Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan (ketahuilah), mengingat Allah itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain)." (QS. Al-'Ankabūt: 45) Dia juga berfirman, "Maka ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku akan ingat kepadamu." (QS. Al-Baqarah: 152) Dia juga berfirman, "Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah." (QS. Al-A'rāf: 205) Dia juga berfirman, "Dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kalian beruntung." (QS. Al-Jumu'ah: 10) Dia juga berfirman, "Sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim ... " Hingga firman-Nya, "... dan laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar." (QS. Al-Aḥzāb: 35) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Hai orang-orang yang beriman! Berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang." (QS. Al-Aḥzāb: 41-42) Ayat-ayat tentang bab ini juga sangat banyak dan populer.
Berzikir kepada Allah -Ta'ālā- dilakukan dengan hati, lisan, dan anggota badan.
- Berzikir kepada Allah dengan hati: yaitu ibadah tafakur yang akan memberikan hamba rasa ingat dan takut kepada Allah.
- Berzikir kepada Allah dengan lisan: mencakup semua ucapan yang mendekatkan kepada Allah -'Azza wa Jalla- berupa tahlil, tasbih, takbir, membaca Al-Qur`ān, mengajak kepada kebaikan, melarang kemungkaran, membaca dan menyebarkan ilmu, dan lain sebagainya.
- Berzikir kepada Allah dengan anggota badan: mencakup semua perbuatan yang mendekatkan kepada Allah -Ta'ālā- seperti salat, membantu kebutuhan manusia, dan lain sebagainya.
Ini adalah makna zikir menurut istilah yang luas. Namun kata zikir bila disebutkan dalam konteks kebiasaan dan budaya umat, maka maksudnya ialah berzikir kepada Allah -Ta'ālā- dengan membaca tasbih, tahmid, takbir, dan bacaan-bacaan zikir lainnya. Sehingga maksudnya ialah zikir dengan lisan secara khusus.
1) Anjuran untuk memanfaatkan waktu ketika pagi dan sore dengan zikir kepada Allah -Ta'ālā- karena zikir akan mendatangkan keberuntungan, pahala, dan keselamatan dari sifat lalai, mendatangkan cinta Allah -Ta'ālā- bagi hamba, dan Allah -Ta'ālā- akan memuji hamba-Nya yang berzikir di hadapan para malaikat mulia yang ada di sisi-Nya.
2) Zikir yang paling utama adalah yang menggabungkan hati dengan lisan serta melahirkan rasa takut dan penambahan iman bagi hamba.
1/1408- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ada dua kalimat, ringan di lidah namun berat dalam timbangan dan dicintai oleh Allah yang Maha Penyayang, yakni Subḥānallāh wa biḥamdih, Subḥānallāhil-'Aẓīm." (Muttafaq 'Alaih)
1) Dua kalimat ini termasuk penyebab timbulnya kecintaan Allah kepada hamba dan penyebab beratnya timbangan amalannya pada hari penghisaban amalan.
2) Orang yang mendapat taufik di antara hamba Allah adalah orang yang memanfaatkan amal yang sedikit untuk meraih pahala yang besar.
Makna "Subḥānallāh wa biḥamdih": aku menyucikan Allah -Ta'ālā- dari semua aib dan kekurangan, dengan menyertai tasbih bersama pujian yang menunjukkan kesempurnaan Allah -Ta'ālā- dan keutuhan hikmah-Nya.
Sedangkan makna "Subḥānallāhil-'Aẓīm": menyucikan Allah yang memiliki keagungan, keperkasaan, dan kemuliaan, Dialah Allah Yang Mahaagung pada zat-Nya dan Mahaagung pada sifat-Nya.
2/1409- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sungguh bila aku mengucapkan, 'Subḥānallāh wal-ḥamdulillāh wa lā ilāha illallāh wallāhu akbar (Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada sesembahan yang hak selain Allah, dan Allah Mahabesar), itu lebih aku cintai dari segala yang disinari matahari (dunia beserta isinya)." (HR. Muslim)
1) Empat kalimat zikir kepada Allah -Ta'ālā- tersebut lebih dicintai oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- daripada dunia seluruhnya. Ini menjadi dalil tentang agungnya keempat kalimat ini di sisi Allah -Ta'ālā-.
2) Setan memperdaya manusia dan membuatnya malas serta merasa berat dari berbuat kebaikan dan berzikir; jika tidak demikian, maka tidak akan ada hamba yang lalai dari sesuatu yang lebih baik dari dunia dan seisinya!
3) Kalimat-kalimat ini termasuk al-bāqiyāt aṣ-ṣāliḥāt (amal kebaikan yang kekal) yang disebutkan dalam firman Allah -Ta'ālā-, "Tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan." (QS. Al-Kahfi: 46)
3/1410- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang membaca, 'Lā ilāha illallāhu waḥdahu lā syarīka lah, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu wa huwa 'alā kulli syai'in qadīr' seratus kali dalam sehari, maka baginya setara memerdekakan sepuluh budak, dituliskan untuknya seratus kebaikan, dihapuskan darinya seratus keburukan, dan menjadi perisainya dari setan pada hari itu hingga dia memasuki sore, dan tidak akan ada seorang pun yang meraih sesuatu yang lebih afdal dari yang dia raih kecuali seseorang yang mengerjakan (zikir itu) lebih banyak dari dirinya." Beliau juga bersabda, "Siapa yang membaca, 'Subḥānallāhi wa biḥamdih' seratus kali dalam sehari, maka digugurkan semua kesalahannya, walaupun sebanyak buih laut." (Muttafaq 'Alaih)
زبَدِ البَحْرِ (zabad al-baḥr): buih laut.
عَدْلَ عَشرْ رِقَابٍ ('adla 'asyri riqāb): setara dengan pahala memerdekakan sepuluh budak.
حِرْزًا (ḥirzan): sebagai benteng, pelindung.
1) Mengagungkan nilai lima fadilah tersebut bagi siapa saja yang mengucapkan zikir yang disebutkan, karena maknanya ialah menauhidkan Allah -Ta'ālā-.
2) Berzikir kepada Allah -Ta'ālā- dengan tahlil adalah sebab terlindunginya manusia dari pintu masuk setan.
3) Zikir "Subḥānallahi wa biḥamdih" sebanyak seratus kali adalah sebab pengampunan seluruh dosa walaupun dosa besar!
4) Motivasi untuk berlomba dan bersegera dalam kebaikan dan ketaatan.
4/1414- Abu Ayyūb Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Siapa yang mengucapkan, 'Lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu, wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr' (Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian, dan Dialah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu) sebanyak sepuluh kali, maka dia seperti orang yang telah memerdekakan empat jiwa dari anak keturunan Ismail." (Muttafaq 'Alaih)
1) Membaca tahlil kepada Allah -Ta'ālā- sebanyak sepuluh kali pahalanya setara dengan pahala orang yang memerdekakan empat orang budak yang berasal dari nasab manusia yang paling mulia, yaitu anak keturunan Ismail.
2) Menjelaskan keutamaan zikir ini, dan orang yang mendapatkan taufik adalah orang yang dibantu oleh Allah -Ta'ālā- untuk menjaganya.
5/1412- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Maukah aku beritahukan kepadamu tentang ucapan yang paling dicintai Allah? Sesungguhnya ucapan yang paling dicintai Allah adalah Subḥānallāhi wa biḥamdih." (HR. Muslim)
1) Tasbih dan tahmid adalah ucapan yang paling dicintai oleh Allah -Ta'ālā- karena di dalamnya terkandung pengagungan dan pujian kepada-Nya.
2) Tauhid adalah ibadah paling agung untuk mendekatkan diri kepada Allah. Lalu di manakah dakwah tauhid itu, wahai para dai Islam?!
6/1413- Abu Mālik Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Bersuci itu setengah dari iman, ucapan alḥamdulillāh memenuhi timbangan, ucapan subḥānallāh wal-ḥamdulillāh keduanya memenuhi -atau memenuhi- antara langit dan bumi." (HR. Muslim)
1) Memuji Allah -Ta'ālā- termasuk zikir yang paling agung, bahkan keutamaan tahmid memenuhi timbangan amalan pada hari pembalasan kelak karena besarnya pahalanya.
2) Keutamaan bertasbih kepada Allah -Ta'ālā- yang disertai dengan pujian, yaitu pahalanya memenuhi langit dan bumi.
7/1414- Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Seorang badui datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- seraya berkata, "Ajarkanlah kepadaku satu ucapan yang akan selalu aku baca." Beliau bersabda, "Ucapkanlah, 'Lā ilāha illallāhu waḥdahu lā syarīka lah, Allāhu Akbar kabīran, wal-ḥamdu lillāhi kaṡīran, wa subḥānallāhi rabbil-'ālamīn, wa lā ḥaula wa lā quwwata illā billāhil-'azīzil-ḥakīm' (Tidak ada sesembahan yang hak selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah Mahabesar dengan segala kebesaran-Nya, segala puji yang banyak milik Allah, Mahasuci Allah Rabb alam semesta, dan tidak ada daya serta kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana)." Dia berkata, "Itu semua untuk Rabb-ku. Lantas apa untukku?" Beliau bersabda, "Ucapkanlah, 'Allāhumma-gfir lī wa-rḥamnī wa-hdinī wa-rzuqnī' (Ya Allah! Ampunilah aku, rahmatilah aku, berilah aku petunjuk, dan berilah aku rezeki)." (HR. Muslim)
1) Memuji Allah dengan tahlil, takbir, tahmid, dan tasbih termasuk ucapan paling agung yang diucapkan oleh hamba dan yang digunakan untuk mengisi waktunya.
2) Indahnya pengajaran Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu beliau mengajarkan orang badui itu apa yang harus dia ucapkan untuk Allah -Ta'ālā- dan apa yang harus ia ucapkan untuk dirinya sendiri berupa doa kebaikan.
3) Menjelaskan adab dalam berdoa, yaitu agar orang yang berdoa menghaturkan pujian kepada Allah -Ta'ālā- terlebih dahulu kemudian berdoa untuk dirinya dengan doa apa saja yang dia kehendaki.
8/1415- Ṡaubān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Bila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersalam dari salatnya, beliau beristigfar tiga kali dan membaca, Allāhumma Antas-Salām, wa minkas-Salām, Tabārakta yā Żal-Jalāli wal-Ikrām' (Ya Allah! Engkaulah As-Salām dan dari-Mu keselamatan. Mahatinggi Engkau, wahai Zat Pemilik kebesaran dan keagungan)." Al-Auzā'iy -salah seorang perawi hadis ini- kemudian ditanya, "Bagaimana cara istigfar itu?" Dia menjawab, "Engkau mengucapkan, 'Astagfirullāh, astagfirullāh.'" (HR. Muslim)
1) Munasabah adanya istigfar setelah salat ialah untuk meminta ampun dari adanya kekurangan dan kelalaian yang mungkin terjadi dalam salat.
2) Bertawasul kepada Allah dengan nama As-Salām bermakna: agar Engkau menyelamatkan salatku supaya menjadi penggugur dosa-dosa dan pengangkat derajat.
3) Kaifiat istigfar setelah bersalam dari salat ialah dengan mengucapkan, "Astagfirullāh, astagfirullāh, astagfirullāh." Seperti inilah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Seorang muslim tidak boleh tergiur dengan apa yang ia lihat di sebagian masjid berupa adanya penambahan-penambahan pada redaksi istigfar di samping pelafalan istigfar secara berjemaah, karena ini menyelisihi Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
9/1416- Al-Mugīrah bin Syu'bah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah selesai dari salat dan bersalam, beliau membaca, "Lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu, wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr. Allāhumma lā māni'a limā a'ṭaita, wa lā mu'ṭiya limā mana'ta, wa lā yanfa'u żal-jaddi minkal-jaddu (artinya: Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Hanya milik-Nya semua kerajaan dan hanya bagi-Nya semua pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Ya Allah! Tidak ada yang mampu menghalangi apa yang Engkau beri dan tidak ada yang dapat memberi siapa yang Engkau halangi. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya -selain iman dan amal salehnya-, hanya dari-Mu kekayaan dan kemuliaan bersumber)." (Muttafaq 'Alaih)
10/1417- Abdullah bin Az-Zubair -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa dia dahulu biasa membaca di akhir setiap salat setelah salam, "Lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu, wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr. Lā ḥaula wa lā quwwata illā billāh, lā ilāha illallāh, wa lā na'budu illā iyyāhu, lahun-ni'mah, wa lahul-faḍl, wa lahuṡ-ṡanā`ul-ḥasan. Lā ilāha illallāh mukhliṣīna lahud-dīn wa law karihal-kāfirūn (Artinya: Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Hanya milik-Nya semua kerajaan dan hanya bagi-Nya semua pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada upaya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Kita tidak beribadah kecuali hanya kepada-Nya. Hanya milik-Nya semua nikmat, hanya milik-Nya semua kebaikan, dan hanya milik-Nya semua pujian yang baik. Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dengan memurnikan ibadah seluruhnya hanya kepada-Nya, walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya)". Ibnu Az-Zubair berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa berzikir denganya setiap selesai salat fardu." (HR. Muslim)
دُبُرَ كلِّ صَلَاةٍ (dubura kulli ṣalah): setiap setelah salat.
ذا الجَدِّ منكَ الجَدُّ: Al-Jadd ialah bagian dari (kenikmatan) dunia berupa harta, kedudukan, ataupun anak. Maksudnya, bahwa kedudukan si pemilik kekayaan dan kemuliaan tidak akan berguna baginya, karena Engkau, wahai Rabb kami, Engkaulah sesungguhnya yang memberi segala karunia, dan tidak ada yang perlu diharapkan pada selain-Mu.
1) Zikir setelah salat mengandung pengikraran tauhid dan pujian kepada Allah -Ta'ālā-, serta penyerahan seluruh urusan hanya kepada-Nya.
2) Kesadaran hamba bahwa yang memberi karunia dan yang menghalanginya adalah Allah -Ta'ālā- akan menjadikan hatinya tenang sehingga dia tidak menggantungkan harapannya kecuali kepada Allah -Ta'ālā-.
3) Melazimkan zikir ini di setiap selesai salat fardu adalah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sehingga tidak patut dilalaikan dan tidak patut juga membicarakan urusan dunia langsung setelah salat.
11/1418- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin datang menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, mereka berkata, "Orang-orang yang kaya telah mendahului kami (dalam kebaikan) dengan berbagai kedudukan tinggi dan nikmat abadi. Mereka bisa mengerjakan salat seperti kami mengerjakannya dan mereka bisa berpuasa seperti kami berpuasa. Tetapi mereka memiliki kelebihan harta; mereka berhaji, berumrah, berjihad, dan bersedekah." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Maukah kalian aku ajarkan sesuatu, dengannya kalian akan mengejar orang-orang yang telah mendahului kalian serta dengannya kalian mendahului orang-orang yang datang setelah kalian, dan tidak ada seorang pun yang lebih utama dari kalian kecuali yang mengerjakan seperti yang kalian kerjakan?" Mereka menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Kalian bertasbih, bertahmid, dan bertakbir setiap selesai salat masing-masing 33 kali." Abu Ṣāliḥ -perawi dari Abu Hurairah- berkata ketika ditanya tentang kaifiat membacanya, "Dia mengucapkan, 'Subḥānallāh, wal-ḥamdulillāh, wallāhu akbar' sampai semuanya 33 kali." (Muttafaq 'Alaih)
Ditambahkan dalam riwayat Muslim: Kemudian orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin itu datang lagi kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, mereka berkata, "Saudara-saudara kami yang kaya telah mendengar apa yang kami kerjakan, lalu mereka mengerjakan seperti yang kami kerjakan!" Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Yang demikian itu adalah karunia yang Allah berikan kepada siapa yang Dia kehendaki."
الدُّثُوْرُ (ad-duṡūr): bentuk jamak dari "دَثْرٌ" (daṡr), dengan memfatahkan "dāl", dan mensukunkan "ṡā`", yaitu harta yang banyak.
1) Menggabungkan tasbih, tahmid, dan takbir menjadi satu rangkai kalimat yang diulang sebanyak 33 kali setelah salat adalah salah satu variasi redaksi yang datang dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
2) Keutamaan masyarakat sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam hal berlomba-lomba kepada kebaikan dan ketaatan, baik mereka yang kaya maupun yang miskin.
3) Menampakkan kelapangan dada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta kasih sayang beliau kepada para sahabat dalam hal konsultasi mereka pada perkara-perkara ilmiah.
12/1419- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Siapa yang bertasbih (membaca subḥānallāh) sebanyak 33 kali, bertahmid (membaca al-ḥamdulillāh) sebanyak 33 kali, dan bertakbir (membaca Allāhu akbar) sebanyak 33 kali setiap selesai salat, lalu menggenapkannya 100 dengan mengucapkan 'Lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr (Tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, semua kerajaan dan segala pujian hanya milik-Nya, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu)', maka akan diampuni dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di lautan." (HR. Muslim)
1) Di antara redaksi zikir yang disunahkan setelah salat fardu yaitu bertasbih 33 kali, bertahmid 33 kali, bertakbir 33 kali, kemudian disempurnakan menjadi 100 dengan bertahlil satu kali.
2) Anjuran menghitung zikir tersebut dengan menggunakan tangan kanan sebagaimana hal itu diriwayatkan secara sahih dari petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Sungguh dahulu beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menghitung tasbih dengan tangan kanannya." (HR. Abu Daud)
13/1420- Ka'ab bin 'Ujrah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Ada beberapa zikir pengiring, tidak akan rugi orang yang mengucapkannya -atau melakukannya- setiap setelah salat wajib, yaitu bertasbih sebanyak 33 kali, bertahmid sebanyak 33 kali, dan bertakbir sebanyak 34 kali." (HR. Muslim)
مُعَقِّبَاتٌ (mu'aqqibāt): amalan yang dikerjakan setelah salat.
1) Zikir yang disebutkan dalam hadis ini adalah salah satu jenis zikir yang terdapat di dalam zikir-zikir setelah salat.
2) Tasbih, tahmid, dan tahmid termasuk al-bāqiyāt aṣ-ṣāliḥāt (amal kebaikan yang kekal) dan orang yang mengucapkannya dijanjikan kebaikan.
Adanya variasi redaksi zikir-zikir setelah salat fardu termasuk wujud keluasan rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya dan bentuk menghilangkan kesulitan dari mereka. Hamba yang diberikan taufik adalah yang mengamalkan semuanya dengan membaca salah satu variasinya di setiap selesai salat. Dengan cara itu dia telah mengikuti Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- secara keseluruhan, telah menjaga semua redaksi zikir yang datang dalam Sunnah, dan juga lebih dekat pada kehadiran dan kekhusyukan hati dalam ibadah.
14/1421- Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa memohon perlindungan di akhir salat dengan kalimat-kalimat ini, "Allāhumma innī a'ūżu bika minal-jubni wal-bukhli, wa a'ūżu bika min an uradda ilā arżalil-'umuri, wa a'ūżu bika min fitnatid-dunyā, wa a'ūżu bika min fitnatil-qabri (Artinya: Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan kikir, aku berlindung kepada-Mu dari dikembalikan pada usia yang paling rendah (pikun), aku berlindung kepada-Mu dari ujian dunia, dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur)". (HR. Bukhari)
دُبُرَ الصَّلَوَاتِ (dubur aṣ-ṣalawāt): maksudnya di sini adalah di akhir tasyahud sebelum salam.
أَرْذَلِ الْعُمُرِ (arżal al-'umur): kondisi umur paling hina, yaitu ketika kekuatan badan dan akal manusia melemah.
1) Doa memohon perlindungan kepada Allah -Ta'ālā- dari empat perkara yang disebutkan dalam hadis ini dibaca sebelum salam.
2) Mengulang doa perlindungan dari keempat perkara ini di setiap salat fardu menunjukkan besarnya fitnahnya; siapa yang dilindungi oleh Allah -Ta'ālā-, dia telah berutung di dunia dan akhirat.
15/1422- Mu'āż -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menggandeng tangannya dan bersabda, "Wahai Mu'āż! Demi Allah, sungguh aku mencintaimu." Kemudian beliau bersabda, "Aku wasiatkan kepadamu, wahai Mu'āż, jangan sekali-kali engkau tinggalkan di akhir setiap salat untuk membaca, 'Allāhumma a'innī 'alā żikrika wa syukrika wa ḥusni 'ibādatika' (Ya Allah! Bantulah aku untuk berzikir mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu)." (HR. Abu Daud dengan sanad sahih)
1) Wasiat yang tulus dari hati Nabi Al-Muṣṭafā -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk orang yang beliau cintai supaya membaca: Allāhumma a'innī 'alā żikrika wa syukrika wa ḥusni 'ibādatika (Ya Allah! Bantulah aku untuk berzikir mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu). Hal ini menunjukkan agungnya wasiat ini, bahwa wasiat ini termasuk yang paling berguna bagi hamba, karena orang yang mencintai tidak akan mewasiatkan pada yang dicintainya kecuali yang terbaik dan paling kekal.
2) Beribadah dengan baik maksudnya beribadah secara ikhlas kepada Allah -Ta'ālā- dan dengan mengikuti Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
3) Menampakkan keindahan akhlak Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan bagusnya pergaulan beliau bersama sahabat-sahabatnya -riḍwanullāhi 'alaihim-; beliau senantiasa bersikap lembut kepada mereka secara ucapan dan perbuatan.
Apa yang disebutkan di dalam hadis-hadis yang terdahulu berupa kata "dubur aṣ-ṣalāh", jika yang disebutkan berupa zikir dan pujian seperti tasbih, tahmid, dan takbir maka ia dilakukan setelah salam. Tetapi jika yang disebutkan berupa doa, maka dibaca sebelum salam. Karena kata "dubur aṣ-ṣalāh" disematkan untuk bagian akhir salat, juga disematkan untuk yang setelahnya langsung. Dengan memahami seperti itu, hadis-hadis Nabi menjadi satu padu dan tidak bertentangan.
16/1423- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Apabila salah seorang kalian telah membaca tasyahud, hendaknya ia memohon perlindungan pada Allah dari empat perkara dengan membaca, 'Allāhumma innī a'ūżubika min 'ażābi jahannam, wa min 'ażābil-qabri, wa min fitnatil-maḥyā wal-mamāti wa min syarri fitnatil-Masīh Ad-Dajjāl' (Artinya: Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahanam, dari siksa kubur, dari ujian hidup dan kematian dan dari keburukan ujian Almasih Dajal)." (HR. Muslim)
1) Bersungguh-sungguh untuk membaca doa ini sebelum salam pada tasyahud akhir karena termasuk di antara yang diperintahkan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa doa ini termasuk wajib salat.
2) Ujian hidup dan kematian mencakup semua yang menjadi ujian manusia ketika hidupnya berupa syahwat-syahwat yang memperdaya dan syubhat yang menyesatkan.
3) Kasih sayang Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umat beliau; yaitu beliau memerintahkan mereka supaya berlindung kepada Allah dari fitnah-fitnah dan keburukan-keburukan besar.
17/1424- Ali -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melaksanakan salat, bacaan terakhir beliau antara tasyahud dan salam adalah, "Allāhummagfir lī mā qaddamtu wa mā akhkhartu, wa mā asrartu wa mā a'lantu, wa mā asraftu, wa mā anta a'lamu bihi minnī, antal-muqaddimu wa antal-mu`akhkhiru, lā ilāha illā anta (Artinya: Ya Allah! Ampunilah aku pada dosa yang telah aku lakukan dan yang akan datang, yang aku sembunyikan dan yang aku tampakkan, yang aku lakukan berlebihan dan yang Engkau lebih mengetahuinya dariku. Engkaulah Yang Mendahulukan dan Engkau pulalah Yang Mengakhirkan. Tidak ada tuhan yang hak kecuali Engkau)." (HR. Muslim)
1) Berbuat dosa dan lalai pada hak Allah -Ta'ālā- adalah perkara yang pasti terjadi pada hamba, oleh karena itu dia dianjurkan agar senantiasa memperbaharui tobat.
2) Anjuran mendekatkan diri kepada Allah -Ta'ālā- dengan doa ini sebelum salam, karena doa ini termasuk di antara doa yang lengkap.
Orang yang salat dianjurkan memilih di antara doa yang dia inginkan sebelum salam. Namun jika dia berdoa dengan doa yang ada dalam Sunnah, maka di dalamnya terkandung kebaikan dan keberkahan, karena doa-doa tersebut termasuk di antara doa yang lengkap dalam Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Seperti doa yang datang dalam hadis Sa'ad bin Abi Waqqāṣ, hadis Mu'āż, hadis Abu Hurairah, dan hadis Ali -raḍiyallāhu 'anhum-.
18/1425- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- banyak membaca dalam rukuk dan sujudnya, "Subḥānaka Allāhumma Rabbanā wa biḥamdika, Allāhumma-gfir lī (Mahasuci Engkau, wahai Rabb kami, dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah! Ampunilah aku)." (Muttafaq 'Alaih)
19/1426- Juga dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di dalam rukuk dan sujudnya biasa membaca, "Subbūḥun quddūs, Rabbul-malā`ikati war-rūḥ (Mahasuci lagi Mahaagung, Tuhan para malaikat dan Jibril).” (HR. Muslim)
1) Di antara adab berdoa ialah menghaturkan pujian kepada Allah -'Azza wa Jalla- dengan sifat-sifat-Nya yang sempurna -dan Allah suci dari kekurangan apa pun-, kemudian meminta ampunan kepada-Nya.
2) Memperbanyak ucapan "Subḥānaka Allāhumma Rabbanā wa biḥamdika, Allāhumma-gfir lī" di dalam rukuk sebagai wujud meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
3) Di antara zikir rukuk dan sujud yang mengandung pengagungan dan pujian adalah zikir: "Subbūḥun quddūs, Rabbul-malā`ikati war-rūḥ". Di antara tanda dalamnya pemahaman seorang hamba adalah bila di dalam salatnya dia mencukupkan diri dengan zikir-zikir yang diriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan tidak membuat-buat doa dari dirinya.
20/1427- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Adapun rukuk, maka agungkanlah Rabb -'Azza wa Jalla- di dalamnya. Sedangkan sujud, maka bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, karena sangat pantas untuk dikabulkan bagi kalian." (HR. Muslim)
21/1428- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Keadaan terdekat hamba kepada Tuhannya adalah ketika dia bersujud, maka perbanyaklah doa (padanya).” (HR. Muslim)
قَمِنٌ (qamin): pantas, patut.
1) Tidak boleh membaca Al-Qur`ān ketika rukuk dan sujud, karena rukuk adalah momen mengagungkan dan memuji Allah -Ta'ālā-, sedangkan sujud adalah momen berdoa dan memohon.
2) Keadaan terdekat hamba dengan Rabb-nya adalah ketika dia bersujud; oleh karena itu, hendaklah dia memanfaatkan kesempatan doa dan memperbanyaknya.
3) Rukuk mengandung pengagungan sempurna bagi Allah -Ta'ālā- dan sujud mengandung perendahan diri yang sempurna kepada-Nya, sehingga terkumpul pada orang yang salat kerendahan diri dengan kerendahan doa terhadap Allah -Ta'ālā-.
22/1429- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di dalam sujudnya biasa membaca, "Allāhumma igfirlī żanbī kullahu; diqqahu wa jillahu, wa awwalahu wa ākhirahu, wa 'alāniyyatahu wa sirrahu (Ya Allah! Ampuni dosaku semuanya, yang kecil maupun yang besar, yang pertama maupun yang terakhir, yang tampak maupun yang tersembunyi)." (HR. Muslim)
دِقَّهُ وجِلَّهُ (diqqahu wa jillahu): yang kecil dan yang besar darinya.
1) Berupaya mengamalkan doa-doa yang bersumber dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena doa-doa tersebut merupakan doa yang paling lengkap dan paling bermanfaat.
2) Menyebutkan doa secara rinci dianjurkan dan terpuji, karena doa adalah ibadah, sehingga semakin banyak seorang hamba mengulang-ulangnya maka ibadahnya kepada Allah -'Azza wa Jalla- akan bertambah.
3) Hikmah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- merincikan doa setelah menyebutkannya secara umum ialah agar hamba mengingat dosa seluruhnya dan memohon pengampunannya kepada Allah.
23/1430- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Suatu malam aku tidak mendapatkan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, maka aku pun mencari beliau, dan ternyata beliau sedang rukuk -atau sujud-, beliau membaca, “Subḥānaka wa biḥamdika lā ilāha illā anta (Mahasuci Engkau dan dengan memuji-Mu, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau)." Dalam sebuah riwayat disebutkan, "Tanganku menyentuh bagian dalam telapak kaki beliau ketika beliau sedang berada di tempat salatnya dalam keadaan kedua telapak kaki beliau berdiri tegak dan beliau membaca: Allāhumma innī a'ūżu bi riḍāka min sakhaṭika, wa bi mu'āfātika min 'uqūbatika, wa a'ūżu bika minka, lā uḥṣī ṡanā`an 'alaika Anta kamā aṡnaita 'alā nafsika (Ya Allah! Aku berlindung dengan keridaan-Mu dari kemurkaan-Mu dan dengan pengampunan-Mu dari hukuman-Mu, aku berlindung kepada-Mu dari siksaan-Mu, Aku tidak mampu menghitung semua pujian dan sanjungan kepada-Mu, Engkau adalah sebagaimana Engkau menyanjung diri-Mu)." (HR. Muslim)
تَحَسَّسْتُ (taḥassastu): saya mencari.
1) Berlindung kepada Allah -'Azza wa Jalla- dengan amal saleh dari perbuatan buruk, karena perbuatan buruk mendatangkan murka-Nya dan amal saleh mendatangkan rida-Nya, dan sesuatu itu diobati dengan kebalikannya.
2) Di antara doa yang paling sempurna dan luas kandungannya adalah doa memohon perlindungan kepada Allah -Ta'ālā- serta memohon keselamatan kepada-Nya dari azab dan siksa-Nya. Inilah makna "Aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu".
3) Besarnya cinta Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan dia juga adalah perempuan yang paling beliau cintai, dialah Aṣ-Ṣiddīqah binti Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhumā-. Demi Allah! Tidak akan sah iman seorang hamba hingga ia menjunjung dan menghormati para Ummahātul-Mu`minīn sebagai ketaatan kepada Allah dan ketaatan kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
Sebagian ulama berargumen dengan hadis Aisyah ini bahwa orang yang bersujud dianjurkan untuk merapatkan kedua kakinya satu sama lain dan tidak merenggangkannya; inilah posisi sujud yang tepat, karena tidak mungkin satu tangan Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- akan menyentuh kedua kaki Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- secara bersamaan kecuali bila keduanya dalam keadaan dirapatkan, tidak direnggangkan. Sehingga termasuk yang Sunnah adalah merapatan kedua tumit ketika sujud.
24/1431- Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Kami sedang bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu beliau bersabda, "Apakah seorang dari kalian tidak mampu mendapatkan seribu kebaikan setiap hari?" Salah seorang yang hadir dalam majelisnya bertanya, "Bagaimana cara dia memperoleh seribu kebaikan?" Beliau bersabda, "Hendaklah dia bertasbih seratus kali tasbih sehingga dicatat baginya seribu kebaikan atau dihapus seribu dosa darinya." (HR. Muslim)
Al-Ḥumaidiy berkata, "Seperti ini disebutkan dalam kitab Muslim, 'أَوْ يُحَطٌُ - aw yuḥaṭṭ' (atau dihapus)." Al-Barqāniy berkata, "Hadis ini diriwayatkan juga oleh Syu'bah, Abu 'Awānah, dan Yaḥyā Al-Qaṭṭān dari Mūsā -yang Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dari jalurnya- dan mereka mengatakan, 'وَ يُحَطٌُ - wa yuḥaṭṭ' (dan dihapus) dengan tanpa alif."
1) Motivasi kepada amalan-amalan yang memiliki keutamaan, karena merupakan tangga untuk meraih kemuliaan dan kedekatan dari Allah -Ta'ālā-.
2) Zikir merupakan amalan ringan tetapi berpahala besar, dan ini merupakan karunia Allah -Ta'ālā- kepada orang-orang yang berzikir.
3) Antusias para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk mengerjakan amal saleh dan bersegera melakukannya. Lalu di manakah kondisi kita hari ini dari antusias tinggi para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-?!
25/1432- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Setiap persendian salah seorang kalian wajib bersedekah setiap hari. Setiap ucapan tasbih adalah sedekah, setiap ucapan tahmid adalah sedekah, setiap ucapan tahlil adalah sedekah, dan setiap ucapan takbir adalah sedekah, memerintahkan kebaikan adalah sedekah, serta mencegah kemungkaran adalah sedekah. Tapi, semua itu dapat dicukupi dengan salat dua rakaat yang ia kerjakan di waktu duha." (HR. Muslim)
سًلَامَى (sulāmā): persendian-persendian.
1) Pintu-pintu seluruh kebaikan adalah sedekah; karena semua ucapan ataupun perbuatan yang mendekatkan kepada Allah -Ta'ālā- adalah sedekah.
2) Ucapan tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir kepada Allah serta zikir-zikir yang semisalnya adalah sedekah, dengannya seorang hamba mendekatkan diri kepada Rabb-nya.
26/1433- Ummul-Mu`minīn Juwairiyah binti Al-Ḥāriṡ -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar dari rumahnya di pagi hari ketika akan mengerjakan salat Subuh sementara dia berada di tempat salatnya, kemudian beliau pulang setelah waktu duha dan dia masih duduk, maka beliau bersabda, "Engkau masih dalam posisi ketika aku meninggalkanmu?" Juwairiyah menjawab, "Ya." Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sungguh aku telah mengucapkan setelah meninggalkanmu empat kalimat sebanyak tiga kali; seandainya ia ditimbang dengan apa yang engkau ucapkan sejak hari ini niscaya akan lebih berat. Yakni: subḥānallāhi wa biḥamdihi 'adada khalqihi, wa riḍa nafsihi, wa zinata 'arsyihi, wa midāda kalimātihi (Mahasuci Allah dan dengan memuji-Nya, sejumlah makhluk-Nya, sebesar keridaan diri-Nya, seberat Arasy-Nya, dan sebanyak tinta tulisan kalimat-kalimat-Nya)." (HR. Muslim)
Dalam riwayat Muslim yang lain, "Subḥānallāhi 'adada khalqihi, subḥānallāhi riḍa nafsihi, subḥānallāhi zinata 'arsyihi, subḥānallāhi midāda kalimātihi (Mahasuci Allah sejumlah makhluk-Nya, Mahasuci Allah sebesar keridaan diri-Nya, Mahasuci Allah seberat Arasy-Nya, Mahasuci Allah sebanyak tinta tulisan kalimat-kalimat-Nya)."
Dalam riwayat Tirmizi disebutkan, "Maukah engkau aku ajari beberapa kalimat yang dapat engkau baca? Subḥānallāhi 'adada khalqihi, subḥānallāhi 'adada khalqihi, subḥānallāhi 'adada khalqihi. Subḥānallāhi riḍa nafsihi, subḥānallāhi riḍa nafsihi, subḥānallāhi riḍa nafsihi. Subḥānallāhi zinata 'arsyihi, subḥānallāhi zinata 'arsyihi, subḥānallāhi zinata 'arsyihi. Subḥānallāhi midāda kalimātihi, subḥānallāhi midāda kalimātihi, subḥānallāhi midāda kalimātihi. (Mahasuci Allah sejumlah makhluk-Nya (tiga kali), Mahasuci Allah sebesar keridaan diri-Nya (tiga kali), Mahasuci Allah seberat Arasy-Nya (tiga kali), Mahasuci Allah sebanyak tinta tulisan kalimat-kalimat-Nya (tiga kali))."
أضْحىٰ (adḥā): masuk waktu duha.
1) Merutinkan zikir-zikir yang diajarkan Nabi dalam kehidupan hamba akan mendatangkan semua keberkahan, sehingga dia mengerjakan amalan yang sedikit tetapi diberikan pahala banyak. Adapun orang yang mengamalkan zikir-zikir yang diada-adakan (bidah), permisalannya seperti orang yang memikul bekal dari batu yang berat dalam perjalanan yang panjang, batu tersebut lantas melelahkannya tetapi tidak memberinya manfaat.
2) Hendaklah seorang suami memotivasi keluarganya untuk mengamalkan zikir-zikir yang diriwayatkan dari Nabi serta mewasiatkan mereka untuk berzikir kepada Allah -Ta'ālā- karena seorang suami adalah pemimpin dalam rumah tangganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
3) Keutamaan zikir yang istimewa ini, karena di dalamnya terkandung penyucian dan pengagungan Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- sejumlah makhluk-Nya, seberat Arasy-Nya, sebesar rida-Nya, dan sebanyak tinta tulisan kalimat-kalimat-Nya.
27/1434- Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, "Perumpamaan orang yang berzikir kepada Tuhannya dengan yang tidak berzikir kepada-Nya seperti perbandingan orang yang hidup dengan yang mati." (HR. Bukhari)
Juga diriwayatkan oleh Muslim, beliau bersabda, "Perumpamaan rumah yang disebut nama Allah di dalamnya dengan rumah yang tidak disebut nama Allah di dalamnya, seperti perbandingan orang yang hidup dengan orang yang mati."
1) Lalai dari berzikir kepada Allah -Ta'ālā- adalah faktor keras dan matinya hati.
2) Zikir adalah sebab adanya kehidupan hati dan ketenteraman jiwa, sedangkan meninggalkan zikir adalah sebab adanya kematian hati dan kesempitan jiwa.
28/1435- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Allah -Ta'ālā- berfirman, 'Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya jika dia mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku pun mengingatnya dalam diri-Ku. Jika dia mengingat-Ku di tengah-tengah kumpulan manusia, Aku pun mengingatnya di tengah-tengah kumpulan makhluk yang lebih baik daripada mereka.'" (Muttafaq 'Alaih)
1) Jika seseorang berzikir kepada Allah di hadapan orang banyak maka itu lebih utama daripada dia berzikir kepada Allah sendirian, kecuali bila dia khawatir akan merasa sumah dan ria.
2) Semakin baik sangka hamba kepada Rabb-nya maka Allah akan membalasnya dengan apa yang menjadi haknya berupa pemuliaan, tetapi bila dia berburuk sangka terhadap Rabb-nya, maka Allah akan membiarkannya pada kesia-siaan dan kerugian. Oleh karena itu, hendaklah seorang hamba berprasangka baik kepada Rabb-nya.
29/1436- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Al-Mufarridūn (orang-orang yang menyendiri dalam ibadah) telah menjadi yang terdepan." Para sahabat bertanya, "Siapakah Al-Mufarridūn itu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Laki-laki dan perempuan yang banyak berzikir kepada Allah." (HR. Muslim)
Kata "المُفَرِّدُونَ" (al-mufarridūn), diriwayatkan dengan mentasydid "rā` (mufarridun) dan juga tanpa ditasydid (mufridun), tetapi yang masyhur adalah yang disebutkan oleh jumhur, yaitu dengan tasydid.
1) Orang yang berzikir kepada Allah -Ta'ālā- lebih terdepan dalam kebaikan daripada yang lain, karena mereka beramal lebih banyak daripada orang lain, sehingga mereka lebih terdepan dalam meraih pahala dan kenikmatan.
2) Dengan zikir, derajat seorang hamba akan naik dan mengalahkan derajat para pelaku ketaatan lainnya.
30/1437- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Zikir yang paling utama adalah Lā ilāha illallāh." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")
1) Kalimat tauhid, kunci pembuka Islam, dan kunci pembuka surga adalah kalimat Lā ilāha illallāh yang merupakan zikir yang paling utama.
2) Menauhidkan Allah -Ta'ālā- tidak bisa ditandingi oleh ibadah apa pun, karena tauhid adalah pokok seluruh persoalan dalam agama ini.
31/1438- Abdullah bin Busr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa seorang laki-laki berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya syariat Islam telah banyak sampai padaku, maka kabarkanlah kepadaku sesuatu yang bisa aku jadikan sebagai pegangan?" Beliau bersabda, "Hendaklah lisanmu senantiasa basah dengan zikir kepada Allah." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")
أَتَشَبَّثُ (atasyabbaṡu): aku berpegang dan bergantung.
1) Yang dimaksud dengan syariat Islam di sini ialah selain yang wajib, karena menunaikan yang wajib adalah suatu keharusan. Adapun syariat yang sunah, jika terasa berat atas seorang hamba, maka zikir dapat mencukupkan dari kekurangan yang terjadi.
2) Zikir kepada Allah -Ta'ālā- dapat melembutkan lisan dan menghidupkan hati, sedangkan membicarakan manusia melalui gibah dan adu domba dapat menjadikan lisan kasar dan mematikan hati.
3) Zikir yang disyariatkan adalah yang diucapkan dengan lisan dan dihayati dalam hati, adapun hanya zikir hati semata maka bukanlah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
32/1439- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Siapa yang mengucapkan 'Subḥānallāh wa biḥamdihi' (Mahasuci Allah dan segala puji milik-Nya), niscaya ditanam untuknya satu pohon kurma di surga." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")
33/1440- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Aku bertemu Nabi Ibrahim pada malam aku diperjalanankan (malam Isra). Lalu ia berkata, 'Wahai Muhammad! Sampaikanlah salam dariku untuk umatmu, dan sampaikan kepada mereka bahwa surga itu tanahnya semerbak, airnya tawar, dan ia adalah tempat yang luas dan rata. Tanamannya adalah: Subḥānallāh, wal-ḥamdulillāh, wa lā ilāha illallāh, wallāhu akbar.'" (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")
قِيْعَانٌ (qī'ān): tanah yang rata dan luas.
1) Zikir kepada Allah -Ta'ālā- adalah penumbuh pepohonan bagi hamba dalam surga. Oleh karena itu, ia bisa memilih; antara memperbanyak pepohonannya atau mempersedikitnya!
2) Keutamaan umat yang tercinta ini, karena Nabi Ibrahim -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyampaikan salam kepada mereka serta memberi pesan supaya mereka menjaga kata-kata yang baik (zikir) karena ia adalah cikal bakal pepohonan surga.
34/1441- Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Maukah kalian aku beritahukan tentang amal kalian yang paling baik dan paling suci di sisi Tuhan kalian, paling tinggi derajatnya untuk kalian, lebih baik bagi kalian daripada menginfakkan emas dan perak, dan lebih baik bagi kalian daripada bertemu dengan musuh lalu kalian menebas batang leher mereka dan mereka pun menebas leher kalian?" Para sahabat menjawab, "Tentu saja." Beliau bersabda, "Berzikir (mengingat) kepada Allah -Ta'ālā-." (HR. Tirmizi. Al-Ḥākim Abu Abdillah berkata, "Sanadnya sahih")
أُنَبِّئُكُمْ (unabbi`ukum): aku mengabarkan dan memberitahukan kalian; an-naba` adalah berita yang penting.
1) Amalan yang paling utama ialah zikir yang dihayati hamba dengan hati dan lisannya, lalu berpengaruh terhadap rasa takut dan pengagungan hamba kepada-Nya, bahkan ia lebih utama dari orang yang berinfak dengan harta dan berperang di jalan Allah -Ta'ālā-.
2) Sebenarnya semua amalan yang disyariatkan bertujuan untuk menegakkan zikir kepada Allah -Ta'ālā-, sehingga zikir adalah puncak dari semua yang diperintahkan dan akhir dari apa yang diinginkan.
35/1442- Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa ia bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- masuk ke tempat seorang wanita dan di hadapannya ada beberapa biji atau beberapa kerikil yang digunakan untuk menghitung tasbihnya. Beliau pun bersabda, "Aku kabarkan kepadamu apa yang lebih mudah -atau lebih utama- untukmu daripada ini?" Selanjutnya beliau bersabda, "(Yaitu zikir): subḥānallāh 'adada mā khalaqa fis-samā` (Mahasuci Allah sebanyak makhluk yang diciptakan-Nya di langit), subḥānallāh 'adada mā khalaqa fil-arḍ (Mahasuci Allah sebanyak makhluk yang diciptakan-Nya di bumi), subḥānallāh 'adada mā baina żālik (Mahasuci Allah sebanyak makhluk yang ada di antara langit dan bumi), subḥānallāh 'adada mā huwa khāliq (Mahasuci Allah sebanyak ciptaan-Nya yang Dia menjadi Penciptanya), Allāhu akbar (Allah Mahabesar) seperti itu, al-ḥamdulillāh (segala puji hanya bagi Allah) seperti itu, lā ilāha illallāh (tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah) seperti itu, dan lā ḥaula walā quwwata illā billāh (tiada daya serta tiada kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah) seperti itu pula." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [2].
1) Mengikuti petunjuk Nabi dalam kaifiat zikir lebih ringan bebannya dan lebih utama pahalanya.
2) Semua kebaikan yang diperoleh hamba tergantung pada mengikuti Sunnah yang sahih dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
Makna hadis ini telah dibawakan sebelumnya dalam kisah Ummul-Mu`minīn Juwairiyah (no. 1433) tanpa menyebutkan bertasbih menggunakan kerikil, dan itulah riwayat yang sahih untuk hadis ini. Adapun riwayat yang menyebutkan bertasbih menggunakan kerikil, maka sanadnya daif, tidak bisa menjadi dasar untuk menetapkan hukum syariat. Lagi pula cara berzikir dengan menggunakan kerikil ini, atau yang disebut hari ini dengan tasbih, bukanlah petunjuk yang dianjurkan, karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah menganjurkan umat kepadanya. Maka siapa saja yang ingin bersungguh-sungguh menerapkan Sunnah dan berharap mengikuti Nabi panutan -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, hendaklah dia menghitung zikirnya menggunakan tangan kanannya karena ruas jari akan berbicara dan diminta berbicara sebagai saksi zikirnya, sebagaimana hal itu telah sahih dalam Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
36/1443- Abu Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku, "Tidakkah aku kabarkan kepadamu satu di antara perbendaharaan surga?" Aku menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah!" Beliau bersabda, "Yaitu (ucapan): lā ḥaula walā quwwata illā billāh." (Muttafaq 'Alaih)
1) Ucapan lā ḥaula walā quwwata illā billāh (tidak ada upaya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah) adalah kalimat berlepas diri dan permohonan pertolongan, karena di dalamnya terkandung ungkapan berlepas diri dari ketidakmampuan dan kelemahan hamba serta memohon pertolongan dan berserah diri kepada Allah -'Azza wa Jalla-.
2) Keutamaan yang khusus untuk zikir ini, karena ia merupakan perbendaharaan di bawah Arasy. Ia dikhususkan dengan hal itu karena di dalamnya terkandung sikap menampakkan kelemahan makhluk kepada Tuhannya, bahwa dia tidak kuasa melakukan sesuatu seperti berpindah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain, kecuali bila dia memohon pertolongan kepada Rabb-nya."