1/1551- Abu Zaid Ṡābit bin Aḍ-Ḍaḥḥāk Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu-, salah satu sahabat yang ikut serta dalam Baiat Ar-Riḍwān, berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang bersumpah atas sebuah sumpah dengan agama selain Islam secara dusta dan sengaja, maka dia seperti yang diucapkannya; Siapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, maka dia akan disiksa dengannya pada hari Kiamat; Tidak ada penunaian nazar atas seseorang pada sesuatu yang tidak dimilikinya; Dan Melaknat seorang mukmin sama seperti membunuhnya." (Muttafaq 'Alaih)
اللَّعْنُ (al-la'n): laknat, yaitu pengusiran dan penjauhan dari rahmat Allah -Ta'ālā-.
1) Bila seseorang bersumpah dengan Allah untuk melakukan sesuatu karena meyakini kebaikan yang dia sebutkan dalam sumpahnya, kemudian terbukti berbeda dari yang diyakininya, maka tidak ada dosa baginya dan tidak juga membayar kafarat.
2) Menjelaskan beratnya perbuatan saling melaknat di antara kaum muslimin serta menjelaskan keharamannya.
2/1552- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidak pantas bagi orang yang jujur menjadi pelaknat." (HR. Muslim)
1) Celaan terhadap orang yang suka melaknat karena hal itu bertentangan dengan kedudukan ṣiddīqiyyah (kepatuhan total) yang sempurna.
2) Motivasi syariat untuk berhias dengan akhlak mulia serta peringatan dari akhlak yang buruk.
3/1553- Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Para pelaknat itu tidak akan menjadi pemberi syafaat dan tidak pula menjadi saksi pada hari Kiamat." (HR. Muslim)
1) Orang-orang yang suka melaknat tidak dapat memberi syafaat kelak pada hari Kiamat serta kesaksian mereka tidak diterima.
2) Anjuran supaya hamba termasuk orang-orang yang mendapat kedudukan tinggi pada hari Kiamat.
4/1554- Samurah bin Jundub -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Janganlah kalian saling melaknat dengan laknat Allah maupun kemurkaan-Nya, dan jangan pula dengan neraka!" (HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")
1) Peringatan dari perbuatan melaknat yang dapat menyebabkan seseorang terusir dari rahmat Allah dan terjerumus dalam murka-Nya.
2) Di antara bentuk kasih sayang syariat Islam ialah mengharamkan semua yang dapat mengantarkan pada sikap saling membenci di antara orang beriman.
5/1555- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Seorang mukmin itu bukanlah orang yang banyak mencela ataupun banyak melaknat, dan tidak juga yang berperangai buruk ataupun berkata kotor." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")
الطَّعَانِ (aṭ-ṭa''ān): orang yang mencela dan menggibah kehormatan orang lain.
البَذِيِّ (al-bażiy): orang yang memiliki lisan yang kotor.
1) Suka melaknat bukanlah sifat orang beriman.
2) Di antara sifat orang beriman ialah tidak berbicara kecuali yang baik dan menjauhi semua yang buruk.
6/1556- Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Jika seorang hamba melaknat sesuatu, maka laknat itu akan naik ke langit, namun pintu-pintu langit tertutup baginya. Kemudian laknat itu turun lagi ke bumi, namun pintu-pintu bumi tertutup baginya. Laknat itu kemudian bergerak ke kanan dan ke kiri, jika tidak mendapatkan jalan, ia akan kembali kepada sesuatu yang dilaknat. Jika ia pantas mendapatkan laknat tersebut, ia akan diam. Namun jika tidak, maka laknat itu akan kembali kepada orang yang mengucapkannya." (HR. Abu Daud)
مَسَاغًا (masagan): pintu dan jalan masuk.
1) Ancaman keras terhadap orang yang melaknat orang lain yang tidak pantas dilaknat, yaitu laknat itu akan kembali kepada yang mengucapkannya.
2) Seorang hamba wajib untuk tidak membiasakan lisannya dengan ucapan laknat, karena hal itu termasuk dosa yang membinasakan dan menghapus amalan.
7/1557- 'Imrān bin Al-Ḥuṣain -raḍiyallāhu 'anhumā- mengatakan, "Manakala Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sebuah perjalanan, ada seorang wanita dari kaum Ansar mengendarai seekor unta, lalu ia marah lantas melaknat unta tersebut. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mendengar hal itu, maka beliau bersabda, 'Ambil semua barang yang ada di atasnya dan lepaskan, karena unta itu telah dilaknat.'" 'Imrān mengatakan, "Seolah aku sekarang ini melihatnya berjalan di tengah manusia, tidak ada seorang pun yang mengganggunya." (HR. Muslim)
8/1558- Abu Barzah Naḍlah bin 'Ubaid Al-Aslamiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ketika seorang perempuan muda mengendarai seekor unta yang membawa sebagian barang rombongan, tiba-tiba ia melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sementara gunung mempersempit jalan mereka. Maka perempuan itu mengatakan, "Cepatlah. Ya Allah! Laknatlah unta ini." Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Janganlah unta yang telah dilaknat menyertai kami." (HR. Muslim)
Kata "حَلْ" (ḥal), dengan memfatahkan "ḥā`", dan mensukunkan "lām", adalah ungkapan yang digunakan untuk menghardik unta agar berjalan cepat.
Ketahuilah, mungkin sebagian orang mempermasalahkan makna hadis ini, padahal tidak ada masalah di dalamnya. Karena maksud larangan ini ialah larangan unta tersebut menyertai rombongan mereka. Tidak ada di dalamnya larangan menjualnya, menyembelihnya, dan mengendarainya selain bersama rombongan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Semua itu dan juga tindakan-tindakan lainnya hukumnya tetap boleh, tidak dilarang. Yang tidak boleh hanyalah menyertai Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, karena semua tindakan tersebut sebelumnya berhukum boleh lalu setelah itu sebagian darinya dilarang, sehingga sisanya yang lain tetap boleh seperti sebelumnya. Wallāhu a'lam.
1) Larangan melaknat hewan karena hewan tidak pantas dilaknat dan karena melaknatnya adalah bentuk kezaliman.
2) Pengagungan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap perintah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan tindakan cepat mereka untuk melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan beliau. Menaati Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah kewajiban seluruh umatnya dan jalan keberuntungan mereka. Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk." (QS. An-Nūr: 54)
Larangan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dari menyertakan hewan yang dilaknat tersebut serta perintah meninggalkannya adalah bentuk hukuman terhadap perempuan yang melaknatnya, karena hewan itu tidak pantas dilaknat. Ini menunjukkan bahwa syariat Islam memperhatikan semua hak, bahkan sampai hak hewan sekalipun. Oleh karena itu, siapa yang melampaui batas dan merampas hak tertentu, dia berhak mendapat sanksi yang pantas.