Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabīl, dan hamba sahaya yang kamu miliki." (QS. An-Nisā`: 36) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan (silaturahmi)." (QS. An-Nisā`: 1) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Dan orang-orang yang menyambung apa yang diperintahkan Allah agar disambung, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk." (QS. Ar-Ra'd: 21) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya." (QS. Al-'Ankabūt: 8) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah', janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, 'Ya Rabbi! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.'" (QS. Al-Isrā`: 23-24) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu." (QS. Luqmān: 14)
1) Menjunjung tinggi hak kedua orang tua lalu karib kerabat. Karena Allah -Ta'ālā- telah menggabungkan antara ibadah yang merupakan hak murni Allah dengan hak orang tua. Hal ini menunjukkan besarnya kedudukan mereka.
2) Orang yang paling berhak mendapatkan pertemanan hamba adalah kedua orang tuanya. Karena urutan hak keduanya berada setelah hak Allah -Ta'ālā-: "Orang tua adalah sebab keberadaan seseorang. Keduanya telah sangat berbuat baik kepadanya; ayahnya memberi nafkah, ibunya memberi kasih sayang." (Tafsīr Ibni Kaṡīr, dalam tafsir firman Allah -Ta'ālā-: "Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya.")
1/312- Abu Abdirraḥmān Abdullāh bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku bertanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Amalan apakah yang paling Allah -Ta'ālā- cintai?" Beliau menjawab, "Salat di awal waktunya." Aku bertanya, "Kemudian amalan apa?" Beliau menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua." Aku bertanya lagi, "Kemudian amalan apa?" Beliau menjawab, "Jihad di jalan Allah." (Muttafaq 'Alaih)
1) Hak Allah yang paling utama setelah tauhid ialah salat.
2) Keutamaan berbakti kepada kedua orang tua. Berbakti maksudnya berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan.
3) Lalai dalam berbakti kepada kedua orang tua, baik yang bersifat ucapan maupun perbuatan, termasuk kedurhakaan.
4) Para sahabat berlomba-lomba melakukan kebaikan dan kebaktian serta mereka bertanya tentang induk-induk permasalahan yang bermanfaat.
5) Tingginya kedudukan jihad di jalan Allah -Ta'ālā- karena di dalamnya terkandung maslahat besar, seperti melindungi negara kaum muslimin serta tercapainya kemenangan Islam di belahan timur dan barat bumi.
2/313- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Seorang anak tidak akan bisa membalas (jasa) orang tua kecuali ia menemukannya sebagai budak lalu ia membelinya dan memerdekakannya." (HR. Muslim)
لا يَجزْي (lā yajzī): tidak akan bisa membalas jasa.
1) Besarnya hak kedua orang tua dalam Islam, yaitu urutan hak mereka berada setelah kewajiban menunaikan hak beribadah kepada Allah -Ta'ālā-.
2) Seorang anak tidak boleh memperbudak kedua orang tuanya atau salah satunya. Jika itu terjadi, maka hal itu termasuk tanda kiamat yang menandakan keburukan yang ada pada manusia yang rusak.
3) Memerdekan orang tua yang menjadi budak secara otomatis terjadi hanya dengan sebatas sang anak membelinya. Sehingga membelinya adalah sebab merdeka, dan tidak dibutuhkan si anak mengatakan: aku telah memerdekakannya.
3/314- Juga dari riwayat Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia menyambung kerabatnya. Siapa yang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia mengucapkan perkataan yang baik atau diam!" (Muttafaq 'Alaih)
1) Silaturahmi -yaitu menyambung kerabat yang memiliki ikatan rahim- termasuk bagian dari keimanan.
2) Petunjuk Islam mengandung penguatan dan pengukuhan ikatan kerabat serta peringatan agar menjauhi semua yang dapat melemahkan ikatan tersebut atau merusaknya.
4/315- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya Allah -Ta’ālā- menciptakan makhluk. Hingga ketika Allah selesai menciptakan mereka, rahim berdiri dan berkata, ‘Ini adalah berdirinya sesuatu yang memohon perlindungan kepada-Mu dari pemutusan (silaturahmi).’ Allah berfirman, ‘Ya. Tidakkah engkau rida jika Aku menyambung siapa yang menyambungmu, dan memutuskan siapa yang memutusmu?’ Rahim menjawab, ‘Tentu saja.’ Allah berfirman, ‘Itu semua untukmu.’” Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Bacalah jika kalian mau (ayat): Maka apakah sekiranya jika kamu berkuasa, kamu akan berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dikutuk Allah; dan dibuat tuli (pendengarannya) dan dibutakan penglihatannya.'" (QS. Muḥammad: 22-23) (Muttafaq ‘Alaih)
Dalam riwayat Bukhari yang lain: "Maka Allah -Ta'ālā- berfirman, 'Siapa yang menyambungmu, maka Aku akan menyambungnya. Siapa yang memutuskanmu, maka Aku akan memutusnya.'"
العَائِذُ (al-'ā`iż): orang yang berlindung dan memohon pertolongan kepada-Mu.
1) Anjuran menyambung silaturahmi serta menekankan haramnya memutus silaturahmi.
2) Memohon perlindungan (istiazah) hanya kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Sehingga tidak boleh memohon perlindungan kepada makhluk, sekalipun makhluk tersebut memiliki kedudukan di sisi Allah -Ta'ālā-.
3) Menyambung silaturahmi adalah sebab turunnya rahmat Allah kepada hamba-Nya dan tersebarnya kebaikan di antara manusia. Sedangkan memutus silaturahmi adalah sebab adanya permusuhan, kerusakan, dan pengrusakan.
Alat menafsirkan Al-Qur`ān Al-Karīm yang paling bagus dan yang paling baik dalam menjelaskan makna kalāmullāh -'Azza wa Jalla- adalah hadis Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Karena Al-Qur`ān Al-Karīm dan hadis Nabi keduanya adalah wahyu dari Allah -Ta'ālā-. Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- berfirman, "Dan Kami turunkan Aż-Żikr kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka." Maksudnya, Kami telah turunkan kepadamu Sunnah agar engkau menjelaskan kepada manusia Kitab Al-Qur`ān yang diturunkan. Hadis di atas adalah contohnya.
5/316- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia meriwayatkan: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu berkata,"Wahai Rasulullah! Siapakah orang yang paling berhak aku pergauli dengan baik?" Beliau bersabda, "Ibumu." Orang itu bertanya lagi, "Lalu siapa?" Beliau menjawab, "Ibumu." Orang itu bertanya lagi, "Kemudian siapa?" Nabi bersabda, "Ibumu." Orang itu bertanya lagi, "Lalu siapa?" Beliau bersabda, "Bapakmu." (Muttafaq 'Alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan, "Wahai Rasulullah! Siapakah orang yang lebih berhak aku pergauli dengan baik?" Beliau menjawab, "Ibumu, lalu ibumu, lalu ibumu, lalu bapakmu. Lalu orang yang terdekat denganmu, dan yang terdekat denganmu."
الصَّحَابَةُ (aṣ-ṣaḥābah), artinya: pergaulan, pertemanan. Kalimat: "ثُمَّ أَبَاكَ", demikian diriwayatkan secara "manṣūb", dengan kata kerja yang dihapus, yaitu: (ثم بِرَّ أَباك). Dalam riwayat lain: (ثُمَّ أَبُوكَ). Tentunya ini jelas.
أَدْنَاكَ أَدْنَاكَ: yang terdekat, lalu yang terdekat.
1) Orang yang paling berhak mendapatkan sikap dan pergaulan yang baik adalah ibu, karena dia lemah dan sangat membutuhkannya. Juga karena ibu mengalami lelah dan sulit yang tidak dialami oleh yang lain. Kemudian, dia memang lemah secara dasar penciptaan. Lalu bagaimana ketika dia telah berumur?!
2) Anjuran agar seorang hamba memperbaiki muamalah kepada ibunya dan kepada bapaknya sesuai kemampuan karena keduanya adalah sebab kehidupannya setelah Allah -Ta'ālā-. Mereka berdua memiliki keutamaan melahirkan, merawat, dan memberi manfaat.
3) Mengurutkan hak serta menempatkannya pada tempatnya adalah keadilan yang didengungkan oleh agama.
4) Menjelaskan antusiasme para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk mengetahui urutan kebaikan serta mengetahui hak-hak manusia.
6/317- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Celakalah, kemudian celakalah, kemudian celakalah orang yang mendapati kedua orang tuanya di usia lanjut, salah satunya atau keduanya, namun dia tidak masuk surga." (HR. Muslim)
رَغِمَ أَنْفُ (ragima anf): semoga hidungnya melekat pada rugām, yaitu tanah yang bercampur pasir. Ungkapan ini digunakan untuk menunjukkan kehinaan, ketidakmampuan, dan ketundukan secara terpaksa.
1) Berbakti kepada kedua orang tua adalah sebab besar untuk masuk surga.
2) Ketika kedua orang tua telah tua adalah saat ketika mereka paling butuh kepada bakti anaknya karena kondisi kelemahan mereka. Bakti kepada mereka adalah dengan semua bentuk perbuatan baik; ucapan dan perbuatan.
3) Durhaka kepada kedua orang tua adalah sebab masuk neraka. Oleh karena itu, hendaklah seorang hamba waspada agar tidak menutup pintu yang dibukakan untuknya menuju surga, dan agar tidak membuka pintu yang mengantarkannya kepada neraka.
7/318- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa seorang laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya saya mempunyai kerabat. Aku menyambung hubungan silaturahmi dengan mereka, tetapi mereka malah memutuskannya. Aku berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka berbuat buruk kepadaku. Aku senantiasa bersikap ramah kepada mereka, tetapi mereka berbuat perbuatan jahil kepadaku." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Seandainya apa yang engkau katakan itu benar, maka seakan-akan engkau menyuapkan abu panas ke mulut mereka. Allah senantiasa menolongmu terhadap mereka, jika kamu tetap berbuat demikian." (HR. Muslim)
تُسِفّهُمْ (tusiffuhum), dengan mendamahkan "tā`", kemudian "sīn" yang kasrah, setelahnya "fā`" yang bertasydid. المَلُّ (al-mall), dengan memfatahkan "mīm" dan mentasydidkan "lām", artinya: abu panas. Maksudnya: seakan-akan engkau menyuapi mereka abu yang panas. Ini merupakan perumpamaan terhadap dosa yang akan mereka dapatkan dengan rasa sakit yang dirasakan oleh orang yang memakan abu panas. Tidak ada keburukan apa pun terhadap orang yang berbuat baik kepada mereka. Tetapi mereka yang akan mendapatkan dosa yang besar lantaran kelalaian mereka dalam menunaikan haknya, bahkan justru menimpakan keburukan kepada orang yang berbuat baik tersebut. Wallāhu a'lam.
ظهِيرٌ (ẓahīr): penolong.
1) Silaturahmi tegak di atas prinsip segera menyambung silaturahmi tanpa menunggu timbal balik.
2) Keberuntungan besar bagi seorang hamba yang membalas perbuatan buruk dengan perbuatan baik, serta membalas tindakan memutus silaturahmi dengan tindakan menyambungnya; "Tolaklah perbuatan buruk dengan yang lebih baik." (QS. Fuṣṣilat: 34) Tetapi, "(Ia) tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang yang memiliki keberuntungan yang besar." (QS. Fuṣṣilat: 35)
3) Melaksanakan perintah Allah ialah sebab adanya pertolongan bagi hamba. Maka, orang yang mendapat taufik di antara hamba Allah adalah yang melaksanakan syariat Allah -Ta'ālā- dengan baik dan tidak menoleh kepada kelalaian makhluk, melainkan dia mengharap pahala perbuatannya di sisi Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-.
4) Kadang, menabung pahala sabar lebih baik daripada mendapatkan hak di dunia, tergantung maslahat dari memaafkan atau menuntut hak: "Siapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya pada Allah." (QS. ASy-Syūrā: 40)
8/319- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah ia menyambung tali silaturahmi." (Muttafaq 'Alaih)
Makna "يُنْسَأَ لَهُ في أثَرِهِ", yaitu: diakhirkan ajal dan umurnya.
1) Silaturahmi merupakan sebab besar untuk menambah rezeki dan memanjangkan umur.
2) Balasan sejenis dengan perbuatan; yaitu siapa yang berbuat baik kepada kerabatnya dengan melakukan silaturahmi maka Allah akan berbuat baik kepadanya dengan disambung dalam rezeki dan umurnya.
Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- dengan hikmah-Nya telah menjadikan silaturahmi sebagai sebab yang disyariatkan untuk memanjangkan umur dan melapangkan rezeki, dan ini tidak bertentangan dengan apa yang telah diketahui bersama bahwa hal itu telah ditakdirkan dan tercatat.
Sebagaimana keimanan dan petunjuk serta kekafiran dan kesesatan telah ditakdirkan dan masing-masing memiliki sebab, demikian juga halnya umur dan rezeki dapat bertambah dan berkurang dilihat dari sebabnya. Oleh karena itu, terdapat sejumlah aṡar yang berisi doa panjang umur dan lapang rezeki. Anda yang sangat menginginkan panjang umur dan rezeki lapang, segeralah mengerjakan ketakwaan kepada Allah -Ta'ālā- dan melakukan silaturahmi karena ini adalah jalan yang paling baik kepada yang demikian itu.
9/320- Masih dari Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Abu Ṭalḥah -raḍiyallāhu 'anhu- adalah seorang kaum Anṣār yang paling banyak kebun kurmanya di Madinah. Kebun kurma yang paling dicintainya adalah kebun bernama Bairaḥā` yang berhadapan dengan masjid. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sering masuk ke kebun itu dan minum air bersih yang ada di dalamnya. Anas melanjutkan: Ketika turun ayat: "Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai." (QS. Āli 'Imrān: 92) Abu Ṭalḥah mendatangi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya Allah telah menurunkan kepadamu: "Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai." Sedangkan harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairaḥā`. Kebun itu aku sedekahkan untuk Allah -Ta'ālā-. Aku mengharapkan kebajikan dan pahala dari Allah. Untuk itu, wahai Rasulullah, pergunakanlah dia sesuai yang Allah tunjukkan kepadamu!" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu bersabda, "Bagus. Itu adalah harta yang (mendatangkan) untung. Itu adalah harta yang (mendatangkan) untung. Aku telah mendengar apa yang engkau katakan. Aku sarankan agar engkau membagikannya kepada kerabatmu!" Abu Ṭalḥah berkata, "Wahai Rasulullah! Aku akan melaksanakan petunjukmu." Selanjutnya Abu Ṭalḥah membagi-bagi kebun itu kepada kerabat dan sepupu-sepupunya. (Muttafaq ‘Alaih)
Penjelasan kosa katanya telah dibahas dalam Bab Menginfakkan Harta yang Disukai.
1) Orang yang paling berhak diberikan kebaikan dan disambung silaturahminya adalah kerabat.
2) Berinfak kepada kerabat bernilai silaturahmi sekaligus sedekah.
3) Anjuran berkonsultasi kepada orang berilmu dalam perkara-perkara penting karena ulama adalah penerusnya para nabi.
10/321- Abdullah bin 'Amr -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Seseorang datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu berkata, "Aku berbaiat kepadamu untuk hijrah dan jihad demi mencari pahala dari Allah -Ta'ālā-." Beliau bertanya, "Apakah masih ada di antara kedua orang tuamu yang masih hidup?" Dia menjawab, "Ya, bahkan keduanya." Beliau bersabda, "Apakah engkau ingin pahala dari Allah -Ta'ālā-?" Dia berkata, "Ya." Beliau bersabda, "Pulanglah kepada kedua orang tuamu dan dampingi mereka dengan baik!" (Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Muslim)
Dalam riwayat lain milik keduanya (Bukhari dan Muslim): Seseorang datang dan meminta izin kepada beliau (Nabi) untuk berjihad. Maka Nabi bersabda, "Apakah kedua orang tuamu masih hidup?" Dia berkata, "Ya." Beliau bersabda, "Berjihadlah untuk (berbakti pada) keduanya!"
1) Kewajiban membuat urutan skala prioritas dalam kehidupan seorang hamba; yaitu dia mulai dari orang yang paling besar haknya pada dirinya kemudian yang setelahnya. Yang seperti ini berasal dari pemahaman hamba dan taufik Allah -Ta'ālā- kepadanya.
2) Berbakti kepada kedua orang tua termasuk kewajiban (fardu ain) yang paling wajib karena ia lebih wajib dari jihad yang fardu kifayah.
3) Jihad terdiri dari beberapa tingkatan dan cabang; semua orang yang mengerjakan ketaatan untuk meraih rida Allah -Ta'ālā-, seperti berbakti kepada kedua orang tua, maka hal itu termasuk jihad di jalan Allah -Ta'ālā-.
11/322- Masih dari Abdullah bin 'Amr -raḍiyallāhu 'anhumā-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Orang yang menyambung silaturahmi bukanlah yang membalas orang yang menyambungnya. Tetapi, orang yang menyambung silaturahmi sesungguhnya adalah yang menyambung kerabat yang memutusnya." (HR. Bukhari)
قَطَعَتْ (qaṭa'at), dengan memfatahkan "qāf" dan "ṭā`". Sedangkan "رَحِمُهُ" (raḥimuhu), harakatnya marfū'.
المُكَافِئ (al-mukāfi`): yang menyambung kerabatnya untuk membalas silaturahmi dan kebaikan mereka.
1) Orang yang menyambung silaturahmi adalah yang memulai silaturahmi, sekalipun kerabatnya tidak membalas kebaikan dan silaturahminya.
2) Kewajiban mengikhlaskan amal perbuatan kepada Allah -Ta'ālā-; sebab buahnya adalah kebaikan yang abadi bagi hamba di dunia dan akhirat.
12/323- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Rahim (ikatan kekerabatan) bergantung di Arasy seraya berkata, 'Siapa yang yang menyambungkanku, maka Allah akan menyambungnya; barangsiapa yang memutuskanku, niscaya Allah akan memutusnya'." (Muttafaq ‘Alaih)
1) Tingginya kedudukan ikatan rahim (kekerabatan) dan silaturahmi, karena keagungan derajatnya yang langsung berada di bawah Arasy dan dekat dari Ar-Raḥmān Yang Mahamulia.
2) Orang yang bersilaturahmi kepada kerabatnya maka Allah -Ta'ālā- akan menyambungnya dengan kebaikan dan rahmat, sedangkan yang memutuskan kerabatnya maka Allah -Ta'ālā- akan memutus rahmat darinya.
13/324- Ummul-Mu`minīn Maimūnah binti Al-Ḥāriṣ -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan, bahwasanya dia memerdekakan seorang budak perempuan tanpa meminta izin lebih dahulu kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Ketika tiba hari giliran Nabi bersamanya, Maimūnah berkata, "Apakah engkau sudah tahu, wahai Rasulullah, bahwa aku telah memerdekakan budak perempuanku?" Beliau bertanya, "Apakah itu sudah engkau lakukan?" Maimūnah menjawab, "Ya." Beliau bersabda, "Ketahuilah, andai budak itu engkau berikan kepada paman-pamanmu, pasti pahalamu lebih besar." (Muttafaq 'Alaih)
وَلِيْدَةٌ (walīdah): budak perempuan.
1) Sedekah kepada kerabat lebih utama dan pahalanya lebih besar karena bernilai sedekah sekaligus silaturahmi.
2) Merupakan wujud ilmu seorang hamba adalah bila dia rajin berkonsultasi kepada ulama sehingga dia dapat meletakkan sesuatu pada tempatnya.
14/325- Asmā` binti Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Pada masa era diterapkannya perjanjian damai oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- (dengan kaum Quraisy), ibuku datang menemuiku sementara saat itu ia masih musyrik. Lalu aku meminta pendapat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku katakan, "Ibuku datang menemuiku. Dia sangat berharap kepadaku. Apakah aku boleh menyambung silaturahmi dengan ibuku?" Beliau menjawab, "Ya, sambunglah silaturrahim dengan ibumu." (Muttafaq 'Alaih)
Perkataan Asmā`: "رَاغِبَةٌ" (rāgibah), maksudnya: dia sangat berharap padaku; yaitu dia meminta sesuatu kepadaku. Disebutkan bahwa dia adalah ibunya dari nasab. Yang lain mengatakan, ibunya dari persusuan. Tetapi pendapat yang benar ialah yang pertama.
فِي عَهْدِ رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم: pada masa perjanjian Ḥudaibīyah antara Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersama kaum musyrikin Quraisy.
1) Seorang hamba wajib menyambung hubungan dengan kerabatnya sekalipun mereka kafir karena mereka masih memiliki hak kekerabatan.
2) Bersilaturahmi dengan kerabat yang kafir bukan bentuk walā`(loyalitas) dengan orang kafir yang dilarang, tetapi bentuk kebajikan dan sikap adil yang tidak dilarang.
3) Sempurnya sikap adil Islam dalam memberi hak kepada setiap orang yang memiliki hak, tanpa ada kezaliman ataupun melampaui batas. Sehingga kerabat yang kafir, meskipun ia kafir, kita tetap tidak boleh meninggalkan haknya untuk bersilaturahmi dengannya, karena dia memiliki hak kekerabatan.
15/321- Zainab Aṡ-Ṡaqafīyyah, istri Abdullāh bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Wahai para wanita! Bersedekahlah walaupun dengan perhiasan kalian." Zainab berkata, Lantas aku pulang menemui Abdullah dan berkata, "Sesungguhnya engkau seorang laki-laki yang miskin tidak punya harta, sementara Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah memerintahkan kami agar bersedekah. Datanglah kepada beliau dan tanyakanlah; jika aku boleh memberikannya kepada kalian, aku akan lakukan. Tetapi jika tidak, maka aku akan memberikannya kepada yang lain." Abdullah berkata, "Jangan. Tetapi, silakan engkau saja yang datang ke beliau." Lantas aku beranjak pergi. Ternyata telah ada seorang perempuan Ansar menunggu di depan pintu rumah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; keperluanku sama seperti keperluannya. Tetapi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sosok yang disegani, sehingga Bilāl datang kepada kami dan kami berkata, "Datanglah kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan kabarkan kepada beliau bahwa dua orang wanita di depan pintu mau bertanya; apakah mereka boleh bersedekah kepada suami dan anak-anak yatim yang ada dalam pengasuhan mereka? Jangan kabarkan kepada beliau siapa kami." Lalu Bilāl pun masuk menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan bertanya kepada beliau. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya, "Siapa mereka berdua?" Bilāl menjawab, "Seorang wanita Anṣār bersama Zainab." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya lagi, "Zainab yang mana?" Bilāl menjawab, "Zainab istri Abdullah." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Bagi mereka dua pahala. Yaitu pahala menyambung kerabat dan pahala sedekah." (Muttafaq ‘Alaih)
خَفِيفُ ذَاتِ اليَدِ: orang yang memiliki sedikit harta.
فِي حُجُورِهِمَا: dalam pengasuhan keduanya.
1) Bersilaturahmi kepada kerabat dengan memberi mereka sedekah akan mendatangkan dua pahala: pahala sedekah dan pahala silaturahmi.
2) Istri boleh bersedekah kepada keluarganya.
3) Perempuan boleh keluar rumah untuk keperluannya dan juga bertanya tentang urusan agama dengan syarat diizinkan suami.
4) Menuntut ilmu dan bertanya tentang perkara-perkara yang bermanfaat termasuk kewajiban yang paling penting.
16/327- Abu Sufyān Ṣakhr bin Ḥarb -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dalam hadis yang panjang tentang kisah Heraklius, bahwa Heraklius berkata kepada Abu Sufyān, "Apa yang dia (Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-) perintahkan kepada kalian?" Aku menjawab, "Dia berkata, "Sembahlah Allah semata dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun dan tinggalkanlah apa yang dikatakan oleh nenek moyang kalian. Dia memerintahkan kami untuk salat, jujur, menjaga kesucian, dan bersilaturahmi." (Muttafaq 'Alaih)
1) Kerasulan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tegak di atas dasar beribadah kepada Allah dengan baik, yaitu dengan menauhidkan Allah, dan berbuat baik kepada sesama makhluk dengan bersilaturahmi dan menunaikan hak-hak mereka.
2) Perintah bersilaturahmi termasuk ajaran syariat yang pertama kali turun dalam agama Islam, dan ini menunjukkan kepada Anda tentang urgensinya.
17/328- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya kalian akan menaklukkan sebuah negeri yang terkenal padanya Qīrāṭ."
Dalam riwayat lain: "Kalian akan menaklukkan Mesir, yaitu negeri yang terkenal padanya Qīrāṭ. Maka saling ingatkanlah untuk berbuat baik kepada penduduknya, karena mereka memiliki hak żimmah (perlindungan) dan hak silaturahmi."
Dalam riwayat lain, "Apabila kalian telah menaklukkannya, maka berbuat baiklah kepada penduduknya. Karena mereka memiliki żimmah (perlindungan) dan hak silaturahmi." Atau beliau berkata, "hak żimmah (perlindungan) dan hak perbesanan." (HR. Muslim)
Para ulama berkata, "Ikatan silaturahmi yang mereka sandang disebabkan karena Hājar ibu Nabi Ismā'īl -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berasal dari mereka. Sedangkan ikatan perbesanan adalah karena Māriah, ibu Ibrāhīm putra Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berasal dari mereka."
القِيْرَاطُ (al-qīrāṭ): nama jenis uang logam yang digunakan sebagai alat transaksi.
ذِمَّةٌ (żimmah): hak dan kehormatan.
صِهْرًا (ṣihran): keluarga dari istri (ikatan perbesanan)
1) Ikatan rahim memiliki hak untuk disambung walaupun jauh. Sehingga istilah ikatan rahim lebih luas dari ikatan kerabat dekat.
2) Bersilaturahmi dengan kerabat dari jalur ibu sama seperti bersilaturahmi dengan kerabat dari jalur ayah.
3) Anjuran berbuat baik kepada orang-orang yang memiliki ikatan kerabat, ikatan rahim, dan ikatan pernikahan sekalipun mereka musyrik, selama mereka tidak memusuhi Allah -Ta'ālā- dan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan selama mereka tidak melakukan permusuhan secara terang-terangan.
18/329- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ketika turun ayat ini (artinya): "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat," (QS. Asy-Syu'arā`: 214) Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memanggil orang-orang Quraisy. Mereka pun berkumpul. Lalu beliau mengingatkan mereka secara umum dan khusus. Beliau bersabda, "Wahai Bani Abdu Syams! Bani Ka'ab bin Lu`aiy! Selamatkan diri kalian dari neraka. Wahai Bani Murrah bin Ka'ab! Selamatkan diri kalian dari neraka. Wahai Bani Abdu Manāf! Selamatkan diri kalian dari neraka. Wahai Bani Hāsyim! Selamatkan diri kalian dari neraka. Wahai Bani Abdul Muṭṭalib! Selamatkan diri kalian dari neraka. Wahai Fatimah! Selamatkan dirimu dari neraka. Sungguh, aku tidak memiliki sesuatu apa pun untuk menyelamatkan kalian dari siksa Allah. Hanya saja kalian memiliki ikatan rahim (denganku) yang aku akan membasahinya dengan airnya (menyambungnya)." (HR. Muslim)
Kalimat ببلاَلِهَا (bi balālihā), dengan memfatahkan "bā`" yang kedua. Boleh juga dikasrahkan (bi bilālihā). "البِلالُ" (al-bilāl), artinya: air. Makna hadis ini: aku akan menyambungnya. Beliau membuat perumpamaan terhadap perbuatan memutusnya dengan hawa panas yang dapat dipadamkan dengan air. Sedangkan ini dapat didinginkan dengan bersilaturahmi.
عَشِيرَتَكَ ٱلۡأَقۡرَبِينَ: kerabatmu yang paling dekat, kemudian yang lebih dekat.
فعَمَّ وخَصَّ: yaitu beliau memanggil mereka dengan panggilan yang bersifat umum untuk semua, kemudian menyebutkan sebagian mereka secara khusus karena adanya hubungan kerabat yang kuat dengan mereka.
1) Kewajiban bersilaturahmi dengan kerabat serta memperhatikan mereka, terus-menerus memperbaiki hubungan dengan mereka, dan mengarahkan mereka kepada kebaikan. Ini semua adalah konsekuensi dari silaturahmi.
2) Kewajiban pertama dai yang berdakwah kepada Allah agar mengingatkan keluarganya, lalu kerabat-kerabatnya, karena mereka lebih pantas mendapat perbuatan baik sebelum yang lainnya, baru kemudian orang-orang di bawah mereka, sehingga kebaikan akan merata kepada semua manusia.
3) Bersemangat untuk memberi petunjuk kepada manusia adalah ciri-ciri dai yang diberikan taufik. Sehingga dia menampakkan kecintaannya kepada manusia serta berupaya untuk menyampaikan kebaikan kepada mereka.
4) Anjuran untuk beramal saleh dan agar tidak bersandar ataupun berbangga kepada nasab.
19/330- Abu Abdillah 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda secara terang-terangan tanpa sembunyi-sembunyi, "Sesungguhnya keluarga Bani polan bukan penolongku. Penolongku ialah Allah dan orang-orang mukmin yang saleh. Tetapi mereka memiliki ikatan rahim dan aku akan membasahinya dengan airnya." (Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Bukhari)
وليِّـي (waliyyī): penolongku yang aku akan loyal kepadanya dalam semua perkara.
1) Di antara bentuk iman yang paling penting adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah; sehingga wajib bagi seorang mukmin untuk berlepas diri dari cinta atas dasar agama kepada orang kafir, karena tidak ada saling cinta antara orang muslim dan kafir.
2) Kerabat yang kafir memiliki hak silaturahmi yang mesti disambung, tetapi tidak berhak untuk diberikan walā` (loyalitas) yang merupakan cinta dan pembelaan.
3) Persaudaraan atas dasar agama serta ikatan atas dasar Islam lebih agung daripada ikatan darah, nasab, dan berbagai kepentingan duniawi lainnya.
Ikatan rahim yang disambung terbagi menjadi umum dan khusus:
- Ikatan rahim yang umum; yaitu ikatam rahim atas dasar iman dan ilmu, yang ini wajib disambung dengan saling mencintai, saling menasihati, saling mengingatkan kepada kebenaran dan kesabaran, serta melaksanakan hak-hak yang wajib dan sunah.
- Adapun ikatan rahim yang khusus; yaitu kerabat yang memiliki hubungan nasab dengan Anda, pernikahan, atau persusuan.
Definisi yang lengkap tentang bersilaturahmi dengan mereka yaitu memberikan mereka kebaikan yang mampu dilakukan dan menghilangkan dari mereka keburukan sesuai kemampuan dan sesuai keadaan.
20/331- Abu Ayyūb Khālid bin Zaid Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa seorang laki-laki berkata, "Ya Rasulullah! Beri tahukan kepadaku tentang sebuah amal yang dapat memasukkanku ke surga dan menjauhkanku dari neraka." Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Hendaklah engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan menyambung silaturahmi." (Muttafaq ‘Alaih)
1) Anjuran untuk melaksanakan kewajiban syariat, di antaranya silaturahmi. Dan silaturahmi termasuk sebab yang akan memasukkan ke surga dan menjauhkan dari neraka.
2) Di antara tanda baiknya pemahaman seorang hamba adalah bila dia berusaha untuk menjauh dari api neraka, serta berupaya masuk surga dan meraih rida Allah -Ta'ālā-.
21/332- Salmān bin 'Āmir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Jika seseorang dari kalian berbuka maka hendaknya dia berbuka dengan kurma, karena kurma adalah keberkahan. Bila dia tidak mendapatkan kurma, maka dengan air, karena air mensucikan." Beliau juga bersabda, "Sedekah pada orang miskin bernilai satu sedekah. Sedang sedekah pada kerabat bernilai dua, yakni sedekah dan silaturahmi." (HR. Tirmiżī dan dia berkata, "Hadisnya hasan")
1) Penjelasan syariat tentang adanya perbedaan tingkat keutamaan sedekah tergantung tempat pengalokasiannya; yakni semakin dekat hubungan kerabat dengan objek silaturahmi maka sedekah itu semakin bagus.
2) Sedekah pada orang miskin bernilai satu sedekah, sedangkan sedekah pada kerabat bernilai dua; yakni sedekah dan menyambung kekerabatan.
Hadis ini tidak benar penisbahannya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Penisbahan yang benar yaitu kepada perbuatan beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Yaitu diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- dia berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- senantiasa berbuka sebelum salat menggunakan beberapa ruṭab (kurma mengkal). Bila kurma mengkal tidak ada, maka dengan beberapa kurma kering (tamr). Bila kurma kering tidak ada, maka beliau meneguk beberapa teguk air."
22/333- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Dulu aku memiliki seorang istri yang aku cintai, tetapi Umar tidak menyukainya. Umar berkata kepadaku, "Ceraikan dia!" Tetapi aku enggan. Maka Umar -raḍiyallāhu 'anhu- datang menghadap Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan menceritakan hal itu kepada beliau. Sehingga Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berpesan, "Ceraikan dia!" (HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadisnya hasan sahih")
1) Kewajiban taat kepada orang tua, bahkan dalam perkara yang tidak disukai jiwa sekalipun.
2) Taat kepada kedua orang tua harus menurut cara yang makruf; sehingga apabila salah satu mereka memerintahkannya untuk melakukan sesuatu yang dapat merusak si anak dalam agamanya, maka tidak ada kewajiban untuk taat.
23/334- Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa seorang laki-laki datang kepadanya dan berkata, "Sesungguhnya aku memiliki seorang istri, sedangkan ibuku menyuruhku untuk menceraikannya." Abu Ad-Dardā` berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, Orang tua adalah pintu surga yang paling tengah. Jika engkau mau, sia-siakanlah pintu tersebut atau jagalah'." (HR. Tirmizi, dan dia berkata, "Hadisnya hasan sahih")
"Pintu surga yang paling tengah" ialah pintu yang paling bagus.
1) Mengejar rida orang tua lebih didahulukan daripada mengejar rida istri.
2) Menjelaskan cara para sahabat dalam berfatwa; yaitu dengan membawakan hadis Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tanpa memaksakan untuk berpendapat sendiri.
Tidak semua orang tua yang memerintahkan anaknya untuk menceraikan istrinya harus ditaati. Tetapi harus dilihat kondisi kesalehan dan keistikamahan orang tua; bila dia orang yang saleh dan memiliki pandangan yang bagus, yaitu dapat melihat maslahat yang tidak dapat dilihat oleh anaknya, ketika itu dia ditaati perintahnya. Adapun jika dia orang yang fasik dan tidak memiliki pandangan yang bagus, maka dia tidak ditaati dalam perkara yang mengandung mafsadat bagi anaknya.
24/335- Al-Barā` bin 'Āzib -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, "Bibi (saudari ibu) sama kedudukannya dengan ibu." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadisnya hasan sahih")
Dalam hal ini terdapat banyak hadis yang masyhur dalam Kitab Aṣ-Ṣaḥīḥ. Di antaranya hadis tentang kisah tiga orang yang terperangkap dalam gua, hadis tentang kisah Juraij yang juga sudah disebutkan sebelumnya, dan hadis-hadis lainnya yang masyhur dalam kitab Aṣ-Ṣaḥīḥ, sengaja aku tidak sebutkan supaya lebih ringkas. Di antara yang paling penting ialah hadis panjang yang diriwayatkan oleh 'Amr bin 'Abasah -raḍiyallāhu 'anhu- yang mengandung banyak sekali kaidah dan adab Islam. Insya Allah, nanti aku akan menyebutkannya secara lengkap dalam Bāb Ar-Rajā`, di dalamnya disebutkan: "Aku datang menghadap Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di Mekah -maksudnya di awal kenabian- aku berkata, 'Siapa Anda?' Beliau menjawab, 'Seorang nabi.' Aku bertanya, 'Apa nabi itu?' Beliau menjawab, 'Allah -Ta'ālā- telah mengutusku.' Aku bertanya, 'Dengan apa Allah mengutusmu?' Beliau menjawab, Allah mengutusku untuk mengajak kepada silaturahmi, menghancurkan berhala, dan agar Allah ditauhidkan dan tidak disekutukan dengan apa pun.'" Kemudian dia menyebutkan hadis ini secara sempurna. Wallāhu a'lam.
المَنْزِلَةُ (al-manzilah): kedudukan.
1) Kewajiban berbakti dan berbuat baik kepada bibi (saudari ibu) sebagaimana berbuat baik kepada ibu, karena ibu dan bibi satu tingkatan. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Bibi (saudari ibu) sama kedudukannya dengan ibu." (HR. Bukhari)
2) Bibi (saudari ibu) sama seperti ibu dalam hal kasih sayang kepada anak-anak saudarinya. Demikian juga dalam hal mengasuh mereka.