmati ibadah dan tidak bosan, serta kalian akan sampai pada tujuan ibadah tersebut. Sebagaimana seorang musafir yang cerdas dia akan melakukan perjalanan di waktu-waktu ini lalu beristirahat bersama kendaraannya di waktu yang lain, sehingga dia akan sampai tujuan tanpa lelah. Wallāhu a'lam.

Pelajaran dari Hadis:

1) Cara beragama yang benar adalah hamba mengerjakan ibadah secara sempurna dan menurut yang seharusnya, bila tidak memungkinkan maka dia berupaya mendekati yang seharusnya.

2) Anjuran agama untuk beramal disertai sikap optimis dengan pahala yang berlimpah dari Allah -'Azza wa Jalla-.

3) Seorang hamba wajib memasukkan kebahagiaan ke dalam hati saudara-saudaranya dengan memberi kabar gembira serta muka ceria sebisa mungkin.

4) Sederhana dalam ketaatan disertai kesinambungan adalah jalan yang akan mengantarkan kepada kesuksesan di dunia dan akhirat.

5) Memanfaatkan kecenderungan hati dan ketidaksibukannya di dalam ketaatan dan ibadah kepada Allah -'Azza wa Jalla-.

5/146- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- mengabarkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah masuk masjid dan beliau melihat sebuah tali terbentang antara dua tiang. Beliau bertanya, "Tali apakah ini?" Para sahabat menjawab, "Ini milik Zainab. Bila dia telah kelelahan (karena salat), maka dia berpegangan pada tali itu." Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Lepaskan tali itu. Hendaklah salah seorang kalian mengerjakan salat selama dia segar. Bila telah kelelahan, hendaklah dia tidur." (Muttafaq ‘Alaih)

Kosa Kata Asing:

فَتَرَتْ (fatarat): dia (perempuan) merasa lelah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang beriman hendaknya tidak memaksakan diri dengan ibadah yang dia tidak mampui.

2) Anjuran agar bersikap sederhana (pertengahan) dalam beribadah, yaitu mengerjakan ibadah selama dia bersemangat, karena amal yang paling Allah -Ta'ālā- cintai adalah yang dilakukan secara berkesinambungan.

6/147- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Jika salah seorang kalian telah mengantuk ketika salat, hendaklah dia tidur hingga kantuk itu hilang. Karena jika salah seorang di antara kalian salat dalam keadaan mengantuk, dia tidak sadar, mungkin dia hendak meminta ampunan, namun ternyata dia justru mencela dirinya sendiri." (Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

ناعس (nā'is): orang yang mengantuk.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran bersikap pertengahan di dalam beribadah. Adapun bila seorang hamba memaksakan diri untuk beribadah disertai dengan kesulitan, sungguh dia telah menzalimi dirinya.

2) Anjuran beribadah disertai semangat dan tadabur, serta memberikan kepada badan hak beristirahat.

7/148- Abu Abdillah Jābir bin Samurah -raḍiyallāhu 'anhuma- berkata, "Aku pernah mengikuti sekian salat Jumat bersama Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Salat beliau pertengahan, juga khotbah beliau pertengahan." (HR. Muslim)

Perkataan Jābir: "pertengahan", yaitu antara panjang dan pendek.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sederhana dan pertengahan dalam beribadah merupakan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Anjuran pertengahan dalam memberi nasihat serta tidak membuat bosan, karena khotbah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pertengahan antara panjang dan pendek.

8/149- Abu Juḥaifah Wahb bin Abdillah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah mempersaudarakan antara Salmān dan Abu Ad-Dardā`. Salmān datang mengunjungi Abu Ad-Dardā`, dan dia melihat Ummu Ad-Dardā` berpakaian kerja. Salman bertanya, “Ada apa denganmu?” Ummu Ad-Dardā` menjawab, “Saudaramu, Abu Ad-Dardā` tidak memiliki minat kepada dunia.” Kemudian Abu Ad-Dardā` datang dan membuatkan makanan untuknya. Da berkata kepada Salman, “Makanlah. Sesungguhnya aku sedang berpuasa.” Salmān berkata, “Aku tidak akan makan hingga engkau juga makan.” Maka Abu Ad-Dardā` pun makan. Ketika malam tiba, dia hendak bangun (mengerjakan salat) Maka Salmān berkata, “Tidurlah!” Dia pun tidur. Setelahnya dia kembali hendak bangun (mengerjakan salat), namun Salmān tetap berkata, “Tidurlah!” Ketika tiba akhir malam, Salmān berkata, “Sekarang, bangunlah (untuk salat).” Keduanya pun mengerjakan salat bersama. Salmān berkata, “Sesungguhnya Rabb-mu memiliki hak yang wajib engkau tunaikan, dirimu juga memiliki hak yang wajib engkau tunaikan, dan keluargamu pun memiliki hak yang wajib engkau tunaikan. Tunaikan kepada setiap pemilik hak apa yang menjadi haknya.” Lalu Abu Ad-Dardā` datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan menyebutkan hal itu kepada beliau. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata, “Salmān benar.” (HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

مُتَبذِّلةً (mutabażżilah): memakai pakaian kerja, tidak menggunakan pakaian berhias.

Pelajaran dari Hadis:

1) Dimakruhkan memaksa diri berpuasa dan salat malam lebih dari kemampuan.

2) Seorang muslim hendaknya mengunjungi saudaranya seagama, menanyakan keadaannya, serta mencari tahu kondisi diri dan keluarganya.

3) Kewajiban menunaikan hak kepada pemiliknya, karena orang yang diberi taufik adalah yang menunaikan hak kepada setiap pemiliknya.

9/150- Abu Muhammad Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata bahwa telah dikabarkan kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa aku mengatakan, "Demi Allah, aku akan berpuasa di siang hari dan akan melakukan salat malam sepanjang malam selama hidupku." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya, "Benarkah engkau yang mengatakan demikian?" Aku menjawab, "Benar aku telah mengatakannya, ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, ya Rasulullah." Beliau bersabda, "Sungguh, engkau tidak akan mampu yang demikian. Tetapi, berpuasalah dan berbuka. Juga tidurlah dan lakukan salat malam. Berpuasalah tiga hari di setiap bulan. Karena kebaikan dilipatgandakan sepuluh kali lipat. Dan itu setara puasa sepanjang tahun." Aku menjawab, "Sungguh, aku mampu yang lebih dari itu." Beliau berkata, "Berpuasalah satu hari dan berbuka dua hari." Aku menjawab, "Sungguh, aku mampu yang lebih dari itu." Beliau berkata, "Maka berpuasalah satu hari dan berbuka satu hari. Yang demikian itu adalah puasa Nabi Daud -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan itu adalah puasa paling pertengahan." (Dalam riwayat lain, "... puasa paling afdal"). Aku berkata, "Sungguh, aku masih mampu yang lebih dari itu." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidak ada yang lebih afdal dari itu." Seandainya aku dulu menerima tiga hari yang diterangkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, itu lebih aku sukai daripada keluarga dan hartaku. Dalam riwayat lain, "Benarkah, aku dikabari bahwa engkau berpuasa setiap hari dan salat malam sepanjang malam?" Aku menjawab, "Benar, Ya Rasulullah." Beliau berkata, "Jangan lakukan seperti itu. Tetapi, berpuasalah dan berbuka. Tidurlah dan lakukan salat malam. Karena badanmu memiliki hak yang wajib engkau tunaikan, kedua matamu memiliki hak yang wajib engkau tunaikan, istrimu memiliki hak yang wajib engkau tunaikan, juga tamumu memiliki hak yang wajib engkau tunaikan. Cukup bagimu berpuasa setiap bulan tiga hari, karena dengan setiap satu kebaikan, engkau akan mendapatkan sepuluh kali lipatnya. Sehingga yang demikian itu semisal dengan puasa sepanjang tahun." Tetapi aku berlebihan sehingga aku kesulitan. Aku berkata, "Ya Rasulullah, aku masih mampu." Beliau berkata, "Berpuasalah dengan puasa Nabi Daud, dan jangan lebih dari itu." Aku bertanya, "Seperti apa puasa Daud?" Beliau menjawab, "Puasa setengah tahun." Duhai, sekiranya aku dahulu menerima keringanan yang diberikan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

Dalam riwayat lain: "Benarkah, aku dikabari bahwa engkau berpuasa sepanjang tahun serta mengkhatamkan Al-Qur`ān setiap malam?" Aku menjawab, "Benar, ya Rasulullah. Aku tidak melakukannya kecuali karena menginginkan kebaikan." Beliau berkata, "Berpuasalah seperti puasa Nabi Daud, sebab ia adalah orang yang paling banyak ibadahnya. Dan khatamkan Al-Qur`ān sekali setiap bulan." Aku menjawab, "Ya Nabi Allah, sungguh aku mampu yang lebih dari itu?" Beliau berkata, "Kalau begitu, khatamkanlah Al-Qur`ān setiap dua puluh hari." Aku menjawab, "Ya Nabi Allah, sungguh aku masih mampu yang lebih dari itu?" Beliau berkata, "Kalau begitu, khatamkanlah Al-Qur`ān setiap sepuluh hari." Aku menjawab, "Ya Nabi Allah, sungguh aku masih mampu yang lebih dari itu?" Beliau berkata, "Kalau begitu, khatamkanlah Al-Qur`ān setiap tujuh hari, dan jangan lebihkan dari itu." Tetapi aku berlebihan sehingga aku kesulitan. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata kepadaku, "Karena engkau tidak tahu, mungkin engkau diberi umur panjang." Benar, aku mendapatkan apa yang disebutkan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Ketika telah tua, aku berharap sekiranya dahulu aku menerima keringanan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

Dalam riwayat lain: "Anakmu juga memiliki hak yang wajib engkau tunaikan." Dalam riwayat lain, "Tidak benar puasa orang yang berpuasa selamanya." Beliau menyebutkannya tiga kali. Dalam riwayat lain: "Puasa yang paling Allah cintai adalah puasa Daud, dan salat yang paling Allah cintai adalah salat Nabi Daud‎. Beliau biasa tidur separuh malam, lalu salat di sepertiganya, dan tidur lagi di seperenamnya. Beliau biasa berpuasa ‎sehari dan berbuka di hari berikutnya. Dan beliau tidak lari bila telah bertemu musuh."

Dalam riwayat lain, Abdullah bercerita, Aku dinikahkan oleh ayahku dengan seorang perempuan keturunan terhormat. Ayahku terbiasa menjenguk menantunya (istri anaknya) dan menanyakan tentang suaminya. Dia menjelaskan, "Suamiku sebaik-baik lelaki. Tetapi dia tidak pernah menginjak tempat tidur kami, tidak juga membuka selimut kami sejak kami datang kepadanya." Ketika hal itu berlangsung lama, ayahku menyampaikannya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau berkata, "Temui aku bersamanya." Lantas aku bertemu beliau setelahnya. Beliau bertanya, "Bagaimana engkau berpuasa?" Aku menjawab, "Setiap hari." Beliau bertanya lagi, "Bagaimana engkau mengkhatamkan Al-Qur`ān?" Aku menjawab, "Setiap malam." Abdullah kemudian menyebutkan seperti sebelumnya. Dia membaca sepertujuh Al-Qur`ān yang biasa dia baca kepada keluarganya di siang hari agar lebih ringan baginya di malam hari. Bila dia hendak mencari tenaga, dia berbuka sekian hari dan menghitungnya, lalu berpuasa sebanyak itu. Dia tidak ingin meninggalkan sesuatu yang telah dia sepakati bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Semua riwayat ini sahih. Sebagian besarnya ada dalam Aṣ-Ṣāḥīḥain, dan sebagian kecil ada di salah satunya.

Kosa Kata Asing:

بِأَبي أَنْتَ وَأُمِّي (bi abī anta wa ummī): engkau berhak ditebus dengan ayah dan ibuku.

لِزُوْرِكَ (li zūrika): untuk tamumu.

بَعْلُهَا (ba'luhā): suaminya.

Dia belum pernah menginjak tempat tidur kami, tidak juga membuka selimut kami: istrinya hendak mengungkapkan ketidakmauan suaminya berhubungan badan, bahwa suami belum pernah mendekatinya, dan belum pernah terjadi padanya apa yang biasa terjadi antara laki-laki dengan istrinya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Luasnya rahmat Allah -'Azza wa Jalla-, yaitu Allah melipatgandakan kebaikan sepuluh kali lipat.

2) Kesempurnaan dan kebaikan seluruhnya ada pada mengikuti mengikuti manhaj para nabi -'alaihimuṣ-ṣalātu was-salām- secara ilmu dan amalan.

3) Sedikit ibadah tetapi berkesinambungan disertai sesuai petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lebih baik daripada banyak tetapi tidak berkesinambungan atau menyelisihi petunjuknya.

4) Islam adalah agama moderat, syariat yang mudah, dan menghilangkan kesulitan.

10/151- Abu Rib'ī Ḥanẓalah bin Ar-Rabī' Al-Usayyidiy Al-Kātib -raḍiyallāhu 'anhu-, salah seorang juru tulis Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata, Aku bertemu dengan Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, "Bagaimana keadaanmu, wahai Ḥanẓalah?" Aku jawab, "Ḥanẓalah kini telah munafik." Abu Bakar berkata, "Mahasuci Allah! Apa yang engkau katakan itu?!" Aku menjawab, "Ketika kita berada di hadapan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu beliau menceritakan tentang surga dan neraka, maka seakan-akan kita melihatnya langsung dengan mata dan kepala. Namun, bila kita telah meninggalkan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, kita bergurau dengan istri dan anak-anak serta mengurusi urusan-urusan dunia, maka kita sering lupa." Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Demi Allah! Kami juga mendapati seperti itu." Lantas aku dan Abu Bakar pergi menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku berkata, "Ya Rasulullah! Ḥanẓalah telah munafik." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya, "Mengapa demikian?" Aku jawab, "Ya Rasulullah! Ketika kami berada di hadapanmu kemudian engkau menceritakan tentang neraka dan surga, seolah-olah kami melihatnya langsung dengan mata dan kepala kami. Namun, bila kami telah keluar dan bergurau bersama istri dan anak-anak serta mengurusi berbagai urusan dunia, maka kami sering lupa." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lantas bersabda, "Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya! Seandainya kalian terus-menerus sebagaimana keadaan kalian di hadapanku dan selalu ingat, niscaya para malaikat akan menjabat tangan kalian di tempat tidur dan di jalan-jalan kalian. Hanya saja, wahai Ḥanẓalah, sesaat dan sesaat." Beliau mengulangnya tiga kali. (HR. Muslim)

(رِبْعِيّ) dengan mengkasrahkan "rā`". (الأُسَيِّدِي) dengan mendamahkan "hamzah", memfatahkan "sīn", lalu mengkasrahkan "yā`" dan mentasydidnya.

Kata (عَافَسْنَا): maksudnya kami mengurusi dan mencandai. (الضَّيْعَاتُ): urusan kehidupan.

Kosa Kata Asing:

نَافَقَ (nāfaqa): menyerupai perbuatan munafikin.

رَأْيَ عَيْنٍ (ra`ya 'ain): seakan kita melihat surga dan neraka langsung dengan mata lantaran rasa yakin yang kuat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Semangat para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam menjaga kesahihan iman mereka serta rasa takut mereka kepada kemunafikan.

2) Keutamaan berzikir, yaitu merupakan ibadah yang paling dicintai oleh Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahamulia.

3) Seorang hamba tidak boleh memberatkan dirinya, tetapi hendaklah dia menjaga hak-hak Allah dan hak-hak manusia, dan agar dia memberikan kepada setiap pemilik hak apa yang menjadi hak mereka.

4) Motivasi untuk mendapatkan surga dan ancaman terhadap neraka termasuk yang dapat menguatkan iman dalam hati hamba.

11/152- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Ketika Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkhotbah, tiba-tiba beliau melihat seorang lelaki berdiri, lalu beliau bertanya tentang laki-laki tersebut. Para sahabat menjawab, "Dia adalah Abu Isrā`īl. Dia bernazar akan berdiri di bawah panas matahari, tidak akan duduk, tidak akan berteduh, tidak akan berbicara, dan akan berpuasa." Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu bersabda, "Perintahkan dia supaya berbicara, berteduh, duduk, dan supaya dia melanjutkan puasanya." (HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Allah -Ta'ālā- tidak akan menerima satu amalan yang tidak pernah Allah syariatkan dan perkenankan, karena ibadah dibangun di atas syariat dan itibak (mengikuti Nabi) serta melarang perbuatan-perbuatan bidah.

2) Tidak ada ketaatan dalam nazar maksiat, misalnya bernazar melakukan sesuatu yang diharamkan, dimakruhkan, atau yang tidak mampu dia penuhi.

3) Nazar berupa ketaatan seharusnya disempurnakan oleh orang yang bernazar, dan tidak dibatalkan (sebagaimana nazar sahabat ini untuk berpuasa).

4) Larangan memaksakan diri pada perbuatan yang tidak dimampui.