1/1755- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang menoleh dalam salat, maka beliau bersabda, "Itu adalah pencopetan yang dilakukan oleh setan terhadap salat seorang hamba." (HR. Bukhari)
الاِخْتِلَاسُ (al-ikhtilās): mengambil sesuatu dengan cepat ketika pemiliknya lengah (pencopetan).
1) Larangan menoleh ketika salat tanpa diperlukan karena itu merupakan bentuk gangguan setan terhadap hamba yang salat.
2) Menoleh yang dilarang mencakup menoleh dengan badan dan menoleh dengan hati dengan memikirkan urusan dunia di dalam salat.
2/1756- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku, "Janganlah menoleh ketika salat karena menoleh ketika salat adalah (penyebab) kebinasaan. Jika memang terpaksa menoleh, maka lakukanlah di dalam salat sunah, bukan dalam salat fardu." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih") [4].
1) Di antara hikmah larangan menoleh dalam salat ialah bahwa hal itu bertentangan dengan tujuan salat berupa kekhusyukan dan merendahkan diri.
2) Hadis-hadis yang menyebutkan larangan menoleh dalam salat bersifat umum, sehingga tidak diperbolehkan menoleh secara mutlak, baik dalam salat fardu ataupun salat sunah.
Hadis yang disebutkan di sini sanadnya daif sehingga tidak bisa dijadikan sebagai sumber hukum syariat untuk membedakan antara hukum menoleh dalam salat fardu dengan salat sunah. Namun kita hanya mengambil sebagian dari petunjuknya dalam rangka mengikuti kaidah kita: "Hadis yang daif bila memiliki usul yang sahih, maka kita mengamalkannya."
Ini karena larangan menoleh dalam salat telah ditunjukkan oleh banyak hadis sahih. Adapun keterangan tambahan yang disebutkan, "Jika memang terpaksa menoleh, maka lakukanlah dalam salat sunah, bukan dalam salat fardu", maka sanadnya daif. Oleh sebab itu, larangan menoleh ini berlaku umum dalam salat fardu dan salat sunah, tanpa perbedaan.