Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa." (QS. At-Taubah: 36) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagi kamu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagi kamu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal tidak baik bagi kamu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Berangkatlah kamu, baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah." (QS. At-Taubah: 41) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Sesungguhya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur`ān. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung." (QS. At-Taubah: 111) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Tidaklah sama antara orang beriman yang duduk (yang tidak turut berperang) tanpa mempunyai uzur (halangan) dengan yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan derajat orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berperang tanpa halangan). Kepada masing-masing, Allah menjanjikan (pahala) yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (yaitu) beberapa derajat dari-Nya, serta ampunan dan rahmat. Dan sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An-Nisā`: 95-96) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui, niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan ke tempat-tempat tinggal yang baik di dalam surga 'Adn. Itulah kemenangan yang agung. Dan (ada lagi) karunia lain yang kamu sukai, (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin." (QS. Aṣ-Ṣaff: 10-13) Ayat-ayat dalam bab ini sangat banyak dan masyhur.
1) Mengobarkan semangat kaum mukminin untuk memerangi seluruh orang kafir demi menegakkan kalimat Allah serta menghinakan kekafiran dan pemeluknya.
2) Walaupun jihad tidak disukai oleh jiwa, namun ia memiliki maslahat besar yang menjadikannya baik bagi orang beriman, karena Allah -Ta'ālā- kadang menetapkan sesuatu yang tak disukai jiwa sesuai dengan takdir serta hikmah-Nya, lalu menjadikan kesudahannya sebagai kebaikan.
3) Jihad yang diperintahkan adalah jihad dengan jiwa dan harta untuk menegakkan agama Allah -Ta'ālā-, bukan karena ria dan fanatisme.
4) Menampakkan perniagaan besar dalam jihad; pembelinya adalah Allah Yang Mahasuci, penjualnya adalah orang-orang beriman, alat tukarnya dari pihak orang beriman adalah jiwa dan harta, alat tukar dari Allah adalah surga, dan dokumen yang menetapkan jual beli tersebut adalah janji Allah dalam kitab paling agung yang diturunkan di muka bumi. Sungguh, betapa agungnya perniagaan itu! Maka, di manakah para pebisnis yang menginginkan keuntungan surga?!
5) Orang-orang yang diberi uzur untuk tidak ikut serta dalam jihad adalah orang-orang yang memiliki halangan dari kalangan orang-orang lemah yang tidak mampu secara fisik ataupun harta, atau orang yang duduk mendalami agama Allah. Sehingga siapa saja yang meninggalkan maslahat jihad kifayah untuk maslahat ilmu dan dakwah kepada Allah -Ta'ālā-, maka dia berada di atas kebaikan.
6) Jihad adalah perniagaan menguntungkan, dengannya seorang hamba akan meraih semua yang diinginkan dan menghilangkan semua yang ditakuti, tetapi tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang berilmu!
Para ulama -raḥimahumullāh- menyebutkan bahwa jihad terbagi tiga:
jihad melawan jiwa, jihad melawan kaum munafikin, dan jihad melawan orang-orang kafir harbi.
Yang didahulukan di antara semua macam jihad ini adalah jihad melawan jiwa, hawa nafsu, dan setan. Bila seorang hamba telah meraih kemenangan dari jihad ini serta diberikan taufik oleh Allah -Ta'ālā- untuk merealisasikannya, maka setelah itu ia dituntut berjihad melawan kaum munafikin dan melawan orang-orang kafir. Bila dia tidak mampu berjihad melawan jiwanya, hawa nafsunya, dan setan, maka ia akan lebih tidak mampu terhadap jenis jihad yang lain. Oleh karena itu, seorang mukmin harus gigih berjihad menaklukkan dirinya, yaitu dengan membimbingnya untuk melaksanakan kewajiban dan meninggalkan larangan. Dan ini membutuhkan ilmu, kesabaran dan ketabahan, serta pengorbanan dan perjuangan, sampai jiwanya menjadi senang pada kebaikan dan meninggalkan keburukan. Bila dia jujur dalam jihad ini, Allah -Ta'ālā- akan mengaruniakan kepadanya jihad melawan orang-orang kafir serta menjanjikan pada dirinya kemenangan yang besar. Adapun orang yang lemah dari berjihad untuk melaksanakan salat berjamaah, misalnya, dan dia mengkhianati panggilan "Ḥayya 'alaṣ-ṣalāh", maka bagaimana dia bisa menyambut panggilan "Ḥayya 'alal-jihād"?
Adapun hadis-hadis tentang keutamaan jihad maka sangatlah banyak, di antaranya:
1/1285- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah ditanya, "Amalan apakah yang paling utama?" Beliau bersabda, "Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya." Beliau ditanya lagi, "Kemudian apa?" Beliau bersabda, "Berjihad di jalan Allah." Beliau ditanya lagi, "Kemudian apa?" Beliau bersabda, "Haji yang mabrur." (Muttafaq 'Alaih)
2/1286- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku bertanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Amal apakah yang paling Allah -Ta'ālā- cintai?" Beliau menjawab, "Salat di awal waktunya." Aku bertanya, "Kemudian amalan apa?" Beliau menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua." Aku bertanya lagi, "Kemudian amalan apa?" Beliau menjawab, "Jihad di jalan Allah." (Muttafaq 'Alaih)
3/1287- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku bertanya, "Wahai Rasulullah! Amalan apakah yang paling afdal?" Beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Beriman kepada Allah dan berjihad di jalan Allah." (Muttafaq 'Alaih)
1) Jihad fi sabilillah termasuk amalan yang paling dicintai dan diutamakan di sisi Allah -Ta'ālā-.
2) Bervariasinya amal kebaikan dan kebajikan bagi orang beriman, sehingga setiap orang bisa berpacu pada ketaatan yang mampu dia kerjakan, dan ini bagian dari kesempurnaan syariat Islam.
4/1288- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sungguh, keluar satu kali ketika pagi atau sore untuk berjihad di jalan Allah, itu lebih baik dari dunia dan segala isinya." (Muttafaq 'Alaih)
غَدْوَةُ (gadwah): keluar berjalan di waktu pagi.
رَوْحَةُ (rawḥah): keluar berjalan di waktu sore.
1) Jihad fi sabilillah termasuk ibadah yang paling utama, yaitu lebih baik dari dunia dengan segala isinya.
2) Anjuran untuk mengikhlaskan jihad karena Allah -Ta'ālā-, yaitu dilakukan di jalan Allah, bukan dalam rangka fanatisme dan macam-macam slogan jahiliah lainnya.
5/1289- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Seorang laki-laki mendatangi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu bertanya, "Siapakah orang yang paling utama, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Seorang mukmin yang berjihad dengan jiwa dan hartanya di jalan Allah." Dia bertanya lagi, "Kemudian siapa?" Beliau bersabda, "Kemudian seseorang yang menyendiri di salah satu lembah gunung untuk beribadah kepada Tuhannya, dan menjauhkan manusia dari keburukan dirinya." (Muttafaq 'Alaih)
1) Jihad yang diperintahkan adalah jihad dengan jiwa dan harta, dan itu adalah hal paling berharga yang dimiliki seseorang.
2) Beruzlah (menyendiri) pada masa fitnah dan keburukan serta karena khawatir terjatuh ke dalam maksiat, lebih baik daripada hidup bermasyarakat.
6/1290- Sahl bin Sa'ad -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ribāṭ (berjaga di daerah perbatasan) sehari di jalan Allah lebih baik daripada dunia dan seisinya. Tempat dalam surga seukuran tempat cemeti salah seorang kalian lebih baik daripada dunia dan seisinya. Dan berangkat di sore hari atau berangkat di pagi hari untuk berperang di jalan Allah lebih baik daripada dunia dan seisinya." (Muttafaq 'Alaih)
1) Menampakkan keutamaan berjuang dan berjihad fi sabilillah.
2) Dunia beserta semua isinya tidak sebanding dengan apa pun di sisi Allah, bahkan ia tak memiliki kebaikan apa pun, kecuali yang menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah -Ta'ālā-, karena ukuran paling kecil dalam surga itu lebih agung dari semua yang ada di dunia.
3) Faktor ketidakikutsertaan dari jihad adalah bergantungnya hati dan kecondongannya kepada dunia; maka, apakah kita telah tahu mengapa kita meninggalkan jihad?!
7/1291- Salmān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ribāṭ (berjaga di garis perbatasan) sehari semalam lebih baik daripada puasa dan salat malam selama satu bulan. Jika ia meninggal dunia, maka amalan yang biasa ia lakukan tetap mengalir (pahalanya), rezekinya terus diberikan, dan ia aman dari pertanyaan dua malaikat dalam kubur." (HR. Muslim)
8/1292- Faḍālah bin 'Ubaid -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Setiap orang yang meninggal akan ditutup amalnya, kecuali orang yang berjihad menjaga perbatasan di jalan Allah. Sesungguhnya amalnya tetap bertambah sampai hari Kiamat dan ia aman dari fitnah (pertanyaan) kubur." (HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")
الفَتَّانُ (al-fattān): sesuatu yang dengannya seseorang diuji dalam kubur berupa pertanyaan dua malaikat kepadanya tentang sesembahannya, agamanya, dan nabinya.
1) Keutamaan khusus bagi mujahid yang menjaga perbatasan di jalan Allah, bahwa amalnya terus dikembangkan dan tidak terhenti, dan ini termasuk yang menjadikan jiwa orang beriman terus merindukan jihad fi sabilillah.
2) Penetapan adanya fitnah atau pertanyaan dalam kubur, dan bahwa mujahid yang menjaga perbatasan di jalan Allah dilindungi oleh Allah -Ta'ālā- dari pertanyaan tersebut.
9/1293- 'Usmān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Berjaga di garis perbatasan sehari di jalan Allah lebih baik daripada seribu hari di tempat kebaikan lainnya." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")
1) Menjelaskan pelipatgandaan pahala bagi mujahid yang menjaga perbatasan di jalan Allah, dan ini termasuk kemuliaan dan keutamaan jihad.
2) Orang yang mendapat taufik adalah yang dimudahkan oleh Allah -Ta'ālā- untuk berada di salah satu tingkatan jihad fi sabilillah.
10/1294- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Allah menjamin bagi orang yang keluar berjihad di jalan-Nya, 'Tidak ada yang mengeluarkannya kecuali karena berjihad di jalan-Ku, beriman kepada-Ku dan membenarkan rasul-rasul-Ku, maka dia dijamin atas-Ku, bahwa Aku akan memasukkannya ke surga atau mengembalikannya ke tempat tinggalnya yang dia berangkat darinya dengan membawa pahala ataupun ganimah.' Demi Zat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya! Tidaklah ada luka yang terluka di jalan Allah, kecuali akan datang pada hari Kiamat seperti keadaannya ketika terluka; warnanya warna darah, dan aromanya aroma kesturi. Demi Zat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya! Kalaulah aku tidak akan memberatkan kaum muslimin, aku tidak akan absen dari sebuah pasukan yang berperang di jalan Allah, selamanya. Tetapi, aku tidak mendapatkan kecukupan untuk memberi mereka semua kendaraan, dan mereka pun tidak memiliki kecukupan, sementara mereka merasa sangat berat bila tidak ikut bersamaku. Demi Zat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya! Sungguh aku menginginkan bila aku berperang di jalan Allah lalu aku terbunuh, kemudian aku berperang lagi lalu terbunuh, kemudian aku berperang lagi kemudian terbunuh." (HR. Muslim, sebagiannya diriwayatkan oleh Bukhari)
الكَلْمُ (al-kalm): luka.
1) Mewujudkan keikhlasan dalam berjihad adalah perkara besar yang menjadi tujuan, supaya hamba mendapatkan pahala yang dijanjikan.
2) Seorang mujahid memiliki dua kebaikan; antara meraih mati syahid atau memperoleh kemenangan dan pulang dengan selamat ke keluarganya.
3) Harapan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk mati syahid di jalan Allah, karena beliau mengetahui mulianya kedudukan orang yang mati syahid di sisi Allah -Ta'ālā-!
4) Boleh bersumpah dengan ucapan, "Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya!" Karena sumpah ini termasuk bersumpah dengan Allah -Ta'ālā-. Adapun bersumpah dengan selain Allah -Ta'ālā-, juga selain nama-Nya, sifat-Nya, dan kalam-Nya, maka hukumnya haram, tidak diperbolehkan. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda, "Siapa yang bersumpah hendaklah bersumpah dengan Allah, atau jika tidak, hendaklah dia diam." (HR. Bukhari)
11/1295- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhumā-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidaklah ada satu orang yang terluka di jalan Allah, melainkan dia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan lukanya mengeluarkan darah; warnanya warna darah dan wanginya wangi kesturi." (Muttafaq 'Alaih)
12/1296- Mu'āż -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Lelaki muslim mana saja yang berperang di jalan Allah, meskipun sejenak, maka wajib baginya mendapatkan surga. Siapa yang terluka di jalan Allah karena musuh atau ditimpa musibah, maka luka tersebut akan datang pada hari Kiamat dengan mengeluarkan darah yang banyak; warnanya seperti warna safron dan wanginya seperti wangi minyak kesturi." (HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")
مَكْلُوْمٌ (maklūm): orang yang terluka. الكَلْمُ (al-kalm) artinya luka, dan "كَلْمُهُ يَدْمَى" (kalmuhu yadmā): lukanya mengeluarkan darah.
فُواقَ نَاقَةٍ (fuwāqa nāqah): waktu jeda antara dua perahan, maksudnya: walau dengan jihad yang sangat sebentar.
نُكبَ نَكبَةً (nukiba nakbatan): musibah yang menimpa seseorang walaupun sedikit.
1) Manakala orang yang mati syahid telah bersaksi bahwa agama Allah -Ta'ālā- baginya lebih mahal dari nyawanya, maka anggota badannya memberi kesaksian atas kejujurannya, sehingga darahnya datang bersaksi atas kejujurannya; warnanya warna darah, tetapi aromanya aroma kesturi. Sungguh, balasannya setimpal dengan jenis perbuatannya.
2) Tidaklah orang yang mati syahid mengalami luka atau musibah kecuali dengan sebab itu Allah -Ta'ālā- tuliskan baginya pahala dan luka tersebut menjadi saksi untuknya dalam hal itu.
13/1297- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Salah seorang sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melewati sebuah jalan di lereng gunung yang memiliki sebuah mata air tawar yang membuatnya takjub. Dia berkata, “Andai aku melakukan uzlah (menyendiri) meninggalkan manusia, lalu aku tinggal di tempat ini. Namun aku tidak akan melakukannya hingga aku meminta izin kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.” Maka dia pun menyampaikan hal itu kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu beliau bersabda, “Jangan engkau lakukan! Karena keberadaan salah seorang kalian di jalan Allah itu lebih utama daripada salatnya di rumah selama tujuh puluh tahun. Tidakkah kalian mau bila Allah mengampuni kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga? Berperanglah di jalan Allah! Siapa yang berperang di jalan Allah, walau sejenak seukuran jarak antara dua perahan unta, maka dia berhak mendapatkan surga.” (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")
الفُوَاق (al-fuwāq): jarak antara dua perahan.
1) Menjunjung kedudukan jihad, karena manfaatnya umum untuk semua umat dan pribadi. Sedangkan ibadah yang bersifat khusus, maka manfaatnya terbatas pada hamba tersebut.
2) Berperang di jalan Allah untuk meninggikan kalimat Allah disertai niat yang tulus menjadi sebab masuk surga.
3) Keutamaan para sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- manakala mereka menahan diri dari amal agama apa pun sebelum mendapat izin dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
14/1298- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ditanya, "Wahai Rasulullah! Adakah amalan yang menyamai jihad fi sabilillah?" Beliau menjawab, "Kalian tidak akan menyanggupinya." Mereka mengulangi pertanyaannya dua atau tiga kali, setiap kalinya beliau tetap menjawab, "Kalian tidak akan menyanggupinya." Selanjutnya beliau bersabda, "Perumpamaan orang yang berjihad fi sabilillah seperti orang yang berpuasa dan salat malam dengan berdiri lama membaca ayat-ayat Allah, dia tidak pernah berhenti dari puasa dan salatnya, sampai orang yang berjihad di jalan Allah itu kembali." (Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Muslim)
Dalam riwayat Bukhari disebutkan: Bahwa seorang laki-laki berkata, "Wahai Rasulullah! Tunjukkanlah padaku amalan yang menyamai jihad!" Beliau menjawab, "Aku tidak menemukannya."
Kemudian beliau bersabda, "Sanggupkah engkau, bila seorang mujahid berangkat, engkau masuk ke masjidmu lalu berdiri salat tanpa henti dan berpuasa tanpa berbuka?" Laki-laki itu menjawab, "Siapakah yang sanggup melakukan itu?!"
1) Pahala orang yang berjihad di jalan Allah menyamai pahala orang yang fokus untuk beribadah secara total tanpa henti.
2) Keutamaan amal saleh adalah kebaikan dari Allah -Ta'ālā- bagi siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-Nya, sehingga seorang hamba tidak akan sampai ke surga hanya dengan sekadar ilmu dan amalnya saja, melainkan dengan adanya rahmat dan karunia Allah -Ta'ālā-.
15/1299- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Di antara sebaik-baik sumber kehidupan manusia adalah seorang pria yang memegang tali kekang kudanya (berjihad) di jalan Allah, ia terbang di atas punggung kudanya; setiap kali ia mendengar suara atau gemuruh perang, ia terbang di atas punggung kudanya karena ingin berperang atau mencari mati (syahid) di tempat kematian. Atau seseorang yang menggembala kambing di puncak salah satu gunung atau di salah satu lembah, ia tetap menegakkan salat, menunaikan zakat, dan beribadah kepada Tuhannya hingga kematian menjemputnya, dan tidaklah (ia bersama) manusia melainkan dalam kebaikan.” (HR. Muslim)
عنَانِ فَرَسِهِ ('anān farasihi): tali kekang yang digunakan mengendalikan kuda.
مَتْنُهُ: (matnuhu): punggungnya.
هَيعةً أوْ فَزعَةً (hai'ah aw faz'ah): suara panggilan perang.
مَظَانُّ الشَّيءِ (maẓānn asy-syai`): tempat-tempat yang diprediksi sesuatu itu ada di sana.
شعَفَة (sya'afah): puncak gunung.
1) Mengharapkan kematian di jalan Allah -Ta'ālā- serta bersiap untuk itu termasuk kondisi hamba yang paling baik.
2) Beruzlah ketika masyarakat rusak harus disertai dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban syariat, dan tidak boleh dijadikan alasan untuk meninggalkan ketaatan, sebagaimana yang disalahpahami oleh sebagian orang, sehingga dia meninggalkan salat berjamaah dan salat Jumat dengan hujah zaman telah rusak.
16/1300- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya di dalam surga terdapat seratus tingkatan yang disiapkan oleh Allah untuk para mujahid di jalan Allah; jarak antara dua tingkat seperti jarak antara langit dan bumi." (HR. Bukhari)
171301- Abu Sa‘īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang rida Allah sebagai tuhannya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai rasulnya, maka ditetapkan baginya surga." Abu Sa'īd heran dengan hal ini lalu berkata, "Ulangilah untukku, wahai Rasulullah!" Beliau pun mengulanginya lalu bersabda, "Ada amalan yang lain, dengannya Allah mengangkat hamba seratus derajat di dalam surga. Jarak antara dua derajatnya seperti jarak antara langit dan bumi." Abu Sa'īd bertanya, "Amalan apakah itu, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Jihad fi sabilillah. Jihad fi sabilillah." (HR. Muslim)
1) Penjelasan tentang luasnya surga serta berbagai macam kenikmatan dan derajat tinggi yang ada padanya bagi para mujahid.
2) Perbedaan tingkat penghuni surga sesuai dengan tingkat perbedaan mereka dalam keimanan dan amal saleh; orang yang diberi taufik lagi bahagia adalah yang ketika di dunia ia memiliki derajat tinggi dalam ibadah demi meraih derajat-derajat tertinggi dalam surga; "Mereka itu akan diberi balasan dengan tempat yang tinggi (dalam surga) atas kesabaran mereka, dan di sana mereka akan disambut dengan penghormatan dan salam." (QS. Al-Furqān: 75)
18/1302- Abu Bakar bin Abu Mūsā Al-Asy'ariy berkata, Aku telah mendengar ayahku -raḍiyallāhu 'anhu- berkata ketika dia sedang di hadapan musuh, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya pintu-pintu surga di bawah naungan pedang." Maka seorang laki-laki yang berpakaian lusuh bangkit dan berkata, "Wahai Abu Musa! Apakah engkau yang mendengar sendiri Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengucapkan hadis ini?" Ayahku menjawab, "Ya." Maka dia kembali kepada rekan-rekannya dan berkata, "Aku sampaikan salam (perpisahan) kepada kalian." Kemudian dia menghancurkan sarung pedangnya dan membuangnya. Kemudian dia berjalan dengan menghunus pedangnya menuju musuh, dan dia berperang dengan pedangnya hingga ia terbunuh. (HR. Muslim)
رَثُّ الهَيْئَةِ (raṡṡul-hai`ah): berpakaian lusuh dan usang.
جَفْنَ سَيْفِهِ (jafna saifihi): sarung pedangnya.
1) Keutamaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam hal merealisasikan ilmu dalam wujud amalan, yaitu mereka telah melaksanakan jihad secara ilmu dan amal.
2) Kewajiban memastikan kesahihan riwayat yang dinukil dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
3) Bolehnya menampakkan keberanian, kehebatan, dan kesombongan di medan perang.
19/1303- Abu 'Abs Abdurrahman bin Jabr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidaklah kedua kaki seorang hamba berdebu di jalan Allah lalu ia disentuh api neraka." (HR. Bukhari)
20/1304- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah hingga air susu kembali lagi ke kantungnya, dan tidak akan menyatu pada hamba antara debu dalam perjuangan di jalan Allah dan asap neraka Jahanam." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")
21/1305- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ada dua mata yang tidak akan disentuh api neraka; yakni mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang begadang untuk berjaga di jalan Allah." (HR. Tirmizi, dan dia berkata, "Hadis hasan")
لَا يَلِجُ (lā yaliju): tidak masuk.
يعودَ اللَّبنُ في الضَّرعِ: artinya hal itu mustahil, yaitu sebagaimana air susu setelah diperah mustahil kembali ke kantung, maka demikian juga mustahil masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah.
1) Keutamaan berjaga dan berjihad fi sabilillah, maka berbahagialah orang-orang yang melaksanakan tugas menjaga perbatasan untuk melindungi kehormatan umat Islam.
2) Keutamaan menangis karena takut kepada Allah -Ta'ālā-, dan hal ini tidak akan bermanfaat kecuali dari orang yang tulus imannya, yang mengikuti petunjuk dan Sunnah, dan meneteskan air mata kekhusyukan.
22/1306- Zaid bin Khālid -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang menyiapkan bekal untuk orang yang berperang di jalan Allah, maka sungguh dia telah (ikut) berperang. Dan siapa yang mengurus keluarga orang yang berperang di jalan Allah, maka sungguh dia telah (ikut) berperang." (Muttafaq 'Alaih)
23/1307- Abu Umāmah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sedekah yang paling utama adalah memberikan naungan kemah di jalan Allah, meminjamkan pembantu di jalan Allah, atau memberikan unta betina yang sudah layak dibuahi pejantan di jalan Allah." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")
24/1308- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa seorang pemuda dari Bani Aslam berkata, "Ya Rasulullah! Aku ingin ikut berperang. Tetapi aku tidak punya harta sebagai bekal?" Beliau bersabda, "Datanglah kepada polan. Dia telah menyiapkan bekalnya, tetapi dia jatuh sakit." Lantas pemuda itu datang kepadanya dan berkata, "Sungguh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengucapkan salam kepadamu. Beliau menyampaikan agar engkau memberikan persiapan perang yang telah engkau siapkan kepadaku." Maka laki-laki itu berkata kepada istrinya, "Ya polan! berikan dia persiapan perang yang telah aku siapkan, dan jangan tahan sedikit pun. Demi Allah! Jangan engkau tahan sedikit pun, agar semoga Allah memberkahimu di dalamnya." (HR. Muslim)
25/1309- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengirim sebuah pasukan ke Bani Laḥyān; beliau bersabda, "Hendaklah berangkat salah satu dari setiap dua orang, sedangkan pahala bagi keduanya." (HR. Muslim)
Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan, "Hendaklah berangkat seorang saja dari tiap-tiap dua orang." Kemudian beliau bersabda kepada yang yang tidak berangkat, "Siapa di antara kalian menggantikan orang yang berangkat dalam mengurus keluarga dan hartanya dengan baik, baginya seperti setengah pahala yang berangkat."
ظِلُّ فُسْطَاطٍ (ẓill fusṭāṭ): tenda dari bulu kambing.
مَنِيحَةُ خادِمٍ (manīatu khādim): pembantu yang diberikan sebagai pemberian dan hibah.
طَروقةُ فَحْلٍ (ṭarūqatu faḥl): unta betina yang telah mencapai usia siap dibuahi pejantan.
1) Kewajiban tolong-menolong di antara kaum muslimin dalam menyiapkan bekal pasukan perang, karena siapa saja yang menyiapkan bekal untuk orang yang berperang maka dia mendapatkan pahala yang semisal dengan pahalanya.
2) Indahnya pengaturan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pada sahabat-sahabatnya, yaitu orang yang tidak mampu berjihad digantikan oleh yang mampu.
3) Memenuhi kebutuhan keluarga para mujahid di jalan Allah termasuk ketaatan paling agung yang setara dengan pahala jihad.
26/1310- Al-Barā` -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ada seorang lelaki yang mengenakan topeng besi datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu berkata, "Wahai Rasulullah! Aku berperang atau masuk Islam (terlebih dahulu)?" Beliau menjawab, "Masuklah Islam (terlebih dahulu) kemudian berperanglah." Maka laki-laki itu masuk Islam lalu berperang dan terbunuh. Lantas Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ia beramal sedikit, tapi diberi pahala banyak." (Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Bukhari)
مُقَنَّعٌ بِالحَدِيدِ (muqanna' bil-ḥadīd): wajahnya ditutupi dengan senjata, atau di kepalanya ada semacam pelindung kepala.
1) KeIslaman adalah syarat sahnya semua ibadah, ibadah apa pun tidak sah kecuali dengan masuk Islam terlebih dahulu.
2) Diharamkannya meminta bantuan kepada orang musyrik dalam perang, selamanya, bahkan sekalipun perang itu melawan orang musyrik, lalu bagaimana dengan orang yang meminta bantuan orang musyrik yang penuh kedengkian untuk memerangi saudaranya sesama mukmin?
3) Amal yang sedikit ketika disertai dengan niat ikhlas akan memiliki pahala yang besar.
27/1311- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidak ada seorang pun yang masuk surga ingin kembali ke dunia walau dia akan mendapatkan segala sesuatu di muka bumi, kecuali seseorang yang mati syahid; dia ingin kembali ke dunia lalu terbunuh sebanyak sepuluh kali, karena dia telah melihat kemuliaannya."
Dalam riwayat lain, "Karena dia telah melihat keutamaan mati syahid." (Muttafaq 'Alaih)
1) Pahala besar yang dilihat oleh orang yang syahid sebelum wafat, menjadikannya lupa akan rasa sakitnya dibunuh serta kebencian jiwa pada kematian.
2) Cuek dengan pahala yang Allah -Ta'ālā- siapkan akan memalingkan hamba dari ibadah dan kedudukan-kedudukan mulia.
3) Sekiranya hamba mengetahui pahala yang Allah -Ta'ālā- siapkan untuknya, niscaya dia akan berpacu menuju surga dan melamarnya dengan harga mahal.
28/1312- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Allah akan mengampuni semua dosa orang yang mati syahid, kecuali utang." (HR. Muslim)
Dalam riwayat Muslim lainnya, "Mati syahid di jalan Allah akan menghapus semua dosa, kecuali utang."
29/1313- Abu Qatādah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berdiri di tengah-tengah para sahabat lalu menyebutkan, "Sesungguhnya jihad di jalan Allah dan iman kepada-Nya adalah amal yang paling utama." Lantas seorang laki-laki berdiri lalu bertanya, "Wahai Rasulullah! Bagaimana pendapatmu jika aku gugur di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan dihapus?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ya, kalau engkau gugur di jalan Allah dalam keadaan sabar dan mengharap pahala, serta maju menghadapi musuh dan tidak lari." Kemudian Rasululullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- balik bertanya, "Bagaimana pertanyaanmu?" Laki-laki itu berkata, "Bagaimana pendapatmu jika aku terbunuh di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan dihapus?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ya, kalau engkau bersabar dan mengharap pahala, serta maju menghadapi musuh dan tidak lari. Kecuali utang. Sesungguhnya Jibril -'alaihis-salām- mengatakan hal itu kepadaku." (HR. Muslim)
مُحْتَسِبٌ (muḥtasib): al-iḥtisāb ialah mengharap pahala dari Allah -Ta'ālā-.
1) Peringatan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umat ini terhadap bahaya utang, karena utang akan menahan hamba dari masuk surga hingga dia menunaikan hak utang tersebut kepada pemiliknya.
2) Mati syahid di jalan Allah -Ta'ālā- akan menghapuskan semua dosa hamba dengan syarat dia mengharap pahala dan bersabar.
30/1314- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ada seorang laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah! Di manakah tempatku jika aku terbunuh?" Beliau menjawab, "Di surga." Laki-laki itu serta-merta membuang beberapa butir kurma yang ada di tangannya, lalu berperang hingga gugur terbunuh. (HR. Muslim)
31/1315- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertolak bersama para sahabatnya hingga mereka berhasil mendahului kaum musyrikin ke Badar, dan kaum musyrikin datang setelahnya. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu bersabda, "Tidak boleh ada seorang pun dari kalian yang mengambil keputusan hingga aku berada di depannya." Tiba-tiba kaum musyrikin mendekat. Lantas Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Bangkitlah kalian menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi." Anas melanjutkan, 'Umair bin Al-Ḥumām Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, 'Wahai Rasulullah! Surga seluas langit dan bumi?" Beliau bersabda, "Ya." Ia berkata, "Hebat, hebat." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Apa yang mendorongmu untuk mengucapkan hebat, hebat?" Ia menjawab, "Demi Allah! Tidak ada wahai Rasulullah, selain harapan agar aku menjadi penghuninya." Beliau bersabda, "Engkau termasuk penghuninya." Lantas dia mengeluarkan beberapa kurma dari kantongnya dan mulai memakannya. Kemudian dia berkata, "Seandainya aku masih hidup hingga aku makan semua kurma ini, sesungguhnya itu merupakan kehidupan yang panjang." Lantas dia melemparkan kurma yang ada bersamanya lalu maju memerangi mereka (musuh) hingga ia gugur. (HR. Muslim)
القَرَن (al-qaran), dengan memfatahkan "qāf" dan "rā`", yaitu kantong anak panah.
بخٍ بخٍ (bakhin bakhin): kata ungkapan senang dan puas dengan sesuatu, dan ia diulangi untuk menunjukkan makna yang berlebihan. Maknanya ialah: menjunjung dan menganggap besar sesuatu.
1) Siapa yang mengejar mati syahid dengan jujur, niscaya Allah akan menyampaikannya ke derajat para syuhada, karena "sesungguhnya seseorang akan memperoleh sesuatu sesuai ketulusan niatnya."
2) Keutamaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam kegigihan dan perlombaan mereka dalam kebaikan. Maka, di manakah para pemilik cita-cita tinggi yang ingin meneladani mereka?!
3) Anjuran menyemangati kaum mukminin untuk berperang dan mencari mati syahid.
4) Panglima perang yang tulus akan berada di depan pasukan untuk mengobarkan semangat perang para mujahidin.
32/1316- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Sejumlah orang datang menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berkata, 'Utuslah bersama kami orang-orang yang akan mengajarkan kami Al-Qur`ān dan Sunnah.' Maka Nabi mengirim kepada mereka tujuh puluh orang dari kaum Anṣār, mereka dikenal dengan sebutan Al-Qurrā` (para penghafal Al-Qur`ān). Di antara mereka adalah pamanku (saudara ibuku), Ḥarām. Mereka selalu membaca Al-Qur`ān, mengkaji, dan mempelajarinya di malam hari. Sedangkan pada siang hari mereka mengambil air dan menaruhnya di masjid, juga mereka mencari kayu bakar untuk mereka jual dan hasilnya mereka gunakan membeli makanan untuk Ahli Sufah dan orang-orang fakir. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu mengutus mereka, akan tetapi di perjalanan mereka dihadang dan dibunuh sebelum sampai ke tujuan, mereka berkata, 'Ya Allah! Sampaikanlah (kabar) tentang kami kepada Nabi kami bahwa kami telah berjumpa dengan-Mu, maka kami rida kepada-Mu dan Engkau pun rida kepada kami.' Seseorang datang mendekati Ḥarām -paman Anas- dari belakangnya, kemudian menusuknya dengan tombak sampai tembus. Ḥarām berkata, 'Aku telah menang, demi Rabb Kakbah!' Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya saudara-saudara kalian telah dibunuh, dan sesungguhnya mereka mengatakan, 'Ya Allah! Sampaikanlah tentang (berita) kami kepada Nabi kami, bahwasanya kami telah berjumpa dengan-Mu dan kami rida kepada-Mu dan Engkau pun rida kepada kami.'" (Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Muslim)
1) Orang yang mati syahid mendapatkan kenikmatan alam barzakh di sisi Allah -Ta'ālā- sebelum meraih kenikmatan akhirat; "Mereka itu hidup, di sisi Tuhannya mendapat rezeki." (QS. Āli 'Imrān: 169)
2) "Aku telah menang, demi Rabb Kakbah!" ialah sebuah kalimat keimanan, yang keluar dari hati yang telah merasakan manisnya iman, baginya kematian dalam rangka membela agama Allah -Ta'ālā- adalah kemenangan besar. Semoga Allah -Ta'ālā- meridai sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
33/1317- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Pamanku, Anas bin An-Naḍr -raḍiyallāhu 'anhu- absen dari perang Badar. Lantas dia berkata, "Ya Rasulullah! Aku telah absen dari peperangan pertamamu melawan orang-orang musyrik. Sekiranya Allah menakdirkanku mengikuti perang melawan kaum musyrikin, niscaya Allah akan memperlihatkan apa yang aku perbuat." Anas melanjutkan: Ketika perang Uhud terjadi, sebagian pasukan Islam lari meninggalkan tempat mereka. Maka Anas bin An-Naḍr berkata, "Ya Allah! Aku memohon ampun kepada-Mu atas apa yang dilakukan oleh mereka itu (yakni rekan-rekannya), dan aku berlepas diri dari apa yang dilakukan oleh mereka itu (yakni orang-orang musyrik)." Kemudian dia maju dan disambut oleh Sa'ad bin Mu'āż. Dia berkata, "Wahai Sa'ad bin Mu'āż! Demi Rabb-nya An-Naḍr! Di sanalah surga. Sungguh, aku mencium aroma surga di dekat Uhud." Sa'ad berkata, "Ya Rasulullah! Aku tidak mampu melakukan seperti yang dia lakukan!" Anas berkata, "Kami menemukan padanya ada delapan puluhanluka antara tebasan pedang, tusukan tombak, ataupun lemparan panah. Kami menemukannya telah terbunuh dan dicincang oleh orang-orang musyrik. Tidak ada yang dapat mengenalnya kecuali saudarinya melalui jemarinya." Anas berkata, "Kami melihat atau meyakini bahwa ayat ini turun padanya dan orang-orang yang serupa dengannya: "Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur ... " sampai akhir ayat. (QS. Al-Aḥzāb: 23) (Muttafaq 'Alaih) Hadis ini telah disebutkan dalam Bab Mujāhadah.
بِضْعًا (biḍ'an): bilangan antara tiga sampai sembilan.
بِبَنَانِهِ (bi banānihi): al-banān ialah ujung jari.
1) Di antara karāmah yang Allah -Ta'ālā- anugerahkan kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-Nya ialah seorang hamba mencium aroma surga padahal dia masih di bumi, sedangkan surga di langit.
2) Masuk dan menerobos ke dalam barisan pasukan orang kafir untuk membunuh mereka termasuk sikap kepahlawanan dan kekuatan iman.
3) Keutamaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam kejujuran iman mereka, dan hal ini memberi petunjuk jelas bahwa Allah telah memilihkan untuk nabi-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- orang-orang yang paling utama setelah para nabi, dan bahwasanya belum pernah dan tidak akan pernah ada yang semisal dengan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-.
34/1318- Samurah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tadi malam aku melihat dalam mimpi dua orang laki-laki datang kepadaku lalu membawaku naik pohon, lalu keduanya memasukkanku ke sebuah rumah yang paling indah dan paling bagus, belum pernah sama sekali aku melihat yang lebih bagus darinya. Mereka berdua berkata, 'Adapun rumah ini, ini adalah rumah para syuhada.'" (HR. Bukhari). Ini adalah sebagian dari hadis panjang yang berisikan berbagai macam ilmu, dan akan disebutkan dalam Bab Pengharaman Dusta, Insya Allah.
35/1319- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Ummu Ar-Rubai' binti Al-Barā` -yaitu ibu dari Hāriṡah bin Surāqah- datang kepada Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berkata, "Wahai Rasulullah! Tidakkah engkau menceritakan kepadaku tentang Hāriṡah -yang gugur dalam perang Badar-? Jika ia di surga, aku pasti bersabar. Tetapi jika selain itu, niscaya aku menangisinya sejadi-jadinya." Beliau bersabda, "Wahai Ummu Ḥāriṡah! Sesungguhnya di dalam surga itu ada banyak tingkatan, dan sesungguhnya putramu mendapatkan Surga Firdaus yang paling tinggi." (HR. Bukhari)
36/1320- Jābir bin Abdillāh -raḍiyallāhu 'anhuma- berkata, "Jenazah ayahku dibawa kepada Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- dalam keadaan telah dimutilasi, dan dia diletakkan di hadapan beliau. Lalu aku hendak membuka wajahnya, tapi kaumku mencegahku. Nabi Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- lalu bersabda, Para malaikat senantiasa menaunginya dengan sayap-sayapnya.'" (Muttafaq 'Alaih)
1) Mengetahui berbagai macam nikmat yang Allah -Ta'ālā- siapkan dalam surga bagi orang-orang yang mati syahid termasuk sebab yang akan meringankan musibah kematian atas orang-orang beriman.
2) Keutamaan khusus bagi Abdullah, ayah Jābir -raḍiyallāhu 'anhumā-, yaitu bahwa para malaikat menaunginya dengan sayap-sayapnya.
3) Boleh menangisi jenazah jika tidak disertai ratapan dan mengangkat suara, tetapi hanya berupa kesedihan dalam hati dan tetesan air mata disertai rida dan tunduk kepada ketetapan dan takdir Allah -Ta'ālā-.
37/1321- Sahl bin Ḥunaif -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang meminta kepada Allah agar mati syahid dengan jujur, Allah akan menyampaikannya ke tingkatan syuhada, walaupun dia meninggal di atas tempat tidurnya." (HR. Muslim)
38/1322- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang memohon agar mati syahid dengan jujur, niscaya dia akan diberi (pahala) mati syahid, meskipun dia tidak mendapatkan mati syahid itu." (HR. Muslim)
1) Niat jujur seorang mukmin akan menggantikan amal -jika ia dihalangi oleh suatu penghalang dari mengamalkannya- seakan-akan dia melaksanakan ketaatan tersebut.
2) Permohonan mati syahid dengan jujur dari seorang hamba termasuk doa yang mustajab dalam kehidupan orang beriman.
39/1323- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Seorang syahid itu tidak merasakan sakitnya kematian kecuali seperti salah seorang kalian yang merasakan gigitan semut." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")
1) Allah -Ta'ālā- memudahkan proses kematian bagi orang yang mati syahid, dan ini termasuk karunia Allah kepadanya serta kabar gembira yang disegerakan.
2) Ruh orang yang syahid keluar dengan mudah ketika diberikan kabar gembira berupa rida dari Allah -'Azza wa Jalla-.
40/1324- Abu Ibrahim Abdullah bin Abi Aufā -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di beberapa kesempatan ketika bertemu musuh, beliau menunggu (tidak menyerang), hingga ketika matahari telah condong beliau berdiri di tengah-tengah sahabat seraya berpidato, "Wahai sekalian manusia! Janganlah kalian berharap bertemu musuh. Mohonlah kepada Allah keselamatan. Lalu, bila kalian telah bertemu musuh, maka bersabarlah. Ketahuilah, bahwa surga di bawah bayang-bayang pedang." Kemudian beliau berdoa, "Ya Allah! Rabb Yang menurunkan kitab, Yang menjalankan awan, Yang mengalahkan sekutu kaum musyrikin. Kalahkanlah mereka dan menangkanlah kami atas mereka." (Muttafaq 'Alaih)
1) Surga di bawah bayangan pedang dan jalan pintas surga adalah meraih mati syahid disertai niat yang benar.
2) Memohon afiat dan keteguhan ketika menjelang kematian adalah permohonan terbaik yang dipanjatkan hamba kepada Rabb-nya.
3) Kembali kepada Allah -Ta'ālā- dengan berdoa pada kondisi-kondisi darurat adalah tanda kedalaman pemahaman agama seorang hamba serta komitmennya dalam mengikuti petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
41/1325- Sahl bin Sa'ad -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Dua doa yang tidak akan ditolak atau sedikit sekali ditolak: doa ketika azan dan ketika perang berkecamuk." (HR. Abu Daud dengan sanad sahih)
النِّدَاءِ (an-nidā`): azan.
البَأْسُ (al-ba` s): perang.
يُلْحِمُ بعضُهُمْ بَعْضًا (yulḥimu ba'ḍuhum ba'ḍan): ketika perang sengit sampai barisan pasukan saling bertemu.
1) Di antara waktu mustajab untuk berdoa adalah ketika perang dan ketika ada panggilan salat.
2) Menjelaskan adanya perbedaan keutamaan waktu dan kondisi dalam hal pengabulan doa, di antaranya ketika kondisi darurat dan perang berkecamuk.
42/1326- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Dahulu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bila berperang, beliau biasa membaca doa, “Allāhumma anta 'aḍudī wa naṣīrī, bika aḥūlu, wa bika aṣūlu, wa bika uqātilu (artinya: Ya Allah! Engkaulah tempatku bertumpu dan penolongku. Dengan pertolongan-Mu aku bergerak, dengan pertolongan-Mu aku menyerang, dan dengan pertolongan-Mu aku berperang).” (HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")
43/1327- Abu Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- takut terhadap suatu kaum, beliau berdoa, "Allāhumma innā naj'aluka fī nuḥūrihim, wa na'ūżu bika min syurūrihim (artinya: Ya Allah! Sesungguhnya kami menjadikan-Mu di leher mereka dan kami berlindung kepada-Mu dari kejahatan mereka)." (HR. Abu Daud dengan sanad sahih)
عَضُدِيْ ('aḍudī), berasal dari kata "al-'aḍud", yaitu tempat kekuatan manusia, maksudnya: Engkau adalah penolongku.
أَحُولُ (aḥūlu), berasal dari kata "al-ḥaul", artinya: berpindah, atau berubah. Maksudnya: aku tidak memiliki kemampuan untuk bergerak kecuali dengan pertolongan-Mu.
أَصُولُ (aṣūlu), bila dikatakan, "ṣāla 'alaih", artinya: ia menyerangnya.
1) Mengulang-ulang permintaan kepada Allah -Ta'ālā- ketika berdoa dan berlindung kepada-Nya merupakan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang terus-menerus, baik dalam keadaan lapang ataupun ketika diuji.
2) Menyerahkan urusan kepada Allah adalah fakktor besar untuk keselamatan, karena Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- tidak akan menyia-nyiakan hamba yang kembali dan menyerahkan urusannya kepada-Nya.
44/1328- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Kuda itu, di ubun-ubunnya terikat kebaikan sampai hari Kiamat." (Muttafaq 'Alaih)
45/1329- 'Urwah Al-Bāriqiy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Kuda itu, di ubun-ubunnya terikat kebaikan hingga hari Kiamat, yaitu berupa pahala dan ganimah." (Muttafaq 'Alaih)
نَوَاصِيْهَا (nawāṣīhā), ia jamak "an-nāṣiyah": bagian depan kepala, ubun-ubun.
1) Banyak kebaikan yang ada pada kuda, termasuk kuda yang disiapkan untuk jihad, karena Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- menjadikan padanya kebaikan hingga hari Kiamat.
2) Jihad tetap disyariatkan hingga hari Kiamat, karena kebaikan yang ada dalam jihad yang berupa pahala dan ganimah tidak akan terwujud kecuali dengan berjihad fi sabilillah.
3) Kabar gembira bagi orang beriman berupa kekalnya kejayaan dan kemuliaan agama ini hingga hari Kiamat.
46/1330- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang mewakafkan seekor kuda di jalan Allah karena beriman kepada Allah dan membenarkan janji-Nya, maka makanan dan minumannya, serta kotoran dan kencingnya akan dimasukkan dalam timbangan amalnya pada hari Kiamat." (HR. Bukhari)
احتَبَسَ (iḥtabasa): ia menjadikannya sebagai wakaf untuk jihad fi sabilillah.
رِيَّهُ (riyyahu), ar-rīy ialah minum hingga kenyang.
رَوْثَهُ (rauṡahu): kotorannya yang keluar.
1) Menerangkan adanya pahala besar bagi orang yang mewakafkan kuda untuk jihad fi sabilillah.
2) Orang beriman yang memiliki niat benar dan tulus akan diberi pahala pada amal salehnya dan pada dampak positif yang dilahirkan oleh amalnya itu.
47/1331- Abu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Seorang laki-laki datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan membawa seekor unta yang telah diberi kekang, dia berkata, "Unta ini sedekah di jalan Allah." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Dengan unta ini, kelak pada hari Kiamat engkau akan mendapatkan tujuh ratus ekor unta, semuanya bertali kekang." (HR. Muslim)
مَخطُومَةٌ (makhṭūmah): kepalanya telah diberi tali kekang, yaitu tali yang digunakan untuk mengendalikan unta.
1) Pelipatgandaan pahala hingga tujuh ratus kali lipat adalah karunia dari Allah -Ta'ālā- yang diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
2) Balasan setimpal dengan jenis perbuatan; Allah melipatgandakan pahala infak dalam jihad karena besarnya kadar manfaatnya terhadap umat.
48/1332- Abu Ḥammād -juga dikatakan: Abu Su'ād, atau Abu Asad, atau Abu 'Āmir, atau Abu 'Amr, atau Abul-Aswad, atau Abu 'Abs- 'Uqbah bin 'Āmir Al-Juhaniy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berpidato dari atas mimbar, "'Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu mampui.' (QS. Al-Anfāl: 60). Ketahuilah! Kekuatan itu adalah memanah. Ketahuilah! Kekuatan itu adalah memanah. Ketahuilah! Kekuatan itu adalah memanah." (HR. Muslim)
1) Memanah adalah salah satu jenis kekuatan yang wajib disiapkan oleh orang beriman untuk menggetarkan orang-orang kafir dan zalim, dan memanah termasuk pokok pendidikan jihad.
2) Jenis panahan berbeda-beda sesuai perkembangan zaman, maka yang diwajibkan hari ini ialah menghadapi serangan teknologi modern dengan yang semisalnya, dan ini termasuk bimbingan Al-Qur`ān yang mengikuti perkembangan masa dan tempat.
49/1333- Juga dari 'Uqbah bin 'Āmir -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Akan ditaklukkan untuk kalian banyak (belahan) bumi dan Allah akan mencukupkan kalian. Maka, janganlah salah seorang kalian malas untuk memainkan anak panahnya!" (HR. Muslim)
1) Jihad fi sabilillah termasuk sebab terbesar dalam memberikan kecukupan hidup dan kelapangan rezeki kaum mukimin, karena rezeki umat ini ditempatkan di bawah bayangan tombak. Kemudian ketika umat ini meninggalkan jihad, maka Allah -Ta'ālā- akan menghinakan mereka dan menimpakan kepada mereka kefakiran. Maka, apakah umat Islam hari ini paham kenapa mereka ditimpa kesulitan ekonomi?!
2) Islam mendorong orang-orang beriman supaya terus-menerus mempersiapkan diri serta bersiap-siap untuk berjihad, sekalipun setelah meraih kemenangan dan menunaikan kewajiban, sehingga mereka tidak meletakkan senjata dan cenderung kepada kehidupan dunia.
50/1334- Juga dari 'Uqbah bin 'Āmir -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang telah diberi ilmu memanah lalu dia meninggalkannya, maka dia bukan bagian dari kami -atau dia telah bermaksiat-." (HR. Muslim)
51/1335- Juga dari Uqbah bin 'Āmir -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sungguh dengan satu anak panah Allah memasukkan tiga orang ke surga: pembuatnya yang mengharapkan pahala dalam membuatnya, orang yang memanahkannya, dan orang yang menyiapkannya. Berlatihlah memanah dan mengendarai (kuda), dan kalian berlatih memanah lebih aku sukai daripada kalian mengendarai kuda. Siapa yang meninggalkan latihan memanah setelah dia diberikan ilmunya karena tidak suka padanya, maka sesungguhnya itu kenikmatan yang dia tinggalkan." Atau beliau bersabda, "... yang dia tidak syukuri." (HR. Abu Daud) [4].
مُنْبِلَهُ (munbilahu): orang yang menyiapkan anak panah kepada pemanah; yaitu disebutkan dalam sebuah riwayat Ibnu Majah, "Pembuatnya, pemanahnya, dan yang menyiapkannya."
1) Motivasi untuk mempelajari semua keterampilan berperang dan memanah karena hal ini termasuk jenis kekuatan paling besar yang diperintahkan untuk memerangi orang-orang kafir.
2) Berhenti memanah termasuk maksiat yang dengannya seorang hamba jatuh dalam dosa karena perbuatan tersebut bagian dari kelalaian dan kelemahan.
3) Anjuran untuk saling tolong-menolong di antara kaum mukminin pada kebajikan dan ketakwaan, yaitu dengan satu anah panah tiga orang yang saling bekerjasama melepaskannya dijanjikan akan dimasukkan ke dalam surga.
52/1336- Salamah bin Al-Akwa' -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah melewati beberapa orang yang sedang berlomba panahan, lalu beliau bersabda, “Memanahlah, wahai Bani Ismail, karena leluhur kalian dahulunya adalah ahli memanah!" (HR. Bukhari)
يَنْتَضلُونَ (yantaḍilūna): mereka berlomba memanah.
1) Motivasi Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada sekelompok sahabat untuk belajar memanah serta memuji mereka dengan dasar itu karena di dalamnya tersimpan sumber kekuatan.
2) Anjuran mengikuti serta mengamalkan perangai nenek moyang yang terpuji.
53/1337- 'Amr bin 'Abasah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang menembakkan satu anak panah di jalan Allah, maka pahalanya sebanding dengan membebaskan hamba sahaya." (HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")
54/1338- Abu Yahya Khuraim bin Fātik -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang menginfakkan suatu nafkah di jalan Allah, maka ditulis baginya pahala tujuh ratus kali lipat." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")
عَدْلُ مُحَرَّرةٍ ('adl muḥarrarah): sebanding dengan orang yang memerdekakan seorang budak.
1) Adanya pengagungan terhadap pahala jihad fi sabilillah serta banyaknya jenis pahala di dalamnya; agar jiwa bersemangat melakukannya.
2) Infak di jalan jihad dilipatgandakan hingga tujuh ratus kali lipat.
55/1339- Abu Sa'īd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidaklah seorang hamba berpuasa satu hari di jalan Allah, kecuali dengan hari itu Allah akan jauhkan wajahnya dari neraka sejauh perjalanan tujuh puluh tahun." (Muttafaq 'Alaih)
56/1340- Abu Umāmah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Siapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, pasti Allah menjadikan antara dirinya dan api neraka satu parit (sebagai penghalang) yang luasnya seperti jarak langit dan bumi." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")
خَرِيْفًا (kharīfan): al-kharīf ialah salah satu musim dalam setahun, maksudnya dalam hadis ini adalah tahun.
1) Pahala besar bagi orang yang berpuasa satu hari ketika berjihad, dengan syarat puasanya itu tidak berpengaruh terhadap kekuatan badannya serta semangatnya dalam berperang.
2) Mengerjakan amal saleh pada masa sulit dan perlawanan jiwa adalah sebab pelipatgandaan pahala dan dijauhkan dari api neraka.
57/1341- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang meninggal dunia dalam keadaan tidak pernah berperang (di jalan Allah), dan tidak pernah berniat untuk berperang, maka ia mati di atas salah satu cabang kemunafikan." (HR. Muslim)
1) Meninggalkan jihad dengan berbagai tingkatannya dan tidak meniatkannya adalah sebab adanya penyakit kemunafikan dalam hati dan sū`ul-khātimah.
2) Niat yang jujur dari seorang mukmin akan menggantikan amal ketika ia tidak mampu melakukannya.
58/1342- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Kami pernah bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sebuah peperangan, beliau lalu bersabda, "Sungguh di Madinah terdapat beberapa laki-laki, tidaklah kalian menempuh suatu perjalanan atau melewati sebuah lembah melainkan mereka menyertai kalian (dalam hal pahala); karena mereka tertahan oleh sakit."
Dalam riwayat lain disebutkan, "... karena mereka tertahan oleh uzur." Dalam riwayat lainnya lagi, "... melainkan mereka menyertai kalian dalam pahala." (HR. Bukhari dari riwayat Anas dan Muslim dari riwayat Jābir, dan redaksi ini miliknya).
1) Siapa yang bersungguh-sungguh untuk melaksanakan amal saleh kemudian ia tertahan oleh suatu uzur, Allah akan menuliskan untuknya pahala secara sempurna karena kesungguhan niatnya.
2) Menjelaskan luasnya rahmat Allah -Ta'ālā- kepada orang beriman; yaitu niat yang baik dijadikan sama dengan amalan bila tidak sanggup dilakukan.
59/1343- Abu Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa seorang badui datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu berkata, "Wahai Rasulullah! Seorang laki-laki berperang untuk mendapatkan ganimah, seorang laki-laki berperang agar dipuji, dan seorang laki-laki berperang agar dilihat kehebatannya?"
Dalam riwayat lain, "... berperang untuk menunjukkan keberaniannya dan berperang karena fanatisme."
Dalam riwayat lain, "... dan berperang karena amarah; siapakah di antara mereka yang berada di jalan Allah?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa saja yang berperang agar kalimat Allah menjadi yang tertinggi, maka dialah yang berada di jalan Allah." (Muttafaq 'Alaih)
1) Jihad fi sabilillah untuk meninggikan kalimat Allah ialah jihad yang disyariatkan, sedangkan yang lainnya ialah jihad di jalan setan, hawa nafsu, dan fanatisme jahiliah.
2) Seorang hamba tidak akan diberi pahala atas sebuah amal walaupun dia membebani dirinya dan telah mengerjakannya, kecuali jika ia ikhlas melakukannya karena Allah -Ta'ālā- dan sesuai dengan Sunnah Nabi. Siapa yang mengerjakan suatu ketaatan di atas selain itu, maka dia telah melelahkan dirinya dengan amal yang tidak berpahala.
60/1344- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidaklah suatu pasukan atau ekspedisi perang berperang lalu ia mendapatkan ganimah dan selamat, melainkan mereka telah menyegerakan dua dari tiga pahalanya. Dan tidaklah suatu pasukan atau ekspedisi perang tidak mendapatkan ganimah dan terkena bencana (mati syahid atau luka-luka), melainkan pahala mereka sempurna." (HR. Muslim)
1) Ganimah yang didapatkan oleh para mujahid adalah sebagian dari pahala perang mereka, sekalipun ganimah itu halal untuk mereka!
2) Siapa yang ditimpa bencana di jalan Allah, atau dia selamat tetapi tidak mengambil ganimah sedikit pun, maka pahalanya sempurna.
61/1345- Abu Umāmah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa ada seorang pria berkata, “Wahai Rasulullah! Izinkan aku untuk berwisata.” Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Sesungguhnya wisata umatku adalah berjihad di jalan Allah -'Azza wa Jalla-.” (HR. Abu Daud dengan sanad jayyid)
1) Wisata umat ini adalah berjihad untuk membela agama Allah serta berperang untuk meninggikannya di atas semua agama di semesta alam.
2) Islam meluruskan pemahaman-pemahaman yang keliru dalam kehidupan manusia lalu membawa mereka pada kondisi dan kebiasaan yang paling baik. Adapun sekadar keluar melancong di muka bumi tanpa tujuan dan maksud yang disyariatkan, itu adalah perbuatan orang-orang lalai dan penduduk dunia yang hanya bermain-main.
62/1346- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, "Pulang dari perang itu seperti berperang." (HR. Abu Daud dengan sanad jayyid)
القَفْلَةُ (al-qaflah): pulang. Maksudnya pulang dari perang setelah peperangan selesai; artinya, dia akan diberikan pahala pada perjalanan pulangnya setelah selesai berperang.
1) Orang yang keluar untuk sebuah ketaatan, maka dia akan diberi pahala dalam perjalanan pergi dan pulangnya. Ini merupakan karunia Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya yang beriman.
2) Semua yang menjadi konsekuensi amal saleh maka ia masuk dalam pahala amal saleh tersebut.
63/1347- As-Sā`ib bin Yazīd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Manakala Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pulang dari perang Tabuk, maka orang-orang menyambut beliau, dan aku bersama anak-anak menyambut beliau di atas Ṡaniyyatul-Wadā'." (HR. Abu Daud dengan sanad sahih dengan redaksi ini). [15].
Juga diiriwayatkan oleh Bukhari, dia berkata, "Kami keluar menyambut Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersama anak-anak menuju Ṡaniyyatul-Wadā'."
Ṡaniyyatul-Wadā': Aṡ-Ṡaniyyah ialah bagian permukaan bumi yang tinggi. Ṡaniyyatul-Wadā' adalah sebuah tempat yang dekat di dalam Kota Madinah, terletak di sebelah utara Madinah menuju arah Syam. Dinamakan Al-Wadā' karena seorang musafir ke arah utara biasa dilepas di tempat itu.
1) Anjuran menyambut para mujahidin ketika mereka pulang dari jihad bentuk memuliakan mereka serta ikut berbahagia dengan pertolongan Allah.
2) Menggambarkan kehidupan iman yang ada dalam kehidupan masyarakat muslim pada masa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu dahulu, cita-cita mereka semua adalah menolong agama Allah, bahkan sampai para wanita dan anak-anak, mereka bergembira dengan jihad dan berita-beritanya. Maka, apakah yang menjadi perhatian dan cita-cita para wanita dan anak-anak kita hari ini?
Tersebar di tengah masyarakat tentang nasyid yang dilantunkan ketika perjalanan hijrah Nabi; bahwa manakala Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sampai di Madinah, para wanita dan anak-anak keluar melantunkan syair sambil memukul rebana, "Ṭala'al-badru 'alainā min ṡaniyyatil-wadā' ..."
Kisah ini tidak memiliki sanad yang sahih menurut ulama sirah dan hadis.
Kemudian kisah ini juga tidak sahih bila dilihat dari sisi fakta yang ada. Hadis yang sedang kita bahas ini menunjukkan ketidaksahihaannya, karena Ṡaniyyatul-Wadā' adalah batas luar Kota Madinah di arah Syam, sedangkan orang yang datang dari Mekah menuju Madinah -seperti halnya keadaan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau hijrah- tidak akan melewatinya kecuali kalau dia pergi menuju Syam. Maka bagaimana Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- akan melewatinya sementara beliau datang dari arah Mekah?
64/1348- Abu Umāmah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, "Siapa yang tidak pernah berperang, tidak pula pernah menyiapkan keperluan orang yang berperang atau menggantikan orang yang berperang dalam mengurus keluarganya dengan baik, Allah pasti menimpakan kepadanya bencana besar sebelum hari Kiamat." (HR. Abu Daud dengan sanad sahih)
قَارِعَةٌ (qāri'ah): musibah besar. Dan bisa jadi maksudnya adalah apa yang disebutkan dalam hadis terdahulu, "Dia mati di atas salah satu cabang kemunafikan."
1) Masyarakat muslim saling tolong-menolong secara kolektif dalam kebajikan dan ketakwaan, sehingga orang yang tidak ikut serta dalam jihad harus menjaga kehormatan keluarga yang ditinggal oleh para mujahid, sehingga mereka seperti satu bangunan kukuh, saling menopang satu sama lain.
2) Menjelaskan ancaman keras terhadap umat manakala mereka meninggalkan jihad sehingga azab yang keras menimpa mereka, sesuai firman Allah -Ta'ālā-: "Jika kamu tidak berangkat (untuk berperang), niscaya Allah akan menghukum kamu dengan azab yang pedih." (QS. At-Taubah: 39)
65/1349- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Berjihadlah melawan orang-orang musyrik dengan harta, jiwa, dan lisan kalian." (HR. Abu Daud dengan sanad sahih)
1) Beragamnya pintu jihad; dengan harta, jiwa, dan lisan. Ini termasuk keluasan rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya, yaitu masing-masing bisa berjihad dengan apa yang dia mampui.
2) Membela dan menolong agama Islam walaupun hanya dengan kalimat dan pendapat yang benar adalah salah satu jenis jihad di jalan Allah, khususnya pada hari ini ketika banyak orang yang berbicara lancang melawan Islam dan umat Islam serta menuduh mereka dengan tuduhan-tuduhan keji dan gelar-gelar yang menakutkan.
3) Di antara fikih jihad yaitu hendaklah seorang hamba mengetahui bahwa menyampaikan Sunnah Nabi kepada semua manusia tidaklah kalah dari tingkatan menembakkan anak panah kepada orang-orang kafir yang diperangi.
66/1350- Abu 'Amr -ada yang mengatakan: Abu Ḥakīm- An-Nu'mān bin Muqarrin -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku menyaksikan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bila beliau tidak menyerang di pagi hari, beliau mengakhirkan serangan hingga matahari tergelincir (setelah waktu zawal) dan angin berhembus, dan kemenangan pun turun." (HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata "Hadis hasan sahih")
1) Dianjurkan memilih waktu yang tepat untuk berperang supaya jiwa dalam keadaan semangat dan kekuatan yang sempurna.
2) Di antara petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ialah berperang di pagi hari karena itu lebih hebat serangannya, atau menunda serangan hingga setelah waktu zawal.
67/1351- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Janganlah kalian berharap bertemu musuh. Tetapi, mohonlah kepada Allah keselamatan. Lalu, bila kalian telah bertemu musuh, maka bersabarlah." (Muttafaq 'Alaih)
1) Wasiat kepada orang-orang mukmin supaya tidak mengharapkan adanya musibah, melainkan mereka hendaknya memohon keselamatan kepada Allah.
2) Bila umat Islam bertemu musuh Allah, mereka wajib bertahan, bersabar, dan tabah.
3) Keselamatan disertai iman adalah anugerah terbaik yang diberikan kepada orang beriman.
68/1352- Abu Hurairah dan Jābir -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Perang itu muslihat.” (Muttafaq 'Alaih)
1) Anjuran memperdaya orang-orang kafir ketika perang untuk menaklukkan mereka serta menyerang mereka dengan tiba-tiba atau menjebak mereka dengan bersembunyi dan semisalnya.
2) Islam adalah agama kedamaian dan kasih sayang, juga agama kekuatan dan perang, dan masing-masing memiliki tempat dan kondisinya yang tepat.