المَنْثُوْرَاتُ (al-manṡūrāt): pembahasan-pembahasan ilmu yang beragam.
المُلَح (al-mulaḥ): sesuatu yang mendatangkan keindahan dan kesegaran ketika dikisahkan dalam kadar yang sedikit.
1/1808- An-Nawās bin Sam'ān -raḍiyallāhu 'anhu- menuturkan, “Di suatu pagi, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengisahkan tentang Dajal. Beliau merendahkan dan meninggikan suaranya ketika menceritakannya, hingga kami mengiranya telah berada dekat di arah kebun kurma (Madinah). Ketika kami kembali pada beliau di sore hari, beliau langsung mengetahui adanya rasa khawatir pada diri kami. Beliau lalu bersabda, “Ada apa dengan kalian?” Kami menjawab, “Wahai Rasulullah! Engkau menceritakan Dajal di pagi ini, engkau merendahkan suara dan meninggikannya hingga kami mengiranya telah berada dekat di arah kebun kurma (Madinah).” Beliau bersabda, “Bukan Dajal yang lebih aku takutkan menimpa kalian. Jika ia keluar saat aku masih hidup di tengah kalian, akulah yang akan melindungi kalian darinya. Jika ia keluar sedang aku tidak lagi hidup di tengah kalian, maka setiap orang menjadi pelindung bagi dirinya sendiri. Dan Allahlah penggantiku dalam melindungi setiap muslim. Dajal itu seorang pemuda berambut keriting, matanya menonjol. Sepertinya aku bisa menyerupakannya dengan Abdul-'Uzzā bin Qaṭan. Maka siapa di antara kalian mendapatinya, hendaknya ia membaca ayat-ayat permulaan surah Al-Kahfi. Ia akan keluar di sebuah jalan antara Syam dan Irak. Ia menebar kerusakan di sepanjang kanan dan kiri (jalan yang ia lewati). Wahai hamba-hamba Allah! Teguhlah kalian!” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah! Berapa lama keberadaannya di bumi?” Beliau menjawab, “Empat puluh hari; ada yang satu harinya seperti satu tahun, satu hari seperti satu bulan, satu hari seperti satu Jumat (pekan), dan hari-hari lainnya seperti hari-hari (biasa) kalian.” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah! Tentang hari yang seperti satu tahun itu, apakah pada saat itu kami cukup menunaikan salat satu hari?” Beliau menjawab, “Tidak. Namun perkirakanlah waktu-waktunya.” Kami bertanya lagi, “Wahai Rasulullah! Seberapa cepat ia berbuat kerusakan di bumi?” Beliau menjawab, “Seperti hujan yang disusul oleh angin. Dajal akan datang ke satu kaum dan mengajak mereka (agar menuhankan dirinya) lalu mereka beriman padanya dan memenuhi ajakannya. Ia memerintahkan langit, maka langit pun menurunkan hujan; ia memerintahkan bumi, maka bumi pun menumbuhkan tanaman, sehingga ternak-ternak mereka pulang dari tempat penggembalaan dengan punuk yang paling tinggi, kantung susu yang paling melimpah, dan perut yang paling besar. Kemudian Dajal datang ke kaum yang lain dan mengajak mereka, namun mereka menolak ajakannya. Ia pun pergi meninggalkan mereka, lalu tanah mereka menjadi gersang dan mereka tak lagi memiliki sedikit pun harta. Dajal lalu melewati tanah tak berpenghuni, lalu ia mengatakan pada tanah ini, “Keluarkan harta-harta simpananmu.” Maka harta-harta simpanannya akan mengikutinya seperti lebah-lebah jantan (mengikuti ratu lebah). Kemudian Dajal memanggil seseorang yang kekar dan muda, ia menebas tubuhnya dengan pedang hingga memotongnya menjadi dua bagian, di antara kedua potongan tersebut sejauh tembakan anak panah kepada sasaran. Kemudian ia memanggilnya dan dia datang dengan wajah berbinar dan tertawa. Ketika Dajal dalam kondisi seperti itu, Allah -Ta'ālā- mengirim Almasih Ibnu Maryam -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dia turun di menara putih di bagian timur Damaskus dengan dua pakaian berwarna dan meletakkan kedua tangannya pada sayap-sayap dua malaikat. Apabila dia menundukkan kepalanya, meneteslah air darinya. Dan apabila dia mengangkatnya, berjatuhan darinya butiran-butiran air seperti mutiara. Tidaklah seorang yang kafir mendapatkan angin napasnya kecuali akan mati, sementara napasnya sejauh pandangan matanya. Lalu Isa mencari Dajal sampai menemukannya di gerbang Ludd dan membunuhnya. Kemudian Isa -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- didatangi satu kaum yang telah Allah lindungi dari fitnah Dajal. Dia mengusap wajah-wajah mereka dan menyampaikan pada mereka tingkatan-tingkatan mereka di surga. Dalam kondisi seperti ini, Allah -Ta'ālā- mewahyukan pada Isa -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, 'Sesungguhnya Aku telah mengeluarkan hamba-hamba-Ku yang tak seorang pun mampu melawan mereka. Maka ungsikanlah hamba-hamba-Ku ke bukit Ṭūr.' Allah mengirimkan Yakjuj dan Makjuj; mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. Barisan pertama mereka melewati Danau Ṭabariyah (Tiberias) lalu meminum airnya, kemudian barisan akhir mereka lewat dan mengatakan, 'Di tempat ini dahulu pernah ada air.' Nabi Isa -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan para pengikutnya diembargo hingga kepala sapi milik salah seorang mereka lebih berharga dari seratus dinar milik salah seorang kalian pada hari ini. Lalu Nabi Isa -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan para pengikutnya berdoa kepada Allah -Ta'ālā-. Maka Allah mengirimkan ulat di leher-lehar Yakjuj dan Makjuj, hingga mereka mati bergelimpangan satu waktu. Kemudian Nabi Isa -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan para pengikutnya -raḍiyallāhu 'anhum- turun ke bawah, maka mereka tidak menemukan tempat sejengkal pun di bumi kecuali berisi bau mayat mereka. Nabi Isa -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan para pengikutnya kemudian berdoa kepada Allah. Maka Allah -Ta'ālā- mengirimkan kawanan burung sebesar leher unta yang membawa bangkai mereka dan membuangnya di tempat yang dikehendaki Allah. Kemudian Allah -'Azzā wa Jallā- menurunkan hujan yang membasahi semua tempat, tidak terhalangi oleh sebuah rumah tanah maupun kemah bulu. Hujan mencuci semua muka bumi hingga meninggalkannya seperti cermin. Kemudian dikatakan pada bumi, 'Tumbuhkanlah buah-buahanmu dan kembalikan lagi berkahmu.' Maka saat itu, sekelompok orang cukup dengan memakan satu buah delima dan mereka bisa bernaung dengan kulitnya. Susu pun diberkahi, hingga satu unta penghasil susu dapat mencukupi sekelompok manusia, satu sapi penghasil susu dapat mencukupi satu kabilah manusia, dan satu kambing penghasil susu dapat mencukupi satu rumpun keluarga dalam sebuah kabilah. Manakala mereka dalam kondisi seperti ini, Allah -Ta'ālā- mengirimkan angin sejuk yang menyusup kepada mereka melalui bawah ketiak mereka lalu mencabut nyawa setiap mukmin dan setiap muslim. Yang tersisa hanyalah manusia-manusia jahat, yang berbuat zina di atas muka bumi secara terang-terangan seperti perilaku keledai. Pada merekalah kiamat akan terjadi.” (HR. Muslim)
خلَّةً بَيْنَ الشَّامِ وَالْعِرَاقِ: jalan antara Syam dan Irak. عاثَ ('aṡa), dengan "'ain" dan "ṡā`", berasal dari kata "الْعَيْثُ" (al-'aiṡ), yaitu: kerusakan yang besar. الذُّرَىٰ (aż-żurā), dengan mendamahkan "żāl", artinya: punuk-punuk yang tinggi; yaitu bentuk jamak dari kata "ذُرْوَةٍ" (żurwah), dengan mendamahkan "żāl", dan boleh juga mengkasrahkannya (żirwah). الْيَعَاسِيبُ (al-ya'āsīb)): lebah jantan. جِزْلَتَيْنِ (jizlatain): dua potong, bagian. الْغَرَضُ (al-garaḍ): sasaran yang dipanah dengan anak panah, yaitu: ia melemparnya seperti melempar anak panah. الْمَهْرُودَةُ (al-mahrūdah): dengan "dāl", dan juga boleh dengan "żāl", artinya: pakaian yang diberikan celupan wantek. لاَ يَدَانِ (lā yadān): tidak ada kekuatan. النَّغَفُ (an-nagaf): ulat. فَرْسَىٰ (farsā), bentuk jamak dari kata "فَرِيسٍ" (faris), artinya terbunuh. الزَّلَقَةُ (az-zalaqah), dengan memfatahkan "zāy", "lām", dan "qāf", juga diriwayatkan dengan lafal "الزُّلفَةُ" (az-zulafah), dengan mendamahkan "zāy", kemudian mensukunkan "lām", dan setelahnya huruf "fā`", artinya cermin. الْعِصَابَةُ (al-'iṣābah): sekelompok orang. الرِّسْلُ (ar-risl), dengan mengkasrahkan "rā`", yaitu susu. اللِّقْحَةُ (al-liqḥah): yang sedang memproduksi susu. الْفِئَامُ (al-fi`ām), dengan mengkasrahkan "fā`", setelahnya hamzah yang bermad, artinya: kelompok orang. الْفَخِذُ (al-fakhiż): rumpun di bawah kabilah.
خفَّضَ فِيْهِ وَرَفَّعَ: beliau merendahkan dan menyepelekannya kemudian mengangkat dan membesar-besarkannya karena besar fitnahnya.
حَتَّىٰ ظَنَنَّاهُ فِيْ طَائِفَةِ النَّخْلِ: hingga kami mengiranya berada dekat dari perkebunan kurma Madinah.
قَطَطٌ (qaṭaṭ): berambut sangat keriting.
عَيْنُهُ طَافِيَةٌ ('ainuhu ṭāfiyah): hilang cahayanya, atau menonjol namun masih memiliki cahaya.
اسْتَدْبَرَتْهُ الرِّيحُ: setelahnya datang angin lalu mengeringkannya. Maksudnya penjelasan tentang kecepatan daya rusaknya di atas muka bumi.
فَتَرُوحُ عَلَيْهِمْ سارِحَتُهُمْ: yaitu hewan gembalaan mereka seperti unta dan kambing kembali kepada mereka.
أَسبَغَهُ ضُرُوعاً: paling panjang dikarenakan banyak air susu.
أَمَدَّهُ خَوَاصِرَ: karena kepenuhan disebabkan kenyang.
يُصْبِحُونَ مُمْحِلِينَ: hujan menjadi terhenti serta bumi dan rerumputan menjadi kering.
الخَرِبَةُ (al-kharibah): tempat kosong yang tidak memiliki kebaikan.
قَطَر (qaṭara): turun air darinya.
جُمَانٌ كَاللُّؤْلُؤِ: butiran-butiran perak yang dibuat dengan bentuk mutiara yang besar.
Maksudnya: air turun darinya seperti jernihnya mutiara.
لُدّ (ludd): sebuah negeri dekat dari Baitulmaqdis di Palestina.
حَرِّزْ (ḥarriz): tempatkan mereka dalam benteng sehingga Yakjuj dan Makjuj tidak sampai kepada mereka.
حَدَبٍ يَنْسِلُونَ: bagian bumi yang keras dan tinggi, mereka keluar dengan cepat, maksudnya mereka muncul dari semua tempat.
زَهَمُهُمْ وَنَتَنُهُمْ: bau mereka yang busuk.
أَعْنَاقِ الْبُخْتِ (a'nāq al-bukht): unta-unta yang berleher panjang.
مَدَرَ وَلَا وَبَر (madar wa la wabar): rumah yang terbuat dari tanah ataupun kemah dari bulu.
بِقُحْفِهَا (biquḥfihā): kulitnya.
يَتَهَارَجُونَ فِيهَا تَهَارُجَ الْحُمُرِ: laki-laki menggauli para wanita dengan terang-terangan dan disaksikan banyak orang sebagaimana yang dilakukan oleh keledai, dan mereka tidak memedulikan hal itu.
1) Besarnya fitnah Dajal dan penjelasan bahwa Dajal adalah fitnah terbesar yang menimpa kaum muslimin. Oleh sebab itu, para nabi mengingatkan umat mereka darinya.
2) Luasnya rahmat Allah kepada orang-orang mukmin; yaitu Allah memberikan mereka sesuatu yang dapat melindungi mereka dari Dajal, misalnya lewat
menjelaskan ciri-cirinya, juga kemampuan seorang mukmin untuk membaca tulisan di keningnya yang menunjukkan kekafirannya, dan menghafal permulaan surah Al-Kahfi karena dapat melindunginya dari keburukannya.
3) Kecintaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- kepada ilmu; yaitu mereka bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang semua hal yang bermanfaat bagi mereka yang tidak mereka ketahui karena kegigihan mereka pada ketaatan.
4) Seorang hamba wajib mengimani perkara-perkara gaib yang diberitakan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada kita dengan keimanan yang tidak dicampur dengan keraguan ataupun penolakan, dan yang menjadi tujuannya dari berita-berita tentang fitnah ialah mengerjakan ketaatan dan bersiap menghadapinya dengan keyakinan dan keteguhan.
5) Menerangkan bahwa kiamat tidak akan terjadi kecuali pada manusia paling buruk.
6) Kesedihan dan kesulitan hanya akan menambah yakin dan teguh orang beriman di atas kebenaran, seperti keadaan laki-laki tangguh dan beriman yang dibunuh oleh Dajal lalu dihidupkannya lagi sebagai ujian.
2/1809- Rib'iy bin Ḥirāsy berkata, Aku pergi bersama Abu Mas'ūd Al-Anṣāriy menuju Ḥużaifah bin Al-Yamān -raḍiyallāhu 'anhum-; Abu Mas'ūd berkata kepadanya, "Sampaikan kepadaku apa yang engkau dengar dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang Dajal." Ḥużaifah menjawab, "Dajal akan keluar, dia membawa air dan api. Apa yang dilihat orang sebagai air, itu adalah api yang membakar. Sedangkan yang dilihat orang sebagai api, itu adalah air yang dingin dan sejuk. Siapa di antara kalian yang bertemu dengannya, hendaklah dia masuk pada yang dilihatnya sebagai api, karena itu adalah air sejuk yang baik." Abu Mas'ūd berkata, "Aku juga telah mendengarnya (dari Rasulullah)." (Muttafaq 'Alaih)
1) Dajal diberikan kemampuan luar biasa yang tidak diberikan kepada yang lain, sebagai ujian bagi manusia, untuk memisahkan antara orang mukmin yang hakiki dari yang lain.
2) Terjadinya perkara luar biasa lewat tangan seorang hamba tidak menunjukkan kesalehannya, melainkan perbuatannya, perkataannya, dan semua keadaannya harus ditimbang dengan timbangan agama (Al-Qur`ān dan Sunnah).
3/1810- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Dajal akan keluar pada umatku, lalu ia akan tinggal selama empat puluh. Aku tidak tahu, apakah empat puluh hari, empat puluh bulan, atau empat puluh tahun. Lalu Allah -Ta'ālā- mengutus Isa bin Maryam -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan dia mencarinya kemudian membunuhnya. Kemudian manusia akan tenang selama tujuh tahun, tidak ada satu permusuhan pun meskipun antara dua orang. Kemudian Allah -'Azza wa Jalla- mengirim angin yang dingin dari arah Syam, sehingga tidak tersisa di muka bumi seorang yang memiliki kebaikan atau keimanan meskipun seberat zarah dalam hatinya kecuali akan diwafatkan. Bahkan, sekiranya salah seorang kalian masuk ke dalam jantung gunung, niscaya angin tersebut akan masuk kepadanya hingga mencabut nyawanya. Lalu yang tersisa adalah manusia-manusia jahat dengan keringanan burung dan kemauan binatang buas. Mereka tidak mengenal sebuah kebaikan dan tidak mengingkari sebuah keburukan. Setan kemudian menampakkan diri kepada mereka seraya berkata, 'Maukan kalian mengikuti perintahku?' Mereka menjawab, 'Apa yang engkau perintahkan kepada kami?' Setan memerintahkan mereka untuk menyembah berhala, padahal rezeki mereka mengalir, hidup mereka makmur. Kemudian sangkakala ditiup. Tidak seorang pun yang mendengarnya melainkan dia akan menurunkan satu sisi lehernya dan mengangkat sisi yang lain. Orang pertama yang mendengarnya adalah seorang laki-laki yang sedang memperbaiki tempat minum untanya, seketika dia mati, dan manusia seluruhnya pun mati. Kemudian Allah mengirim -atau beliau mengatakan: Allah menurunkan- hujan seperti gerimis atau bayangan lalu dengannya tubuh-tubuh manusia tumbuh. Kemudian ditiuplah sangkakala yang kedua kali, dan seketika manusia berdiri menunggu (putusan masing-masing). Kemudian dikatakan, 'Wahai sekalian manusia! Kemarilah menuju Tuhan kalian; berdirikanlah mereka, sesungguhnya mereka akan ditanya.' Kemudian dikatakan, 'Keluarkanlah rombongan neraka!' Ada yang bertanya, 'Berapa perberapa?' Dijawab, 'Sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang perseribu.' Itulah hari yang menjadikan anak-anak beruban. Itulah hari ketika betis disingkap." (HR. Muslim)
اللِّيتُ (al-līt): sisi leher. Maksudnya, dia merebahkan satu sisi lehernya dan menegakkan sisi yang lain.
خِفَّةِ الطَّيْرِ، وَأَحْلامِ السّبَاعِ (dengan keringanan burung dan kemauan binatang buas): yaitu mereka seperti burung dalam hal kecepatan menuju keburukan, dan seperti binatang buas dalam hal berbuat kejahatan dan kezaliman.
أَصْغَى (aṣgā): mengarahkan pendengarannya.
يَلُوطُ حَوْضَ إبلِهِ: menembok dan memperbaiki tempat minum untanya.
1) Nabi Isa -'alaihiṣ-ṣalātu was-salām- tidak turun membawa agama yang baru, namun Nabi Isa akan turun sebagai pengikut Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta memutuskan hukum berdasarkan syariat beliau.
2) Iman akan mencabut kedengkian dan permusuhan dari dada orang-orang beriman; oleh karena itu, hendaklah kaum mukminin bergiat untuk meluruskan iman mereka.
3) Tujuan terbesar setan pada manusia adalah agar dia kafir dan berbuat syirik kepada Allah dengan beribadah dan berdoa kepada selain-Nya. Maka, waspadalah jangan sekali-kali kita jatuh dalam perangkapnya!
4/1811- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidak ada satu negeri pun melainkan akan dimasuki oleh Dajal, kecuali Mekah dan Madinah. Tidak ada satu jalan masuk pun di antara jalan-jalannya kecuali dijaga oleh malaikat, mereka berbaris menjaga keduanya. Dajal datang ke tanah gersang di dekat Madinah, maka Madinah berguncang tiga kali; Allah mengeluarkan dari Madinah setiap orang kafir dan munafik." (HR. Muslim)
السَّبَخَةِ (as-sabakhah): tanah yang bergaram, tidak menumbuhkan tumbuhan. Tempat ini berada di luar Tanah Suci Madinah.
1) Menjelaskan keutamaan Mekah dan Madinah, di antaranya dijaga oleh para malaikat dari Dajal.
2) Kebanyakan pengikut Dajal dari kalangan orang kafir dan munafik.
5/1812- Juga dari Anas -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Dajal akan diikuti oleh tujuh puluh ribu orang-orang Yahudi Aṣbahān, mereka mengenakan ṭayālisah." (HR. Muslim)
الطَّيَالِسَةُ (ṭayālisah), bentuk jamak dari kata "ṭailasān", yaitu pakaian yang diletakkan di atas pundak menutupi semua badan, tidak memiliki pecahan dan jahitan.
1) Pengikut Dajal ialah orang-orang Yahudi. Hal ini mengandung peringatan dari makar dan kekejian mereka, dan bahwa mereka adalah pengikut semua perusak.
2) Peringatan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umatnya tentang fitnah-fitnah dan para pengikutnya, yaitu tatkala beliau menyebutkan tanda-tanda khusus bagi para pengikut kebatilan supaya diwaspadai oleh orang-orang beriman.
6/1813- Ummu Syarīk -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa dia telah mendengar Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Hendaklah manusia lari dari Dajal ke gunung-gunung." (HR. Muslim)
7/1814- 'Imrān bin Ḥuṣain -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sejak Adam diciptakan hingga hari Kiamat, tidak ada perkara yang lebih besar daripada Dajal." (HR. Muslim)
1) Menjelaskan besarnya fitnah Dajal; bahwa fitnah Dajal adalah fitnah paling besar yang Allah -Ta'ālā- ciptakan.
2) Kewajiban lari dan menjauh dari tempat-tempat fitnah; beginilah seharusnya keadaan orang beriman yang mendapat taufik di antara hamba-hamba Allah, yaitu dia menjauhkan dirinya dan orang-orang yang ada di bawah penjagaannya dari tempat-tempat fitnah.
8/1815- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Dajal keluar, lalu seorang laki-laki dari kalangan orang beriman pergi menemuinya, maka dia dicegat oleh pasukan pengintai bersenjata, yaitu pasukan pengintai milik Dajal. Mereka berkata, 'Kamu mau ke mana?' Dia menjawab, 'Aku mau bertemu orang yang keluar itu.' Mereka berkata, 'Tidakkah kamu mengimani tuhan kami?' Dia menjawab, 'Tuhan kami tidaklah samar.' Mereka berkata, 'Bunuh dia!' Sebagian mereka berkata kepada yang lain, 'Bukankah tuhan kita telah melarang kalian membunuh seseorang tanpa sepengetahuannya?!' Mereka kemudian membawanya kepada Dajal. Pada saat laki-laki beriman itu melihatnya, dia berkata, 'Wahai sekalian manusia! Inilah Dajal yang telah disebutkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.' Lalu Dajal memerintahkan agar laki-laki itu dibentangkan di atas perutnya. Ia berkata, 'Pegang dia dengan kuat dan pukul kepalanya.' Maka punggung dan perutnya dipenuhi pukulan. Lalu Dajal berkata, 'Apakah kamu masih tidak beriman kepadaku?' Laki-laki beriman itu menjawab, 'Kamu adalah Almasih yang pendusta!' Dajal kemudian memerintahkan agar dia dipotong. Dia dipotong dengan gergaji dari bagian tengah kepalanya hingga terpisah antara kedua kakinya. Setelah itu Dajal berjalan di antara kedua potongan tubuhnya, lalu berkata, 'Berdirilah.' Maka dia pun berdiri sempurna. Selanjutnya Dajal berkata padanya, 'Apakah kamu beriman padaku?' Dia menjawab, 'Justru aku semakin yakin pada (kedustaan)mu.' Laki-laki itu kemudian berkata, 'Wahai sekalian manusia! Sungguh ia tidak akan mampu melakukannya lagi kepada seorang pun setelahku.' Lalu Dajal mengambilnya untuk disembelih, namun Allah membuat bagian antara leher dan tulang selangkanya menjadi tembaga sehingga Dajal tidak mampu menyembelihnya. Maka Dajal mengambil kedua tangan dan kedua kaki laki-laki itu dan melemparkannya. Orang-orang mengira bahwa Dajal melemparkannya ke neraka, padahal sebenarnya dia dilemparkan ke surga." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Laki-laki ini adalah orang yang paling tinggi mati syahidnya di sisi Rabbul-'Ālamīn." (HR. Muslim, sebagiannya diriwayatkan oleh Bukhari secara makna)
المَسَالحُ (al-masāliḥ): pasukan penjaga, pengintai.
يُشبَّح (yusyabbaḥ): dibentangkan di atas perutnya.
يُؤْشَ (yu`syar): ia dipotong.
مَفْرِقِهِ (mafriqihi): bagian tengah kepala.
تَرْقُوَتِهِ (tarquwatihi): tulang yang terletak antara tenggorokan dan pundak.
1) Sifat-sifat Allah Yang Mahasuci dan Mahatinggi adalah sifat-sifat kesempurnaan dan kemuliaan yang pantas dengan-Nya, sedangkan sifat-sifat Dajal menunjukkan kekurangan dan ketidakmampuan.
2) Menjelaskan besarnya pahala mukmin yang teguh di hadapan Dajal dan tidak murtad dari agamanya, bahkan ujian itu menambah keyakinan, keimanan, dan keteguhannya.
3) Sunnah Nabi yang sahih akan terpelihara hingga akhir masa, karena laki-laki mukmin ini mengenal Dajal lewat Sunnah Nabi; "Inilah Dajal yang telah disebutkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." Ini merupakan bagian dari karunia dan rahmat Allah kepada para hamba-Nya dalam menjaga agama-Nya bagi mereka serta menjaga dan melindungi mereka dengan agama-Nya.
9/1816- Al-Mugīrah bin Syu'bah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Tidak ada seorang pun yang lebih banyak bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang Dajal seperti pertanyaanku kepada beliau. Sungguh beliau telah berkata kepadaku, "Apa yang akan mencelakakanmu?" Aku berkata, "Karena mereka mengatakan bahwa Dajal memiliki gunung roti dan sungai air!" Beliau bersabda, "Dia itu lebih sepele bagi Allah dari hal itu." (Muttafaq 'Alaih)
1) Hendaklah seorang hamba mengenal keburukan supaya bisa menghindarinya.
2) Ujian dan kesulitan hanya akan menambah keteguhan dan keyakinan orang-orang mukmin.
10/1817- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidak ada seorang nabi pun melainkan telah memperingatkan umatnya dari si pemilik mata satu yang pendusta. Ingatlah, Dajal itu buta sebelah, sedangkan Tuhan kalian tidak buta sebelah. Tertulis di antara kedua matanya: ك ف ر (kāf fā` rā`)." (Muttafaq 'Alaih)
11/1818- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Maukah kalian aku beritahukan ciri-ciri Dajal yang tidak pernah disampaikan oleh seorang nabi pun kepada umatnya? Sunggu Dajal itu buta sebelah, ia membawa semacam surga dan neraka. Apa yang ia sebut sebagai surga, pada hakikatnya adalah neraka." (Muttafaq 'Alaih)
12/1819- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah menceritakan Dajal di tengah-tengah para sahabat; beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah itu tidak buta sebelah. Ketahuilah! Sesungguhnya Almasih Dajal itu buta mata sebelah kanan. Matanya seperti anggur yang mengapung." (Muttafaq 'Alaih)
1) Metode para nabi dalam berdakwah kepada Allah adalah menerangkan kepada manusia jalan para pendosa untuk diwaspadai. Berita tentang si buta sebelah, Dajal adalah perkara yang diketahui di kalangan para nabi, dan masing-masing mereka telah mengingatkan umatnya dari fitnahnya.
2) Menetapkan sifat adanya dua mata bagi Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- menurut yang pantas dengan keagungan-Nya, berdasarkan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Sungguh Tuhan kalian tidak buta sebelah."
Syaikhul-Islām Ibnu Taimiyah -raḥimahullāh- telah berkata dalam kitabnya, As-Sab'īniyyah,
"Fitnahnya -yaitu Dajal- tidak khusus hanya pada orang-orang yang ada di masanya. Karena hakikat fitnah Dajal ialah kebatilan dan penyimpangan syariat yang disertai dengan peristiwa luar biasa. Maka siapa yang membenarkan perkara yang menyelisihi syariat karena sebuah kejadian luar biasa, dia telah ditimpa oleh sebagian fitnah ini. Ini banyak terdapat di setiap masa dan tempat. Tetapi yang disebutkan ini -yakni Dajal- fitnahnya adalah fitnah yang paling besar. Bila Allah melindungi seorang hamba-Nya dari fitnah ini, baik dia mendapatkannya ataupun tidak, maka dia akan dijaga dari fitnah yang lebih kecil darinya."
13/1820- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Kiamat tidak akan terjadi hingga umat Islam memerangi orang-orang Yahudi, sampai seorang yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon lalu batu dan pohon tersebut berkata, 'Wahai muslim! Ini ada seorang yahudi bersembunyi di belakangku. Kemari dan bunuhlah ia.' Kecuali pohon garqad, karena ia adalah pohon yahudi." (Muttafaq 'Alaih)
الْغَرْقَدَ (al-garqad): salah satu jenis pohon perdu, dulu banyak tumbuh di kuburan Baqī'.
1) Kabar gembira tentang kekalnya agama Islam hingga akhir zaman, dan umat Islam di akhir zaman adalah pengikut agama yang hak.
2) Kemenangan atas orang-orang Yahudi adalah janji Allah -Ta'ālā- bagi umat ini bila mereka menyiapkan bekal untuk kemenangan tersebut berupa iman dan amal saleh, karena menunaikan syarat ini adalah jalan untuk mewujudkan janji tersebut; "Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh di antara kamu, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi." (QS. An-Nūr: 55)
14/1821- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Demi Zat yang jiwaku berada di Tangan-Nya! Dunia tidak akan berakhir sampai seseorang melewati kubur lalu ia berguling-guling di atasnya dan berkata, 'Seandainya aku yang berada di tempat pemilik kubur ini.' Bukan karena agama dia melakukannya, melainkan dia melakukannya karena beratnya ujian dunia." (Muttafaq 'Alaih)
يَتَمَرَّغَ (yatamarrag): berguling-guling para rugām, yaitu tanah.
1) Seseorang akan berharap mati disebabkan beratnya ujian dan musibah akhir zaman.
2) Menerangkan peristiwa yang akan terjadi di akhir zaman tidak menunjukkan sebagai pembenaran terhadap tindakan yang ada dalam peristiwa tersebut, juga hadis tersebut tidak menunjukkan bolehnya mengharapkan kematian.
Bila fitnah sangat berat dan dunia menjadi sempit atas hamba yang mukmin, dan dia lebih memilih bertemu dengan Allah -Ta'ālā-, hendaklah dia membaca doa sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada kita, "Ya Allah! Panjangkanlah hidupku selama Engkau mengetahui kehidupan itu yang lebih baik bagiku. Dan wafatkanlah aku selama Engkau mengetahui kematian itu yang lebih baik bagiku." (HR. Bukhari)
15/1821- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Kiamat tidak akan terjadi hingga sungai Eufrat mengering lalu menyingkapkan gunung emas yang akan diperebutkan oleh manusia dengan perang, lalu dari setiap seratus orang akan terbunuh 99 orang. Setiap orang dari mereka berkata, 'Semoga akulah yang selamat.'"
Dalam riwayat lain disebutkan, "Telah dekat masanya ketika sungai Eufrat mengungkap simpanan emas. Siapa yang menjumpai masa itu, maka janganlah dia mengambilnya sedikit pun." (Muttafaq 'Alaih)
يَحْسِرَ (yaḥsir): ia menyingkap, memperlihatkan.
1) Di antara tanda-tanda kiamat adalah ketika Sungai Eufrat memperlihatkan sebuah gunung emas; ini adalah perkara gaib, namun kita mengimaninya bahwa hal ini bersifat hakiki sesuai makna lahirnya, tanpa memaksakan makna-makna yang asing dalam menafsirkannya.
2) Berlomba-lomba pada kenikmatan dan perhiasan dunia mengantarkan pada kezaliman dan peperangan.
16/1823- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Kelak orang-orang akan meninggalkan Kota Madinah ketika keadaannya sangat baik. Tidak ada yang datang selain yang ingin mencari makan -maksudnya binatang buas dan burung-burung pencari makan-. Orang paling akhir yang akan dikumpulkan di padang mahsyar adalah dua penggembala dari kabilah Muzainah yang datang menuju Madinah sambil meneriaki kambingnya (menggiringnya), namun keduanya mendapati Kota Madinah dalam kondisi kosong hanya ada binatang liar. Ketika sampai di Ṡaniyyatul-Wadā', keduanya tersungkur meninggal dunia." (Muttafaq 'Alaih)
لاَ يَغْشَاهَا (lā yagsyāhā): tidak datang ke sana. يَنْعِقَانِ (yan'aqāni): meneriaki.
Ṡaniyyatul-Wadā': sebuah jalan di luar Kota Madinah, di arah orang yang pergi menuju Syam.
1) Madinah Nabawiyah -semoga Allah menambahkan kemuliaan dan keagungannya- akan ditinggalkan oleh penghuninya dan tidak tersisa di sana kecuali binatang, hal ini disebabkan besarnya fitnah akhir zaman.
2) Di antara tanda kenabian ialah berita tentang dua orang yang akan dibangkitkan paling akhir serta menjelaskan keadaan mereka.
17/1824- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Akan ada di akhir zaman salah seorang dari khalifah kalian membagikan harta dengan kedua tangannya dan tidak menghitungnya." (HR. Muslim)
يَحْثُو (yaḥṡū): ia mengambil dengan kedua tangannya.
1) Kabar gembira berupa berita tentang kembalinya kekhalifahan mengikuti manhaj Nabi di akhir zaman.
2) Informasi tentang akan kembalinya jihad karena melimpahnya harta dan ganimah; karena umat ini tidak akan meraih kejayaan dan kemuliaan kecuali dengan jihad di jalan Allah.
18/1825- Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sungguh akan datang pada manusia satu masa yang saat itu seseorang berkeliling membawa sedekah emas namun ia tidak menemukan seorang pun yang mau mengambilnya, dan satu orang laki-laki terlihat diikuti empat puluh wanita yang berlindung padanya, karena sedikitnya jumlah laki-laki dan banyaknya jumlah perempuan." (HR. Muslim)
يَلُذْنَ بِهِ (yalużna bihi): berlindung padanya.
1) Menerangkan sebuah perkara menakjubkan, yaitu melimpahnya harta di hadapan manusia sampai tidak ditemukan orang yang mau menerima sedekah.
2) Informasi tentang peperangan dan fitnah-fitnah di akhir zaman yang mengakibatkan terbunuhnya banyak laki-laki, sehingga perempuan menjadi banyak sementara laki-laki menjadi sedikit.
19/1826- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Seorang laki-laki membeli tanah dari seseorang. Laki-laki yang membeli tanah tersebut menemukan gentong berisi emas di tanah yang dibelinya itu. Laki-laki yang membeli tanah tersebut berkata padanya (penjual), 'Ambillah emasmu, karena aku hanya membeli tanah dan tidak membeli emas.' Pemilik tanah mengatakan, 'Sesungguhnya aku menjual tanah itu berikut isinya.' Maka keduanya pergi meminta keputusan pada seseorang, lalu orang yang dimintai keputusan ini mengatakan, 'Apakah kalian berdua punya anak?' Salah satunya menjawab, 'Aku punya anak laki-laki.' Yang lain menjawab, 'Aku punya anak perempuan.' Dia berkata, 'Nikahkanlah anak laki-laki dengan anak perempuan tersebut lalu berikan mereka nafkah dari emas itu serta bersedekahlah!" (Muttafaq 'Alaih)
1) Menjelaskan keutamaan sikap warak dan meninggalkan harta yang mengandung syubhat, serta kewajiban mengembalikan hak kepada pemiliknya.
2) Motivasi untuk berperilaku jujur dalam muamalah dan mendorong untuk bersedekah dan berinfak di jalan Allah.
Harta yang disimpan di bawah tanah oleh seseorang seperti emas dan lainnya tidak berpindah kepemilikan dengan cara memiliki tanah tersebut, melainkan tetap menjadi milik penjual. Berbeda dengan barang tambang yang Allah -Ta'ālā- simpan di dalamnya maka ia mengikuti kepemilikan tanah.
20/1827- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa dia mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Ada dua orang wanita bersama dua orang anaknya. Seekor serigala datang lalu mengambil salah satu dari anak keduanya, lantas dia berkata kepada temannya, 'Serigala itu pergi dengan membawa anakmu.' Yang lain berkata, 'Serigala itu pergi dengan membawa anakmu.' Lalu keduanya pergi mengadukan hal tersebut kepada Nabi Daud -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Kemudian beliau memutuskan bahwa anak tersebut milik wanita yang lebih tua. Lalu keduanya menemui Sulaiman bin Daud -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan menyampaikan kejadian tersebut kepadanya. Sulaiman berkata, “Berikanlah kepadaku sebilah pisau. Aku akan membagi dua anak ini di antara mereka berdua.' Maka wanita yang muda berkata, 'Jangan engkau lakukan! Semoga Allah merahmatimu. Dia adalah anaknya (wanita yang lebih tua).' Kemudian beliau pun memutuskan bahwa anak tersebut adalah anak wanita yang lebih muda." (Muttafaq 'Alaih)
1) Seorang hakim boleh menetapkan keputusan berdasarkan indikasi bila indikasi tersebut kuat.
2) Disunahkan mencari kebenaran dengan menggunakan taktik untuk mengambil hak yang dirampas.
3) Kecerdasan dan pemahaman adalah nikmat dari Allah, tidak terkait dengan usia tua ataupun muda.
21/1828- Mirdās Al-Aslamiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Orang-orang saleh satu per satu meninggal dunia dan tersisa orang-orang buruk seperti sisa gandum atau kurma yang jelek. Allah tidak memedulikan mereka sama sekali." (HR. Bukhari)
حُثالَةٌ (ḥuṡālah): sesuatu yang buruk.
لا يُبَاليهمُ اللهُ بالةً: Allah tidak mengangkat urusan mereka dan tidak juga mempertimbangkan mereka.
1) Kematian orang-orang berilmu dan saleh termasuk tanda kiamat, lalu tidak tersisa di akhir zaman kecuali orang-orang jahil dan hina.
2) Hendaklah seseorang waspada jangan sampai menjadi sampah manusia, dan hendaklah dia gigih untuk istikamah di atas perintah Allah -Ta'ālā- sekalipun kebanyakan manusia telah rusak, karena "Al-Jamā'ah ialah yang mengikuti kebenaran walaupun engkau seorang diri."
22/1829- Rifā'ah bin Rāfi' Az-Zuraqiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Jibril datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, ia berkata, "Apa kedudukan Ahli Badar pada kalian?" Nabi menjawab, "Mereka adalah kaum muslimin yang paling utama" -atau kalimat lain yang semakna-. Lantas Jibril berkata, "Demikian juga para malaikat yang mengikuti perang Badar." (HR. Bukhari)
1) Keutamaan para sahabat mulia -raḍiyallāhu 'anhum- yang mengikuti perang Badar; yaitu mereka adalah sahabat-sahabat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang paling utama. Demikian halnya para malaikat yang mengikuti perang Badar, mereka merupakan malaikat-malaikat paling utama.
2) Penjelasan bahwa para malaikat ikut berperang dan menguatkan kaki orang-orang beriman dalam peperangan mereka melawan musuh-musuh Allah.
23/1830- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Jika Allah hendak menimpakan azab kepada satu kaum, maka azab itu menimpa semua orang yang ada di tengah-tengah mereka. Setelah itu mereka dibangkitkan sesuai amalannya." (Muttafaq 'Alaih)
1) Motivasi untuk memperbaiki niat dan amalan karena fondasi hisab amalan dibangun di atasnya.
2) Husnulkhatimah (kesudahan yang baik) termasuk perkara gaib yang tidak diketahui kecuali oleh Allah -Ta'ālā-.
24/1831- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Ada sebatang pohon kurma yang Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa berdiri di dekatnya, yaitu ketika berkhotbah. Setelah mimbar dibuat, kami mendengar suara dari batang pohon kurma tersebut seperti suara unta yang bunting sepuluh bulan, sampai Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- turun lalu meletakkan tangannya padanya, maka ia pun diam."
Dalam riwayat lain disebutkan, "Ketika tiba hari Jumat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- duduk di atas mimbar, maka batang kurma yang sebelumnya beliau biasa berkhotbah di dekatnya berteriak hingga hampir terbelah."
Dalam riwayat lainnya lagi disebutkan, "Batang kurma itu berteriak seperti teriakan anak kecil. Lantas Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- turun lalu memegangnya dan memeluknya. Setelah itu, mulailah batang kurma itu mengerang seperti erangan anak kecil yang sedang diredakan (tangisannya) sampai ia terdiam. Beliau bersabda, "(Batang kurma) itu menangis karena biasa mendengar nasihat (di dekatnya)." (HR. Bukhari)
الْعِشَارِ (al-'isyār), bentuk jamak dari kata "عُشَراء" ('usyarā`), yaitu unta yang usia kehamilannya sampai sepuluh bulan.
1) Di antara tanda-tanda kenabian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ialah tangisan benda mati kepadanya disebabkan nasihat yang didengarnya.
2) Memperlihatkan kelembutan dan kasih sayang Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap benda mati karena beliau adalah rahmat bagi alam semesta.
3) Hati hamba akan tenteram dengan mengingat Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-, bahkan semua makhluk difitrahkan di atas ketentraman ini; "Maka celakalah mereka yang hatinya telah membatu untuk mengingat Allah." (Az-Zumar: 22).
25/1832- Abu Ṡa'labah Al-Khusyaniy Jurṡūm bin Nāsyir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- telah menetapkan kewajiban-kewajiban, maka janganlah kalian menyia-nyiakannya. Allah telah menetapkan batasan-batasan, maka janganlah kalian menerjangnya. Allah telah mengharamkan beberapa perkara, maka janganlah kalian melanggarnya. Dan Allah telah mendiamkan (tidak memberi ketetapan pasti dalam) beberapa hal, sebagai bentuk rahmat-Nya bagi kalian, bukan karena lupa, maka janganlah kalian mencari-carinya." (Hadis hasan; HR. Ad-Dāraquṭniy dan lainnya). [5]
1) Larangan menyia-nyiakan batasan-batasan (hukum) Allah ataupun melanggarnya, melainkan yang wajib ialah tidak melanggarnya demi mengagungkan agama Allah -Ta'ālā-.
2) Luasnya rahmat dan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya; yaitu apa yang didiamkan oleh agama, itu adalah kebaikan bagi umat; "Dan Tuhanmu tidaklah lupa." (QS. Maryam: 64)
26/1833- Abdullah bin Abi Aufā -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, “Kami pernah berperang bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sebanyak tujuh peperangan yang di dalamnya kami makan belalang."
Dalam riwayat lain disebutkan, "Kami makan belalang bersama beliau." (Muttafaq 'Alaih)
1) Menjelaskan kesabaran Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan sahabat-sahabat beliau -raḍiyallāhu 'anhum- menghadapi kondisi hidup yang serba sulit dan sengsara dalam rangka menegakkan kalimat Allah -Ta'ālā-.
2) Boleh memakan belalang walau bagaimanapun caranya mati, berdasarkan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai itu, yaitu ikan dan belalang." (HR. Ahmad)
27/1834- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidak sepatutnya seorang mukmin disengat (hewan berbisa) dua kali di lubang yang sama." (Muttafaq 'Alaih)
1) Seorang mukmin itu sepatutnya selalu siaga dan hati-hati karena hal ini bagian dari kesempurnaan iman.
2) Agama Islam mengajak orang beriman untuk selalu berhati-hati dan waspada secara penuh karena hal ini termasuk faktor kemenangan dan sebab kekuatan mereka; "Wahai orang-orang yang beriman! Bersiap-siagalah kamu." (An-Nisā`: 71)
28/1835- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ada tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari Kiamat, tidak akan dilihat, tidak akan dipuji, dan bagi mereka azab yang pedih: (1) seorang laki-laki yang memiliki kelebihan air di tengah tanah gersang lalu dia tidak memberikannya kepada seorang yang kehabisan bekal; (2) seorang laki-laki yang berjual beli suatu barang dengan seseorang setelah waktu asar lalu dia bersumpah dengan nama Allah bahwa dia membelinya seharga sekian dan sekian, lalu orang itu membenarkannya padahal tidak seperti itu; (3) dan seorang laki-laki yang berbaiat kepada seorang imam hanya karena kepentingan dunia, dia akan menunaikan baiatnya bila dia diberikan dan tidak menunaikannya bila tidak diberikan." (Muttafaq 'Alaih)
فَضْلِ مَاءٍ (faḍl mā`): air yang lebih dari kebutuhannya.
1) Di antara sedekah yang paling utama ialah memberi air minum, dan tidak boleh menahan kelebihan air.
2) Pengharaman perbuatan curang, ingkar janji, dan pelit karena semua ini termasuk dosa besar.
3) Menetapkan sifat kalām (berbicara) bagi Allah -'Azza wa Jalla-; yaitu Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- berbicara dengan apa yang Dia kehendaki dan dengan cara yang Dia kehendaki.
4) Larangan keras dari perbuatan membatalkan baiat dan menentang imam kaum muslimin, karena dapat memecah-belah kalimat dan melemahkan kekuatan umat.
Apa yang disebutkan dalam berbagai hadis berupa menetapkan sifat penglihatan bagi Allah -Ta'ālā- maka maksudnya ada dua makna:
Pertama: penglihatan yang bersifat umum; yaitu tidak ada sesuatu pun yang samar dari pandangan Allah -Jalla wa 'Alā-.
Kedua: penglihatan yang bersifat khusus; yaitu jenis penglihatan yang mengandung rahmat. Makna inilah yang diinginkan dalam hadis ini, yaitu Allah tidak akan melihat mereka dengan pandangan rahmat. Maka kita menetapkan bagi Allah -Ta'ālā- sifat penglihatan yang bersifat umum dan kandungan maknanya, yaitu penglihatan yang bersifat khusus.
29/1836- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, “Jarak antara dua tiupan sangkakala itu empat puluh.” Mereka bertanya, "Wahai Abu Hurairah! Apakah empat puluh hari?" Abu Hurairah menjawab, "Aku enggan memastikan." Lalu mereka bertanya, "Empat puluh tahun?" Dia menjawab, "Aku enggan memastikan." Lalu mereka bertanya, "Empat puluh bulan?" Dia menjawab, "Aku enggan memastikan." Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Semua anggota tubuh manusia akan hancur kecuali tulang ekor. Darinya (tulang ekor) manusia akan disusun. Kemudian Allah menurunkan hujan dari langit, lalu mereka tumbuh seperti tumbuhnya tanaman.” (Muttafaq 'Alaih)
أَبَيْتُ (abaitu): aku tidak mau menjawab untuk memastikannya.
عَجْبَ الذَّنَبِ ('ajb aż-żanab): tulang kecil di bagian paling bawah tulang sulbi, yaitu yang terkenal dengan nama tulang ekor.
البَقْلُ (al-baql): semua tanaman yang menghijaukan bumi.
1) Menjelaskan kekuasaan Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā - untuk menghidupkan kembali manusia serta membangkitkan siapa yang ada dalam kubur pada hari mahsyar.
2) Menerangkan cara mengembalikan kehidupan makhluk sekali lagi, dan ini termasuk perkara gaib yang wajib kita imani sebagaimana yang ada dalam nas tanpa memaksakan diri merubah maknanya.
3) Diamnya sahabat Abu Hurairah dari sesuatu yang dia tidak ketahui, dan ini termasuk kesempurnaan sifat warak Abu Hurairah serta ketinggian keutamaannya. Semoga Allah meridainya.
30/1837- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ketika Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sedang dalam suatu majelis berbicara kepada manusia, seorang laki-laki badui datang kepadanya seraya berkata, "Kapan kiamat akan terjadi?" Namun Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tetap melanjutkan pembicaraannya. Sebagian mereka mengatakan, "Beliau mendengar apa yang dikatakannya, namun beliau tidak suka pertanyaannya." Sebagian mengatakan, "Beliau tidak mendengarnya." Sampai ketika beliau telah menyelesaikan pembicaraannya, beliau bertanya, "Mana laki-laki yang bertanya tentang kiamat itu?" Dia menjawab, "Aku di sini, wahai Rasulullah!" Beliau bersabda, "Bila amanah telah disia-siakan maka tunggulah kiamat terjadi." Dia bertanya, "Bagaimana amanah disia-siakan?" Beliau bersabda, "Bila urusan diserahkan kepada selain ahlinya, maka tunggulah kiamat terjadi." (HR. Bukhari)
َوُسِّد (wussida): disandarkan.
1) Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang merupakan junjungan umat manusia tidak mengetahui perkara gaib kecuali yang diberitahukan oleh Allah -Ta'ālā- kepadanya.
2) Peringatan dari menyia-nyiakan amanah, dan bahwa jabatan harus diserahkan kepada orang yang kapabel dan ini termasuk menjaga amanah.
3) Mengingatkan kaum muslimin tentang kewajiban menyerahkan urusan kepada ahlinya, di antaranya mengambil ilmu dan fatwa dari tokoh-tokoh besar dari kalangan orang berilmu dan bermanhaj benar, karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Keberkahan itu bersama orang-orang senior kaum muslimin." (HR. Al-Ḥākim)
31/1838- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Mereka (para penguasa) itu mengimami salat kalian. Jika (salat) mereka benar, kalian (dan mereka) mendapatkan pahalanya. Namun jika mereka salah, kalian tetap mendapatkan pahala dan mereka mendapatkan dosa." (HR. Bukhari)
1) Seorang imam itu sebagai penjamin, dan kesalahan imam tidak berpengaruh terhadap kesahan salat makmum.
2) Motivasi untuk bersabar terhadap para penguasa kaum muslimin bila mereka mengerjakan salat secara tidak benar atau tidak mengerjakan salat pada waktunya. Yang wajib adalah tidak melakukan pemberontakan dan menghasut masyarakat terhadap mereka atau menyebarkan keburukan mereka karena ini adalah sebab kerusakan negara dan kerusakan di tengah-tengah masyarakat.
32/1839- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- menjelaskan tentang firman Allah, "Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia" (QS. Āli 'Imrān: 110) Dia berkata, "Yaitu sebaik-baik manusia untuk manusia; mereka menawan manusia dengan rantai di leher mereka hingga mereka masuk Islam."
33/1840- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, “Allah -'Azza wa Jalla- takjub terhadap suatu kaum yang masuk surga dalam keadaan terbelenggu dengan rantai.” (Keduanya diriwayatkan oleh Bukhari).
Maksudnya, mereka ditawan dan dibelenggu lalu mereka masuk Islam kemudian masuk surga.
1) Umat terbaik adalah umat Islam yang merupakan umat pertengahan, yang mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.
2) Motivasi untuk melakukan amar makruf dan nahi mungkar karena ia mendatangkan berbagai maslahat yang tampak ataupun yang tersembunyi, dan itu adalah tanda baiknya umat ini.
34/1841- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid, dan tempat yang paling dibenci Allah adalah pasar." (HR. Muslim)
35/1842- Salmān Al-Fārisiy -raḍiyyallāhu 'anhu- berkata, "Jika engkau bisa, janganlah menjadi orang yang paling pertama masuk pasar dan jangan menjadi orang yang paling terakhir keluar darinya, karena pasar adalah medan pertempuran setan dan di sanalah ia menancapkan benderanya." (HR. Muslim dengan redaksi seperti ini)
Juga diriwayatkan oleh Al-Barqāniy dalam Ṣaḥīḥ-nya dari Salmān -raḍiyallāhu 'anhu-, dia meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Janganlah engkau menjadi orang yang pertama kali masuk pasar dan jangan menjadi yang terakhir keluar, sebab di sanalah setan bertelur dan menetas."
1) Masjid adalah tempat yang paling disukai oleh Allah karena masjid merupakan tempat berzikir dan beribadah kepada-Nya serta tempat berbagai kepentingan umat lainnya dalam kebaikan agama dan dunia mereka.
2) Peringatan dari tempat-tempat kelalaian seperti pasar karena merupakan tempat tinggal setan.
3) Menetapkan sifat cinta dan sifat benci bagi Allah -'Azza wa Jalla- menurut kaifiat yang pantas dengan kesempurnaan-Nya; yaitu Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- cinta pada semua yang mengandung kebaikan dan kesalehan dan benci pada semua yang mengandung keburukan dan kerusakan.
36/1843- 'Āṣim Al-Aḥwal meriwayatkan dari Abdullah bin Sarjis -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku berkata kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Wahai Rasulullah! Semoga Allah mengampuni Anda!" Beliau menjawab, "Dan juga mengampunimu." 'Āṣim mengatakan, Maka aku menanyainya, "Apakah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memohonkan ampunan untukmu?" Dia menjawab, "Ya, dan untukmu." Kemudian dia membaca ayat ini, "Dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan." (QS. Muḥammad: 19) (HR. Muslim)
1) Meminta kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- agar dimohonkan ampunan hanya dilakukan di masa hidup beliau. Adapun setelah beliau wafat, tidak boleh bagi siapa pun untuk meminta kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- agar dimohonkan ampunan. Melainkan kita meminta kepada Allah -Ta'ālā- agar dianugerahi syafaat beliau.
2) Di antara kemuliaan orang-orang beriman ialah bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah memohonkan bagi mereka ampunan, sebagaimana yang ditegaskan oleh Al-Qur`ān.
37/1844- Abu Mas'ūd Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya di antara ungkapan yang telah dikenal manusia dari ucapan nabi-nabi terdahulu adalah: jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu!" (HR. Bukhari)
1) Ajakan kepada sifat malu datang dari nabi-nabi terdahulu, sebab sifat malu adalah salah satu cabang iman.
2) Sifat malu adalah perangai mulia yang mendorong untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan;
dan tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.
Bila engkau tak lagi takut kesudahan malam
dan pada dunia ini bila malu telah sirna.
Tidak! Demi Allah! Tidak ada kebaikan dalam hidup
seperti halnya ranting yang terus bertahan selama kulitnya masih melekat.
Seseorang akan hidup indah selama malu masih terpatri
38/1845- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berakta, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Perkara pertama yang diputuskan di antara manusia di hari Kiamat adalah perkara (penumpahan) darah." (Muttafaq 'Alaih)
1) Salat adalah perkara pertama yang akan dihisab pada hamba di antara hak-hak Allah. Adapun dalam hak manusia, maka perkara pertama yang akan diputuskan di antara mereka adalah dalam perkara penumpahan darah.
2) Besarnya dosa tergantung besarnya kerusakan serta maslahat yang dihilangkannya; oleh karena itu, perkara darah menjadi besar karena keburukan yang terkandung di dalamnya berupa pembunuhan dan menghilangkan maslahat jiwa.
39/1846- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang telah diterangkan kepada kalian." (HR. Muslim)
المَارِجُ (al-mārij): campuran dari warna merah, kuning, dan hijau, dan ini dapat dilihat pada api.
Makna "Dari apa yang telah diterangkan kepada kalian": yakni dari tanah sebagaimana yang telah diterangkan sifatnya dalam Al-Qur`ān.
1) Mengingatkan besarnya kekuasaan Allah yang tidak ditaklukkan oleh sesuatu apa pun, dan Allah menjadikan penciptaan makhluk dari asal yang berbeda-beda untuk hikmah yang besar.
2) Tabiat manusia berbeda-beda mengikuti perbedaan tanah bumi. Akan tetapi, seorang mukmin akan membersihkan jiwanya dan memperbaiki akhlaknya dengan iman dan amal saleh, yaitu dengan melaksanakan perintah-perintah dan meninggalkan larangan-larangan; dengan cara itu jiwa akan menjadi baik.
40/1847- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Akhlak Nabi Allah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah Al-Qur`ān." (HR. Muslim dalam rangkaian hadis yang panjang)
1) Bila seorang hamba hendak meneladani akhlak Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- maka hendaklah dia meneladani akhlak Al-Qur`ān.
2) Tingginya kedudukan akhlak dalam Islam; yaitu akhlak termasuk konsekuensi dari bangunan tauhid yang baik yang membuahkan amal saleh dan akhlak mulia.
41/1848- Juga dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang rindu bertemu dengan Allah, Allah pun rindu bertemu dengannya. Namun siapa yang benci bertemu dengan Allah, Allah pun benci bertemu dengannya." Maka aku berkata, “Wahai Rasulullah! Apakah (yang dimaksud adalah) membenci kematian, karena setiap kita membenci kematian?” Beliau menjawab, “Bukan demikian. Namun seorang mukmin ketika diberi kabar gembira berupa rahmat Allah, rida dan surga-Nya, ia akan rindu bertemu dengan Allah, maka Allah pun rindu bertemu dengannya. Sedangkan orang kafir ketika diberi kabar ancaman berupa azab dan murka Allah, ia akan benci bertemu dengan Allah dan Allah pun benci bertemu dengannya.” (HR. Muslim)
1) Rindu bertemu Allah atau benci bertemu dengan-Nya terjadi ketika sekarat dan saat ruh keluar, karena saat itu seorang hamba melihat kabar baik berupa surga atau kabar buruk berupa neraka.
2) Seorang hamba tidak dicela lantaran tidak suka pada kematian yang memang difitrahkan padanya, dan ini bagian dari rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya.
42/1849- Ummul-Mu`minīn Ṣafiyyah binti Ḥuyay -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- beriktikaf, lalu aku mengunjunginya pada malam hari dan berbicara dengannya. Kemudian aku bangkit untuk pulang, dan beliau pun ikut bangkit bersamaku untuk mengantarku. Lalu ada dua orang laki-laki Ansar melintas. Saat keduanya melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, mereka berjalan lebih cepat. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memanggil mereka, 'Janganlah kalian berjalan tergesa-gesa. Wanita ini adalah Ṣafiyyah binti Ḥuyay.' Keduanya berkata, 'Subḥānallāh, ya Rasulullah!' Beliau bersabda, Sesungguhnya setan itu mengalir pada manusia seperti aliran darah. Aku khawatir setan akan membisikkan ke dalam hati kalian berdua suatu keburukan -atau beliau mengucapkan- sesuatu.'" (Muttafaq 'Alaih)
لِأَنْقَلِبَ (li-anqalib): untuk pulang ke rumah.
عَلَىٰ رِسْلِكُمَا ('alā rislikumā): berjalanlah dengan tenang tanpa tergesa-gesa.
1) Menerangkan indahnya akhlak Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam bermuamalah dengan keluarganya, yaitu beliau mengantar mereka ketika berpisah.
2) Hendaklah seorang hamba menghilangkan sebab-sebab yang bisa mendatangkan bisikan setan dari dalam hatinya dengan menepis syubhat yang bisa jadi disebutkan tentang dirinya dan keluarganya, karena penjelasan akan mengusir setan.
3) Bila seorang hamba mendapatkan sesuatu yang membuatnya heran, hendaklah dia mengucapkan: subḥānallāh.
4) Seorang perempuan boleh menjenguk suaminya ketika iktikaf, dan seorang yang beriktikaf boleh untuk menyibukkan diri dengan sesuatu yang mubah.
43/1850- Abul-Faḍl Al-‘Abbās bin Abdul Muṭṭalib -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku mengikuti perang Hunain bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku dan Abu Sufyān bin Al-Ḥariṡ bin Abdul Muṭṭalib senantiasa berada di dekat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan tidak meninggalkan beliau, sedangkan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tetap di atas bagal putih miliknya. Ketika pasukan Islam dan pasukan musyrikin telah bertemu, pasukan Islam terpukul mundur. Lantas Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menghentakkan kaki memacu bagalnya menuju orang-orang kafir, sedangkan aku memegang kekang bagal Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk menahannya agar tidak terlalu kencang, sedangkan Abu Sufyān menahan pijakan kaki Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, ‘Wahai 'Abbās! Panggillah para peserta Baiat Riḍwān di dekat pohon Samurah!’ Al-'Abbās yang bersuara lantang berkata, “Maka aku berteriak dengan sekuat suara, 'Di manakah para peserta Baiat Riḍwān di dekat pohon Samurah?!" Demi Allah! Ketika mendengar suaraku, mereka segera kembali sebagaimana rombongan sapi kembali ketika kehilangan anak-anaknya. Mereka segera berkata, ‘Kami penuhi panggilanmu, kami penuhi panggilanmu.’ Mereka pun bertempur melawan orang-orang kafir. Sementara panggilan untuk kaum Anṣār: ‘Wahai sekalian kaum Anṣār, wahai sekalian kaum Anṣār!’ Kemudian panggilan berakhir pada Bani Al-Ḥāriṡ bin Al-Khazraj. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memandangi dari atas bagalnya peperangan yang sedang berkecamuk itu, beliau bersabda, ‘Inilah waktu berkobarnya api pertempuran!’ Setelah itu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengambil batu kerikil lalu melemparkannya ke hadapan orang-orang kafir. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, ‘Mereka akan kalah, demi Rabb Muhammad.’ Aku pun pergi untuk melihatnya, ternyata pertempuran itu berjalan sebagaimana layaknya sebuah peperangan yang aku lihat. Demi Allah! Tidaklah kekalahan mereka kecuali hanya dengan sebab Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melempari mereka dengan batu kerikil. Aku terus melihat kekuatan mereka (orang-orang kafir) semakin lemah, sampai akhirnya mereka mundur." (HR. Muslim)
الْوَطِيسُ (al-waṭīs): tungku, maksudnya: pertempuran berkobar. حَدَّهُمْ (ḥaddahum), dengan "ḥā`", artinya kekuatan mereka.
لِجَامٌ (lijām): tali yang digunakan untuk mengekang hewan.
ِأَصْحَابُ السَّمُرَة (aṣḥāb as-samurah): peserta Baiat Ar-Riḍwān. Samurah adalah pohon yang di bawahnya para sahabat berbaiat ketika itu kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
صيِّتاً (ṣayyitan): bersuara lantang dan tinggi.
عطْفَتَهم ('aṭfatahum): mereka datang dan kembali. كليلاً (kailan): lemah.
1) Menjelaskan keberanian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk maju dan bertahan dalam peperangan; yakni saat beliau maju sendiri menuju musuh.
2) Seorang hamba tidak boleh merasa ujub dengan kekuatannya, atau ilmunya, ataupun hartanya, tetapi hendaklah dia memohon pertolongan kepada Allah -'Azza wa Jalla- serta menyerahkan urusannya kepada-Nya.
3) Menjelaskan cepatnya respon para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk kembali kepada kebenaran ketika mereka diingatkan, dan beginilah seharusnya keadaan orang yang diberi taufik di antara orang beriman.
4) Ada kalanya kelompok batil dan kafir menang di atas kelompok orang mukmin bila orang-orang mukmin melakukan pelanggaran agama, sehingga keteguhan orang beriman dengan agamanya merupakan faktor terbesar kemenangan mereka.
44/1851- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Sesungguhnya Allah itu Mahabaik, tidak menerima kecuali perkara yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dengan apa yang Dia perintahkan kepada para rasul. Allah berfirman, Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik, dan kerjakanlah amal saleh.' (QS. Al-Mu`minūn: 51) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.'" (QS. Al-Baqarah: 172) Kemudian beliau menyebutkan, "Ada seorang laki-laki yang mengadakan perjalanan jauh dalam keadaan kusut dan berdebu, dia menengadahkan kedua tangannya ke langit (sembari berkata), 'Ya Rabb! ya Rabb!' sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dia dikenyangkan dengan yang haram, lalu bagaimana bisa doanya dikabulkan?!” (HR. Muslim)
أَشْعَثَ (asy'aṡ): rambut kepalanya kusut, kesana kemari.
أَغْبَرَ (agbar): wajahnya berdebu karena kelelahan dan kecapaian.
1) Sifat-sifat Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- seluruhnya adalah sifat-sifat kesempurnaan dan disucikan dari kekurangan dan cacat.
2) Dorongan untuk berinfak dengan harta yang halal karena infak yang seperti itu yang akan diterima di sisi Allah.
3) Penghasilan yang haram merupakan penghalang paling besar dari dikabulkannya doa.
45/1852- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tiga golongan yang Allah tidak mengajak mereka bicara pada hari Kiamat, Dia tidak memuji mereka, dan tidak mau melihat mereka, serta bagi mereka azab yang pedih; orang tua yang berzina, penguasa yang pendusta, dan orang miskin yang sombong." (HR. Muslim) العَائِلُ (al-'ā`il): orang fakir.
1) Perzinaan yang dilakukan oleh orang yang sepuh merupakan bukti kerusakan batinnya karena umur tua seharusnya menghalangi seseorang dari mengikuti hawa nafsu.
2) Kekuatan penguasa akan mencegahnya dari berdusta, sehingga bila seorang penguasa menggabungkan antara kekuasaan dan kebohongan, maka hal itu menunjukkan lemah dan rusaknya kekuasaan tersebut.
3) Orang yang miskin tidak memiliki alasan untuk berlaku sombong pada manusia, sehingga bilamana dia berlaku sombong maka hal itu menunjukkan keburukannya dan bahwa dia adalah orang yang memiliki tabiat sombong.
46/1853- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Saihan, Jaihan, Eufrat, dan Nil semuanya berasal dari sungai-sungai surga." (HR. Muslim)
1) Besarnya karunia Allah pada hamba-Nya manakala Allah memperlihatkan kepada mereka sebagian dunia yang mengingatkan mereka pada kenikmatan akhirat serta memacu semangat mereka untuk beramal untuknya.
2) Surga telah diciptakan dan telah ada lengkap dengan kenikmatan yang ada di dalamnya, demikian juga neraka beserta azab pedih yang ada di dalamnya.
47/1854- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memegang tanganku seraya bersabda, "Allah menciptakan bumi pada hari Sabtu. Allah kemudian menciptakan padanya gunung-gunung pada hari Ahad, menciptakan pepohonan pada hari Senin, menciptakan hal-hal yang dibenci pada hari Selasa, dan menciptakan cahaya pada hari Rabu. Allah kemudian menebarkan padanya hewan-hewan pada hari Kamis, dan menciptakan Adam -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- setelah Asar pada hari Jumat pada akhir penciptaan, yaitu pada akhir waktu siang antara Asar hingga malam." (HR. Muslim)
1) Anjuran untuk tenang dan tidak terburu-buru dalam berbagai urusan, karena Allah -'Azza wa Jalla- Mahakuasa untuk menciptakan semua makhluk ini dengan satu kata, tetapi atas dasar hikmah yang besar Allah menciptakannya dengan bertahap.
2) Pemuliaan Nabi Adam -'alaihiṣ-ṣalātu was-salām- karena Allah menciptakannya pada hari yang paling afdal serta waktu paling utama.
48/1855- Abu Sulaimān Khālid bin Al-Walīd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Pada saat perang Mu`tah, ada sembilan bilah pedang patah di tanganku, maka tidak ada lagi yang tersisa di tanganku kecuali satu pedang besar buatan Yaman." (HR. Bukhari)
1) Menjelaskan keberanian Khālid bin Al-Walīd -raḍiyallāhu 'anhu-, yaitu seperti yang digambarkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa ia adalah "Salah satu pedang di antara pedang-pedang Allah yang Allah -'Azza wa Jalla- hunuskan terhadap orang-orang kafir dan munafik." (HR. Ahmad)
2) Keteguhan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- di medan perang karena mereka sedang menanti satu dari dua hal terbaik: kemenangan atau mati syahid di jalan Allah -Ta'ālā-. Maka hendaklah orang-orang seperti mereka yang dijadikan sebagai teladan!
49/1856- 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Bila seorang hakim hendak memutuskan perkara lalu dia berijtihad kemudian benar, maka baginya dua pahala. Dan bila dia hendak memutuskan perkara lalu berijtihad kemudian salah, maka baginya satu pahala." (Muttafaq 'Alaih)
1) Hendaknya seorang hamba bersungguh-sungguh dan berusaha mencari yang benar sebelum mengambil keputusan pada sesuatu.
2) Setiap orang yang melakukan ijtihad akan mendapatkan pahala, tetapi tidak semua orang yang berijtihad pasti benar.
50/1857- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Demam itu berasal dari hembusan panas neraka Jahanam, maka dinginkanlah ia dengan air." (Muttafaq 'Alaih)
1) Di antara metode pengobatan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ialah mengobati suhu badan yang tinggi dengan air dingin karena semua perkara diobati dengan kebalikannya.
2) Demam itu berasal dari panas neraka Jahanam, dan itu adalah bagian seorang mukmin dari api neraka untuk menggugurkan kesalahan-kesalahannya.
51/1858- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Siapa yang meninggal dunia sementara dia masih memiliki utang puasa, maka walinya berpuasa menggantikannya." (Muttafaq 'Alaih)
Pendapat yang terpilih ialah bolehnya berpuasa menggantikan puasa yang tidak sempat dilakukan oleh orang yang meninggal berdasarkan hadis ini. Yang dimaksud dengan walinya ialah kerabatnya, baik ahli warisnya atau bukan ahli warisnya.
1) Bila seseorang meninggal dan memiliki utang puasa, maka walinya boleh menggantikan puasanya, dan ini khusus pada puasa nazar.
2) Mengada puasa Ramadan atas nama orang yang wafat lantaran meninggalkan puasa karena uzur ialah dengan memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan, dan dia tidak dipuasakan dalam mengada puasa fardu.
Kada puasa hanya dikhususkan bagi orang wafat yang meninggalkan puasa nazar karena itu yang ditunjukkan oleh (penggabungan) semua nas, dan seperti itulah yang difatwakan oleh para sahabat yang merupakan generasi umat yang paling berilmu. Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Bila seseorang sakit di bulan Ramadan lalu meninggal dunia sementara dia belum berpuasa, maka dia difidyahkan dan tidak ada kewajiban kada atasnya. Tetapi bila dia bernazar, maka walinya yang mengadakannya." (HR. Abu Daud, dan dia berkomentar di akhir hadis, "Ini dalam puasa nazar")
Imam Ahmad berkata, "Orang yang wafat tidak dipuasakan kecuali dalam utang puasa nazar." (Dinukil dari Imam Ahmad oleh Abu Daud dalam kitab Masā`il Al-Imām Aḥmad)
Ibnul-Qayyim -raḥimahullāh- berkata dalam kitabnya, Tahżīb Sunan Abī Dāwūd,
"Kewajiban puasa sama seperti kewajiban salat. Sebagaimana tidak bisa seseorang mengerjakan salat menggantikan orang lain dan juga dia tidak bisa menggantikan salam yang lain, demikian halnya puasa. Adapun nazar, ia adalah komitmen dalam diri yang sama kedudukannya dengan utang sehingga bisa digantikan penunaiannya oleh kerabat sebagaimana halnya mereka bisa membayarkan utangnya. Ini yang ditunjukkan oleh pemahaman (fikih) yang murni."
Beliau juga berkata,
"Rahasia dari perbedaannya: bahwa nazar ialah komitmen yang dibuat oleh seorang hamba terhadap sesuatu yang dia bebankan pada dirinya, bukan karena dibebankan oleh agama sejak awal. Sehingga hukumnya lebih ringan dari apa yang Allah jadikan sebagai hak-Nya atas hamba, baik dia suka atau tidak suka. Komitmen jiwa ini bisa mencakup sesuatu yang ada dalam batas kemampuan maupun yang luar dari kemampuan. Oleh karena itu, komitmen ini bisa ditekadkan oleh seorang mukalaf dalam hal yang dia tidak mampui. Berbeda dengan kewajiban-kewajiban dari agama, semuanya dalam batas kemampuan badan dan tidak diwajibkan atas orang yang lemah (tidak mampu). Sehingga, kewajiban yang berasal dari diri sendiri lebih longgar daripada kewajiban asli yang datang dari agama, karena seorang mukalaf dimungkinkan untuk mewajibkan kewajiban-kewajiban yang luas atas dirinya, dan karena cara menunaikan kewajiban yang berasal dari diri sendiri itu banyak lantaran ia tidak ditentukan oleh syariat. Juga karena komitmen diri sendiri lebih longgar penunaiannya daripada cara menunaikan kewajiban yang berasal dari agama. Sehingga bolehnya perwakilan dalam kewajiban yang berasal dari diri sendiri setelah kematian tidak mengharuskan bolehnya perwakilan dalam kewajiban yang datang dari agama. Hal ini menjelaskan bahwa para sahabat adalah orang yang paling fakih, paling dalam ilmunya, dan paling mengerti dengan rahasia dan tujuan agama serta hikmahnya. Wabillāhi At-Taufīq.
52/1859- 'Auf bin Mālik bin Aṭ-Ṭufail meriwayatkan bahwa Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- diberitahu bahwa Abdullah bin Az-Zubair -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata tentang penjualan atau pemberian yang diberikan oleh Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, "Demi Allah! Hendaknya Aisyah berhenti atau aku akan menghalanginya dari melakukan suatu tindakan pada hartanya." Aisyah bertanya, "Apakah dia (Ibnu Az-Zubair) benar mengatakan seperti itu?" Mereka menjawab, "Ya." Aisyah lantas berkata, "Demi Allah! Aku bernazar kepada Allah untuk tidak berbicara dengan Ibnu Az-Zubair selamanya." Ibnu Az-Zubair kemudian berusaha meminta maaf kepada Aisyah ketika Aisyah lama mendiamkannya. Namun Aisyah tetap berkata, "Tidak, demi Allah! Aku tidak akan memaafkannya dan tidak pula membatalkan nazarku." Ketika hal itu dirasakan sangat lama oleh Ibnu Az-Zubair, maka ia pun meminta bantuan kepada Al-Miswar bin Makhramah dan Abdurrahman bin Al-Aswad bin 'Abdu Yagūṡ. Ibnu Az-Zubair berkata kepada keduanya, "Aku memohon pada kalian berdua atas nama Allah agar kalian berdua memasukkanku ke rumah Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-. Sungguh tidak halal baginya bernazar untuk memutuskan tali silaturrahmi denganku." Lantas Al-Miswar dan Abdurrahman membawanya pergi menemui Aisyah, kemudian keduanya meminta izin kepada Aisyah, dan berkata, "As-salāmu 'alaiki wa raḥmatullāhi wa barakātuh. Apakah kami boleh masuk?" Aisyah menjawab, "Masuklah kalian!" Mereka bertanya, "Kami semua?" Aisyah menjawab, "Ya, kalian semua." Aisyah tidak tahu kalau Ibnu Az-Zubair juga ada bersama mereka berdua. Ketika mereka masuk, Ibnu Az-Zubair masuk ke balik hijab dan langsung memeluk Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- serta memintanya (atas nama Allah) untuk memaafkannya sembari menangis. Lantas Al-Miswar dan Abdurrahman juga meminta Aisyah agar mau berbicara kepadanya dan menerima permintaan maafnya. Keduanya berkata, "Sesungguhnya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah melarang dari mendiamkan orang lain, sebagaimana yang telah engkau ketahui. Sesungguhnya tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya melebihi tiga hari." Ketika nasihat itu mengalir terus kepada Aisyah, Aisyah segera mengingatkan mereka (mengenai nazarnya) dan menangis, dan berkata, "Sesungguhnya aku telah bernazar, dan nazar itu sangatlah berat." Namun keduanya terus saja membujuknya sampai Aisyah mau berbicara dengan Ibnu Az-Zubair dan memerdekakan empat puluh budak untuk nazarnya itu. Aisyah pernah mengingat nazarnya setelah itu, ia pun menangis sehingga air matanya membasahi kerudungnya." (HR. Bukhari)
لأحْجُرَنَّ عَلَيْهَا: aku akan menghalanginya dari melakukan suatu tindakan pada hartanya.
لاَ أَتَحَنَّثُ إلَىٰ نَذْرِي: aku tidak akan mengumpulkan dosa dengan sebab melanggar sumpahku.
طَفِقَ يُنَاشِدُهَا: dia memintanya dengan sangat.
خِمَارَهَا (khimārahā): penutup kepala dan dadanya.
1) Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot saudaranya lebih dari tiga hari, terlebih jika dia kerabat.
2) Menjelaskan keutamaan mendamaikan antara manusia yang berselisih, yaitu termasuk amal saleh dan ibadah paling utama bila disertai keikhlasan niat.
3) Lembutnya hati para sahabat dan cepatnya mereka menangis karena takut kepada Allah -'Azza wa Jalla-, dan ini menjadi bukti kebenaran iman mereka -raḍiyallāhu 'anhum-.
4) Tidak boleh bernazar dalam perkara maksiat; siapa yang melakukan nazar maksiat maka dia tidak boleh menunaikannya.
53/1860- 'Uqbah bin 'Āmir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pergi ke pekuburan syuhada Uhud lalu menyalati mereka setelah delapan tahun (mereka dikubur), laksana orang yang hendak mengucapkan selamat tinggal kepada orang-orang yang masih hidup dan yang sudah mati. Selanjutnya beliau naik ke mimbar dan bersabda, "Sesungguhnya aku akan mendahului kalian (ke telagaku), dan aku menjadi saksi pada kalian. Sesungguhnya tempat kalian bertemu denganku adalah di telaga, dan aku sungguh melihatnya dari tempat berdiriku ini. Ketahuilah, sesungguhnya aku tidak khawatir kalian akan berbuat syirik, tapi aku mengkhawatirkan atas kalian dunia dari tindakan berlomba-lomba padanya." Uqbah berkata, "Itu adalah terakhir kalinya aku melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." (Muttafaq 'Alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan, "Tetapi aku mengkhawatirkan kalian akan tergoda dunia dengan berlomba-lomba memperebutkannya lalu kalian saling berperang, sehingga kalian binasa sebagaimana binasanya orang-orang sebelum kalian." Uqbah berkata, "Itu adalah terakhir kalinya aku melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di atas mimbar."
Dalam riwayat lainnya disebutkan: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Aku akan mendahului kalian ke telaga dan aku akan menjadi saksi pada kalian. Demi Allah! Sungguh aku benar-benar melihat telagaku sekarang. Sesungguhnya aku telah diberi kunci-kunci harta perbendaharaan bumi atau kunci-kunci bumi. Demi Allah! Sesungguhnya aku tidak mengkhawatirkan kalian akan berbuat syirik setelahku. Tetapi aku khawatir kalian akan berlomba-lomba memperebutkan dunia."
Salat untuk syuhada Uhud maksudnya: mendoakan mereka, bukan salat jenazah yang kita kenal.
1) Seorang hamba tidak boleh menjadikan dunia sebagai tujuan terbesarnya serta akhir dari ilmunya, tetapi dia harus beramal untuk akhiratnya.
2) Menjelaskan sebagian bukti kebenaran Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu beliau melihat telaga yang dijanjikan kepada beliau dari tempat berdirinya di dunia; itu adalah benar dan nyata, kita wajib mengimani dan membenarkannya.
3) Berita gembira berupa kekalnya Islam dan tetap tegaknya umat Islam.
Apa yang diterangkan oleh penulis -raḥimahullāh- bahwa maksud salat untuk mereka ialah mendoakan mereka adalah tafsir yang kurang tepat. Yang benar ialah apa yang disebutkan dalam riwayat Bukhari dan Muslim, "Bahwa beliau melakukan salat untuk syuhada Uhud sebagaimana beliau melaksanakan salat jenazah." Dan hadis-hadis Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- saling menafsirkan satu sama lain.
54/1861- Abu Zaid 'Amr bin Akhṭab Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah mengimami kami salat Subuh kemudian naik ke atas mimbar dan berkhotbah kepada kami sampai tiba waktu zuhur. Lantas beliau turun lalu salat. Selanjutnya beliau naik lagi ke atas mimbar lalu berkhotbah kepada kami sampai tiba waktu asar. Beliau lalu turun, kemudian salat. Setelah itu, beliau naik lagi ke atas mimbar lalu berkhotbah kepada kami sampai terbenam matahari. Beliau mengabarkan kepada kami tentang apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi. Orang yang paling tahu di antara kami adalah yang paling hafal." (HR. Muslim)
1) Menjelaskan kekuatan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta semangat beliau untuk menyampaikan agama serta mengajarkan ilmu kepada umatnya sampai beliau berdiri sehari penuh untuk mengingatkan dan mengajarkan mereka.
2) Orang yang paling berilmu adalah yang paling banyak menghafal ilmu dan yang paling hafal Kitābullāh dan Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Ini mengandung pelajaran berupa anjuran untuk menghafal ilmu agama.
55/1862- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang bernazar untuk menaati Allah, hendaklah ia menaati-Nya. Dan siapa yang bernazar untuk bermaksiat kepada-Nya, janganlah ia memaksiati-Nya." (HR. Bukhari)
1) Siapa yang bernazar dengan sebuah nazar yang mengandung ketaatan, hendaklah dia memenuhi nazarnya dan tidak membatalkannya. Adapun nazar maksiat, maka ia tidak terwujud dan kafaratnya adalah kafarat sumpah.
2) Nazar untuk melakukan ketaatan wajib dipenuhi, tetapi dimakruhkan bagi hamba untuk mewajibkan nazar atas dirinya, karena Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda, "Sesungguhnya nazar itu tidak mendatangkan kebaikan, melainkan hanya dikeluarkan dari orang yang bakhil." (HR. Muslim)
56/1863- Ummu Syarīk -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkannya supaya membunuh tokek; beliau bersabda, "Dulu ia (tokek) meniup api pada Ibrahim (agar semakin besar)." (Muttafaq 'Alaih)
57/1864- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang membunuh tokek dengan satu pukulan, maka baginya sekian dan sekian kebaikan. Siapa yang membunuhnya dengan dua kali pukulan, maka baginya sekian dan sekian kebaikan lebih sedikit dari yang pertama. Jika dia membunuhnya dengan tiga pukulan, maka baginya sekian dan sekian kebaikan."
Dalam riwayat lain disebutkan, "Siapa yang membunuh tokek dengan satu pukulan, dituliskan baginya seratus kebaikan. Sedangkan membunuhnya dengan dua pukulan, maka baginya lebih sedikit dari yang pertama. Jika dia membunuhnya dengan tiga pukulan, maka baginya lebih sedikit dari yang kedua." (HR. Muslim)
Para pakar bahasa mengatakan, "الْوَزَغُ" adalah cicak yang besar (tokek).
1) Anjuran untuk membunuh tokek dan tidak membiarkannya ketika mampu berdasarkan pahala yang disebutkan dalam hadis serta anjuran untuk membunuhnya.
2) Menjelaskan ilat (alasan) dari membunuh tokek, yaitu ia dulu meniup api pada Nabi Ibrahim -'alaihis-salām- supaya kobaran nyalanya besar, hal yang menunjukkan permusuhannya kepada ahli tauhid.
58/1865- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Pernah ada seseorang mengatakan, 'Sungguh, aku akan menyedekahkan satu sedekah.' Lantas ia keluar membawa sedekahnya, dan ternyata ia meletakkannya di tangan seorang pencuri. Keesokan harinya orang-orang membicarakannya, 'Ada seorang pencuri diberi sedekah!' Orang itu berkata, "Ya Allah! Hanya bagi-Mu segala pujian. Sungguh aku akan menyedekahkan satu sedekah lagi.' Lantas ia keluar membawa sedekahnya, dan ternyata ia meletakkannya di tangan seorang pelacur. Keesokan harinya orang-orang membicarakannya, 'Semalam seorang wanita pezina diberi sedekah!' Ia berkata, 'Ya Allah! Hanya bagi-Mu segala pujian. Ternyata pada seorang pelacur! Sungguh aku akan menyedekahkan satu sedekah lagi.' Lantas ia keluar membawa sedekahnya,dan ternyata ia meletakkannya di tangan seorang yang kaya. Pagi harinya orang-orang membicarakannya, 'Seorang yang kaya diberi sedekah!' Ia berkata, 'Ya Allah! Hanya bagi-Mu segala pujian. Ternyata pada seorang pencuri, seorang pelacur, dan seorang yang kaya!' Kemudian orang itu didatangi dalam mimpi dan dikatakan padanya, 'Tentang sedekahmu yang jatuh pada seorang pencuri, semoga membuatnya berhenti mencuri. Adapun yang jatuh pada seorang pelacur, semoga membuatnya berhenti berzina. Adapun yang jatuh pada seorang yang kaya, semoga ia mengambil pelajaran lalu menginfakkan sebagian harta yang Allah berikan padanya.'" (HR. Bukhari dengan redaksi ini dan Muslim dengan yang semakna)
1) Bila seorang hamba telah meniatkan kebaikan dan mengusahakannya lalu ia tidak bisa melakukan maksudnya, maka pahalanya tetap ditulis dan ia tidak dirugikan.
2) Keberkahan sikap menerima dan meridai ketetapan dan takdir Allah -Ta'ālā-. Dahulu, petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bila melihat sesuatu yang disukainya adalah membaca, "Al-ḥamdu lillāhill-lażī bi ni'matihi tatimmuṣ-ṣāliḥāt (Segala puji bagi Allah, berkat nikmat-Nya amal-amal saleh menjadi terwujud)." Dan bila melihat sesuatu yang dibenci, beliau membaca, "Al-ḥamdu lillāh 'alā kulli ḥāl (Segala puji bagi Allah atas segala keadaan)." (HR. Ibnu Majah)
3) Kewajiban mengingatkan pelaku maksiat dan mengajak mereka pada kebenaran dengan segala sarana yang bermanfaat.
59/1866- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Kami pernah bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sebuah undangan. Beliau diberi kaki kambing, dan beliau memang menyukainya, lalu beliau menggigitnya dengan ujung giginya dan bersabda, "Aku pemimpin manusia pada hari Kiamat. Tahukah kalian kenapa? Allah akan mengumpulkan semua manusia dari yang pertama hingga yang akhir dalam satu tanah lapang; semua mereka akan terlihat oleh orang yang melihat serta suara seorang penyeru akan terdengar oleh semua mereka. Matahari akan merendah pada mereka. Maka manusia akan mengalami kegelisahan dan kesusahan sampai batas yang tidak mampu mereka pikul. Lalu manusia berkata, 'Tidakkah kalian melihat keadaan kalian? Tidakkah kalian melihat apa yang menimpa kalian? Tidakkah kalian melihat siapa yang dapat memintakan syafaat untuk kalian dari Rabb kalian?' Mereka berkata satu sama lain, 'Hendaklah kalian menemui bapak kalian, Adam.' Lantas mereka menemui Adam lalu berkata, 'Wahai Adam! Engkau adalah bapak seluruh manusia. Allah telah menciptakanmu dengan tangan-Nya dan meniupkan ruh-Nya padamu. Allah memerintahkan para malaikat bersujud kepadamu lalu mereka pun bersujud, dan Allah menempatkanmu di surga. Tidakkah engkau memintakan kami syafaat kepada Rabb-mu? Tidakkah engkau melihat kondisi kami? Tidakkah engkau melihat yang menimpa kami?' Adam berkata, 'Sungguh Rabb-ku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti ini sebelumnya dan tidak akan pernah marah yang seperti ini sesudahnya. Dulu Dia melarangku mendekati pohon itu, tapi aku durhaka. Oh, diriku, diriku, diriku! Pergilah pada selainku. Pergilah kepada Nuh.' Lantas mereka datang menemui Nuh lalu berkata, 'Wahai Nuh! Engkau adalah rasul pertama kepada penduduk bumi dan Allah menyebutmu sebagai hamba yang sangat bersyukur. Tidakkah engkau melihat kondisi kami? Tidakkah engkau melihat apa yang menimpa kami? Tidakkah engkau memintakan kami syafaat kepada Rabb-mu?' Nuh berkata kepada mereka, 'Rabb-ku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti ini sebelumnya dan tidak akan pernah marah yang seperti ini sesudahnya. Dulu aku memiliki sebuah doa, aku menggunakannya untuk mendoakan keburukan terhadap kaumku. Oh, diriku, diriku, diriku! Pergilah kepada selainku. Pergilah ke Ibrahim.' Lantas mereka datang menemui Ibrahim lalu berkata, 'Wahai Ibrahim! Engkau adalah nabi Allah dan kekasih-Nya dari penduduk bumi. Mintakanlah kami syafaat kepada Rabb-mu. Tidakkah engkau melihat kondisi kami?' Ibrahim berkata kepada mereka, 'Rabb-ku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti ini sebelumnya dan tidak akan pernah marah yang seperti ini sesudahnya. Dulu aku pernah bedusta tiga kali. Oh, diriku, diriku, diriku! Pergilah kepada selainku, pergilah ke Musa.' Lantas mereka pergi menemui Musa lalu berkata, 'Wahai Musa! Engkau adalah rasul Allah. Allah telah melebihkanmu dengan risalah dan kalam-Nya atas seluruh manusia. Mintakanlah kami syafaat kepada Rabb-mu. Tidakkah engkau melihat kondisi kami?' Musa berkata, 'Rabb-ku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti ini sebelumnya dan tidak akan pernah marah yang seperti ini sesudahnya. Dulu aku telah membunuh jiwa yang tidak diperintahkan kepadaku untuk membunuhnya. Oh, diriku, diriku, diriku! Pergilah kepada selainku. Pergilah kepada Isa.' Lantas mereka datang menemui Isa lalu berkata, 'Wahai Isa! Engkau adalah rasul Allah, kalimat-Nya yang disampaikan ke Maryam, dan ruh dari ciptaan-Nya. Engkau berbicara pada manusia saat masih berada dalam buaian. Mintakanlah kami syafaat kepada Rabb-mu. Tidakkah engkau melihat kondisi kami?' Isa berkata, 'Rabb-ku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti ini sebelumnya dan tidak akan marah yang seperti ini sesudahnya. -Dia tidak menyebut sebuah dosa- Oh, diriku, diriku, diriku! Pergilah kepada selainku. Pergilah kepada Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.'"
Dalam riwayat lain ditambahkan, "Lantas mereka datang menemuiku lalu berkata, 'Wahai Muhammad! Engkau adalah rasul Allah dan penutup para nabi. Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu dan yang kemudian. Mintakanlah kami syafaat kepada Rabb-mu. Tidakkah engkau melihat kondisi kami?' Lalu aku bergegas pergi menuju ke bawah Arasy lalu aku jatuh bersujud kepada Rabb-ku. Allah kemudian membukakan (mengilhamkan untukku) pujian-pujian dan sanjungan yang baik untuk-Nya, sesuatu yang belum pernah dibukakan kepada seorang pun sebelumku. Kemudian dikatakan, 'Hai Muhammad! Angkatlah kepalamu. Mintalah, permintaanmu pasti akan diberikan kepadamu. Berikanlah syafaat, niscaya syafaatmu akan diizinkan.' Maka aku mengangkat kepalaku, aku berkata, 'Umatku, wahai Rabb-ku! Umatku, wahai Rabb-ku! Umatku, wahai Rabb-ku!' Maka dikatakan, 'Hai Muhammad! Masukkan di antara umatmu siapa saja yang tidak dihisab melalui pintu kanan di antara pintu-pintu surga. Mereka juga memiliki hak yang sama dengan semua manusia lainnya di pintu-pintu surga lainnya.'" Setelah itu beliau bersabda, "Demi Zat yang jiwaku berada di Tangan-Nya! Jarak antara dua sisi tiap pintu surga seperti jarak antara Mekah dan Hajar, atau seperti jarak antara Mekah dan Buṣrā." (Muttafaq 'Alaih)
نَهِسَ مِنْهَا نَهْسَةً: ia menggigitnya dengan ujung gigi.
المِصْرَاعَان (al-miṣrā'ān): dua sisi pintu.
1) Para rasul -'alaihimuṣ-ṣalātu was-salām- adalah manusia paling afdal, dan yang paling afdal di antara para rasul adalah rasul-rasul ulul azmi; mereka itulah yang ditemui oleh manusia untuk meminta syafaat. Kemudian yang paling afdal di antara mereka adalah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
2) Menerangkan beratnya padang mahsyar bagi seluruh hamba pada hari Kiamat.
3) Umat Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah yang terbaik di antara semua umat; merekalah yang paling pertama masuk surga dan yang paling banyak menjadi penghuninya, dan bagi nabi mereka -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pintu-pintu surga dibuka.
60/1867- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Ibrahim -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang membawa Ibunda Nabi Ismail bersama putranya, Ismail, ketika dia masih menyusuinya, hingga Ibrahim menempatkannnya di Baitullah, di bawah sebuah pohon besar, di atas Sumur Zamzam, di bagian atas Masjidilharam. Pada saat itu, di Mekah tidak ada manusia seorang pun dan tidak ada air. Ibrahim meninggalkan keduanya di sana dan meletakkan sebuah wadah yang berisi kurma dan kantong dari kulit yang berisi air. Kemudian Nabi Ibrahim melangkah pergi, lalu Ibunda Nabi Ismail menyusulnya seraya bertanya, 'Wahai Ibrahim! Ke mana engkau akan pergi? Apakah engkau akan meninggalkan kami di lembah ini yang tidak ada seorang pun manusia dan tidak ada sesuatu pun?' Ibunda Nabi Ismail terus-menerus menanyakan hal itu, dan Nabi Ibrahim tidak menoleh kepadanya. Maka Ibunda Nabi Ismail bertanya kembali, 'Apakah Allah menyuruhmu melakukan ini?' Nabi Ibrahim menjawab, 'Ya.' Ibunda Nabi Ismail pun berucap, 'Kalau memang demikian, Dia tidak akan menyia-nyiakan kami.' Selanjutnya Ibunda Nabi Ismail pun kembali. Nabi Ibrahim pun terus berjalan, hingga ketika sampai di sebuah bukit yang mereka tidak melihatnya, dia menghadapkan wajahnya ke Baitullah, lalu berdoa dengan beberapa doa, seraya mengangkat kedua tangannya, dia mengatakan, Ya Tuhan kami! Sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman... sampai firman-Nya: mudah-mudahan mereka bersyukur.' Lalu Ibunda Nabi Ismail menyusui Ismail dan minum dari air tersebut. Ketika air di dalam kantong itu sudah habis, dia pun merasa kehausan, demikian pula putranya, dan dia melihat putranya berguling-guling kehausan di atas tanah. Kemudian dia pergi karena tidak tega melihatnya. Dia menemukan Safa adalah gunung yang paling dekat dengannya, maka dia pun naik ke atasnya kemudian menghadap ke lembah sambil melihat-lihat; barangkali dia akan melihat seseorang? Tetapi dia tidak melihat seorang pun. Setelah itu dia turun dari Safa, hingga ketika sampai di perut lembah, dia mengangkat ujung bajunya dan berjalan dengan cepat seperti orang yang kelelahan sampai dia melewati lembah tersebut. Lalu dia naik menuju Marwa dan berdiri di atasnya sembari melihat-lihat, barangkali dia akan melihat seseorang? Tetapi dia tidak melihat seorang pun. Hingga dia melakukan hal itu sebanyak tujuh kali." Ibnu ‘Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Itulah asal muasal sai yang dilakukan oleh orang-orang di antara keduanya (Safa dan Marwa).' Ketika Ibunda Nabi Ismail berada di atas Marwa, dia mendengar sebuah suara. Dia pun berkata, 'Diam.' Dia memaksudkannya untuk dirinya sendiri. Kemudian dia berusaha untuk mendengarnya sampai dia mendengarnya sekali lagi. Dia berkata, 'Aku telah mendengar suaramu. Bila engkau dapat menolong, (maka tolonglah aku)!' Tiba-tiba dia mendapatkan ada malaikat di lokasi air Zamzam yang sedang menggali tanah dengan tumitnya -dalam riwayat lain dengan sayapnya-, sampai muncullah air. Selanjutnya Ibunda Nabi Ismail membendung air dengan tangannya seperti ini. Dia lantas menciduk dan memasukkan air itu ke kantongnya. Air itu terus keluar dengan deras setelah dia menciduknya -dalam sebuah riwayat, sebanyak yang dia ciduk-." Ibnu ‘Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Ibunda Ismail. Jika saja dia membiarkan Zamzam -atau beliau bersabda, 'Seandainya dia tidak menciduk airnya-, niscaya Zamzam menjadi mata air yang mengalir '." Lebih lanjut Ibnu ‘Abbās mengatakan, "Kemudian Ibunda Nabi Ismail minum dan menyusui anaknya. Lalu malaikat itu berkata kepadanya, 'Janganlah engkau khawatir akan ditelantarkan, karena di tempat ini terdapat Baitullah yang akan dibangun oleh anak ini dan bapaknya. Dan sesungguhnya Allah tidak akan menelantarkan orang-orang dekat-Nya.' Lokasi Baitullah lebih tinggi dari permukaan bumi, seperti sebuah anak bukit yang banjir datang lalu lewat di kanan dan kirinya. Kondisi Ibunda Nabi Ismail tetap demikian, sampai sekolompok orang dari Bani Jurhum -atau sebuah keluarga dari kalangan Bani Jurhum- lewat, mereka datang dari jalur Kadā`, lalu singgah di daerah bawah Mekah. Tiba-tiba mereka melihat seekor burung berputar-putar di angkasa. Mereka berkata, 'Burung itu pasti sedang mengitari air, padahal kita mengenal lembah ini tidak ada air.' Mereka pun mengutus satu atau dua orang utusan. Ternyata utusan itu menemukan air. Lalu mereka kembali dan memberitahukan perihal air tersebut kepada mereka. Mereka pun datang, sedangkan Ibunda Nabi Ismail ketika itu berada di dekat sumber air. Mereka pun bertanya kepadanya, 'Apakah engkau mengizinkan kami untuk ikut tinggal bersamamu?' Ibunda Nabi Ismail menjawab, 'Ya, tetapi kalian tidak berhak atas air ini.' Mereka pun menyahut, 'Baiklah'." Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- melanjutkan, “Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Maka Ibunda Ismail menerima hal itu, karena dia memang membutuhkan teman.' Selanjutnya mereka pun tinggal di sana lalu mengirim utusan kepada keluarga mereka supaya mereka datang dan ikut tinggal di sana bersama mereka. Hingga akhirnya mereka menjadi sekian keluarga. Sang anak pun beranjak dewasa lalu belajar Bahasa Arab pada mereka serta menjadi orang yang paling dihargai dan dikagumi di tengah-tengah mereka. Manakala Ismail telah dewasa, mereka menikahkannya dengan seorang wanita dari kalangan mereka. Kemudian Ibunda Ismail meninggal dunia. Ibrahim kemudian datang setelah Ismail menikah untuk melihat apa yang dulu ditinggalkannya. Tetapi Ibrahim tidak menemukan Ismail. Maka Ibrahim menanyakannya kepada istrinya, dia menjawab, 'Dia sedang pergi mencarikan kami nafkah -di sebagian riwayat: dia sedang keluar berburu untuk kami-.' Kemudian Ibrahim bertanya kepadanya tentang kehidupan dan keadaan mereka, dia menjawab, 'Kami dalam kondisi buruk. Kami hidup dalam kesempitan dan kesulitan.' Dia menyampaikan keluhannya kepadanya. Ibrahim berkata, 'Bila suamimu telah pulang, sampaikan salamku kepadanya. Sampaikan kepadanya agar dia mengubah palang pintu rumahnya.' Ketika Ismail datang, dia seperti merasakan sesuatu, dia berkata, 'Apakah ada seseorang yang datang menemuimu?' Dia menjawab, 'Ya. Telah datang seorang laki-laki yang sudah tua, begini dan begini. Dia menanyakanmu kepada kami lalu aku pun mengabarinya. Dia menanyakan bagaimana kehidupan kita. Aku mengabarinya bahwa kita hidup dalam kesusahan dan kesulitan.' Ismail bertanya, 'Apakah dia berpesan sesuatu kepadamu?' Dia menjawab, 'Ya. Dia memintaku untuk menyampaikan salamnya kepadamu. Dia berpesan agar engkau mengubah palang pintu rumahmu.' Ismail berkata, 'Itu adalah ayahku. Dia memerintahku untuk menceraikanmu. Karenanya, pulanglah ke keluargamu.' Ismail menceraikannya lalu menikah dengan wanita lain dari kalangan mereka. Beberapa lama Ibrahim tidak datang menjenguk mereka selama rentang waktu tertentu sebagaimana yang Allah kehendaki. Setelahnya Ibrahim datang menjenguk mereka, tetapi dia tidak menemukan Ismail. Maka dia datang menemui istrinya lalu menanyakannya. Dia menjawab, 'Dia sedang keluar mencarikan kami nafkah.' Ibrahim bertanya, 'Bagaimana keadaan kalian?' Dia juga menanyakan kehidupan dan keadaan mereka. Dia menjawab, 'Kami dalam keadaan baik dan berkecukupan.' Dia memuji Allah -Ta'ālā. Ibrahim bertanya, 'Apa makanan kalian?' Dia menjawab, 'Daging.' Ibrahim bertanya lagi, 'Lalu apa minuman kalian?' Dia menjawab, 'Air.' Kemudian Ibrahim berdoa, 'Ya Allah! Berkahilah mereka pada daging dan air.' Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, ‘Waktu itu mereka tidak memiliki biji-bijian. Seandainya mereka memilikinya, pastilah dia mendoakan keberkahan bagi mereka pada biji-bijian.'" Ibnu 'Abbās berkata, "Tidaklah seseorang di luar Mekah yang makanannya hanyalah daging dan air, kecuali keduanya tidak akan cocok dengannya."
Dalam riwayat lain disebutkan, "Ibrahim datang lalu bertanya, 'Ke mana Ismail?' Istrinya menjawab, 'Dia pergi untuk berburu.' Istrinya berkata, 'Tidakkah engkau singgah untuk makan dan minum?' Ibrahim bertanya, 'Apa makanan kalian? Dan apa minuman kalian?' Dia menjawab, 'Makanan kami daging. Sedangkan minuman kami air.' Ibrahim berdoa, 'Ya Allah! Berikanlah mereka keberkahan pada makanan dan minuman mereka.' Abul-Qāsim -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, Itulah keberkahan doa Ibrahim -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-.'
Ibrahim berkata, 'Bila suamimu telah pulang, sampaikan salamku kepadanya, dan sampaikan kepadanya supaya dia mempertahankan palang pintu rumahnya.' Ketika Ismail pulang, dia bertanya, 'Apakah ada seseorang yang datang menemui kalian?' Dia menjawab, 'Ya. Telah datang kepada kami seorang laki-laki tua yang berpenampilang sangat bagus, -istrinya memujinya-. Lalu dia menanyakanmu kepadaku, maka aku pun mengabarinya. Dia bertanya kepadaku tentang kehidupan kita, maka aku pun mengabarinya bahwa hidup kita baik.' Ismail bertanya, 'Apakah setelahnya dia berpesan sesuatu kepadamu?' Dia menjawab, 'Ya. Dia menyampaikan salam kepadamu, dan memintamu untuk mempertahankan palang pintu rumahmu.' Ismail berkata, 'Itu adalah bapakku, dan engkau adalah palang pintu tersebut. Dia memerintahkanku untuk mempertahankanmu. Setelah itu, beberapa waktu sebagaimana yang dikehendaki Allah, Ibrahim tidak datang mengunjungi mereka. Kemudian setelah itu dia datang sementara Ismail sedang meraut anak panahnya di bawah sebuah pohon besar tidak jauh dari lokasi Zamzam. Ketika melihatnya, Ismail berdiri menyambutnya lalu melakukan apa yang biasa dilakukan orang tua kepada anaknya dan seorang anak kepada orang tuanya. Ibrahim berkata, 'Wahai Ismail! Sesungguhnya Allah telah memerintahkan sesuatu kepadaku.' Dia berkata, 'Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu.' Ibrahim bertanya, 'Apakah engkau akan membantuku?' Dia menjawab, 'Ya. Aku akan membantumu.' Ibrahim berkata, 'Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadaku supaya aku membangun sebuah rumah (baitullah) di sini. Ibrahim menunjuk ke sebuah anak bukit yang lebih tinggi dari sekelilingnya. Maka ketika itu, keduanya meninggikan fondasi Baitullah. Lantas Ismail membawakan batu, sedangkan Ibrahim memasangnya. Sampai ketika bangunan itu telah tinggi, Ismail mengangkat batu ini lalu meletakkannya untuknya. Maka Ibrahim berdiri di atas ketika menyusunnya, sedangkan Ismail menyodorkan batu kepadanya. Keduanya sambil berdoa, 'Wahai Tuhan kami! Terimalah dari kami amalan ini, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'"
Dalam riwayat yang lainnya disebutkan, “Ibrahim keluar membawa Ismail dan Ibundanya dengan membawa sebuah kantong kulit berisi air. Ibunda Ismail senantiasa minum dari kantong tersebut sehingga air susunya tetap mengalir deras untuk bayinya hingga mereka sampai di Mekah. Ibrahim pun menempatkannya di bawah sebuah pohon besar. Kemudian Ibrahim pulang ke keluarganya. Maka Ibunda Ismail mengejarnya. Akhirnya ketika mereka sampai di Kadā`, Ibunda Ismail memanggilnya dari belakang, ‘Wahai Ibrahim! Kepada siapa engkau hendak menitipkan kami?’ Ibrahim menjawab, ‘Kepada Allah.’ Dia berkata, ‘Aku telah rida kepada Allah.’ Kemudian dia pun kembali. Ibunda Ismail seterusnya minum dari kantong tersebut dan air susunya pun mengalir deras kepada bayinya. Ketika air itu telah habis, Ibunda Ismail berkata, ‘Sekiranya aku mencoba pergi lalu melihat-lihat, barangkali aku akan menemukan seseorang.’” Ibnu ‘Abbās melanjutkan, “Maka Ibunda Ismail beranjak lalu naik ke atas Safa. Kemudian dia mencoba melihat dan terus melihat ke sekelilingnya, barangkali dia menemukan seseorang. Namun dia tidak menemukan siapa-siapa. Dia pun turun. Setelah sampai di lembah, dia berjalan dengan cepat, lalu naik ke atas Marwa. Dia melakukan hal itu beberapa kali putaran (bolak-balik). Kemudian Ibunda Ismail berkata, ‘Sekiranya aku mencoba kembali lalu melihat apa yang dikerjakan oleh si bayi.’ Dia pun segera pergi melihatnya. Ternyata dia tetap seperti keadaannya semula, sepertinya ia terengah-engah hampir mati kehausan. Maka hatinya pun tidak bisa tenang. Dia berkata, ‘Sekiranya aku mencoba pergi dan melihat-lihat, barangkali aku akan menemukan seseorang.' Maka dia pun pergi lagi, lalu naik ke atas Safa. Dia melihat dan terus melihat ke sekelilingnya. Namun dia tidak menemukan siapa-siapa. Sampai akhirnya dia berputar lengkap tujuh putaran. Ibunda Ismail berkata, ‘Sekiranya aku mencoba pergi lalu melihat apa yang dilakukan oleh bayiku.’ Tiba-tiba dia mendengar sebuah suara, maka dia berkata, ‘Bantulah bila engkau memiliki kebaikan.’ Ternyata suara itu adalah Jibril -'alaihis-salām- yang sedang melakukan dengan tumitnya seperti ini. Dia mengorek tanah dengan tumitnya. Lalu air terpancar sehingga Ibunda Ismail merasa kaget. Lantas dia menciduk air itu dengan kedua tangannya …” Lalu Ibnu ‘Abbās menyebutkan hadis tersebut selengkapnya.
(HR. Bukhari dengan semua riwayat ini)
الدَوْحَةُ (ad-dauḥah): pohon yang besar. قَفَّىٰ (qaffā): ia pergi. الجَريّ (al-jariy): utusan. أَلفىٰ (alfā): ia mendapatkan. يَنْشَغُ (yansya'u): ia terengah-engah.
البَيْتُ (al-bait): Baitullah, Kakbah.
الثَّنِيَّةُ (aṡ-ṡaniyyah): jalan di gunung, waktu itu jalan ini berada di kawasan Ḥajūn, di Mekah Mukarramah.
يَتَلَبَّطُ (yatalabbaṭ): ia berguling-guling di tanah.
غَوَاثٌ (gawāṡ/pertolongan): sama dengan "الغِيَاثُ" (al-giyāṡ), merupakan turunan dari kata "الإغاثة" (al-igāṡah).
الضَّيْعَةُ (aḍ-ḍai'ah): kebinasaan.
طَائِرًا عَائِفًا (ṭā`iran 'ā`ifan): burung yang terbang mengitari air, bolak-balik dan tidak meninggalkannya.
عَتَبَةَ بَابِهِ ('atabah bābihi/palang pintu rumahnya): perempuan diumpamakan sebagai palang pintu, karena dia menjaga pintu rumah serta melindungi apa yang ada di dalamnya.
يَبْرِيْ نَبْلًا (yabrī nablan): ia membaguskan anak panah sebelum dipasangi mata dan bulu.
شَنَّةٌ (syannah): kantong yang terbuat dari kulit tua.
غَمَزَ بِعَقِبِهِ (gamaza bi 'aqibihi): ia memukul dengan tumitnya.
اِنْبَثَقَ (inbaṡaqa): memancar.
1) Bersegeranya para nabi untuk menaati Rabb mereka serta mendahulukan apa yang dicintai-Nya di atas kecintaan anak, istri, dan budak mereka.
2) Siapa yang bertawakal kepada Allah maka Allah akan mencukupinya, dan siapa yang menyerahkan urusannya kepada-Nya maka Dia akan menjaganya. Dahulu, Hajar, Ibunda Ismail sangat yakin bahwa Allah tidak akan menelantarkannya dan juga anaknya, namun dia tetap melakukan sebab disertai bertawakal secara sempurna kepada Allah.
3) Makruh mengeluhkan keadaan hidup, sebaliknya disunahkan bersyukur kepada Allah -Ta'ālā- pada semua keadaan.
4) Anjuran memilih istri yang saleh dan penyabar karena istri yang seperti itu adalah sebaik-baik penolong untuk melakukan ketaatan.
5) Bersegera dalam berbakti kepada kedua orang tua dan melaksanakan permintaan mereka selama bukan pada maksiat.
61/1868- Sa'īd bin Zaid -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Al-Kam`ah (sejenis cendawan) itu termasuk mann, airnya merupakan obat untuk mata." (Muttafaq 'Alaih)
الْكَمْأَةُ (al-kam`ah, sejenis cendawan): tumbuhan yang tidak memiliki daun dan pohon, ditemukan di tanah yang tidak ditanami, mirip isi kentang.
المَنُّ (al-mann): makanan yang Allah -Ta'ālā- turunkan kepada Bani Israil tanpa mereka mengupayakannya, atau sesuatu yang Allah anugerahkan kepada hamba-hamba-Nya.
1) Disyariatkan berobat menggunakan berbagai macam obat yang Allah -Ta'ālā- letakkan di dalam ciptaan alami makhluk.
2) Air cendawan adalah obat bagi mata, dan merupakan obat paling bagus untuk penyakit mata berdasarkan petunjuk pengobatan Nabi yang diberkahi.
Allah -Ta'ālā- telah menjadikan di awal penciptaan-Nya pada tumbuhan al-mann sumber makanan dan kesembuhan. Namun, ada kalanya ia terpapar sesuatu yang menghilangkan kegunaan dan khasiatnya itu. Lalu apa yang menjadi penyebabnya?!
Al-'Allāmah Ibnul-Qayyim -raḥimahullāh- berkata dalam Zādul-Ma'ād fi Hadyi Khairil-'Ibād, "Bila engkau bertanya: Jika cendawan itu begini keadaannya, lalu mengapa ada tersimpan bahaya di dalamnya? Dari mana bahaya itu datang kepadanya? Ketahuilah! Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- telah membuat segala sesuatu dengan sempurna serta menciptakan semuanya dengan sangat bagus. Segala sesuatu ketika awal diciptakan bebas dari keburukan dan penyakit, bermanfaat sempurna untuk sesuatu yang ia disiapkan dan diciptakan untuknya. Namun kemudian ia terpapar keburukan setelah itu dengan faktor-faktor dari luar ... Orang yang mengerti tentang kondisi alam dan permulaannya mengetahui bahwa semua kerusakan di udara, tumbuhan, hewan, dan keadaan penghuninya adalah terjadi setelah ia diciptakan dengan sebab-sebab yang menuntut keberadaannya. Perbuatan manusia dan penyelisihan mereka kepada para rasul senantiasa menciptakan bagi mereka kerusakan yang umum maupun yang khusus, sesuatu yang mendatangkan pada mereka berbagai macam penyakit dan wabah, kekeringan dan kemarau, dicabutnya keberkahan bumi, buah-buahannya, dan tumbuh-tumbuhannya, serta dicabutnya manfaat-manfaatnya atau dikurangi, semua itu adalah perkara yang datang beruntun silih berganti, sebagiannya mengikuti sebagian yang lain. Bila pengetahuanmu tidak mampu memahami hal ini, maka cukupkanlah dirimu dengan firman Allah -Ta'ālā-, "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia ..." (QS. Ar-Rūm: 41) Setiap kali manusia mengadakan kezaliman atau kejahatan, Rabb mereka Yang Mahamulia dan Mahatinggi memunculkan bagi mereka berbagai macam mudarat dan penyakit pada makanan, buah-buahan, udara, air, badan, fisik, rupa, bentuk, dan perilaku mereka; yaitu berupa keburukan dan penyakit-penyakit yang merupakan dampak dari perbuatan manusia serta kezaliman dan kejahatan mereka. Dahulu, bijian-bijian seperti gandum dan lainnya jauh lebih besar daripada yang sekarang, sebagaimana keberkahannya dahulu jauh lebih banyak. Imam Ahmad telah telah meriwayatkan dengan sanadnya, "Bahwa ditemukan di perbendaharaan sebagian Bani Umayyah satu buah pundi berisi gandum sebesar biji kurma, ditulis di atasnya, 'Begini yang tumbuh pada hari-hari keadilan.'" Kisah ini beliau bawakan di dalam Musnadnya setelah hadis yang beliau riwayatkan ...
Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- telah menjadikan perbuatan orang yang baik dan yang jahat memiliki dampak di alam ini. Yaitu Allah menjadikan perbuatan menahan kebaikan, zakat, dan sedekah sebagai sebab ditahannya hujan dari langit, serta sebab adanya kemarau dan kekeringan. Juga Allah menjadikan kezaliman terhadap orang miskin, mengurangi takaran dan timbangan, dan kezaliman orang yang kuat atas yang lemah sebagai sebab lahirnya kezaliman para raja dan penguasa yang tidak akan mengasihi walaupun dimintai kasih dan tidak akan iba sekalipun dimintai iba. Tindakan para penguasa itu pada hakikatnya adalah perilaku rakyat yang tampak pada potret penguasa mereka ... Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- dengan hikmah dan keadilan-Nya memperlihatkan bagi manusia perbuatan mereka pada rupa dan potret yang tepat ... Mahatinggi perintah Allah, tidak ada yang dapat membantah keputusan-Nya maupun menolak perintah-Nya. Wabillāhit-Taufīq.