Terjemahan yang Berlaku English عربي
en

170 - Chapter on what should be said upon riding a mount for travel

170- BAB DOA KETIKA NAIK KENDARAAN UNTUK MELAKUKAN SAFAR

en

Allah Almighty says: {And who created the species, all of them, and has made for you of ships and animals those which you mount. That you may settle yourselves upon their backs and then remember the favor of your Lord when you have settled upon them and say: “Exalted is He Who has subjected this to us, and we could not have [otherwise] subdued it. And indeed we, to our Lord, will [surely] return.”} [Surat az-Zukhruf: 12-14]

Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan (Dia) yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi, agar kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan agar kamu mengucapkan, 'Mahasuci (Allah) yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami.'" (QS. Az-Zukhruf: 12-14)

en

Guidance from the verses:

Pelajaran dari Ayat:

en

1) They guide us to recall the favor of Allah as He facilitated to us the use of animals and taught us the manufacture of ships, which helps us in the fulfillment of our needs.

1) Mengingat nikmat Allah -Ta'ālā- berupa ditundukkannya bagi kita sebagian binatang ciptaan-Nya serta mengajarkan kita cara membuat kapal untuk digunakan manusia dalam memenuhi kebutuhan mereka.

en

2) Glorifying Allah Almighty in this context is more appropriate than praising Him, as we hold Him far exalted above deficiencies, which include the need for riding a mount or a ship.

2) Bertasbih kepada Allah pada situasi ini lebih tepat dari membaca tahmid karena di dalam tasbih terkandung penyucian bagi Allah -Ta'ālā- dari berbagai kekurangan, di antaranya kebutuhan kepada kendaraan.

en

Benefit:

Faedah Tambahan:

en

Allah Almighty says: {And He has made for you of ships and animals those which you mount.}

Firman Allah -Ta'ālā-: "Dan Dia menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi."

en

Ships are of different types: sea, land, and air.

Al-Fulk (kapal) memiliki tiga macam: kapal laut, darat, dan udara.

en

As for the seaborne ships, they were known since the time of Nūh (Prophet Noah) ( peace be upon him), as Allah Almighty revealed to him, saying: {And construct the ship under Our observation and Our inspiration.} [Hūd: 37]

Kapal laut; yaitu yang dikenal sejak masa Nabi Nuh -'alaihiṣ-ṣalātu was-salām- ketika Allah mewahyukan kepadanya, "Dan buatlah kapal itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami." (QS. Hūd: 37)

en

As for land types, they include cars and the like, which emerged in recent times.

Adapun kapal darat, di antaranya berbagai jenis mobil yang muncul belakangan dan yang semisalnya.

en

Air types include planes and the like. All three types fall under the verse that says: {And He has made for you of ships...} Glory be to the One Who has placed within His Book knowledge for those who look and think!

Sedangkan kapal udara, yaitu pesawat dan yang semisalnya. Ketiga jenis kapal ini, semuanya masuk dalam firman Allah -Ta'ālā-, "Dan Dia menjadikan untukmu kapal." Mahasuci Allah yang telah memasukkan dalam Kitab-Nya berbagai macam ilmu bagi orang yang mau berpikir, maka ambillah pelajaran, wahai orang yang berakal!

en

972/1 - Ibn ‘Umar (may Allah be pleased with him and his father) reported: Whenever the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) mounted his camel while setting out on a journey, he would say “Allāhu Akbar” thrice then say: “Subhān alladhi sakh-khara lana hadha wa ma kunna lahu muqrinīn, wa inna ila rabbina lamunqalibūn. Allahumma inna nas’aluka fi safarina hadha al-birr wat-taqwa, wa min al-‘amali ma tarda. Allahumma hawwin ‘alayna safarana hadha watwi ‘anna bu‘dah. Allahumma anta al-sāhib fi al-safar wal-khalīfah fi al-ahl. Allahumma inni a‘ūdhu bika min wa‘thā’ al-safar wa ka’ābat al-manzhar wa sū’ al-munqalab fil-māl wal-ahl wal-walad” (Glory be to the One Who has subjected this to us, and we could not have otherwise subdued it. And indeed we, to our Lord, shall return. O Allah, we ask You for righteousness and piety in this journey of ours, and we ask You for deeds which please You. O Allah, facilitate our journey and let us cover its distance quickly. O Allah, You are the Companion on the journey and the Successor over the family. O Allah, I take refuge with You from the hardship of travel, a bad sight in store, and an ill-fated outcome with wealth and family). Upon returning from his journey, he would say the same with the following addition: “Āyibūn tā’ibūn ‘ābidūn lirabbina hāmidūn” (We return, repentant, worshiping, and praising our Lord). [Narrated by Muslim]

1/972- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alahi wa sallam- jika telah duduk tegak di atas kendaraannya untuk berangkat melakukan safar, beliau bertakbir tiga kali, kemudian membaca, “Subḥānallażī sakhkhara lanā hāżā wa mā kunnā lahū muqrinīn, wa innā ilā rabbinā lamunqalibūn. Allāhumma innā nas`aluka fī safarinā hāżā al-birra wat-taqwā, wa minal-'amali mā tarḍā. Allāhumma hawwin 'alainā safaranā hāżā wa-ṭwī 'annā bu'dah. Allāhumma anta aṣ-ṣāḥibu fis-safar, wal-khalīfatu fil-ahl. Allāhumma innī a'ūżu bika min wa'ṡā`is-safar, wa ka`ābatil-manẓar, wa sū`il-munqalabi fil-māli wal-ahli wal-waladi (artinya: Mahasuci Allah yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedang sebelumnya kami tidak mampu. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami (di hari Kiamat). Ya Allah! Sesungguhnya kami memohon kepada-Mu dalam perjalanan kami ini kebajikan, ketakwaan, dan amal perbuatan yang Engkau ridai. Ya Allah! Permudahlah perjalanan kami ini, dan dekatkan jaraknya bagi kami. Ya Allah! Engkaulah yang menyertai dalam perjalanan dan yang menggantikan di keluarga. Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesulitan perjalanan, pemandangan yang menyedihkan, dan perubahan yang jelek pada harta, keluarga, dan anak)." Ketika pulang beliau membaca doa di atas dan menambahkan, “āyibūna tā`ibūna 'ābidūn, li rabbinā ḥāmidūn (artinya: Kami kembali kepada Allah, bertobat kepada-Nya, beribadah kepada-Nya, dan hanya kepada Allah kami memuji).” (HR. Muslim)

en

-- -- -- --

Makna "مُقْرِنينَ" (muqrinīn): mampu. الوَعْثَاءُ (al-wa'ṡā`), dengan memfatahkan "wāw", dan mensukunkan "'ain", setelahnya "ṡā`", kemudian mad, yaitu: kesulitan. الكَآبة (al-ka`ābah), dengan mad, yaitu: perubahan kejiwaan seperti sedih dan semisalnya. المنقَلَبُ (al-munqalab): kepulangan.

en

973/2 - ‘Abdullāh ibn Sarjis (may Allah be pleased with him) reported: “When the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) traveled, he would seek refuge [in Allah] from the hardships of the journey, from having a change of heart, adverse conditions replacing good ones, the prayer of an oppressed person, and from seeing a misfortune occurring to his family and wealth.” [Narrated by Muslim, Al-Tirmidhi, and Al-Nasā’i]

2/973- Abdullah bin Sarjis -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bepergian, beliau berlindung dari kesulitan safar, duka ketika pulang, al-ḥaur ba'da al-kaun (kembali pada keburukan setelah tadinya dalam kebaikan), doa orang yang dizalimi, dan pemandangan yang buruk pada keluarga dan harta." (HR. Muslim)

en

--

Seperti inilah redaksi hadis ini dalam Ṣaḥīḥ Muslim, "Al-ḥaur ba'da al-kaun..." dengan "nūn". Demikian juga dalam riwayat Tirmizi dan An-Nasā`iy. Tirmizi berkata, "Juga diriwayatkan 'al-kaur' dengan "rā`", dan keduanya bisa dibenarkan."

en

-- --

Para ulama berkata, "Makna keduanya, baik dengan "nūn" (al-kaun) maupun "rā`" (al-kaur), yaitu kembali ke jalan buruk setelah istikamah, atau berkurang setelah bertambah. Riwayat dengan "rā`" berasal dari kalimat "takwīr al-'imāmah", yaitu memutar dan melipat serban. Sedangkan riwayat dengan "nūn" berasal dari kata "al-kaun", yaitu bentuk maṣdar "kāna-yakūnu-kaunan", artinya: dia ada dan stabil."

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

آيِبُوْنَ (āyibūn): kembali.

en

Guidance from the Hadīths:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It presents the Prophet’s supplication when riding a mount for travel.

1) Menjelaskan petunjuk Nabi dalam doa naik kendaraan ketika melakukan perjalanan.

en

2) We are encouraged to be persistent in asking Allah Almighty to help us and make things easy for us. In fulfilling our needs, we have none to turn to but our Lord.

2) Anjuran untuk bersungguh-sungguh dan terus-menerus dalam berdoa kepada Allah -Ta'ālā- meminta taufik dan kemudahan, karena tidak ada tempat kembali bagi hamba untuk memenuhi kebutuhannya kecuali kepada pertolongan Tuhannya.

en

3) Allah Almighty encompasses His servants in terms of knowledge and protection. He is the Companion during travel and the Successor in one’s family, protecting and taking care of them. Indeed, He is encompassing all things, and He is with us wherever we are.

3) Ilmu dan penjagaan Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya yang bersifat mencakup dan menyeluruh; Allah Yang Mahasuci adalah yang menyertai dalam perjalanan dan yang menggantikan pada keluarga untuk menjaga dan mengurus mereka. Allah -Jalla wa 'Alā- bersama seseorang dalam perjalanannya dan menggantikannya pada keluarga yang ditinggalkannya, karena Allah -Ta'ālā- meliputi segala sesuatu, dan Dia bersama Anda di mana pun Anda berada.

en

974/3 - ‘Ali ibn Rabī‘ah reported: In my presence, a riding animal was brought to ‘Ali ibn Abi Tālib for him to ride. When he put his foot in the stirrup, he said: “Bismillah” (In the name of Allah). When he had settled himself on its back, he said: “Al-hamdulillah” (Praise be to Allah). Then he said: {Subhān alladhi sakh-khara lana hadha wa ma kunna lahu muqrinīn (Glory be to the One Who has subjected this to us, and we could not have otherwise subdued it). Wa inna ila rabbina lamunqalibūn (And indeed we, to our Lord, shall return).} [Surat az-Zukhruf: 13-14] Then, he said “Al-hamdulillah” (praise be to Allah) three times and then “Allahu Akbar” (Allah is Most Great) three times; then, he said: “Subhānaka inni zhalamtu nafsi, faghfir li, fa’innahu la yaghfir adh-dhunūb illa ant” (Glory be to You, I have wronged myself, so forgive me, for indeed none forgives sins but You). Then, he smiled. So, it was asked: “O Commander of the Faithful, what made you smile?” He replied: “I saw the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) do as I did and then he smiled. I said: ‘O Messenger of Allah, what made you smile?’ He said: ‘Indeed, your Lord is pleased with His slave when he says: “Forgive for me my sins,” knowing that none can forgive sins but Me.’” [Narrated by Abu Dāwūd and Al-Tirmidhi, who classified it as Hasan (sound) and in some editions as Hasan Sahīh (sound and authentic). This is the version narrated by Abu Dāwūd]

3/974- Ali bin Rabī'ah berkata, Aku melihat Ali bin Abi Ṭālib -raḍiyallāhu 'anhu- dibawakan hewan kendaraan untuk dia kendarai; ketika meletakkan kakinya di kaki pelana, dia membaca, "Bismillāh." Setelah dia duduk tegak di atas punggung kendaraannya dia membaca, "Alḥamdulillāh." Kemudian membaca, "Subḥānallażī sakhkhara lanā hāżā wa mā kunnā lahu muqrinīn. (Segala puji bagi Allah yang telah menundukkan ini bagi kami, padahal sebelumnya kami tidak bisa menguasainya) Wa innā ilā rabbinā la-munqalibūn (dan hanya kepada-Mu kami kembali)." (QS. Az-Zukhruf: 13-14) Kemudian dia mengucapkan, "Alḥamdulillāh" sebanyak tiga kali. Lalu mengucapkan, "Allāhu Akbar" sebanyak tiga kali. Kemudian mengucapkan, "Subḥānaka innī ẓalamtu nafsī, fa-gfir lī, fa innahu lā yagfiru aż-żunūba illā anta (Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri, maka ampunilah aku, karena tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau)." Lantas ia tertawa. Kemudian ia ditanya, "Wahai Amīrul-Mu`minīn! Kenapa engkau tertawa?" Dia menjawab, "Aku pernah melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melakukan seperti apa yang aku lakukan ini, kemudian beliau tertawa, maka aku bertanya, 'Wahai Rasulullah! Kenapa engkau tertawa?' Beliau bersabda, "Sesungguhnya Rabb-mu merasa takjub terhadap hamba-Nya ketika ia mengatakan, 'Ampunilah dosa-dosaku.' (Dia berfirman), 'Ia (hamba-Ku) tahu bahwa tidak ada yang dapat mengampuni dosanya kecuali Aku.'" (HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan", dan di sebagian naskah, "Hasan sahih". Dan ini adalah redaksi Abu Daud)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The Companions (may Allah be pleased with them) were keen to follow the Prophet’s example in terms of words, actions, and conditions. Fortunate and guided are those whom Allah enables to abide by the Prophet’s guidance.

1) Antusiasme para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam ucapan, perbuatan, dan semua keadaan beliau. Tentunya ini berasal dari taufik Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya, yaitu Allah menjadikannya di atas jalan dan petunjuk Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

2) It shows the vast mercy of Allah Almighty, as He rejoices when His sinful servant repents to Him.

2) Menjelaskan luasnya rahmat Allah, yaitu Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- gembira dengan tobat hamba-Nya yang berbuat dosa.

en

3) It establishes the attribute of '‘ajab' for Allah Almighty in a way that befits Him. The Arabic verb 'ya‘jabu' (translated in the Hadīth above as 'pleased') literally means 'wonders'. So, this attribute is established for Allah Almighty based on the statement of the truthful Prophet, whose literal translation would be: “Allah wonders at His slave...” So, dear Brother who believes in the Oneness of Allah, do not feel discomforted about any attribute of Allah Almighty established by clear texts of Shariah.

3) Menetapkan sifat takjub bagi Allah -Ta'ālā- menurut yang pantas dengan-Nya, berdasarkan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Sesungguhnya Rabb-mu merasa takjub terhadap hamba-Nya." Sebab itu, wahai saudaraku yang bertauhid! Janganlah merasa canggung terhadap sifat Allah -Ta'ālā- yang ditetapkan oleh nas-nas agama yang sangat jelas dan gamblang.