Terjemahan yang Berlaku English عربي
en

16. Chapter on Preserving the Sunnah and its Etiquettes

16- BAB PERINTAH MENJAGA SUNNAH DAN ADAB-ADABNYA

en

Allah Almighty says: {Whatever the Messenger gives you, accept it, and whatever he forbids you, refrain from it.} [Surat al-Hashr: 7] Allah Almighty also says: {Nor does he speak out of his own desire. It is but a revelation sent down [to him].} [Surat an-Najm: 3-4] Allah Almighty also says: {Say, “If you love Allah then follow me; Allah will love you and forgive you your sins} [Surat Āl ‘Imrān: 31] Allah Almighty also says: {Indeed, in the Messenger of Allah you have an excellent example for those who look forward to Allah and the Last Day, and remember Allah much.} [Surat al-Ahzāb: 21] Allah Almighty also says: {But no, by your Lord, they will not believe until they accept you [O Prophet] as judge in their disputes, and find no discomfort within their hearts about your judgments, but accept them wholeheartedly.} [Surat an-Nisā’: 65] Allah Almighty also says: {If you disagree over anything, refer it to Allah and the Messenger} [Surat an-Nisā’: 59] Scholars said it means refer to the Qur’an and the Sunnah. Allah Almighty also says: {Whoever obeys the Messenger has indeed obeyed Allah} [Surat an-Nisā’: 80] Allah Almighty also says: {And you are truly leading people to a straight path.} [Surat ash-Shūra: 52] Allah Almighty also says: {So let those who disobey his command beware lest some trial may afflict them or they may be afflicted with a painful punishment.} [Surat an-Nūr: 63] Allah Almighty also says: {And remember what is recited in your homes of Allah’s verses and [prophetic] wisdom.} [Surat al-Ahzāb: 34] There are many other verses in this regard.

Allah -Ta'ālā- berfirman, "Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah." (QS. Al-Ḥasyr: 7) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Dan yang diucapkannya itu bukanlah menurut keinginannya. Tidak lain (Al-Qur`ān itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (QS. An-Najm: 3-4) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Katakanlah (Muhammad), 'Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Āli 'Imrān: 31) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu karakter teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah." (QS. Al-Aḥzāb: 21) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian tidak ada rasa berat dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. An-Nisā`: 65) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul." (QS. An-Nisā`: 59) Dijelaskan oleh para ulama, bahwa maksudnya Al-Qur`ān dan Sunnah. Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Barang siapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah menaati Allah." (QS. An-Nisā`: 80) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Dan sungguh, engkau benar-benar membimbing (manusia) kepada jalan yang lurus." (QS. Asy-Syūrā: 52) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi Sunnah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih." (QS. An-Nūr: 63) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (Sunnah Nabimu)." (QS. Al-Aḥzāb: 34) Ayat-ayat dalam bab ini sangatlah banyak.

en

Benefit:

Faedah:

en

Sunnah means the conduct and practice of the Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him). It includes his sayings, actions, tacit approvals, and what he refrained from. In short, Sunnah is the guidance reported from the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him).

Yang dimaksud dengan Sunnah adalah Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu jalan yang beliau berada di atasnya, mencakup perkataan, perbuatan, ketetapan, dan yang beliau tinggalkan. Jadi, makna Sunnah adalah petunjuk yang diriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

Guidance from the verses:

Pelajaran dari Ayat:

en

1) It is not possible to apply the Sunnah of the Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) without prior knowledge of what it is, which encourages seeking knowledge and learning the guidance of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him).

1) Tidak mungkin seseorang menjaga Sunnah Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kecuali setelah dia mengamalkannya. Di sini terdapat pelajaran berupa anjuran untuk menuntut ilmu dan mempelajari petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

2) We are commanded to follow the good example of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) by not adding anything to what he legislated or removing any part of it, because both the addition and the removal are counterproductive.

2) Kita diperintahkan untuk meneladani Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan baik, dengan tidak menambah maupun mengurangi syariat beliau, karena menambah dan menguranginya adalah kebalikan dari meneladani dengan baik.

en

3) The actions of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) serve as valid evidence (to support or refute an opinion) unless there is proof that an action is exclusive to him.

3) Perbuatan-perbuatan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah hujah dalam agama, kecuali yang ditunjukkan oleh dalil bahwa hal itu khusus untuk beliau.

en

4) It is obligatory to refer to Allah Almighty and His Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) because it is required by faith, not to mention the good it produces for the nation and its good results in this life and in the Hereafter.

4) Kewajiban kembali kepada Allah -Ta'ālā- dan kepada Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena hal itu bagian dari konsekuensi iman, yang demikian itu yang terbaik bagi umat dan paling bagus kesudahannya.

en

5) It is obligatory to commit and submit to the ruling of Allah’s Sharia, as it is a sign of one’s sound faith that mandates:

5) Kewajiban berhukum kepada agama Allah serta mengamalkannya, sebab ini adalah tanda kesahihan iman yang memiliki beberapa syarat:

en

- Submission to the ruling of the Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him).

- Berhukum kepada Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

- To feel ease at the judgment of the Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him).

- Tidak merasa berat dengan apa yang diputuskan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

- To completely submit to the Sharia.

- Menerimanya dengan sepenuh hati.

en

6) What is binding in the Sunnah is at the same level as what is binding in the Qur’an. It is impermissible for anyone to make a difference between the Qur’an and the Sunnah in terms of their legal authority. The Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Does any of you, while reclining on a couch, (casually) think that Allah did not forbid except what is in the Qur’an? Verily, by Allah, I have warned and commanded and prohibited things that are as important as what is in the Qur’an or more.” [Narrated by Abu Dāwūd]

6) Apa yang terdapat dalam Sunnah sama dengan yang terdapat dalam Al-Qur`ān, tidak boleh dibeda-bedakan antara Al-Qur`ān dan Sunnah dalam berdalil. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Apakah salah seorang kalian mengira, sementara dia duduk-duduk di atas sofa, bahwa Allah tidak pernah mengharamkan sesuatu kecuali yang ada dalam Al-Qur`ān?! Ketahuilah, demi Allah! Sungguh aku telah menasihati, memerintahkan, dan melarang banyak hal. Dan sungguh, yang demikian itu sama banyaknya seperti Al-Qur`ān, atau bahkan lebih banyak." (HR. Abu Daud)

en

As for the relevant Hadīths,

Adapun hadis-hadis yang berkaitan dengan bab ini adalah:

en

156/1- First: Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Do not ask me unnecessarily about what I did not mention to you. Verily, what destroyed those who were before you was their asking too many questions and their disagreement with their Prophets. So, if I forbid you from something, then avoid it; and if I command you to do something, then do as much of it as you can.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

1/156- Pertama: Abu Hurairah raḍiyallāhu 'anhu meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Janganlah bertanya kepadaku tentang apa yang aku tidak terangkan! Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah karena banyak bertanya dan karena mereka menyelisihi nabinya. Jika aku melarang sesuatu, maka jauhilah! Jika aku memerintahkan sesuatu, maka lakukanlah semampu kalian!" (Muttafaq ‘Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Asking about Sharia matters and learning the religion is an obligation on every believer. What is forbidden is to delve deep into issues that unnecessarily inconvenience the Muslim Ummah.

1) Bertanya tentang agama dan mempelajarinya hukumnya wajib bagi semua orang beriman, sedangkan yang dilarang adalah sikap berlebihan yang dapat menyulitkan umat.

en

2) What Allah Almighty and His Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) left unaddressed, it is pardoned. In other words, we are neither obliged to do it or to leave it, which reflects the Mercy of Allah Almighty towards His servants.

2) Apa yang didiamkan oleh Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- atau oleh Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, hal itu dimaafkan, tidak harus dikerjakan maupun ditinggalkan. Ini bagian dari rahmat Allah -'Azza wa Jalla- kepada hamba-hamba-Nya.

en

3) Contradicting the guidance of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) is a cause for disagreement and dispute among Muslims.

3) Menyelisihi petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sebab perselisihan dan pertikaian di tengah umat.

en

157/2- Second: Abu Najīh al-‘Irbād ibn Sāriyah (may Allah be pleased with him) reported: “One day, the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) delivered to us a very eloquent sermon on account of which the hearts trembled and the eyes shed tears. We said: ‘O Messenger of Allah, this is as if it were a parting advice. So advise us.’ He (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: ‘I advise you to be pious to Allah, and to listen and obey even if a slave is appointed as your leader. Whosoever among you shall live after me will see much discord. So hold fast to my Sunnah and the Sunnah of the Rightly-Guided Caliphs who will come after me, and adhere to them. Beware of new things (in religion) because every religious innovation is a misguidance.’” [Narrated by Abu Dāwūd and Al-Tirmidhi, who classified it as Hasan Sahīh (sound and authentic)]

2/157- Kedua: Abu Najīḥ Al-'Irbāḍ bin Sāriyah -raḍiyallāhu 'anhu- mengatakan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menasihati kami dengan nasihat yang dalam, menggetarkan hati dan membuat mata berlinang. Kami berkata, "Ya Rasulullah! Sepertinya ini nasihat perpisahan. Maka berilah kami wasiat." Beliau bersabda, "Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah serta mendengar dan taat kepada penguasa, walaupun yang menjadi penguasa kalian seorang budak. Sesungguhnya, siapa yang berumur panjang di antara kalian akan melihat perpecahan yang banyak. Maka berpeganglah kepada Sunnah-ku dan Sunnah para khulafa yang diberi petunjuk; gigitlah dengan gigi geraham. Hindarilah perkara-perkara yang diada-adakan dalam agama, karena semua bidah adalah kesesatan." (HR. Abu Daud dan Tirmizi. Tirmidzi berkata, "Hadisnya hasan sahih")

en

--

(النَّواجِذُ) ialah gigi taring, atau gigi geraham.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

وَجِلَتْ (wajilat): takut

en

Be pious to Allah: take protection against the punishment of Allah by complying with the commands and refraining from the prohibitions.

التَّقْوَى (at-taqwā): ketakwaan, yaitu berlindung dari azab Allah dengan melaksanakan perintah dan menjauhkan larangan-Nya.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It instructs commitment to piety of Allah, Glorified and Exalted, in secret and in public.

1) Kewajiban bertakwa kepada Allah -'Azza wa Jalla- ketika sendiri dan di depan umum.

en

2) It is obligatory to obey the leaders because this protects against tribulations. However, they are to be obeyed only in matters approved by the Sharia. As for matters that violate the Sharia, no one is obliged to obey it.

2) Kewajiban taat kepada penguasa, karena dengan itu manusia akan terjaga dari fitnah. Tetapi ketaatan tersebut harus dalam kebaikan, yaitu pada perkara yang dilegalkan oleh agama. Adapun dalam perkara yang tidak diterima agama, maka tidak ada ketaatan kepada siapa pun dalam kemungkaran.

en

3) It instructs holding tight to the Sunnah of the Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) and the the practice of the rightly-guided Caliphs after him.

3) Berpegang sepenuhnya dengan Sunnah Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan Sunnah para khulafa yang diberi petunjuk setelah beliau.

en

4) Every religious innovation is misguidance even if its doer believes it to be good, because all goodness lies in following the guidance of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him).

4) Semua bidah dalam agama adalah kesesatan, walaupun pelakunya mengira itu adalah kebaikan, sebab semua kebaikan ada pada sikap mengikuti petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

158/3 - Third: Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “All of my nation shall enter Paradise except the one who refuses.” It was said: “Who would refuse, O Messenger of Allah?” He replied: “Whoever obeys me shall enter Paradise, and whoever disobeys me has refused [to enter Paradise]." [Narrated by Al-Bukhāri]

3/158- Ketiga: Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah bersabda, "Semua umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan." Dikatakan, "Siapakah yang enggan itu, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Siapa saja yang taat kepadaku, maka dia akan masuk surga. Siapa yang mendurhakaiku, sungguh dia telah enggan (masuk surga)." (HR. Bukhari)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Paradise is the abode of those who obey the commands of Allah Almighty and the commands of His Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him).

1) Surga adalah tempat bagi orang-orang yang taat kepada perintah Allah -Ta'ālā- dan perintah Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

2) Contradicting the guidance of the Prophet causes deprivation of entry into Paradise.

2) Menyelisihi petunjuk Nabi merupakan penyebab tidak bisa masuk surga.

en

3) It warns against disobeying the command of the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) because it is a sign of failure and abandonment.

3) Waspada dari mendurhakai perintah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, karena hal itu merupakan tanda berpaling dan meninggalkan beliau.

en

159/4- Fourth: Salamah ibn ‘Amr ibn al-Akwa‘ (may Allah be pleased with him) reported that a man ate with his left hand in the presence of the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him), whereupon he said: “Eat with your right hand.” The man said: “I cannot do that.” Thereupon, he (the Prophet, may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “May you not be able to do that.” It was only arrogance that prevented the man from doing that, and consequently he could not raise it (his right hand) up to his mouth afterwards. [Narrated by Muslim]

4/159- Keempat: Abu Muslim, atau Abu Iyās, Salamah bin 'Amr bin Al-Akwa' -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki makan di dekat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan tangan kirinya, lantas beliau berkata, "Makanlah dengan tangan kananmu!" Dia menjawab, "Aku tidak bisa." Beliau berkata, "Semoga benar kamu tidak bisa." Tidak ada yang menghalanginya kecuali keangkuhan. Maka dia pun tidak bisa mengangkat tangannya ke mulut. (HR. Muslim)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Violating the command of the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) incurs punishment upon the violator.

1) Menyelisihi perintah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- merupakan sebab turunnya azab kepada hamba.

en

2) It encourages eating with the right hand and developing this habit in young children so that we have a generation raised upon the Prophetic Sunnah.

2) Anjuran makan dengan tangan kanan serta membiasakan anak-anak melakukannya sehingga akan tumbuh generasi di atas Sunnah Nabi.

en

160/5- Fifth: Abu ‘Abdullah al-Nu‘mān ibn Bashīr (may Allah be pleased with him and his father) reported that he heard the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) saying: “Straighten your rows, or Allah will cause dissension amongst you.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

5/160- Kelima: Abu Abdillah An-Nu'mān bin Basyīr -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata: Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Hendaklah kalian meluruskan saf kalian, atau (jika tidak), Allah akan menjadikan kalian berselisih pada wajah-wajah kalian." (Muttafaq 'Alaih)

en

In another narration by Muslim: The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) used to straighten our rows (in prayer) as if he was straightening the feathers on an arrow until he saw that we had learned it (how to straighten the rows) from him. One day he came out, stood up (for prayer) and was about to say: Allahu Akbar (marking the beginning of the prayer) when he saw a man whose chest was bulging out from the row. He said: “Servants of Allah, you must straighten your rows or Allah will cause dissension amongst you.”

Dalam riwayat Imam Muslim: "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- meluruskan saf-saf kami sampai seakan meluruskan bulu anak panah, hingga beliau meyakini kami telah memahami hal itu dari beliau. Kemudian beliau keluar di suatu hari, lalu berdiri hendak salat dan hampir bertakbir, ternyata beliau melihat seseorang dadanya maju, maka beliau bersabda, Wahai hamba-hamba Allah! Hendaklah kalian meluruskan saf kalian, atau (jika tidak), Allah akan menjadikan kalian berselisih pada wajah-wajah kalian.'"

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

Straightening the feathers on an arrow: the Arabs used to straighten them out perfectly, thereby they used it as an example of perfect straightening.

القِدَاحُ (al-qidāḥ): bulu anak panah, yaitu mereka meluruskannya selurus-lurusnya. Hal itu dijadikan sebagai perumpamaan dalam meluruskan saf, disebabkan karena bulu anak panah sangat lurus dan rata.

en

--

عَقَلْنَا ('aqalnā): kami paham apa yang beliau inginkan.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It is obligatory to straighten the rows in prayer because it has an impact on straightening the hearts of the believers and driving dissension away from them.

1) Kewajiban meluruskan saf dalam salat, dan hal ini memiliki pengaruh dalam kelurusan hati orang-orang beriman agar tidak saling bertentangan.

en

2) The Imams (the individuals who lead the congregational prayer) should check the rows and straighten them and alert the violators, because this is part of the guidance of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him).

2) Para imam berkewajiban memeriksa dan meluruskan saf serta mengingatkan yang menyelisihinya karena ini adalah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

3) It reflects how the inside and outside are interconnected; consider how the crookedness of the lines causes dissension among the worshipers’ hearts.

3) Keserasian antara kondisi lahir dan batin; yaitu lihatlah bagaimana ketidaklurusan dalam meluruskan saf berpengaruh terhadap perselisihan hati di antara orang-orang yang salat?!

en

161/6 - Sixth: Abu Mūsa (may Allah be pleased with him) reported: A house in Madīnah caught fire at night with its inhabitants inside. When the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) was informed about them, he said: “This fire is your enemy, so put it out before going to bed.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

6/161- Keenam: Abu Musa -raḍiyallāhu 'anhu- mengabarkan, Sebuah rumah di Madinah terbakar bersama pemiliknya pada malam hari. Ketika Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- diceritakan tentang kondisi mereka, beliau bersabda, "Sesungguhnya api ini musuh bagi kalian. Jika kalian tidur, maka padamkanlah!" (Muttafaq 'Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) One must take precautions with regards to things carrying potential danger (such as gas and electricity).

1) Manusia harus berhati-hati dengan perkara-perkara yang dikhawatirkan bahayanya (seperti gas dan arus listrik).

en

2) Putting out the fire-lit lanterns at night is from the guidance of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him). As for the electric bulbs, this ruling does not extend to them; and Allah knows best.

2) Mematikan lampu di waktu malam hari termasuk petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu lampu yang dinyalakan dengan api. Adapun lampu listrik, maka tidak termasuk dalam hukum ini. Wallāhu a'lam.

en

3) One must take protection against the Hellfire in the afterlife more than he takes protection against the fire of this world.

3) Wajib menjaga diri dari api akhirat dengan penjagaan yang lebih besar dari menjaga diri dari api dunia.

en

Benefit:

Faedah Tambahan:

en

This Hadīth is an example showing how preserving the Sunnah and its etiquettes effectively preserves the health of the individual against any harm; how great would it be if we were to make the Prophetic Sunnah the leading guide in our lives and homes?

Hadis ini salah satu contoh yang menerangkan bahwa menjaga Sunnah dan adab-adabnya adalah faktor terbesar dalam menjaga kesehatan manusia serta melindungi mereka dari keburukan. Betapa agung Sunnah Nabi seandainya kita menerapkannya dalam kehidupan dan di rumah-rumah kita!!

en

162/7- Seventh: He also reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “The similitude of guidance and knowledge that Allah has sent me with is like heavy rain that fell on a land. Some spots had good soil; they absorbed the water and brought forth much grass and herbs. Other spots were solid; they held the water. Allah thus made them useful to people: they drank, watered, and grew plantation. Some of the rain, however, fell on plane spots that retained no water and produced no herbage. Such is the likeness of the one who understood the religion of Allah and benefited from what Allah has sent me with; he learned and taught others. It is also the likeness of the one who did not raise his head to it (meaning that he was too arrogant to learn and benefit) and thus did not accept Allah’s guidance with which I was sent.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

7/1162- Ketujuh: Juga dari Abu Musa -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah utus aku dengannya, bagaikan hujan yang turun ke bumi. Sebagian jenis tanah ada yang baik dan dapat menyerap air lalu menumbuhkan rerumputan dan tumbuhan yang banyak. Sebagian ada yang keras dan menahan air, maka Allah menjadikannya bermanfaat bagi manusia, yaitu mereka bisa minum, melakukan pengairan, dan bercocok tanam. Sedang sebagian yang lain adalah tanah gersang yang tidak bisa menahan air dan tidak pula menumbuhkan tanaman. Demikianlah perumpamaan orang yang paham agama Allah dan mendapat manfaat dari apa yang Allah utus aku dengannya, yaitu dia belajar lalu mengajarkan ilmunya. Demikian pula perumpamaan orang yang tidak peduli dan yang tidak menerima petunjuk Allah yang dengannya aku diutus." (Muttafaq 'Alaih)

en

--

(فَقُهَ) dengan mendamahkan "qāf" sebagaimana yang masyhur, dan ada yang berpendapat dikasrahkan. Maknanya: dia menjadi paham.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

الغَيْثُ (al-gaiṡ): hujan.

en

--

الكَلَأْ (al-kala`): tanaman dan rerumputan yang tumbuh di tanah.

en

--

طَائِفَةٌ (ṭā`ifah): sebidang, sekelompok.

en

--

أَجَادِب (ajādib), bentuk jamak dari kata أَجْدَب (ajdab), yaitu tanah yang tidak menumbuhkan tumbuhan.

en

--

قِيْعَانٌ (qī'ān), bentuk jamak dari kata قَاعٍ (qā'), yaitu tanah yang tidak memiliki tumbuhan; dalam pendapat lain: tanah yang rata.

en

--

لَمْ يَرْفَعْ بِذلِكَ رَأْساً (lam yarfa' bi żālika ra`san): kiasan tentang orang yang tidak mengambil manfaat dari ilmunya atau ilmu orang lain serta tidak mengamalkannya.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It shows the good methods of education that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) used, including giving examples, which are among the best means of teaching.

1) Bagusnya metode pengajaran Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu dengan membuat permisalan. Cara ini termasuk yang paling bagus dalam pengajaran dan medianya.

en

2) It urges seeking knowledge and disseminating it among people to revive the Sunnah in the lives of Muslims.

2) Anjuran belajar dan menyebarkan ilmu di tengah manusia, karena ini termasuk menghidupkan Sunnah dalam kehidupan umat Islam.

en

3) The person who learns, teaches others, and people act upon the knowledge he taught attains the highest ranks.

3) Orang yang belajar dan mengajar orang lain serta mengamalkan ilmunya, dia berada pada derajat yang paling mulia.

en

163/8- Eighth: Jābir (may Allah be pleased with him) reported that the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “My example and your example is that of a man who lit a fire and grasshoppers and moths began to fall in it while he is trying to push them away. I am catching hold of your waist ties (to save you) from fire, but you are slipping from my hand.” [Narrated by Muslim]

8/163- Kedelapan: Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Perumpamaanku dengan kalian bagaikan seseorang yang menyalakan api, lalu belalang-belalang dan laron segera datang hinggap, sedangkan orang itu berusaha mengusirnya (serangga-serangga tersebut) dari api. Aku (selalu berusaha) memegang (menarik) ujung pakaian kalian agar tidak terjerumus ke dalam api itu, namun kalian justru melepaskan diri dari tanganku." (HR. Muslim)

en

--

الْجَنَادبُ (al-janādib) ialah serangga mirip belalang dan laron, yang terkenal hinggap di api. Sedangkan الْحُجَزُ (al-ḥujaz) adalah bentuk jamak dari kata حُجْزَةٍ (ḥujzah), yaitu bagian belakang sarung dan celana yang diduduki.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

يَذُبُّهُنَّ (yażubbuhunna): menjaganya, melindunginya.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It reflects the keenness of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) to protect his nation from the Hellfire.

1) Antusiasme Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk menjaga umatnya dari neraka.

en

2) The individual must comply with and submit to the Sunnah of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) because guidance cannot be secured except by compliance with the Sunnah.

2) Seorang hamba harus tunduk kepada Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena hidayah tidak akan terwujud kecuali dengan mengikuti Sunnah.

en

3) It informs of the great right of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) on his nation as he spared no effort in protecting it against what may cause it harm with regard to this world or to religion. May Allah reward him greatly.

3) Besarnya hak Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pada umat beliau, yaitu beliau tidak menyisakan satu upaya pun untuk melindungi umat ini dari semua yang membahayakannya dalam agama dan dunia mereka. Semoga Allah memberi balasan kepada beliau dengan balasan terbaik yang Dia berikan kepada seorang nabi.

en

164/9- Ninth: He also reported that the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) commanded licking the fingers and the dish (after eating), and he said: “You do not know in which portion of the food the blessing lies.” [Narrated by Muslim]

9/164- Kesembilan: Masih dari Jābir -raḍiyallāhu 'anhu-, ia meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkan agar menjilat jari dan piring (ketika makan), dan beliau bersabda, "Sesungguhnya kalian tidak mengetahui di mana letak keberkahan (makanannya)." (HR. Muslim)

en

In another narration by Muslim: “When a morsel of food falls from one of you, he should pick it up and remove any dirt therefrom and eat it; he should not leave it for the devil. Also, he should not wipe his hand with a napkin until he has licked his fingers, for he does not know in which portion of the food lies the blessing.”

Dalam riwayat Muslim yang lain: "Bila suapan salah seorang kalian jatuh hendaklah dia memungutnya lalu membuang kotoran yang melekat dan memakannya. Janganlah dia membiarkannya untuk setan. Jangan pula dia mengelap tangannya dengan kain hingga dia mengisap jarinya, karena dia tidak tahu di bagian makanan mana yang terdapat keberkahan."

en

In another narration by Muslim: “Verily, the devil is present with you in all of your affairs. He is present when your meal is brought to you. So, if a morsel fell from any of you, he should remove any dirt that is on it then eat it and not leave it to the devil.”

Juga dalam riwayat Muslim yang lain: "Sesungguhnya setan hadir kepada salah seorang kalian di semua urusannya, bahkan hingga ketika makan. Bila ada sesuap makanan jatuh dari salah seorang kalian, hendaklah dia membuang kotoran yang menempel, lalu dia memakannya serta tidak meninggalkannya untuk setan."

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

الصَّحْفَةُ (aṣ-ṣaḥfah): wadah.

en

--

فَلْيُمِطْ (fal-yumiṭ): hendaklah dia menghilangkan.

en

--

يَلْعَقُ (yal'aq): mengisap.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It instructs the obligation of following the Prophetic guidance in everything regardless of learning or failing to learn the rationale behind it.

1) Kewajiban mengikuti petunjuk Nabi dalam semua hal, baik kita mengetahui hikmahnya ataupun tidak.

en

2) Following the Prophetic manner in eating and drinking involves guidance, which includes compliance with the command of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him), modesty, and depriving the devil from sharing our food and drink.

2) Melakukan adab-adab nabawi tekait makam dan minum mengandung berbagai kebaikan, yaitu sebagai potret implementasi perintah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, sikap rendah hati, dan menghalangi setan dari ikut serta dalam aktifitas makan dan minum kita.

en

3) Discarding the food if it fell on the floor implies a type of arrogance and contravenes the guidance of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him). Rather, it is recommended to clean the dirt on the bite that fell and eat it.

3) Meninggalkan makanan bila telah jatuh ke tanah menunjukkan sifat sombong dan menyelisi petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, karena yang dianjurkan saat itu adalah agar ia membersihkan kotoran yang menempel padanya dan memakannya.

en

165/10 - Tenth: Ibn ‘Abbās (may Allah be pleased with him and his father) reported: The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) preached to us, saying: “O people, you will be gathered to stand before Allah Almighty, barefooted, naked, and uncircumcised. {Just as We originated the first creation, so We will bring it back. That is Our binding promise, which We will surely do.} [Surat al-Anbiyā’: 104] Verily, the first to be clothed on the Day of Resurrection will be Abraham. Then some men from my nation will be taken to the left, (i.e. towards the Hellfire), so I will say: ‘O my Lord, they belong to my nation!’ It would be said: ‘You do not know what they invented after you had left them.’ I shall then say what the righteous servant (Jesus) said: {I was witness over them as long as I was among them. But when You took me up, You Yourself were Watcher over them, and You are a Witness over all things If You punish them, they are Your slaves; and if You forgive them, You are indeed the All-Mighty, All-Wise.} [Surat al-Mā’idah: 117-118] I shall be told: ‘They continued to turn on their heels since you departed them.’” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

10/165- Kesepuluh: Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berdiri di tengah-tengah kami memberi nasihat seraya berkata, "Wahai sekalian manusia, sungguh kalian akan dibangkitkan menghadap Allah -Ta'ālā- dalam keadaan bertelanjang kaki dan badan serta belum disunat; Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya lagi. (Suatu) janji yang pasti Kami tepati; sungguh, Kami akan melaksanakannya.' (QS. Al-Anbiyā`: 104) Ketahuilah! Orang pertama yang diberi pakaian pada hari Kiamat ialah Ibrahim -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Ketahuilah! Sungguh akan didatangkan sejumlah orang dari umatku, lalu mereka di bawa ke sebelah kiri (jalan penghuni neraka). Aku berkata, 'Ya Rabb, mereka itu umatku.' Dikatakan, 'Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu.' Maka aku hanya akan mengatakan seperti yang dikatakan oleh hamba yang saleh (Nabi Isa), Aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di tengah-tengah mereka...' Hingga firman-Nya: ... sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.' (QS. Al-Mā`idah: 117-118) Lalu dikatakan kepadaku, 'Sungguh mereka terus-menerus murtad sejak engkau meninggalkan mereka.'" (Muttafaq ‘Alaih)

en

--

غُرْلاً (gurlan): tidak disunat.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Any individual, whether a judge, a Mufti, a scholar, or a preacher, should deliver the kind of speech that highlights what people need to know about Sharia, which would benefit them in this world and in the Hereafter.

1) Kewajiban semua orang, baik hakim, mufti, ulama, ataupun dai agar berbicara dan menasihati manusia tentang apa yang mereka butuhkan berupa penjelasan agama yang akan mendatangkan bagi mereka kebaikan dan manfaat di dunia dan akhirat.

en

2) It is possible that Allah distinguishes one of the prophets or other than them with a specific characteristic, and this does not imply absolute betterness, as He distinguished Abraham (peace be upon him) by being the first to be clothed on the Day of Judgment. It does not indicate that he is the best of all messengers, because it is our Prophet Muhammad (may Allah’s peace and blessings be upon him) who is absolutely the best of all messengers.

2) Allah kadang memberi keistimewaan kepada sebagian nabi tanpa yang lain, dan hal itu tidak menunjukkan keutamaan yang bersifat mutlak. Sebagaimana Ibrahim -'alaihis-salām- diistimewakan sebagai orang pertama yang diberi pakaian pada hari Kiamat. Ini tidak menunjukkan bahwa Ibrahim adalah rasul yang paling afdal, karena rasul yang paling afdal secara mutlak adalah nabi kita, Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

3) It warns against contradicting the Sunnah of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him), because it deprives the person of drinking from the basin of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) and receiving his intercession on the Day of Judgment.

3) Hati-hati agar tidak menyelisihi Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena yang demikian itu adalah faktor terhalanginya seorang hamba dari mendatangi telaga Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta dihalangi dari syafaat beliau pada hari Kiamat.

en

Note:

Peringatan:

en

Some deviant innovators used the literal meaning of this Hadīth to disparage the Companions (may Allah be pleased with them), which reflects their ulterior motives and utter ignorance of the excellence of the Companions of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him). Not to mention, this is a blatant lie because the majority of the Companions (may Allah be pleased with them) did not apostatize, which is a matter of consensus among Muslims, except a group of Arab Bedouins who reverted to disbelief after the death of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) and refused to pay Zakah. The Rightly-Guided Caliph Abu Bakr (may Allah be pleased with him) fought them and most of them returned to the fold of Islam. Those who died without returning to the fold of Islam are the ones referred to in the Hadīth.

Sejumlah orang dari kalangan ahli bidah yang sesat berpegang dengan makna lahir hadis ini untuk mencela para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-. Hal ini tidaklah lahir kecuali dari keburukan hati mereka serta tingginya kejahilan mereka tentang keutamaan sahabat-sahabat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Kemudian juga, ini adalah kedustaan dan fitnah besar. Karena keumuman para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- tidak pernah murtad berdasarkan ijmak umat Islam. Kecuali sebagian orang dari kalangan badui, ketika Nabi -'alaihiṣ-ṣalātu was-salām- meninggal dunia, mereka termakan fitnah dan murtad serta tidak mau menunaikan zakat. Hingga Khalifah Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- memerangi mereka, lalu mayoritas mereka kembali kepada Islam. Orang-orang yang mati di atas kemurtadan, merekalah yang dimaksudkan dalam hadis ini.

en

Disparaging the Companions (may Allah be pleased with them) involves four serious violations:

Para pencela sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-, di dalam celaan mereka terkandung empat dosa besar:

en

1) Disparaging the Companions;

1) Mencela para sahabat.

en

2) Disparaging the Sharia, because the Companions are the ones who delivered it to the nation;

2) Mencela agama, karena para sahabat adalah kaum yang pertama kali menyampaikan agama ini kepada umat manusia.

en

3) Disparaging the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) because it implies that the Prophet praised unworthy individuals who apostatized according to the claim of those deviants;

3) Mencela Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu bagaimana bisa beliau memuji sahabat-sahabatnya sementara mereka adalah orang-orang yang murtad menurut sangkaan orang-orang itu?!

en

4) Disparaging Allah, the Lord of the worlds, Glorified and Exalted, since how could Allah command the nation to follow the conduct of the Companions if they were in such state?!

4) Mencela Allah yang merupakan Tuhan alam semesta, Yang Mahasuci lagi Mahatinggi; yaitu bagaimana bisa Allah memerintahkan umat ini untuk meniti jalan para sahabat bila seperti ini keadaan mereka?!

en

166/11 - Eleventh: Abu Sa‘īd ‘Abdullah ibn Mughaffal (may Allah be pleased with him) reported: The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) prohibited flicking pebbles and said: “It does not kill the quarry (game) or harm the enemy, instead it can gouge out an eye or break a tooth.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

11/166- Kesebelas: Abu Sa'īd Abdullah bin Mugaffal -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah melarang khażf (melontar kerikil dengan jari) dan bersabda, "Sesungguhnya hal itu tidak akan mematikan buruan dan tidak pula melukai musuh, akan tetapi hanya bisa membutakan mata dan mematahkan gigi." (Muttafaq ‘Alaih)

en

In another narration: “A relative of Ibn Mughaffal flicked a stone (using the index finger and the thumb), so he forbade him saying: ‘The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) forbade flicking stones and said: “It does not hunt a quarry.”’ Then he did it again, so he (Ibn Mughaffal) said: ‘I tell you that the Messenger of Allah forbade it and you do it again! I shall never talk to you again.’”

Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa sebagian kerabat Ibnu Mugaffal bermain khażf, sehingga dia melarangnya. Dia berkata, "Sesungguhnya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang khażf. Beliau menjelaskan, 'Sesungguhnya hal itu tidak akan menangkap buruan.'" Kemudian dia mengulangnya, maka Ibnu Mugaffal berkata, "Aku mengabarimu, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarangnya, tapi kamu malah mengulanginya! Aku tidak akan berbicara denganmu, selamanya."

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

Flicking a stone or a pebble (Arabic: Khadhf): it means putting a pebble between the index finger and the thumb then flicking it with the index finger, or putting it on the index finger and flicking it with the thumb.

الخَذْفُ (al-khażfu) maksudnya seseorang meletakkan kerikil di antara telunjuk dan ibu jarainya lalu melemparnya dengan mendorongkan telunjuk. Atau diletakkan di telunjuk dan didorong dengan ibu jari.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It shows the serious commitment of the Companions (may Allah be pleased with them) to the Sunnah.

1) Pengagungan para sahabat --raḍiyallāhu 'anhum- terhadap Sunnah dan keteguhan mereka dengannya.

en

2) When one learns the command of Allah Almighty or the command of His Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him), he must say: I listen and I obey, cutting off all means before the devil who may whisper to him: we do not know the rationale behind that evidence, so we are not obliged to follow it.

2) Bagi seseorang ketika disampaikan kepadanya hukum Allah -Ta'ālā- atau hukum Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- agar mengatakan: kami mendengar dan taat. Jangan membuka pintu masuk setan dengan mengatakan: kami tidak mengetahui hikmah pada dalil itu sehingga kami tidak harus mengamalkannya.

en

3) One must avoid anything that may bring harm to Muslims.

3) Menjauhi semua sebab yang dapat mendatangkan keburukan bagi kaum muslimin.

en

4) It is permissible to desert a fellow Muslim who violates the Sharia if the deserter believes that it is likely that such desertion would benefit that individual and bring him back to following the Sunnah and the truth. However, the standard ruling is that a believer must not desert his fellow believer beyond three days; and anyone who committed a sin then repented of it, Allah will accept his repentance.

4)Seorang muslim boleh memboikot saudaranya seagama bila dia melanggar agama, yaitu ketika kuat dugaannya bahwa boikot tersebut akan berguna bagi orang yang diboikot serta akan mengembalikannya kepada Sunnah dan kebenaran. Jika tidak, maka hukum asalnya orang beriman tidak boleh memboikot saudaranya seiman lebih dari tiga hari. 5) Orang yang berbuat dosa kemudian bertobat, maka Allah akan menerima tobatnya.

en

167/12- ‘Ābis ibn Rabī‘ah reported: I saw ‘Umar ibn al-Khattāb (may Allah be pleased with him) kissing the Black Stone (al-Hajar al-Aswad) and saying: “I know that you are just a stone and that you can neither do any harm nor give benefit. Had I not seen the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) kissing you, I would not have kissed you.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

12/167- Kedua belas: 'Abbās bin Rabī'ah berkata, Aku melihat Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- mencium Hajar Aswad dan berkata, "Sesungguhnya aku mengetahui, engkau hanyalah sebuah batu, tidak dapat memberi manfaat dan tidak juga mudarat. Kalaulah aku tidak melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menciummu, aku tidak akan menciummu." (Muttafaq ‘Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Allah Almighty made it lawful for His servants to kiss the Black Stone to exhibit utter humility and servitude to Allah Almighty by complying with His Sharia.

1) Allah -'Azza wa Jalla- mensyariatkan kepada hamba-hamba-Nya untuk mencium Hajar Aswad dalam rangka kesempurnaan penghambaan kepada Allah -Ta'ālā- di dalam melaksanakan agama-Nya.

en

2) Worshiping Allah in the most perfect manner requires complying with the Sharia commands whether or not one knows the rationale behind them.

2) Kesempurnaan ibadah kepada Allah -Ta'ālā- agar hamba tunduk kepada perintah agama, baik dia mengetahui sebab dan hikmah dalam perkara yang disyariatkan ataupun tidak.

en

3) Kissing the Black Stone is one of the aspects of following the Prophetic Sunnah. The Stone itself does not benefit nor harm.

3) Mencium Hajar Aswad bagian dari potret mengikuti Sunnah Nabi; adapun batu itu sendiri maka tidak memberi mudarat dan tidak juga manfaat.