Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan katakanlah, 'Ya Tuhanku! Tambahkanlah ilmu kepadaku.'” (QS. Ṭāhā: 114) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Katakanlah, 'Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?'" (QS. Az-Zumar: 9) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat." (QS. Al-Mujādilah: 11) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama." (QS. Fāṭir: 28)
1) Ilmu yang disebutkan keutamaannya dalam nas ialah ilmu yang bersumber dari dua wahyu (Al-Qur`ān dan Sunnah).
2) Menuntut ilmu adalah salah satu jenis jihad fi sabilillah, bahkan jihad dan semua hukum agama dibangun di atas prinsip ilmu yang memiliki dasar, sehingga orang berilmu adalah sebagai hakim (pemutus), bukan objek.
3) Ketika seorang hamba meminta sesuatu kepada Rabb-nya, seperti tambahan ilmu, maka dia harus menempuh segala sarana yang akan mengantarkannya untuk meraih hal tersebut.
4) Ilmu dan iman adalah sebab diangkatnya derajat hamba di dunia dan akhirat; derajatnya akan naik sesuai dengan kadar iman dan ilmu yang dimilikinya, dan ini termasuk kemuliaan ilmu dan orang berilmu.
5) Allah -Ta'ālā- menantang seluruh manusia; adakah orang yang meyakini kesamaan orang yang berilmu dengan yang jahil?! Bila kesamaan itu tidak ada, lalu bagaimana seorang hamba rida berdiam diri di atas kejahilan?! Bahkan, yang seharusnya dia lakukan adalah mengangkat kejahilan dari dirinya dengan cara belajar serta mengangkat kejahilan dari orang lain dengan cara mengajarinya.
1/1376- Mu'āwiyah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan, niscaya Allah akan menjadikannya paham tentang urusan agamanya." (Muttafaq 'Alaih)
1) Tanda adanya kebaikan dan taufik pada seorang hamba ialah bila dia paham tentang agama Allah -Ta'ālā-, dan sebaliknya tanda keburukan dan ketiadaan taufik pada dirinya adalah bila dia tidak dianugerahi pemahaman agama.
2) Pemahaman atau kefakihan dalam agama ialah adanya ilmu bermanfaat yang melahirkan amal saleh, sehingga orang yang memiliki ilmu tetapi tidak memiliki amal bukanlah orang yang fakih.
3) Allah -Ta'ālā- menginginkan kebaikan bagi hamba-Nya, tetapi hamba itu dengan kezaliman dan kejahilannya menghalangi dirinya dari kebaikan tersebut; "Maka ketika mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka." (QS. Aṣ-Ṣaff: 5)
2/1377- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidak boleh hasad kecuali pada dua orang: orang yang Allah anugerahi harta lalu dia menginfakkannya pada jalan kebaikan dan orang yang Allah karuniai hikmah (ilmu Al-Qur`ān dan Sunnah) lalu dia menetapkan keputusan dengannya dan mengajarkannya." (Muttafaq 'Alaih) Yang dimaksud dengan hasad di sini ialah gibtah, yaitu mengharapkan yang semisal dengan yang diraih orang lain.
هَلَكَتِهِ في الحقِّ (halakatihi fil-ḥaqq): menginfakkannya pada jalan kebaikan.
الحِكْمَةُ (al-ḥikmah): ilmu bermanfaat yang melahirkan amal saleh, atau ucapan dan perbuatan yang tepat.
1) Menjelaskan keutamaan ilmu; yaitu siapa yang Allah berikan ilmu yang bermanfaat lalu dia mengamalkannya maka dia berada di atas sebaik-baik keadaan.
2) Siapa yang Allah karuniai harta lalu dia menginfakkannya pada berbagai jalan kebaikan maka dia berada di atas kebaikan.
3) Diharamkannya hasad, yaitu seseorang mengharapkan hilangnya nikmat dari saudara seIslam.
3/1378- Abu Musā -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah utus aku dengannya, bagaikan hujan yang turun ke bumi. Sebagian tanah ada yang baik dan dapat menyerap air lalu menumbuhkan rerumputan dan tumbuhan yang banyak. Sebagian ada yang keras dan menahan air, maka Allah menjadikannya bermanfaat bagi manusia, yaitu mereka bisa minum, melakukan pengairan, dan bercocok tanam. Sementara sebagian yang lain adalah tanah gersang yang tidak bisa menahan air dan tidak pula menumbuhkan tanaman. Demikianlah perumpamaan orang yang paham agama Allah dan mendapat manfaat dari apa yang Allah utus aku dengannya, yaitu dia memiliki ilmu lalu mengajarkannya. Demikian pula perumpamaan orang yang tidak peduli dan yang tidak menerima petunjuk Allah yang dengannya aku diutus." (Muttafaq 'Alaih)
غَيْث (gaiṡ): hujan.
الكَلَأُ (al-kala`): ladang gembala.
أَجَادِبُ (ajādib): tanah yang tidak menumbuhkan tumbuhan.
قِيْعَان (qī'ān): tanah yang rata dan luas, dijelaskan dalam hadis ini, "Tidak dapat menahan air dan tidak pula menumbuhkan tumbuhan."
1) Dengan air hujan tanah yang mati akan menjadi hidup dan dengan wahyu hati yang kering dan gelap akan hidup; oleh karena itu, seorang hamba harus gigih dalam memperhatikan kehidupan hatinya dengan ilmu dan iman.
2) Siapa yang memiliki ilmu dan pemahaman lalu mengajarkannya kepada manusia, berarti tanah hatinya adalah tanah yang baik, dapat menyerap air serta menumbuhkan tumbuhan dan rerumputan yang banyak, sehingga ia memberikan manfaat pada manusia dan pada dirinya sendiri.
3) Siapa yang memiliki ilmu tetapi tidak mengajarkannya, melainkan dia menyimpan ilmu itu hanya untuk dirinya, berarti tanah hatinya adalah tanah yang keras, ia menahan air dan tidak menumbuhkan tumbuhan.
4) Siapa yang meninggalkan ilmu dan amal, maka tanah hatinya adalah tanah yang gersang, tidak dapat menerima petunjuk Allah -Ta'ālā- dan dia berada di tingkatan yang paling rendah. Oleh karena itu, hendaklah seorang hamba melihat tanah hatinya, tanah yang manakah yang dia inginkan untuknya di antara ketiga jenis tanah itu?!
4/1379- Sahl bin Sa'ad -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepada Ali -raḍiyallāhu 'anhu-, "Demi Allah! Sungguh jika satu orang diberi hidayah oleh Allah melalui dirimu maka itu lebih baik bagimu dibandingkan unta-unta merah (yang paling berharga)." (Muttafaq 'Alaih)
حُمْر النَّعَمِ (ḥumr an-na'am): ḥumr, dengan mensukunkan "mīm", adalah bentuk jamak dari kata "ḥamrā`" yang bermakna unta merah, yaitu harta bangsa Arab yang paling berharga.
1) Motivasi menuntut ilmu karena merupakan bekal utama bagi dai yang berdakwah kepada Allah -Ta'ālā-.
2) Keutamaan menjelaskan petunjuk dan mendakwahi manusia kepada kebenaran. Tetapi seseorang tidak mungkin berdakwah kepada Allah kecuali dengan cahaya ilmu, sehingga ilmu adalah fondasi dan bekal dalam berdakwah; "Dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan sebagai cahaya yang menerangi." (QS. Al-Aḥzāb: 46)
5/1380- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sampaikanlah oleh kalian dariku walaupun satu ayat, dan ceritakanlah riwayat dari Bani Israil, tidak apa-apa. Siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka." (HR. Bukhari)
Bani Israil: Ahli Kitab dari kalangan orang-orang Yahudi dan Nasrani.
فلْيَتَبَوَّأ (fa-lyatabawwa`): menempati mabā`ah, yaitu tempat tinggal.
1) Motivasi untuk menyampaikan ilmu yang bermanfaat kepada manusia walaupun sedikit, sehingga siapa saja yang Allah -Ta'ālā- anugerahi ilmu yang dibangun di atas wahyu hendaklah dia menyebarkannya di tengah-tengah manusia karena itu adalah sedekah.
2) Peringatan keras terhadap perbuatan berdusta atas nama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan meriwayatkan hadis-hadis yang dusta walaupun maknanya benar, karena dalam hadis yang sahih telah lengkap apa yang akan mencukupkan kita dari riwayat-riwayat dusta dan palsu.
Di sebagian masyarakat beredar banyak selebaran yang berisi hadis-hadis dan riwayat-riwayat tentang targīb dan tarhīb yang didustakan atas nama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Di antaranya, misalnya, selebaran hukuman bagi orang yang meningggalkan salat; bahwa orang yang meninggalkan salat akan dihukum dengan 5 siksa di dunia, 5 siksa di kubur, dan 5 siksa di mahsyar, dan semisalnya. Selebaran-selebaran ini wajib diwaspadai dan diberikan peringatan karena tidak diperbolehkan menasihati orang dengan menggunakan sesuatu yang merupakan kedustaan atas nama Rasulallah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Siapa yang melakukannya dengan sengaja maka dia diancam dengan neraka.Lagi pula dalam Sunnah Nabi yang sahih telah terdapat banyak ilmu dan petunjuk yang dapat mencukupkan kita dari hadis-hadis palsu dan mengikuti hawa nafsu.
6/1381- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang menempuh sebuah jalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga." (HR. Muslim)
1) Semakin tinggi kegigihan seorang hamba untuk menempuh jalan ilmu yang bermanfaat, maka Allah -Ta'ālā- akan membantunya di dalam perjalanannya menuju surga.
2) Menuntut ilmu yang bermanfaat adalah sebab besar untuk masuk surga.
Faedah Tambahan:
Jalan yang ditempuh untuk menuntut ilmu terbagi menjadi dua:
1- Jalan yang bersifat fisik, yaitu yang ditapaki oleh kaki; seperti seseorang datang ke majelis ilmu, atau pergi jauh dari negerinya menuju negeri lain untuk menimba ilmu.
2- Jalan yang bersifat abstrak, yaitu yang dilalui oleh pemahaman; seperti bertanya kepada ulama lewat sarana telekomunikasi atau menelaah buku, sebab dia juga dianggap sedang menempuh jalan ilmu walaupun sedang duduk di rumahnya.
7/1382- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang mengajak kepada suatu petunjuk, baginya pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun." (HR. Muslim)
1) Banyaknya pahala orang yang mengajak kepada ilmu bermanfaat atau yang menganjurkan kepada amal saleh lalu orang lain mengikuti ucapan atau perbuatannya. Dan orang yang paling besar bagian pahalanya adalah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, karena tidaklah ada satu kebaikan pun yang kita dapatkan melainkan beliaulah yang mengarahkan umat kepadanya. Semoga Allah melimpahkan selawat dan salam kepada beliau.
2) Pahala yang sempurna bagi pelaku kebaikan dan bagi orang yang mengajak kepada kebaikan, sedikit pun tidak berkurang.
3) Keutamaan khusus bagi ilmu, karena dengan ilmu ajakan kepada petunjuk dapat terwujud.
8/1383- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendokannya.” (HR. Muslim)
1) Semua amal saleh yang terus berlanjut manfaatnya bagi seseorang setelah ia meninggal dunia adalah sedekah jariah.
2) Motivasi untuk menimba ilmu dan mengajarkannya karena ilmu adalah warisan yang kekal setelah kematian seseorang.
Doa seorang anak kepada kedua orang tuanya setelah mereka meninggal termasuk amal paling utama yang berguna bagi mereka, karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengarahkan dan menganjurkannya. Tidaklah mungkin Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengarahkan umatnya kecuali kepada perkara terbaik yang beliau ketahui untuk mereka. Oleh karena itu, hendaklah seorang mukmin bersikap istikamah dalam mengamalkan apa yang diajarkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada kita dan meninggalkan yang lainnya berupa perkara-perkara yang diada-adakan oleh manusia tanpa petunjuk ilmu.
9/1384- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Dunia itu terlaknat, dan terlaknat pula apa yang ada di dalamnya, kecuali zikir kepada Allah -Ta'ālā- dan apa yang mengikutinya, serta orang yang alim atau yang menuntut ilmu." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") Sabda beliau, "Dan apa yang mengikutinya" maksudnya ialah ketaatan kepada Allah.
1) Menjelaskan keutamaan ilmu dan para penuntut ilmu karena itulah yang dikecualikan dari perkara dunia yang terlaknat.
2) Mengenal nilai dunia; bahwa hal-hal duniawi tidak memiliki nilai kebaikan kecuali yang mendekatkan kepada Allah -Ta'ālā- berupa zikir dan ilmu.
3) Seorang yang berilmu dan penuntut ilmu berada di atas jalan keselamatan, sehingga orang beriman harus bersungguh-sungguh agar menjadi orang berilmu, penuntut ilmu, atau yang mendengarkan ilmu dan tidak boleh menjadi orang jahil yang membuat dirinya binasa.
10/1385- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang keluar dalam rangka mencari ilmu, maka dia berada di jalan Allah sampai kembali." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")
1) Keluar menimba ilmu adalah salah satu bentuk jihad fi sabilillah.
2) Penuntut ilmu akan mendapatkan penjagaan dan perlindungan dari Allah, yaitu sama kedudukannya dengan mujahid yang berjihad di jalan Allah -Ta'ālā- hingga dia pulang.
11/1386- Abu Sa‘īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Seorang mukmin tidak akan merasa kenyang dari kebaikan, hingga dia berada di tempat terakhirnya di surga." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [5].
1) Penuntut ilmu tidak akan merasa puas dan cukup dari menuntut ilmu dan menambah kebaikan hingga dia bertemu dengan Rabb-nya.
2) Cita-cita orang beriman begitu tinggi; ia tidak akan merasa puas dengan kedudukan di bawah surga.
Imam Ahmad -raḥimahullāh- pernah ditanya, "Sampai kapan engkau akan menuntut ilmu?" Beliau menjawab, "Bersama wadah tinta hingga ke kubur!" (Disebutkan oleh Al-Khaṭīb Al-Bagdādiy dalam kitabnya, Syarf Aṣḥābil-Ḥadīṡ)
12/1387- Abu Umāmah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Keutamaan orang berilmu atas ahli ibadah seperti keutamaanku atas orang yang paling rendah di antara kalian." Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya Allah, malaikat-malaikat-Nya, dan semua penghuni langit dan bumi, bahkan semut di dalam lubangnya dan ikan benar-benar mendoakan orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")
يُصَلُّوْنَ (yuṣallūna): berdoa; aṣ-ṣalāh artinya doa.
1) Keutamaan orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia; yaitu seluruh makhluk hingga hewan, semuanya mendoakannya karena manfaat orang berilmu umum untuk semua makhluk.
2) Menjelaskan adanya perbedaan tingkat keutamaan antara para ulama dan selain mereka, dan ini mengandung motivasi bagi hamba untuk belajar dan mengajar sehingga dia termasuk orang yang mendapat kedudukan tinggi di dunia dan akhirat.
13/1388- Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang menempuh sebuah jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Sungguh para malaikat meletakkan sayapnya untuk penuntut ilmu karena rida kepada apa yang dia tuntut. Orang yang berilmu itu benar-benar akan dimintakan ampunan oleh semua yang ada di langit dan di bumi hingga ikan di dalam air. Keutamaan orang yang berilmu atas ahli ibadah laksana keutamaan rembulan atas seluruh bintang. Sesungguhnya ulama adalah ahli waris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, namun yang mereka mewariskan hanyalah ilmu. Maka siapa yang mengambilnya berarti ia telah mengambil bagian yang melimpah." (HR. Abu Daud dan Tirmizi)
1) Para ulama adalah ahli waris para nabi; mereka mewarisi tugas para nabi dalam perkara ilmu, amal, dan dalam persoalan dakwah kepada kebenaran serta menasihati mereka dalam mewujudkan semua kebaikan dan menolak semua keburukan.
2) Ilmu adalah sebaik-baik warisan yang diwariskan oleh hamba, karena ia adalah perbendaharaan yang tidak akan sirna; siapa yang meraihnya pasti beruntung. Seandainya keutamaan ilmu tidak ada kecuali sebagai wujud mengikuti Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, maka itu telah cukup.
3) Para malaikat meletakkan sayapnya kepada penuntut ilmu sebagai bentuk tawaduk kepadanya dan juga memuliakan warisan kenabian yang dibawanya, dan ini menunjukkan cinta dan pengagungan. Maka sesuatu yang seperti ini keutamaan dan kedudukannya, lalu bagaimana bisa seseorang tidak menyukainya lalu meninggalkannya demi meraih kenikmatan dunia yang fana?!
14/1389- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Semoga Allah membaguskan rupa orang yang mendengarkan sebagian hadis kami kemudian ia menyampaikannya seperti yang ia dengar. Barangkali orang yang disampaikan padanya (suatu hadis) justru lebih paham daripada orang yang mendengarnya langsung." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")
نَضَّرَ (naḍḍara): ia membaguskan; ini adalah doa agar mendapatkan an-naḍārah, yaitu keindahan.
1) Para ahli hadis yang gigih dalam menyampaikan Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada manusia memiliki keindahan dan cahaya pada wajah mereka sebagai imbalan mereka dalam mempelajari dan menyebarkan ilmu.
2) Tingkat pemahaman manusia berbeda-beda, bisa jadi orang yang disampaikan kepadanya ilmu lebih paham dari yang mendengar langsung, dan bisa jadi orang yang menyampaikan fikih bukanlah orang yang ahli fikih.
3) Peringatan wajibnya menyampaikan ilmu sebagaimana yang dia dengar. Adapun orang yang membuat-buat tambahan ketika menyampaikan agama dengan dalih demi mendakwahi manusia dan mengumpulkan mereka di atas kebaikan, orang ini tidak mendapat bagian sedikit pun dari doa ini, karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Kemudian ia menyampaikannya seperti yang ia dengar."
15/1390- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang ditanya tentang suatu ilmu kemudian ia menyembunyikannya, kelak pada hari Kiamat ia akan dipasangkan kendali dari neraka." (HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")
أُلْجِمَ (uljima): diberikan tali kekang di mulutnya, yaitu tali yang dipasang pada hewan tunggangan untuk mengendalikannya.
1) Anjuran untuk menyampaikan ilmu dan larangan dari menyembunyikannya.
2) Orang yang tidak mau berbagi ilmu kepada orang yang berhak mendapatkannya atau tidak mau menjawab pertanyaan orang yang bertanya akan disiksa dengan dipasangkan kekang dengan tali kekang dari api neraka. Ini mengandung ancaman keras terhadap orang yang menyembunyikan ilmu yang bermanfaat dari orang yang berhak mendapatkannya.
Tidak semua orang yang menyembunyikan sebuah ilmu mendapatkan ancaman ini. Bahkan sebagian ilmu patut disembunyikan dari sebagian orang dan disebarkan kepada sebagian yang lain. Misalnya bila permasalahan tersebut akan menyebabkan keburukan bagi sebagian orang, sehingga tidak patut disampaikan kepada mereka. Dalam Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kita dapatkan dalil yang menunjukkan hal itu; Imam Bukhari dalam kitabnya, Ṣaḥīḥ Al-Bukhāriy telah meletakkan satu bab, yaitu Bāb Man Khaṣṣa bil-'Ilmi Qauman Dūna Qaumin Karāhiyyata an Lā Yafhamū. Pada bab ini Imam Bukhari membawakan hadis Mu'āż bin Jabal -raḍiyallāhu 'anhu-, di dalamnya disebutkan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada Mu'āż, "Tidaklah seseorang bersyahadat Lā ilāha illallāh dan Muḥammad rasūlullāh dengan tulus dari dalam hatinya melainkan Allah haramkan dia atas neraka." Mu'āż berkata, "Wahai Rasulullah! Tidakkah ini aku sampaikan kepada manusia agar mereka bergembira?" Beliau bersabda, "Kalau begitu, mereka hanya akan berpangku tangan!" Dalam riwayat lain, "Jangan. Aku khawatir mereka akan berpangku tangan."
Sehingga tidak menyampaikan ilmu ketika dikhawatirkan terjadi fitnah bukan termasuk menyembunyikan ilmu, tetapi merupakan bentuk "penjagaan ilmu". Al-'Allāmah Ḥāfiẓ Ḥakamiy dalam karya beliau, Manẓūmah Al-Mīmiyyah fil-Waṣāyā wal-Ādāb Al-'Ilmiyyah berkata,
terlaknat oleh Allah dan manusia seluruhnya.
Waspadalah dari menyembunyikan ilmu, karena yang menyembunyikannya
ini bukanlah menyembunyikan ilmu, melainkan menjaganya, maka jangan dicela.
Adapun orang yang memelihara ilmu dari yang tidak patut memikulnya,
dari kalangan orang yang berhak mendapatkannya, maka pahamilah dan jangan rancu.
Menyembunyikan ilmu itu ialah menahannya dari yang menuntutnya
16/1391- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang menimba ilmu yang seharusnya untuk mencari wajah Allah -'Azza wa Jalla-, namun ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan sebagian dunia, maka ia tidak akan mencium aroma surga pada hari Kiamat." 'Arfal-jannah maksudnya aroma surga. (HR. Abu Daud dengan sanad sahih)
عَرَضاً من الدُّنيا ('araḍan minad-dunyā): sebagian dunia.
1) Motivasi untuk ikhlas dalam menimba ilmu, dan niat ikhlas akan terwujud bila orang yang menimbanya meniatkan ilmu itu untuk mengangkat kejahilan dari dirinya, mengangkat kejahilan dari orang lain, dan untuk menjaga agama Allah -Ta'ālā- dengan cara membelanya.
2) Siapa yang menjadikan ilmu agama -yang merupakan ibadah paling mulia- sebagai anak tangga untuk meraih sebagian dunia, maka Allah -Ta'ālā- mengancamnya dengan diharamkan dari surga.
17/1392- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan cara mencabutnya dari (dada) manusia, tapi Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama. Sehingga ketika Allah tidak lagi menyisakan seorang pun yang berilmu, maka orang-orang pun menjadikan orang yang bodoh menjadi pemimpin mereka, kemudian mereka ditanya lalu mereka pun memberi fatwa tanpa ilmu, sehingga mereka tersesat dan menyesatkan." (Muttafaq 'Alaih)
1) Menjelaskan cara dicabutnya ilmu, yaitu dengan wafatnya orang-orang berilmu yang merupakan para ulama yang dijadikan sebagai lentera dalam gelapnya kejahilan. Oleh karena itu, hendaklah orang beriman gigih untuk mengambil faedah di masa hidupnya para ulama sebelum dia kehilangan mereka!
2) Motivasi untuk menuntut ilmu; Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengabarkan kita dengan berita ini supaya kita waspada sebelum ilmu dicabut. Beliau memberitakan apa yang terjadi bukan berarti membenarkannya, melainkan agar diwaspadai. Sehingga ia adalah berita peringatan dan arahan, bukan berita menetapkan dan membenarkan.
Penyebutan Imam An-Nawawiy -raḥimahullāh- Kitab Ilmu setelah Kitab Jihad secara langsung mengandung isyarat jelas bahwa mempelajari ilmu dan menyampaikannya adalah salah satu bentuk jihad fi sabilillah.
Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- berkata,
"Siapa yang berpandangan bahwa keluar menimba ilmu ketika pagi dan sore bukan jihad, sungguh akal dan pandangannya telah cacat." (Diriwayatkan oleh Ibnu 'Abdil-Barr dalam Jāmi' Bayānil-'Ilmi wa Faḍlihi).
Ibnu Mufliḥ -raḥimahullāh- berkata dalam Al-Ādāb Asy-Syar'iyyah,
Al-Marwaziy bercerita: Pernah ditanyakan kepada Abu Abdillah Ahmad bin Ḥanbal, "Seseorang yang memiliki lima ratus dirham, menurut Anda, apakah dia menggunakannya dalam peperangan dan jihad atau menuntut ilmu?" Beliau menjawab, "Bila dia tidak berilmu, maka aku lebih suka bila dia menuntut ilmu."
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah -raḥimahullāh- berkata dalam Jilā`ul-Afhām,
"... menyampaikan Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umat lebih utama daripada mengirimkan anak panah ke leher musuh. Karena mengirimkan anak panah kepada leher musuh dilakukan oleh banyak orang, adapun menyampaikan Sunnah maka tidak dilaksanakan kecuali oleh ahli waris para nabi dan penerus mereka di tengah-tengah umat. Semoga Allah -Ta'ālā- menjadikan kita sebagai bagian dari mereka itu dengan karunia dan kemurahan-Nya."