Terjemahan yang Berlaku English عربي
en

371 - Chapter on asking for Allah’s forgiveness

371- BAB ISTIGFAR

en

Allah Almighty says: {and seek forgiveness for your sins and for the [the sins of] the believing men and women.} [Surat Muhammad: 19] He also says: {And seek forgiveness of Allah, for Allah is All-Forgiving, Most Merciful.} [Surat an-Nisā’: 106] And He says: {Then glorify the praise of your Lord, and ask His forgiveness. Indeed, He is ever Accepting of Repentance.} [Surat An-Nasr: 3] Allah Almighty also says: {For those who fear Allah are gardens with their Lord under which rivers flow, abiding therein forever...and those who seek forgiveness before dawn.} [Surat Āl ‘Imrān: 15-17] And He says: {Whoever commits evil or wrongs himself, then seeks Allah’s forgiveness will find Allah All-Forgiving, Most Merciful.} [Surat an-Nisā’: 110] He also says: {But Allah would not punish them while you [O Prophet] are among them, nor would Allah punish them as long as they seek forgiveness.} [Surat al-Anfāl: 33] And He says: {And those who, when they commit a shameful act or wrong themselves, remember Allah and seek forgiveness for their sins – who can forgive sins except Allah? – and they do not persist in what they did knowingly.} [Surat Āl ‘Imrān: 135] There are many other well-known verses in this regard.

Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin." (QS. Muḥammad: 19) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Dan mohonlah ampunan kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An-Nisā`: 106) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat." (QS. An-Naṣr: 3) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Bagi orang-orang yang bertakwa (tersedia) di sisi Tuhan mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan pasangan-pasangan yang suci serta rida Allah. Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya. (Yaitu) orang-orang yang berdoa, 'Ya Tuhan kami! Kami benar-benar beriman, maka ampunilah dosa-dosa kami dan lindungilah kami dari azab neraka.' (Juga) orang yang sabar, orang yang benar, orang yang taat, orang yang menginfakkan hartanya, dan orang yang memohon ampunan pada waktu sebelum fajar." (QS. Āli 'Imrān: 15-17) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Dan barang siapa berbuat kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An-Nisā`: 110) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan." (QS. Al-Anfāl: 33) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, mereka (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah?! Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui." (QS. Āli 'Imrān: 135) Ayat-ayat dalam bab ini banyak dan masyhur.

en

Guidance from the verses:

Pelajaran dari Ayat:

en

1) Asking for Allah’s forgiveness means seeking forgiveness of one’s sins and misdeeds, which one commits by neglecting a duty or engaging in something prohibited. The cure of sins is to seek forgiveness and always return in repentance to the Almighty Lord.

1) Istigfar ialah permohonan ampunan dari dosa dan kesalahan yang dilakukan oleh manusia, baik berupa melalaikan kewajiban atau mengerjakan yang haram. Obat dosa adalah istigfar dan terus-menerus memperbaharui tobat.

en

2) One should often seek the forgiveness of his Lord and implore Him to pardon him and show mercy to him, for indeed He is the Most Forgiving, the Most Merciful.

2) Seorang hamba hendaknya memperbanyak istigfar kepada Allah -'Azza wa Jalla- serta memohon ampunan dan rahmat kepada-Nya karena Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

en

3) One of the traits of the pious is that they ask Allah for forgiveness at the latter part of the night, when supplications are readily answered, as the Almighty Lord descends to the heaven of this world.

3) Di antara sifat orang bertakwa ialah mereka beristigfar (memohon ampun) di akhir malam yang merupakan waktu pengabulan doa, ibadah, dan bertobat karena di saat-saat itulah Tuhan Yang Mahasuci lagi Mahatinggi turun ke langit terendah.

en

4) Repentance and forgiveness-seeking are among the best means that preclude the strike of afflictions.

4) Tobat dan istigfar termasuk pencegah turunnya siksa yang terbesar.

en

1869/1 - Al-Agharr al-Muzani (may Allah be pleased with him) reported that the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Sometimes I perceive a veil over my heart, and I ask Allah for forgiveness a hundred times a day.” [Narrated by Muslim]

1/1869- Al-Agarr Al-Muzaniy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya hatiku kadang lalai dari berzikir. Sesungguhnya aku beristigfar seratus kali dalam sehari." (HR. Muslim)

en

01870/2 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that he heard the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) say: “By Allah, I ask Allah for forgiveness and repent to Him more than seventy times a day.” [Narrated by Al-Bukhāri]

2/1870- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Demi Allah! Sungguh aku beristigfar dan bertobat kepada Allah dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali." (HR. Bukhari)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

A veil over my heart: a sense of change and grief due to a decline in Dhikr.

لَيُغَانُ عَلىٰ قَلْبي (hatiku kadang lalai): yaitu terjadi padanya semacam kesusahan dan perubahan lantaran tidak berzikir.

en

Guidance from the Hadīths:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) One should take the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) as a role model in asking Allah for forgiveness and repenting to Him on a frequent basis.

1) Seorang hamba hendaknya meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan baik dalam hal banyak beristigfar dan bertobat.

en

2) The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) would often ask Allah Almighty for forgiveness, though his past and future sins had already been forgiven. So, what about people like us, who sin a lot and fall short in their duties?!

2) Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- selalu merutinkan istigfar padahal telah diampuni dosanya yang telah lalu dan yang kemudian! Lalu bagaimana dengan keadaan orang-orang lalai seperti kita?!

en

1871/3 - He also reported that the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “By the One in Whose Hand my soul is, if you were not to commit sins, Allah Almighty would replace you with people who would commit sins and then seek forgiveness from Allah Almighty, Who would then forgive them.” [Narrated Muslim]

3/1871- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya! Seandainya kalian tidak berbuat dosa niscaya Allah akan menghilangkan kalian dan mendatangkan satu kaum yang berbuat dosa lalu mereka memohon ampunan kepada Allah -Ta'ālā-, kemudian Allah memberi mereka ampunan." (HR. Muslim)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) All human beings are sinners, and the best sinners are the oft-repentant.

1) Setiap anak Adam pasti berbuat salah, dan sebaik-baik ‎orang yang berbuat salah adalah yang ‎bertobat.‎

en

2) It shows the favor of Allah Almighty upon His servants as He has opened for them the door to forgiveness and pardon. Indeed, He knows their weakness and susceptibility to sins.

2) Menjelaskan karunia Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya berupa pemaafan dan pengampunan, yaitu Allah membukakan untuk mereka pintu istigfar karena mengetahui kelemahan mereka dalam dosa.

en

3) Correct understanding of the Hadīth: it gives glad tidings about the forgiveness of sins, yet it does not approve of or condone the commission of sins.

3) Pemahaman yang benar terhadap hadis ini: bahwa hadis ini adalah kabar gembira berupa pengampunan dan pengguguran dosa, bukan berita pengakuan dan pelegalan terhadap perbuatan maksiat dan keburukan.

en

1872/4 - Ibn ‘Umar (may Allah be pleased with him and his father) reported: “We would count for the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) in one gathering a hundred utterances (of this supplication): ‘Allāhumma ighfir lī wa tub ‘alayya innaka anta At-Tawwāb Ar-Rahīm (O Allah, forgive me and accept my repentance. Surely, You are the Accepting of Repentance and the Most Merciful).’”

4/1872- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Kami menghitung dalam satu majelis sebanyak seratus kali Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengucapkan, "Rabbi-gfir lī, wa tub 'alayya innaka antat-tawwābur-raḥīm (Ya Tuhanku! Ampunilah aku dan terimalah tobatku. Sesungguhnya Engkau adalah Zat Yang Maha Menerima tobat lagi Maha Penyayang."

en

[Narrated by Abu Dāwūd and Al-Tirmidhi, who classified it as Sahīh (authentic)]

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis sahih")

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It shows the Prophet’s humility and submission to his Lord and that he would often repent to Him and ask for His forgiveness.

1) Menjelaskan ketawadukan serta ketundukan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada Rabb-nya serta kerutinan beliau dalam bertobat dan beristigfar.

en

2) The Companions (may Allah be pleased with them) were keen to memorize the Prophet’s guidance as they closely observed his statements, actions, and worship-related conditions.

2) Kesungguhan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk menguasai petunjuk Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan cara mereka memantau ucapan, perbuatan, dan semua kehidupan beribadah beliau.

en

1873/5 - Ibn ‘Abbās (may Allah be pleased with him and his father) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Whoever persists in asking for forgiveness, Allah will grant him a way out of every hardship, a relief from every distress, and provision from where he expects not.” [Narrated by Abu Dāwūd] [6]

5/1873- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang selalu beristigfar, maka Allah akan memberikannya jalan keluar dari setiap kesempitan serta ketenangan dari setiap kesedihan, dan Allah akan memberinya rezeki dari jalan yang tidak dia sangka-sangka." (HR. Abu Daud). [6]

en
[6] The Hadīth has a weak Isnād.
[6] (1) Hadis ini sanadnya daif.
en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) If a person asks for Allah’s forgiveness in a persistent manner, he will be given sufficient sustenance and get relief from his distress.

1) Siapa yang merutinkan istigfar maka kesusahannya akan dihilangkan dan rezekinya akan dicukupkan.

en

2) Asking Allah for forgiveness is a means whereby good things are brought and harmful things are averted. {I said, “Seek forgiveness from your Lord. Indeed, He is Most Forgiving. He will shower you with abundant rain from the sky, and He will give you wealth and children, and bestow upon you gardens and rivers.}

2) Istigfar adalah sarana untuk meraih kebaikan dan menolak keburukan; "Maka aku berkata (kepada mereka), 'Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, mengadakan kebun-kebun untukmu, dan mengadakan sungai-sungai untukmu.'"

en

1874/6 - Ibn Mas‘ūd (may Allah be pleased with him) reported that the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Whoever says: ‘Astaghfirullāh al-ladhī lā ilāha illā huwa Al-Hayy Al-Qayyūm wa atūbu ilayh (I ask forgiveness from Allah, there is no god except Him, the Ever-Living, the Sustainer of existence, and I turn to Him in repentance),’ his sins will be forgiven even if he has fled from the battlefield.” [Narrated by Abu Dāwūd, Al-Tirmidhi, and Al-Hākim, who classified it as Sahīh (authentic) as per the conditions set by Al-Bukhāri and Muslim]

6/1874- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang mengucapkan, 'Astagfirullāhal-lażī lā ilāha illā huwa Al-Ḥayyul-Qayyūm wa atūbu ilaih (Aku memohon ampunan kepada Allah yang tidak ada tuhan selain Dia, yang Mahahidup lagi Maha Mengurusi hamba-Nya, dan aku bertobat kepada-Nya)' niscaya dosa-dosanya diampuni, meskipun ia pernah lari dari medan perang." (HR. Abu Daud dan Al-Ḥākim; Al-Ḥākim berkata, "Hadis sahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim")

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It shows the merit of constantly asking Allah Almighty for forgiveness. It expiates major sins.

1) Keutamaan merutinkan istigfar karena hal itu akan menggugurkan dosa-dosa besar.

en

2) If a person supplicates Allah Almighty sincerely from his heart, its merit and reward will eliminate even great sins. Indeed, a perfect reward depends upon a perfect supplication.

2) Bila doa keluar dari hati yang tulus dan menghadap kepada Allah -Ta'ālā- maka keutamaan dan pahalanya akan menggugurkan dosa-dosa besar, karena pahala yang sempurna akan diberikan pada ucapan yang sempurna juga.

en

1875/7 - Shaddād ibn Aws (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “The best way of seeking Allah’s forgiveness is to say: ‘Allāhumma anta Rabbī lā ilāha illā anta khalaqtani wa ana ‘abduka wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa‘dika mastata‘t, a‘ūdhu bika min sharri mā sana‘t, abū’u laka bin‘matika ‘alayya wa abū’u bidhambi faghfir lī fa’innahu lā yaghfiru adh-dhunūba illā ant (O Allah, You are my Lord, there is no god except You. You created me and I am Your servant. I will keep Your covenant and promise to the best of my ability. I seek refuge with You from the evil of what I have done. I acknowledge Your favor upon me, and I admit my sin. So, forgive me. Indeed, none can forgive sins but You).’ Whoever says this during the day, while being certain of its meaning, and then he dies before the evening, he will be one of the people of Paradise, and whoever says it at night, while being certain of its meaning, and then he dies before morning, he will be one of the people of Paradise.” [Narrated by Al-Bukhāri]

7/1875- Syaddād bin Aus -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Sesungguhnya sayyidul-istigfār (istigfar yang paling tinggi) adalah engkau mengucapkan, 'Allāhumma anta rabbī lāilāha illā anta, khalaqtanī wa anā 'abduka, wa anā 'alā 'ahdika wa wa'dika ma-staṭa'tu. A'ūżu bika min syarri mā ṣana'tu. Abū`u laka bi ni'matika 'alayya, wa abū`u bi żanbī, fa-gfir lī, fa innahū lā yagfiruż-żunūba illā anta (Artinya: Ya Allah! Engkau adalah Rabb-ku, tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi selain Engkau. Engkau telah menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku menetapi perjanjian dan janjiku kepada-Mu sesuai dengan kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku, aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau).' Siapa yang mengucapkannya ini di siang hari dengan penuh keyakinan kepadanya lalu ia meninggal pada hari itu sebelum waktu sore, maka ia termasuk penghuni surga. Dan siapa yang mengucapkannya di waktu malam dengan penuh keyakinan kepadanya lalu ia meninggal sebelum masuk waktu pagi, maka ia termasuk penghuni surga." (HR. Bukhari)

en

--

أَبُوءُ (abū`u), dengan "bā`" yang berharakat damah, kemudian "wāw", setelahnya hamzah, artinya: mengakui.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

Sayyidul-istigfār: redaksi istigfar yang paling tinggi dan paling utama.

en

--

مُوْقِنًا (mūqinan): dengan penuh keikhlasan dan keyakinan dari hatinya.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) This supplication comprises all meanings of extolment of Allah Almighty. It contains acknowledgment of the fact that Allah is the Creator Who alone is worthy of being worshiped, and acknowledgment of the covenant He has taken from His servants, and it includes seeking refuge from the evil of oneself. So, he who admits his shortcoming, acknowledges the favors of his Lord, and asks Him for forgiveness will find Him Forgiving and Merciful.

1) Doa ini menggabungkan hakikat-hakikat pengagungan kepada Allah -Ta'ālā-; yaitu di dalamnya terkandung pengakuan bahwa Allah adalah Khalik yang memiliki hak tunggal terhadap ibadah, pengakuan terhadap perjanjian yang Allah buat pada hamba-Nya, dan permohonan perlindungan dari keburukan jiwa. Siapa yang mengakui kelemahan dirinya dan mengakui nikmat Rabb-nya serta meminta ampunan, maka dia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

en

2) It shows a servant’s complete politeness towards his Creator. In the Hadīth, the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) ascribed all favors to Allah Almighty alone, with no partner, and admitted sinfulness and attributed it to himself. Indeed, this is the way in which a true believer should turn to his Lord: he recognizes the divine successive favors and blessings bestowed upon him and observes his own faults and shortcomings.

2) Kesempurnaan adab Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap Rabb-nya Yang Mahasuci; yaitu beliau menisbahkan seluruh nikmat kepada Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya, dan beliau mengakui dosa dan menisbahkannya kepada dirinya. Maka orang beriman yang tulus akan berjalan kepada Allah di antara kesaksian dan pengakuan adanya nikmat Allah kepada dirinya dan antara pengakuan keburukan dan kekurangan jiwanya.

en

1876/8 - Thawbān (may Allah be pleased with him) reported: “The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) used to seek Allah’s forgiveness thrice after finishing the prayer and then say: ‘Allāhumma anta As-Salām wa minka as-salām tabārakta ya Dhal-jalāl wa al-ikrām (O Allah, You are the Source of Peace, and peace is from You. Blessed are You, O Owner of Majesty and Honor).’” Al-Awzā‘i, a sub-narrator, was asked: “How was forgiveness-seeking like?” He said: “He would say: ‘Astaghfirullāh, astaghfirullāh (I ask for Allah’s forgiveness, I ask for Allah’s forgiveness).’” [Narrated by Muslim]

8/1876- Ṡaubān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Bila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersalam dari salatnya, beliau beristigfar tiga kali dan membaca, "Allāhumma Antas-Salām, wa minkas-Salām, Tabārakta yā Żal-Jalāli wal-Ikrām (Ya Allah! Engkaulah As-Salām dan dari-Mu keselamatan. Mahatinggi Engkau, wahai Zat Pemilik kebesaran dan keagungan)." Al-Auzā'iy -salah seorang perawi hadis ini- kemudian ditanya, "Bagaimana cara istigfar itu?" Dia menjawab, "Engkau mengucapkan, 'Astagfirullāh, astagfirullāh.'" (HR. Muslim)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) After finishing an obligatory prayer, one is recommended to ask for Allah’s forgiveness thrice. This is because any act of worship must necessarily be marred by some deficiency and shortcoming. Hence, we implore Allah Almighty to pardon this.

1) Disunahkan bagi hamba untuk membaca istigfar sebanyak tiga kali setelah salat fardu; karena ketaatannya tidak lepas dari kekurangan dan cacat, sehingga dia perlu memohon ampun kepada Allah -Ta'ālā- dari kekurangan yang terjadi di dalamnya.

en

2) Peace, security, and tranquility are favors from Allah Almighty which He bestows upon those who comply with His Shariah and believe in and obey His Messenger.

2) Keselamatan, keamanan, dan ketenangan adalah nikmat yang Allah berikan kepada siapa yang mengamalkan agama-Nya, beriman kepada utusan-Nya, dan tunduk kepada perintah-Nya.

en

Note:

Peringatan:

en

A certain form of forgiveness-seeking has become common among worshipers in some mosques after the prayer. It says: “Astaghfirullāh Al-‘Azhīm al-ladhī lā ilāha illā huwa Al-Hayy Al-Qayyūm wa atūbu ilayh (I seek the forgiveness of Allah, the Magnificent, the One other than Whom there is no god, the Ever-Living, the All-Sustainer, and I repent to Him).” Although its meaning is sound, the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) is not reported to have used this form after the obligatory prayers. Rather, he would say, as Al-Awzā‘i made clear after a question about how the Prophet’s forgiveness-seeking was like: “Astaghfirullāh (I ask Allah for forgiveness),” three times. The narrators of the Hadīths are more knowledgeable than others about the Fiqh related to their narration. So, we should adhere to the Prophet’s Sunnah, as it is rich and sufficient and full of blessing and mercy.

Di sebagian masjid tersebar bacaan istigfar setelah salat berupa: 'Astagfirullāhal-'aẓīm al-lażī lā ilāha illā huwal-ḥayyul-qayyūm wa atūbu ilaih'. Dari segi makna, bacaan istigfar ini benar. Namun, petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang bacaan istigfar setelah salat fardu tidak seperti ini. Melainkan seperti yang dijelaskan oleh Al-Auzā'iy ketika ditanya, "Bagaimana cara istigfar tersebut?" Dia berkata, "Astagfirullāh, astagfirullāh, astagfirullāh." Dan perawi sebuah hadis lebih mengetahui fikih hadis yang diriwayatkannya daripada orang lain. Oleh karena itu, hendaklah kita giat untuk mengikuti Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, karena di dalamnya terkandung kecukupan serta keberkahan dan rahmat.

en

1877/9 - ‘Ā’ishah (may Allah be pleased with her) reported: “Prior to his death, the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) would often say: ‘Subhānallāh wa bihamdih, astaghfirullāh wa atūbu ilayh (Glory and praise be to Allah; I ask for Allah’s forgiveness and repent to Him).’” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

9/1877- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Ketika menjelang wafatnya, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- banyak membaca, Subḥānallāhi wa biḥamdihi, astagfirullāh wa atūbu ilaihi' (Mahasuci Allah, aku memuji-Nya. Aku mohon ampunan dan bertobat kepada Allah)." (Muttafaq 'Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It shows the manner of the Prophet’s forgiveness-seeking and supplication to Allah Almighty and how he drew closer to his Lord prior to his death.

1) Menjelaskan redaksi istigfar Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjelang wafatnya.

en

2) One should not feel secure from the plan of Allah Almighty, for He overturns hearts as He wishes.

2) Seorang hamba tidak boleh merasa aman dari makar Allah -Ta'ālā- karena Allahlah yang membolak-balik hati sebagaimana yang Dia kehendaki.

en

3) We are encouraged to observe the comprehensive advice: sticking to glorification of Allah and pursuit of His forgiveness till we die. {Then glorify the praise of your Lord, and ask His forgiveness. Indeed, He is ever Accepting of Repentance.}

2) Anjuran untuk mengamalkan sebuah wasiat ringkas, yaitu bertasbih dan beristigfar hingga wafat; "Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya." (QS. An-Naṣr: 3)

en

1878/10 - Anas (may Allah be pleased with him) reported that he heard the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) say: “Allah Almighty said: ‘O son of Adam, so long as you call upon Me and ask of Me, I shall forgive you for what you have done, and I shall not mind. O son of Adam, were your sins to reach the clouds of the sky and were you then to ask forgiveness of Me, I shall forgive you, and I shall not mind. O son of Adam, were you to come to Me with sins nearly as great as the earth and were you then to meet Me, ascribing no partner to Me, I shall bring you forgiveness nearly as great as that.’” [Narrated by Al-Tirmidhi; he classified it as Hasan (sound)]

10/1878- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, Allah -Ta'ālā- berfirman, "Wahai anak Adam! Selama engkau berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, niscaya Aku ampuni semua dosamu yang telah kamu lakukan, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam! Jika dosamu setinggi langit kemudian engkau meminta ampunan kepada-Ku, niscaya Aku ampuni, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam! Jika engkau datang kepadaku dengan membawa kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku sedikit pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi pula." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

en

-- --

عَنَانُ السَّماءِ ('anān as-samā`), dengan memfatahkan "'ain"; ada yang berpendapat, bahwa maknanya adalah awan. Ada juga yang berpendapat bahwa maknanya adalah apa yang terlihat oleh Anda. Sedangkan "قُرَابُ الأرْضِ" (qurābul-arḍ), dengan mendamahkan "qāf", ada yang mengatakan, dengan mengkasrahkannya. Tetapi damah lebih fasih dan lebih masyhur. Maknanya: yang mendekati seisi bumi.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Monotheism is a requirement for the forgiveness of sins, for indeed Allah does not forgive associating partners with Him and He forgives any sin beyond that, for whomever He wills.

1) Menauhidkan Allah -Ta'ālā- adalah syarat pengampunan dosa karena Allah tidak akan mengampuni perbuatan syirik dan mengampuni dosa lainnya bagi siapa yang dikehendaki-Nya.

en

2) If a person repents sincerely to Allah Almighty, He forgives all his sins, even if they were so great that they fill the earth.

2) Bila seorang hamba bertobat kepada Allah dengan tobat yang tulus, maka Allah akan mengampuni seluruh dosa-dosanya, walaupun seisi bumi.

en

3) Monotheism is a good deed that expiates all evils deeds, no matter how great they may be.

3) Kebaikan tauhid akan menghapus keburukan dosa, seperti apa pun banyaknya.

en

1879/11 - Ibn ‘Umar (may Allah be pleased with him and his father) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “O women, give charity and ask for Allah’s forgiveness a lot, for indeed I have seen that you make up the majority of the dwellers of Hellfire.” A woman among them said: “Why do we make up the majority of the dwellers of Hellfire?” He said: “You curse frequently and are ungrateful to your husbands. I have not seen anyone deficient in mind and religion, yet more overwhelming to a man of intellect than you.” She said: “What is the deficiency in mind and religion?” He said: “The testimony by two women is equal to the testimony of one man; and she spends days without praying.” [Narrated by Muslim]

11/1879- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Wahai sekalian kaum wanita! Bersedekahlah dan perbanyaklah istigfar karena aku melihat kalian adalah penghuni neraka paling banyak." Seorang wanita bertanya, "Lantaran apa kami menjadi penghuni neraka paling banyak?" Beliau bersabda, "Karena kalian banyak melaknat dan mengingkari hak suami. Aku tidak melihat orang yang kurang akal dan agamanya yang lebih dapat mengalahkan laki-laki yang berakal daripada kalian." Dia bertanya lagi, "Apa maksud kurang akal dan agamanya?" Beliau bersabda, "Kesaksian dua orang wanita sama dengan kesaksian satu orang laki-laki dan dia menjalani beberapa hari tanpa salat." (HR. Muslim)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

تكْفُرْنَ العَشِيرَ (takfurn al-'asyīr): kalian mengingkari hak suami.

en

--

لِذِي لُبٍّ (liżī lubb): untuk orang yang berakal.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Women are urged to give charity, perform good deeds, frequently ask for Allah’s forgiveness, and perform other acts of obedience.

1) Memotivasi kaum perempuan supaya bersedekah, berbuat kebajikan, memperbanyak istigfar, dan ketaatan-ketaatan lainnya.

en

2) Women are prohibited from cursing others and showing ingratitude to their husbands, which is a major sin.

2) Haram melaknat serta mengingkari hak suami karena perbuatan tersebut merupakan dosa besar.

en

3) Islam cares about women, as represented by the Prophet’s address to them by way of preaching and teaching.

3) Perhatian Islam kepada perempuan, di antaranya nasihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada kaum wanita dan pembinaan mereka.

en

4) Women are more emotional than rational. This is what is intended by their mental deficiency, which the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) clarified by the given example.

4) Perempuan sangat dipengaruhi oleh perasaan, yaitu mereka lebih banyak menggunakan perasaan daripada akalnya, sebagaimana telah dijelaskan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan permisalan yang jelas.