Terjemahan yang Berlaku English عربي
en

244. Chapter on the Virtue of Remembrance and Encouraging it

244- BAB KEUTAMAAN ZIKIR DAN MOTIVASI MELAKUKANNYA

en

Allah Almighty says: {Indeed, the remembrance of Allah is of greater merit} [Surat al-‘Ankabūt: 45] And He says: {Therefore remember Me; I will remember you} [Surat al-Baqarah: 152] And He says: {And remember your Lord within yourself with humility and fear, without raising your voice, in the morning and evening, and do not be of those who are heedless.} [Surat al-A‘rāf: 205] And He says: {And remember Allah much so that you may be successful.} [Surat al-Jumu‘ah: 10] And He says: {Muslim men and women...} until the part where Allah says: {and men and women who remember Allah much – Allah has prepared for them forgiveness and a great reward.} [Surat al-Ahzāb: 35] And He says: {O you who believe, remember Allah much. And glorify Him morning and evening.} [Surat al-Ahzāb: 41-42] There are many other well-known verses in this regard.

Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan (ketahuilah), mengingat Allah itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain)." (QS. Al-'Ankabūt: 45) Dia juga berfirman, "Maka ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku akan ingat kepadamu." (QS. Al-Baqarah: 152) Dia juga berfirman, "Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah." (QS. Al-A'rāf: 205) Dia juga berfirman, "Dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kalian beruntung." (QS. Al-Jumu'ah: 10) Dia juga berfirman, "Sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim ... " Hingga firman-Nya, "... dan laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar." (QS. Al-Aḥzāb: 35) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Hai orang-orang yang beriman! Berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang." (QS. Al-Aḥzāb: 41-42) Ayat-ayat tentang bab ini juga sangat banyak dan populer.

en

Benefit:

Faedah:

en

Remembering Allah Almighty is done by the heart, tongue, and body parts and senses.

Berzikir kepada Allah -Ta'ālā- dilakukan dengan hati, lisan, dan anggota badan.

en

- Remembering Allah by the heart is done by worshipful contemplation which generates heedfulness of Allah and awe of Him.

- Berzikir kepada Allah dengan hati: yaitu ibadah tafakur yang akan memberikan hamba rasa ingat dan takut kepada Allah.

en

- Remembering Allah by the tongue comprises all sayings that draws the sayer close to Allah Almighty, like saying Tahlīl, Tasbīh, and Takbīr, reciting the Qur’an, enjoining what is good and forbidding what is evil, reading and spreading knowledge, and the like.

- Berzikir kepada Allah dengan lisan: mencakup semua ucapan yang mendekatkan kepada Allah -'Azza wa Jalla- berupa tahlil, tasbih, takbir, membaca Al-Qur`ān, mengajak kepada kebaikan, melarang kemungkaran, membaca dan menyebarkan ilmu, dan lain sebagainya.

en

- Remembering Allah by the body parts and senses includes all actions that draw one close to Allah Almighty, like prayer, fulfilling people’s needs, and the like.

- Berzikir kepada Allah dengan anggota badan: mencakup semua perbuatan yang mendekatkan kepada Allah -Ta'ālā- seperti salat, membantu kebutuhan manusia, dan lain sebagainya.

en

This is what is meant by Dhikr (remembrance) in its comprehensive meaning under the Shariah, but when it is referred to by people customarily, then here it is confined to remembering Allah Almighty through Tasbīh, Tahmīd, and Takbīr, which is the remembrance of the tongue.

Ini adalah makna zikir menurut istilah yang luas. Namun kata zikir bila disebutkan dalam konteks kebiasaan dan budaya umat, maka maksudnya ialah berzikir kepada Allah -Ta'ālā- dengan membaca tasbih, tahmid, takbir, dan bacaan-bacaan zikir lainnya. Sehingga maksudnya ialah zikir dengan lisan secara khusus.

en

Guidance from the verses:

Pelajaran dari Ayat:

en

1) The verses encourage taking good advantage of the early and late hours of the day in remembering Allah Almighty, since doing this results in success, reward, safety from heedlessness, bringing about Allah Almighty’s love for the slave, and being remembered by Allah Almighty in the highest assembly of angels.

1) Anjuran untuk memanfaatkan waktu ketika pagi dan sore dengan zikir kepada Allah -Ta'ālā- karena zikir akan mendatangkan keberuntungan, pahala, dan keselamatan dari sifat lalai, mendatangkan cinta Allah -Ta'ālā- bagi hamba, dan Allah -Ta'ālā- akan memuji hamba-Nya yang berzikir di hadapan para malaikat mulia yang ada di sisi-Nya.

en

2) The best type of remembrance is that which is done by both the heart and tongue, and which inspires awe and increases faith.

2) Zikir yang paling utama adalah yang menggabungkan hati dengan lisan serta melahirkan rasa takut dan penambahan iman bagi hamba.

en

1408/1- Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Two words that are light for the tongue to utter, heavy in the scale (of deeds), and dear to the Most Merciful: Subhān Allah wa bihamdih, Subhān Allah al-‘Azhīm (Glory be to Allah and His is the praise, Glory be to Allah the Great.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

1/1408- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ada dua kalimat, ringan di lidah namun berat dalam timbangan dan dicintai oleh Allah yang Maha Penyayang, yakni Subḥānallāh wa biḥamdih, Subḥānallāhil-'Aẓīm." (Muttafaq 'Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Those two words are among the reasons through which one gains the love of Allah Almighty, and among the reasons his scale of good deeds outweigh that of his bad deeds on the Day of Reckoning.

1) Dua kalimat ini termasuk penyebab timbulnya kecintaan Allah kepada hamba dan penyebab beratnya timbangan amalannya pada hari penghisaban amalan.

en

2) The successful slave of Allah is the one who takes advantage of simple deeds to earn thereby great rewards.

2) Orang yang mendapat taufik di antara hamba Allah adalah orang yang memanfaatkan amal yang sedikit untuk meraih pahala yang besar.

en

Benefit:

Faedah Tambahan:

en

Subhān Allah wa bihamdih: means I hold Allah Almighty Exalted above any fault and imperfection, along with praising Him with such praise that denotes His perfection and complete wisdom.

Makna "Subḥānallāh wa biḥamdih": aku menyucikan Allah -Ta'ālā- dari semua aib dan kekurangan, dengan menyertai tasbih bersama pujian yang menunjukkan kesempurnaan Allah -Ta'ālā- dan keutuhan hikmah-Nya.

en

Subhān Allah al-‘Azhīm: means glorifying Allah Almighty, the Owner of greatness, might, and glory. He is Great in His Essence and Great in His Attributes.

Sedangkan makna "Subḥānallāhil-'Aẓīm": menyucikan Allah yang memiliki keagungan, keperkasaan, dan kemuliaan, Dialah Allah Yang Mahaagung pada zat-Nya dan Mahaagung pada sifat-Nya.

en

1409/2- Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) also reported that Allah’s Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Saying: Subhān Allah (Exalted be Allah), Al-Hamdulillah (Praise be to Allah), Lā ilāha illa Allah (There is no god except Allah), and Allahu Akbar (Allah is Most Great) is dearer to me than everything upon which the sun rises.” [Narrated by Muslim]

2/1409- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sungguh bila aku mengucapkan, 'Subḥānallāh wal-ḥamdulillāh wa lā ilāha illallāh wallāhu akbar (Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada sesembahan yang hak selain Allah, dan Allah Mahabesar), itu lebih aku cintai dari segala yang disinari matahari (dunia beserta isinya)." (HR. Muslim)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Those four words of remembrance of Allah Almighty are dearer to Allah’s Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) than the whole world, and this indicates the great status of these words in the sight of Allah Almighty.

1) Empat kalimat zikir kepada Allah -Ta'ālā- tersebut lebih dicintai oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- daripada dunia seluruhnya. Ini menjadi dalil tentang agungnya keempat kalimat ini di sisi Allah -Ta'ālā-.

en

2) The devil deceives the believer, disheartens and discourages him from engaging in remembering Allah and receiving the good reward for it; otherwise, how could one be heedless of something that is better than the world and all that is in it?

2) Setan memperdaya manusia dan membuatnya malas serta merasa berat dari berbuat kebaikan dan berzikir; jika tidak demikian, maka tidak akan ada hamba yang lalai dari sesuatu yang lebih baik dari dunia dan seisinya!

en

3) These words are the enduring good deeds that are referred to in Allah’s statement: {But the lasting righteous deeds are better with your Lord in reward and better in hope.} [Surat al-Kahf: 46]

3) Kalimat-kalimat ini termasuk al-bāqiyāt aṣ-ṣāliḥāt (amal kebaikan yang kekal) yang disebutkan dalam firman Allah -Ta'ālā-, "Tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan." (QS. Al-Kahfi: 46)

en

1410/3- He also reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Whoever says a hundred times in a day these words: ‘Lā ilaha illa-Allah wahdahu lā sharīka lah, lahul-mulku wa lahul-hamdu, wa Huwa ‘ala kulli shay’in Qadīr’ (There is no god except Allah. He is One and He has no partner with Him; His is the sovereignty and His is the praise, and He is Omnipotent over all things), he will have a reward equivalent to that of emancipating ten slaves, a hundred good deeds will be added to his record, a hundred of his sins will be erased, and he will be shielded against the devil on that day till the evening; and no one will exceed him in doing good deeds except someone who said these words more frequently than him.” He also said: “Whoever says a hundred times in a day: ‘Subhān-Allah wa bihamdih (Glory be to Allah and His is the praise),’ his sins will be erased even if they were as abundant as sea foam.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

3/1410- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang membaca, 'Lā ilāha illallāhu waḥdahu lā syarīka lah, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu wa huwa 'alā kulli syai'in qadīr' seratus kali dalam sehari, maka baginya setara memerdekakan sepuluh budak, dituliskan untuknya seratus kebaikan, dihapuskan darinya seratus keburukan, dan menjadi perisainya dari setan pada hari itu hingga dia memasuki sore, dan tidak akan ada seorang pun yang meraih sesuatu yang lebih afdal dari yang dia raih kecuali seseorang yang mengerjakan (zikir itu) lebih banyak dari dirinya." Beliau juga bersabda, "Siapa yang membaca, 'Subḥānallāhi wa biḥamdih' seratus kali dalam sehari, maka digugurkan semua kesalahannya, walaupun sebanyak buih laut." (Muttafaq 'Alaih)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

زبَدِ البَحْرِ (zabad al-baḥr): buih laut.

en

--

عَدْلَ عَشرْ رِقَابٍ ('adla 'asyri riqāb): setara dengan pahala memerdekakan sepuluh budak.

en

--

حِرْزًا (ḥirzan): sebagai benteng, pelindung.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Demonstrating the great virtue of reciting the reported Dhikr as it is an acknowledgment of Allah’s divinity and affirmation of His oneness.

1) Mengagungkan nilai lima fadilah tersebut bagi siapa saja yang mengucapkan zikir yang disebutkan, karena maknanya ialah menauhidkan Allah -Ta'ālā-.

en

2) Remembering Allah Almighty by reciting Tahlīl (saying lā ilāha illa Allah) is a reason for being protected from the devil’s access points.

2) Berzikir kepada Allah -Ta'ālā- dengan tahlil adalah sebab terlindunginya manusia dari pintu masuk setan.

en

3) Saying ‘Subhān Allah wa bihamdih (Glory be to Allah and His is the praise) one hundred times is a reason for having all sins to be forgiven, no matter how abundant they are.

3) Zikir "Subḥānallahi wa biḥamdih" sebanyak seratus kali adalah sebab pengampunan seluruh dosa walaupun dosa besar!

en

4) The Hadīth encourages Muslims to compete in doing good and race with one another in performing acts of obedience.

4) Motivasi untuk berlomba dan bersegera dalam kebaikan dan ketaatan.

en

1411/4- Abu Ayyūb al-Ansāri (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Whoever says ten times: Lā ilaha illa Allah wahdahu lā sharīka lah, lahul-mulku wa lahul-hamdu, wa Huwa ‘ala kulli shay’in Qadīr (There is no god except Allah alone, Who has no partner, to Him belongs the sovereignty, to Him belongs the praise, and He is Omnipotent over all things), it will be as though he emancipated four from the offspring of Ismā‘īl (Ishmael).” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

4/1414- Abu Ayyūb Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Siapa yang mengucapkan, 'Lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu, wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr' (Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian, dan Dialah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu) sebanyak sepuluh kali, maka dia seperti orang yang telah memerdekakan empat jiwa dari anak keturunan Ismail." (Muttafaq 'Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Saying Tahlīl (as mentioned in the Hadīth) ten times is equal in terms of reward to emancipating four from the people with the most honorable lineage, namely the offspring of Ishmael.

1) Membaca tahlil kepada Allah -Ta'ālā- sebanyak sepuluh kali pahalanya setara dengan pahala orang yang memerdekakan empat orang budak yang berasal dari nasab manusia yang paling mulia, yaitu anak keturunan Ismail.

en

2) Demonstrating the virtue of the Dhikr mentioned in the Hadīth, and that the successful is the one who is helped by Allah Almighty to say it regularly.

2) Menjelaskan keutamaan zikir ini, dan orang yang mendapatkan taufik adalah orang yang dibantu oleh Allah -Ta'ālā- untuk menjaganya.

en

1412/5- Abu Dharr (may Allah be pleased with him) reported: “The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said to me: ‘Shall I inform you of the most beloved words to Allah? They are: Subhān-Allah wa bihamdih (Glory belongs to Allah and praise is due to Him).’” [Narrated by Muslim]

5/1412- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Maukah aku beritahukan kepadamu tentang ucapan yang paling dicintai Allah? Sesungguhnya ucapan yang paling dicintai Allah adalah Subḥānallāhi wa biḥamdih." (HR. Muslim)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Glorifying Allah Almighty and praising Him is among the dearest speech to Allah Almighty as it implies exaltation of the Lord and extolling Him.

1) Tasbih dan tahmid adalah ucapan yang paling dicintai oleh Allah -Ta'ālā- karena di dalamnya terkandung pengagungan dan pujian kepada-Nya.

en

2) Tawhīd (declaration of Allah’s oneness) is one of the greatest deeds whereby the slaves draw near to their Lord, Exalted be He. So, where is the call to Tawhīd, O Muslim callers?!

2) Tauhid adalah ibadah paling agung untuk mendekatkan diri kepada Allah. Lalu di manakah dakwah tauhid itu, wahai para dai Islam?!

en

1413/6- Abu Mālik al-Ash‘ari (may Allah be pleased with him) reported that Allah’s Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Purification is half of faith, and saying Alhamdulillah (praise be to Allah) fills the scale, and saying Subhānallah and Alhamdulillah (Exalted is Allah and praise be to Allah) fills what is between the heavens and earth.” [Narrated by Muslim]

6/1413- Abu Mālik Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Bersuci itu setengah dari iman, ucapan alḥamdulillāh memenuhi timbangan, ucapan subḥānallāh wal-ḥamdulillāh keduanya memenuhi -atau memenuhi- antara langit dan bumi." (HR. Muslim)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Praising Allah Almighty is of the greatest types of remembrance to the point that its virtue will fill the scale on the Day of Recompense due to the huge reward assigned to praising Allah.

1) Memuji Allah -Ta'ālā- termasuk zikir yang paling agung, bahkan keutamaan tahmid memenuhi timbangan amalan pada hari pembalasan kelak karena besarnya pahalanya.

en

2) The virtue of glorifying Allah paired with praising Him fills what is between the heavens and earth.

2) Keutamaan bertasbih kepada Allah -Ta'ālā- yang disertai dengan pujian, yaitu pahalanya memenuhi langit dan bumi.

en

1414/7- Sa‘d ibn Abi Waqqās (may Allah be pleased with him) reported: “A Bedouin man came to Allah’s Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) and said to him: ‘Teach me some words to say.’ He said: ‘Say: La ilāha illa Allah wahdahu lā sharīka lah; Allahu Akbar kabīra, wal-hamdu lillahi kathīra, wa subhān-Allahi Rabbil-‘ālamīn, wa lā hawla wa lā quwwata illā billahil-‘Azīzil-Hakīm (There is no god except Allah, the One, and He has no partner; Allah is Most Great and greatness is for Him. Abundant praise is due to Him. Glory be to Allah, the Lord of the worlds. There is no might nor power save with Allah, the All-Powerful, the All-Wise).’ The Bedouin said: ‘These are for my Lord; what is for me?’ Thereupon, he (the Messenger of Allah) said: ‘Say: Allahumm ighfir li, warhamni, wahdini, warzuqni (O Allah, forgive me, have mercy upon me, guide me, and give me provision).’” [Narrated by Muslim]

7/1414- Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Seorang badui datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- seraya berkata, "Ajarkanlah kepadaku satu ucapan yang akan selalu aku baca." Beliau bersabda, "Ucapkanlah, 'Lā ilāha illallāhu waḥdahu lā syarīka lah, Allāhu Akbar kabīran, wal-ḥamdu lillāhi kaṡīran, wa subḥānallāhi rabbil-'ālamīn, wa lā ḥaula wa lā quwwata illā billāhil-'azīzil-ḥakīm' (Tidak ada sesembahan yang hak selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah Mahabesar dengan segala kebesaran-Nya, segala puji yang banyak milik Allah, Mahasuci Allah Rabb alam semesta, dan tidak ada daya serta kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana)." Dia berkata, "Itu semua untuk Rabb-ku. Lantas apa untukku?" Beliau bersabda, "Ucapkanlah, 'Allāhumma-gfir lī wa-rḥamnī wa-hdinī wa-rzuqnī' (Ya Allah! Ampunilah aku, rahmatilah aku, berilah aku petunjuk, dan berilah aku rezeki)." (HR. Muslim)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Praising Allah Almighty through reciting Tahlīl, Takbīr, Tahmīd and Tasbīh are of the best words one may say and fill his time with.

1) Memuji Allah dengan tahlil, takbir, tahmid, dan tasbih termasuk ucapan paling agung yang diucapkan oleh hamba dan yang digunakan untuk mengisi waktunya.

en

2) The gracefulness of what the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) taught the Bedouin, as he taught him what he should say to Allah Almighty and what he should say to attain what is good for himself.

2) Indahnya pengajaran Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu beliau mengajarkan orang badui itu apa yang harus dia ucapkan untuk Allah -Ta'ālā- dan apa yang harus ia ucapkan untuk dirinya sendiri berupa doa kebaikan.

en

3) Pointing out the etiquette to be observed when supplicating Allah Almighty, as the supplicant should start by praising Allah then ask Allah for whatever he wishes.

3) Menjelaskan adab dalam berdoa, yaitu agar orang yang berdoa menghaturkan pujian kepada Allah -Ta'ālā- terlebih dahulu kemudian berdoa untuk dirinya dengan doa apa saja yang dia kehendaki.

en

1415/8- Thawbān (may Allah be pleased with him) reported: “The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) used to seek Allah’s forgiveness thrice after finishing the prayer then say: ‘Allahumma anta as-salām wa minka as-salām tabārakta ya Dhal-Jalāli wal-Ikrām (O Allah, You are Salām and from You is Salām. Blessed are You, Owner of Majesty and Honor).’” It was said to Al-Awzā‘i, who is one of the sub-narrators of this Hadīth: “How should we seek forgiveness?” He said: “Say: Astaghfirullah, Astaghfirullah (I seek Allah’s forgiveness, I seek Allah’s forgiveness).” [Narrated by Muslim]

8/1415- Ṡaubān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Bila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersalam dari salatnya, beliau beristigfar tiga kali dan membaca, Allāhumma Antas-Salām, wa minkas-Salām, Tabārakta yā Żal-Jalāli wal-Ikrām' (Ya Allah! Engkaulah As-Salām dan dari-Mu keselamatan. Mahatinggi Engkau, wahai Zat Pemilik kebesaran dan keagungan)." Al-Auzā'iy -salah seorang perawi hadis ini- kemudian ditanya, "Bagaimana cara istigfar itu?" Dia menjawab, "Engkau mengucapkan, 'Astagfirullāh, astagfirullāh.'" (HR. Muslim)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Seeking forgiveness after finishing the prayer suits the purpose of asking Allah to pardon whatever shortcomings, negligence, or deficiency that might have occurred in the prayer.

1) Munasabah adanya istigfar setelah salat ialah untuk meminta ampun dari adanya kekurangan dan kelalaian yang mungkin terjadi dalam salat.

en

2) Imploring Allah Almighty through His Name As-Salām (the Perfection) is meant for asking Allah Almighty to make the prayer free of any faults so that it expiates the worshiper’s sins and raises him in rank.

2) Bertawasul kepada Allah dengan nama As-Salām bermakna: agar Engkau menyelamatkan salatku supaya menjadi penggugur dosa-dosa dan pengangkat derajat.

en

3) The manner of seeking forgiveness upon ending the prayer is for the worshiper to say: “Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah.” This is the guidance of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) in this regard. Thus, a Muslim should not be deceived by what people do in some mosques, like making additions to this formula, along with engaging in collective Istighfār, for all this is against the prophetic Sunnah.

3) Kaifiat istigfar setelah bersalam dari salat ialah dengan mengucapkan, "Astagfirullāh, astagfirullāh, astagfirullāh." Seperti inilah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Seorang muslim tidak boleh tergiur dengan apa yang ia lihat di sebagian masjid berupa adanya penambahan-penambahan pada redaksi istigfar di samping pelafalan istigfar secara berjemaah, karena ini menyelisihi Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

1416/9- Al-Mughīrah ibn Shu‘bah (may Allah be pleased with him) reported that when the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) ended his prayer he would say: “Lā ilāha illa Allah wahdahu lā sharīka lah lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli shay’in qadīr. Allahumma lā mani‘a lima a‘tayta wa lā mu‘tiya lima mana‘ta wa lā yanfa‘u dhal jaddi minka al-jadd (There is no god except Allah alone, He has no partners. For Him is the Kingdom and for Him is the praise, and He is Omnipotent over all things. O Allah! There is none who can withhold what You give, and none can give what You withhold, and no one’s riches can benefit them against You).” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

9/1416- Al-Mugīrah bin Syu'bah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah selesai dari salat dan bersalam, beliau membaca, "Lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu, wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr. Allāhumma lā māni'a limā a'ṭaita, wa lā mu'ṭiya limā mana'ta, wa lā yanfa'u żal-jaddi minkal-jaddu (artinya: Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Hanya milik-Nya semua kerajaan dan hanya bagi-Nya semua pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Ya Allah! Tidak ada yang mampu menghalangi apa yang Engkau beri dan tidak ada yang dapat memberi siapa yang Engkau halangi. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya -selain iman dan amal salehnya-, hanya dari-Mu kekayaan dan kemuliaan bersumber)." (Muttafaq 'Alaih)

en

1417/10- ‘Abdullah ibn al-Zubayr (may Allah be pleased with him and his father) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) used to say at the end of the prayer after making Taslīm: “Lā ilāha illa Allah wahdahu lā sharīka lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli shay’in qadīr. La hawla wala quwwata illa billah, lā ilāha illa Allah wa lā na‘budu illa iyyāh, lahu an-ni‘mah wa lahu al-fadlu wa lahu ath-thanā’ul-hasan. Lā ilāha illa Allah mukhlisīna lahud-dīna wa law karih-al-kāfirūn (There is no god except Allah alone, He has no partners. For Him is the Kingdom and for Him is the praise. He is Omnipotent over all things. There is neither might nor power except with Allah. There is no god but Allah, and we worship none but Him. To Him belong blessings and to Him belongs favor and to Him is due good praise. There is no god but Allah, we are sincere to Him in religion, although the disbelievers may dislike it).” Ibn Al-Zubayr said: “The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) used to say them out loud after every obligatory prayer.” [Narrated by Muslim]

10/1417- Abdullah bin Az-Zubair -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa dia dahulu biasa membaca di akhir setiap salat setelah salam, "Lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu, wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr. Lā ḥaula wa lā quwwata illā billāh, lā ilāha illallāh, wa lā na'budu illā iyyāhu, lahun-ni'mah, wa lahul-faḍl, wa lahuṡ-ṡanā`ul-ḥasan. Lā ilāha illallāh mukhliṣīna lahud-dīn wa law karihal-kāfirūn (Artinya: Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Hanya milik-Nya semua kerajaan dan hanya bagi-Nya semua pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada upaya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Kita tidak beribadah kecuali hanya kepada-Nya. Hanya milik-Nya semua nikmat, hanya milik-Nya semua kebaikan, dan hanya milik-Nya semua pujian yang baik. Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dengan memurnikan ibadah seluruhnya hanya kepada-Nya, walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya)". Ibnu Az-Zubair berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa berzikir denganya setiap selesai salat fardu." (HR. Muslim)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

دُبُرَ كلِّ صَلَاةٍ (dubura kulli ṣalah): setiap setelah salat.

en

--

ذا الجَدِّ منكَ الجَدُّ: Al-Jadd ialah bagian dari (kenikmatan) dunia berupa harta, kedudukan, ataupun anak. Maksudnya, bahwa kedudukan si pemilik kekayaan dan kemuliaan tidak akan berguna baginya, karena Engkau, wahai Rabb kami, Engkaulah sesungguhnya yang memberi segala karunia, dan tidak ada yang perlu diharapkan pada selain-Mu.

en

Guidance from the Hadīths:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Dhikr (remembering Allah) after prayer implies affirmation of Allah’s oneness, praising Him, and delegating all affairs to Him, Exalted and Glorified be He.

1) Zikir setelah salat mengandung pengikraran tauhid dan pujian kepada Allah -Ta'ālā-, serta penyerahan seluruh urusan hanya kepada-Nya.

en

2) Knowing that Allah is the One Who gives and withholds makes one enjoy peace of mind and never pin his hopes upon anyone other than Allah Almighty.

2) Kesadaran hamba bahwa yang memberi karunia dan yang menghalanginya adalah Allah -Ta'ālā- akan menjadikan hatinya tenang sehingga dia tidak menggantungkan harapannya kecuali kepada Allah -Ta'ālā-.

en

3) Adhering to this Dhikr after prayers is the guidance of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him), so Muslims should not neglect it by engaging in worldly speech right after finishing the prayer.

3) Melazimkan zikir ini di setiap selesai salat fardu adalah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sehingga tidak patut dilalaikan dan tidak patut juga membicarakan urusan dunia langsung setelah salat.

en

1418/11- Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the poor among the Muhājirūn came to the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) and said: “The wealthy have obtained the high ranks and the everlasting bliss. They offer prayer as we do and observe fasting as we do, but they have surplus wealth thereby they perform Hajj and ‘Umrah, make Jihād and give in charity. He (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: ‘Shall I teach you something whereby you will catch up with those who have preceded you and will get ahead of those who succeed you, and no one will surpass you unless he does the same as you do?’ They said: ‘Surely, O Messenger of Allah.’ He said: ‘Say: Subhān Allah, Al-hamdulillah, and Allahu Akbar thirty-three times after every prayer.’” The sub-narrator Abu Sālih, quoting Abu Hurayrah when he was asked about how to say them, said: “He says: ‘Subhān Allah wal-hamdulillah wallahu Akbar’ thirty-three times.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

11/1418- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin datang menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, mereka berkata, "Orang-orang yang kaya telah mendahului kami (dalam kebaikan) dengan berbagai kedudukan tinggi dan nikmat abadi. Mereka bisa mengerjakan salat seperti kami mengerjakannya dan mereka bisa berpuasa seperti kami berpuasa. Tetapi mereka memiliki kelebihan harta; mereka berhaji, berumrah, berjihad, dan bersedekah." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Maukah kalian aku ajarkan sesuatu, dengannya kalian akan mengejar orang-orang yang telah mendahului kalian serta dengannya kalian mendahului orang-orang yang datang setelah kalian, dan tidak ada seorang pun yang lebih utama dari kalian kecuali yang mengerjakan seperti yang kalian kerjakan?" Mereka menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Kalian bertasbih, bertahmid, dan bertakbir setiap selesai salat masing-masing 33 kali." Abu Ṣāliḥ -perawi dari Abu Hurairah- berkata ketika ditanya tentang kaifiat membacanya, "Dia mengucapkan, 'Subḥānallāh, wal-ḥamdulillāh, wallāhu akbar' sampai semuanya 33 kali." (Muttafaq 'Alaih)

en

The version narrated by Muslim has the following addition: “The poor among the Muhājirūn returned to the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) and said: ‘Our wealthy brothers heard about what we did and they did the same.’ Thereupon, he said: ‘That is the favor of Allah; He bestows it upon whom He wills.’”

Ditambahkan dalam riwayat Muslim: Kemudian orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin itu datang lagi kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, mereka berkata, "Saudara-saudara kami yang kaya telah mendengar apa yang kami kerjakan, lalu mereka mengerjakan seperti yang kami kerjakan!" Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Yang demikian itu adalah karunia yang Allah berikan kepada siapa yang Dia kehendaki."

en

--

الدُّثُوْرُ (ad-duṡūr): bentuk jamak dari "دَثْرٌ" (daṡr), dengan memfatahkan "dāl", dan mensukunkan "ṡā`", yaitu harta yang banyak.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Combining Tasbīh, Tahmīd, and Takbīr in one statement that is repeated thirty-three times after the prayer is one of the versions of Dhikr reported from the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him).

1) Menggabungkan tasbih, tahmid, dan takbir menjadi satu rangkai kalimat yang diulang sebanyak 33 kali setelah salat adalah salah satu variasi redaksi yang datang dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

2) The virtuousness of the community of the Companions is highlighted in their race in doing good and their strive to overcome one another in doing what draws them closer to Allah Almighty, the poor and the rich among them alike.

2) Keutamaan masyarakat sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam hal berlomba-lomba kepada kebaikan dan ketaatan, baik mereka yang kaya maupun yang miskin.

en

3) The Hadīth points out the patience, forbearance and mercifulness with which the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) used to respond to the Companions’ questions about issues related to religious knowledge.

3) Menampakkan kelapangan dada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta kasih sayang beliau kepada para sahabat dalam hal konsultasi mereka pada perkara-perkara ilmiah.

en

1419/12- Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) also reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Whoever says immediately after each prayer: Subhānallah (Exalted is Allah) thirty-three times, Alhamdulillah (praise be to Allah) thirty-three times, and Allahu Akbar (Allah is the Most Great) thirty-three times; these are ninety-nine, and completes one hundred by saying: Lā ilāha illa Allah, wahdahu lā sharīka lah, lahul-mulku wa lahul-hamdu, wa huwa ‘ala kulli shay’in Qadīr (there is no god except Allah. He is One and has no partner with Him. To Him belongs sovereignty and to Him belongs praise, and He is over everything Omnipotent), his sins will be forgiven even if they are as abundant as the foam of the sea.” [Narrated by Muslim]

12/1419- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Siapa yang bertasbih (membaca subḥānallāh) sebanyak 33 kali, bertahmid (membaca al-ḥamdulillāh) sebanyak 33 kali, dan bertakbir (membaca Allāhu akbar) sebanyak 33 kali setiap selesai salat, lalu menggenapkannya 100 dengan mengucapkan 'Lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr (Tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, semua kerajaan dan segala pujian hanya milik-Nya, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu)', maka akan diampuni dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di lautan." (HR. Muslim)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) One of the reported versions of Dhikr to be recited after each obligatory prayer is to say Tasbīh thirty-three times, Tahmīd thirty-three times, Takbīr thirty-three times, and to say Tahlīl once to complete one hundred.

1) Di antara redaksi zikir yang disunahkan setelah salat fardu yaitu bertasbih 33 kali, bertahmid 33 kali, bertakbir 33 kali, kemudian disempurnakan menjadi 100 dengan bertahlil satu kali.

en

2) It is recommended to recite the reported Dhikr while counting its number with the right hand, since this is the guidance of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) in this regard. It is authentically reported that: “He used to count Tasbīh on his right hand.” [Narrated by Abu Dāwūd]

2) Anjuran menghitung zikir tersebut dengan menggunakan tangan kanan sebagaimana hal itu diriwayatkan secara sahih dari petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Sungguh dahulu beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menghitung tasbih dengan tangan kanannya." (HR. Abu Daud)

en

1420/13- Ka‘b ibn ‘Ujrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “There are certain things, the sayer of which – or the performer of which – after every prescribed prayer will never be disappointed: Tasbīh thirty-three times, Tahmīd thirty-three times, and Takbīr thirty-four times.” [Narrated by Muslim]

13/1420- Ka'ab bin 'Ujrah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Ada beberapa zikir pengiring, tidak akan rugi orang yang mengucapkannya -atau melakukannya- setiap setelah salat wajib, yaitu bertasbih sebanyak 33 kali, bertahmid sebanyak 33 kali, dan bertakbir sebanyak 34 kali." (HR. Muslim)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

مُعَقِّبَاتٌ (mu'aqqibāt): amalan yang dikerjakan setelah salat.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

The Dhikr mentioned in the Hadīth is one of the reported versions of Dhikr to be recited after obligatory prayers.

1) Zikir yang disebutkan dalam hadis ini adalah salah satu jenis zikir yang terdapat di dalam zikir-zikir setelah salat.

en

Tasbīh, Tahmīd, and Takbīr are the enduring good deeds; whoever says them is promised good.

2) Tasbih, tahmid, dan tahmid termasuk al-bāqiyāt aṣ-ṣāliḥāt (amal kebaikan yang kekal) dan orang yang mengucapkannya dijanjikan kebaikan.

en

Benefit:

Faedah Tambahan:

en

The variation in the versions of Dhikr to be recited after the obligatory prayers reflects the vast mercy of Allah Almighty towards His slaves and how He spares them hardship. The fortunate person is the one who recites all the reported versions alternately in order to be perfectly complying with the guidance of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) in this regard. He should memorize all these versions and observe as much devotion and attentiveness as he offers acts of worship.

Adanya variasi redaksi zikir-zikir setelah salat fardu termasuk wujud keluasan rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya dan bentuk menghilangkan kesulitan dari mereka. Hamba yang diberikan taufik adalah yang mengamalkan semuanya dengan membaca salah satu variasinya di setiap selesai salat. Dengan cara itu dia telah mengikuti Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- secara keseluruhan, telah menjaga semua redaksi zikir yang datang dalam Sunnah, dan juga lebih dekat pada kehadiran dan kekhusyukan hati dalam ibadah.

en

1421/14- Sa‘d ibn Abi Waqqās (may Allah be pleased with him) reported: “The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) used to seek refuge with Allah at the end of each prayer by saying the following words: Allahumma inni a‘ūdhu bika min al-jubni wal-bukhl, wa a‘ūdhu bika min an uradda ila ardhalil-‘umur, wa a‘ūdhu bika min fitnat ad-dunya, wa a‘ūdhu bika min fitnat al-qabr (O Allah, I seek refuge with You from cowardice and stinginess. I seek refuge with You that I be returned to the most decrepit age. I seek refuge with You from the trial of the worldly life, and I seek refuge with You from the trial of the grave).” [Narrated by Al-Bukhāri]

14/1421- Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa memohon perlindungan di akhir salat dengan kalimat-kalimat ini, "Allāhumma innī a'ūżu bika minal-jubni wal-bukhli, wa a'ūżu bika min an uradda ilā arżalil-'umuri, wa a'ūżu bika min fitnatid-dunyā, wa a'ūżu bika min fitnatil-qabri (Artinya: Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan kikir, aku berlindung kepada-Mu dari dikembalikan pada usia yang paling rendah (pikun), aku berlindung kepada-Mu dari ujian dunia, dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur)". (HR. Bukhari)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

At the end of each prayer: What is meant here is after Tashahhud and before Taslīm.

دُبُرَ الصَّلَوَاتِ (dubur aṣ-ṣalawāt): maksudnya di sini adalah di akhir tasyahud sebelum salam.

en

Decrepit age: The worst phase of man’s life, when he becomes physically and mentally feeble.

أَرْذَلِ الْعُمُرِ (arżal al-'umur): kondisi umur paling hina, yaitu ketika kekuatan badan dan akal manusia melemah.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The invocation mentioned in the Hadīth is to be said before Taslīm, where one should seek refuge with Allah against these four things.

1) Doa memohon perlindungan kepada Allah -Ta'ālā- dari empat perkara yang disebutkan dalam hadis ini dibaca sebelum salam.

en

2) Seeking refuge with Allah against these four things after each obligatory prayer indicates the huge Fitnah (trial) they involve. Whoever is protected by Allah Almighty from such things has attained success in the worldly life and the Hereafter.

2) Mengulang doa perlindungan dari keempat perkara ini di setiap salat fardu menunjukkan besarnya fitnahnya; siapa yang dilindungi oleh Allah -Ta'ālā-, dia telah berutung di dunia dan akhirat.

en

1422/15- Mu‘ādh (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) held his hand and said: “O Mu‘ādh, by Allah, I truly love you. I advise you, O Mu‘ādh, never fail to say after each prayer: Allahumma a‘innī ‘ala dhikrika wa shukrika wa husni ‘ibādatik (O Allah, help me remember You, thank You, and worship You in an excellent manner.” [Narrated by Abu Dāwūd, with an authentic Isnād]

15/1422- Mu'āż -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menggandeng tangannya dan bersabda, "Wahai Mu'āż! Demi Allah, sungguh aku mencintaimu." Kemudian beliau bersabda, "Aku wasiatkan kepadamu, wahai Mu'āż, jangan sekali-kali engkau tinggalkan di akhir setiap salat untuk membaca, 'Allāhumma a'innī 'alā żikrika wa syukrika wa ḥusni 'ibādatika' (Ya Allah! Bantulah aku untuk berzikir mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu)." (HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The heartfelt advice of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) for those whom he loves is for them to say: “O Allah, help me remember You, thank You, and worship You in an excellent manner.” This indicates the greatness of this advice and that it is one of the most beneficial pieces of advice for a slave, because it is true that a lover stores nothing but good and enduring for those whom he loves.

1) Wasiat yang tulus dari hati Nabi Al-Muṣṭafā -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk orang yang beliau cintai supaya membaca: Allāhumma a'innī 'alā żikrika wa syukrika wa ḥusni 'ibādatika (Ya Allah! Bantulah aku untuk berzikir mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu). Hal ini menunjukkan agungnya wasiat ini, bahwa wasiat ini termasuk yang paling berguna bagi hamba, karena orang yang mencintai tidak akan mewasiatkan pada yang dicintainya kecuali yang terbaik dan paling kekal.

en

2) An excellent manner of worship means that worship is sincerely devoted to Allah Almighty and done in conformity with the Sunnah of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him).

2) Beribadah dengan baik maksudnya beribadah secara ikhlas kepada Allah -Ta'ālā- dan dengan mengikuti Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

3) The good moral character of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) and his kindness to his Companions (may Allah be pleased with him) are manifested in this Hadīth, as he used to be gentle with them in word and deed.

3) Menampakkan keindahan akhlak Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan bagusnya pergaulan beliau bersama sahabat-sahabatnya -riḍwanullāhi 'alaihim-; beliau senantiasa bersikap lembut kepada mereka secara ucapan dan perbuatan.

en

Note:

Peringatan:

en

Regarding the phrase “at the end of prayer” in the aforementioned Hadīths, if it is Dhikr and praise of Allah, like Tasbīh, Tahmīd, and Takbīr, then it should be recited after Taslīm. But if it is supplication, then it is to be recited before Taslīm. This is because “at the end of prayer” may refer to the time before ending prayer with Taslīm or the time immediately after it. In this way, the prophetic texts are in agreement and far from contradiction.

Apa yang disebutkan di dalam hadis-hadis yang terdahulu berupa kata "dubur aṣ-ṣalāh", jika yang disebutkan berupa zikir dan pujian seperti tasbih, tahmid, dan takbir maka ia dilakukan setelah salam. Tetapi jika yang disebutkan berupa doa, maka dibaca sebelum salam. Karena kata "dubur aṣ-ṣalāh" disematkan untuk bagian akhir salat, juga disematkan untuk yang setelahnya langsung. Dengan memahami seperti itu, hadis-hadis Nabi menjadi satu padu dan tidak bertentangan.

en

1423/16- Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “When one of you finishes the (last) Tashahhud, he should seek refuge with Allah from four things by saying: O Allah, I seek refuge with You from the punishment of Hellfire, the punishment of the grave, the trial of life and death, and the evil of the trial of the Antichrist.” [Narrated by Muslim]

16/1423- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Apabila salah seorang kalian telah membaca tasyahud, hendaknya ia memohon perlindungan pada Allah dari empat perkara dengan membaca, 'Allāhumma innī a'ūżubika min 'ażābi jahannam, wa min 'ażābil-qabri, wa min fitnatil-maḥyā wal-mamāti wa min syarri fitnatil-Masīh Ad-Dajjāl' (Artinya: Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahanam, dari siksa kubur, dari ujian hidup dan kematian dan dari keburukan ujian Almasih Dajal)." (HR. Muslim)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) One should adhere to reciting those invocations after finishing the last Tashahhud and before making Taslīm, following the command of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him). Some scholars even said that it is one of the prayer’s obligatory acts.

1) Bersungguh-sungguh untuk membaca doa ini sebelum salam pada tasyahud akhir karena termasuk di antara yang diperintahkan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa doa ini termasuk wajib salat.

en

2) The trial of life and death refers to all that which may be a source of temptation for man in his life, such as alluring lusts or misleading doubtful matters.

2) Ujian hidup dan kematian mencakup semua yang menjadi ujian manusia ketika hidupnya berupa syahwat-syahwat yang memperdaya dan syubhat yang menyesatkan.

en

3) The mercy of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) towards his nation shows in his command to them to seek refuge with Allah Almighty from the major trials and evils.

3) Kasih sayang Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umat beliau; yaitu beliau memerintahkan mereka supaya berlindung kepada Allah dari fitnah-fitnah dan keburukan-keburukan besar.

en

1424/17- ‘Ali (may Allah be pleased with him) reported: “When the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) got up for the prayer, one of the last things he would say between Tashahhud and Taslīm was: Allahumma ighfir li mā qaddamtu wa mā akhkhart, wa mā asrartu wa mā a‘lant, wa mā asraftu wa mā anta a‘lamu bihi minni. Anta al-muqaddimu wa anta al-mu’akhkhiru, lā ilāha illā ant (O Allah, forgive me for what has come to pass of my sins and what will come to pass, what I have concealed and what I have declared, what I have done with excess and what You know about better than me. You are the One Who sends forward and You are the One Who holds back. There is no god except You).” [Narrated by Muslim]

17/1424- Ali -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melaksanakan salat, bacaan terakhir beliau antara tasyahud dan salam adalah, "Allāhummagfir lī mā qaddamtu wa mā akhkhartu, wa mā asrartu wa mā a'lantu, wa mā asraftu, wa mā anta a'lamu bihi minnī, antal-muqaddimu wa antal-mu`akhkhiru, lā ilāha illā anta (Artinya: Ya Allah! Ampunilah aku pada dosa yang telah aku lakukan dan yang akan datang, yang aku sembunyikan dan yang aku tampakkan, yang aku lakukan berlebihan dan yang Engkau lebih mengetahuinya dariku. Engkaulah Yang Mendahulukan dan Engkau pulalah Yang Mengakhirkan. Tidak ada tuhan yang hak kecuali Engkau)." (HR. Muslim)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Sinning and negligence in fulfilling Allah’s rights are inevitable in humans, therefore, it is recommended for one to renew his repentance constantly.

1) Berbuat dosa dan lalai pada hak Allah -Ta'ālā- adalah perkara yang pasti terjadi pada hamba, oleh karena itu dia dianjurkan agar senantiasa memperbaharui tobat.

en

2) It is recommended to draw closer to Allah Almighty by reciting this invocation before Taslīm since it is one of the comprehensive aphoristic invocations.

2) Anjuran mendekatkan diri kepada Allah -Ta'ālā- dengan doa ini sebelum salam, karena doa ini termasuk di antara doa yang lengkap.

en

Benefit:

Faedah Tambahan:

en

It is recommended to say whatever invocations one wishes to say before making Taslīm, yet if he abides by the reported invocations, this surely involves more good and blessings since the guidance of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) is to invoke Allah Almighty by the most concise and aphoristic wordings, as is the case with the invocations reported in the Hadīths of Sa‘d ibn Abi Waqqās, Abu Hurayrah, and ‘Ali, may Allah be pleased with them all.

Orang yang salat dianjurkan memilih di antara doa yang dia inginkan sebelum salam. Namun jika dia berdoa dengan doa yang ada dalam Sunnah, maka di dalamnya terkandung kebaikan dan keberkahan, karena doa-doa tersebut termasuk di antara doa yang lengkap dalam Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Seperti doa yang datang dalam hadis Sa'ad bin Abi Waqqāṣ, hadis Mu'āż, hadis Abu Hurairah, dan hadis Ali -raḍiyallāhu 'anhum-.

en

1425/18- ‘Ā’ishah (may Allah be pleased with her) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) used to say often in his bowing and prostration: “Subhānaka Allāhumma Rabbana wa bihamdik, Allāhumm-ighfir li (Glory be to You O Allah, Our Lord, and praise. O Allah, forgive me).” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

18/1425- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- banyak membaca dalam rukuk dan sujudnya, "Subḥānaka Allāhumma Rabbanā wa biḥamdika, Allāhumma-gfir lī (Mahasuci Engkau, wahai Rabb kami, dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah! Ampunilah aku)." (Muttafaq 'Alaih)

en

1426/19- ‘Ā’ishah (may Allah be pleased with her) also reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) used to say in his bowing and prostration: “Subbūhun Quddūsun Rabb-ul-malā’ikati war-rūh (The Most Glorious, the Most Holy, Lord of the angels and of the Spirit).” [Narrated by Muslim]

19/1426- Juga dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di dalam rukuk dan sujudnya biasa membaca, "Subbūḥun quddūs, Rabbul-malā`ikati war-rūḥ (Mahasuci lagi Mahaagung, Tuhan para malaikat dan Jibril).” (HR. Muslim)

en

Guidance from the Hadīths:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) One of the etiquettes of making supplication is to commence it by praising Allah, The Exalted, by His Attributes of Perfection, as He is far exalted above any aspect of imperfection, then one should thereafter ask Him for forgiveness.

1) Di antara adab berdoa ialah menghaturkan pujian kepada Allah -'Azza wa Jalla- dengan sifat-sifat-Nya yang sempurna -dan Allah suci dari kekurangan apa pun-, kemudian meminta ampunan kepada-Nya.

en

2) In compliance with the guidance of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him), the person performing prayer should often say while bowing and prostrating: Subhānaka Allāhumma Rabbana wa bihamdik, Allāhumm-ighfir li (Glory be to You O Allah, Our Lord, and praise. O Allah, forgive me).

2) Memperbanyak ucapan "Subḥānaka Allāhumma Rabbanā wa biḥamdika, Allāhumma-gfir lī" di dalam rukuk sebagai wujud meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

3) In saying: “Subbūhun Quddūsun Rabb-ul-malā’ikati war-rūh (The Most Glorious, the Most Holy, Lord of the angels and of the Spirit),” the slave shows due glorification and reverence to Allah Almighty. It is a sign of one’s good understanding that he suffices with the reported prophetic invocations in his prayers, and does not come up with something else.

3) Di antara zikir rukuk dan sujud yang mengandung pengagungan dan pujian adalah zikir: "Subbūḥun quddūs, Rabbul-malā`ikati war-rūḥ". Di antara tanda dalamnya pemahaman seorang hamba adalah bila di dalam salatnya dia mencukupkan diri dengan zikir-zikir yang diriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan tidak membuat-buat doa dari dirinya.

en

1427/20- Ibn ‘Abbās (may Allah be pleased with him and his father) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “As for bowing, glorify the Lord therein, and as for prostration, strive hard in supplication, for it is more deserving of a response.” [Narrated by Muslim]

20/1427- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Adapun rukuk, maka agungkanlah Rabb -'Azza wa Jalla- di dalamnya. Sedangkan sujud, maka bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, karena sangat pantas untuk dikabulkan bagi kalian." (HR. Muslim)

en

1428/21- Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “The nearest a slave to his Lord is when he is prostrating, so increase (your) supplications (while in this state).” [Narrated by Muslim]

21/1428- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Keadaan terdekat hamba kepada Tuhannya adalah ketika dia bersujud, maka perbanyaklah doa (padanya).” (HR. Muslim)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

قَمِنٌ (qamin): pantas, patut.

en

Guidance from the Hadīths:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It is impermissible to recite the Qur’an during bowing or prostration. In fact, bowing is meant for glorifying and praising Allah Almighty, while prostration is meant for supplicating Allah and asking Him for what one wishes for.

1) Tidak boleh membaca Al-Qur`ān ketika rukuk dan sujud, karena rukuk adalah momen mengagungkan dan memuji Allah -Ta'ālā-, sedangkan sujud adalah momen berdoa dan memohon.

en

2) The slave is closest to His Lord when he is prostrating himself for Him, so he should avail himself of this opportunity and make as much supplication as he can.

2) Keadaan terdekat hamba dengan Rabb-nya adalah ketika dia bersujud; oleh karena itu, hendaklah dia memanfaatkan kesempatan doa dan memperbanyaknya.

en

3) Bowing implies the slave’s perfect reverence to Allah Almighty, while prostration implies showing full humbleness to Him. Thus, the slave combines humbleness of appearance and the humility of entreating His Lord.

3) Rukuk mengandung pengagungan sempurna bagi Allah -Ta'ālā- dan sujud mengandung perendahan diri yang sempurna kepada-Nya, sehingga terkumpul pada orang yang salat kerendahan diri dengan kerendahan doa terhadap Allah -Ta'ālā-.

en

1429/22- Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) also reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) used to say in his prostration: “Allāhumma ighfir li dhambi kullah, diqqahu wa jillahu, wa awwalahu wa ākhirahu, wa ‘alāniyatahu wa sirrah (O Allah, forgive all my sins, small and great, first and last, secret and public).” [Narrated by Muslim]

22/1429- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di dalam sujudnya biasa membaca, "Allāhumma igfirlī żanbī kullahu; diqqahu wa jillahu, wa awwalahu wa ākhirahu, wa 'alāniyyatahu wa sirrahu (Ya Allah! Ampuni dosaku semuanya, yang kecil maupun yang besar, yang pertama maupun yang terakhir, yang tampak maupun yang tersembunyi)." (HR. Muslim)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

دِقَّهُ وجِلَّهُ (diqqahu wa jillahu): yang kecil dan yang besar darinya.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) One should keenly adhere to reciting the supplications reported from the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) because they comprise the most comprehensive and beneficial formulas of supplication.

1) Berupaya mengamalkan doa-doa yang bersumber dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena doa-doa tersebut merupakan doa yang paling lengkap dan paling bermanfaat.

en

2) Elaboration in supplication is recommended and praiseworthy because supplication is essentially an act of worship, the more one repeats its statements, the more he worships Allah Almighty.

2) Menyebutkan doa secara rinci dianjurkan dan terpuji, karena doa adalah ibadah, sehingga semakin banyak seorang hamba mengulang-ulangnya maka ibadahnya kepada Allah -'Azza wa Jalla- akan bertambah.

en

3) The wisdom behind the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) making detailed supplication after general supplication is for recalling all one’s sins and asking Allah Almighty to forgive them.

3) Hikmah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- merincikan doa setelah menyebutkannya secara umum ialah agar hamba mengingat dosa seluruhnya dan memohon pengampunannya kepada Allah.

en

1430/23- ‘Ā’ishah (may Allah be pleased with her) reported: “One night, I missed the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) [meaning he was not in bed]. I groped in search for him and found him bowing – or prostrating – and saying: Subhānaka wa bihamdika. Lā ilāha illā Ant (You are free from imperfection and praise be to You. There is no god except You).” In another narration, she said: “So my hand fell on the bottom of his feet while he was in prostration with his feet erect. He was saying: Allāhumma inni a‘ūdhu biridāka min sakhatik, wa bimu‘āfatika min ‘uqūbatik, wa a‘ūdhu bika mink, lā uhsi thanā’an ‘alayk, anta kamā athnayta ‘alā nafsik (O Allah, I seek protection in Your pleasure against Your wrath, I seek protection in Your pardon against Your chastisement, and I seek protection with You from You. I am not capable of enumerating praise of You; You are as You have lauded Yourself).” [Narrated by Muslim]

23/1430- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Suatu malam aku tidak mendapatkan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, maka aku pun mencari beliau, dan ternyata beliau sedang rukuk -atau sujud-, beliau membaca, “Subḥānaka wa biḥamdika lā ilāha illā anta (Mahasuci Engkau dan dengan memuji-Mu, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau)." Dalam sebuah riwayat disebutkan, "Tanganku menyentuh bagian dalam telapak kaki beliau ketika beliau sedang berada di tempat salatnya dalam keadaan kedua telapak kaki beliau berdiri tegak dan beliau membaca: Allāhumma innī a'ūżu bi riḍāka min sakhaṭika, wa bi mu'āfātika min 'uqūbatika, wa a'ūżu bika minka, lā uḥṣī ṡanā`an 'alaika Anta kamā aṡnaita 'alā nafsika (Ya Allah! Aku berlindung dengan keridaan-Mu dari kemurkaan-Mu dan dengan pengampunan-Mu dari hukuman-Mu, aku berlindung kepada-Mu dari siksaan-Mu, Aku tidak mampu menghitung semua pujian dan sanjungan kepada-Mu, Engkau adalah sebagaimana Engkau menyanjung diri-Mu)." (HR. Muslim)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

تَحَسَّسْتُ (taḥassastu): saya mencari.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) One may seek refuge with Allah, the Exalted, from bad deeds by virtue of his good deeds, because bad deeds incur Allah’s wrath and anger upon the slave while good deeds earn him Allah’s pleasure. In fact, things are treated by their opposites.

1) Berlindung kepada Allah -'Azza wa Jalla- dengan amal saleh dari perbuatan buruk, karena perbuatan buruk mendatangkan murka-Nya dan amal saleh mendatangkan rida-Nya, dan sesuatu itu diobati dengan kebalikannya.

en

2) One of the most general and comprehensive formulas of supplication is for seeking refuge with Allah Almighty and resorting to Him for protection against His punishment and chastisement. This is what is meant by “wa a‘ūdhu bika minka” (I seek protection from You with You).

2) Di antara doa yang paling sempurna dan luas kandungannya adalah doa memohon perlindungan kepada Allah -Ta'ālā- serta memohon keselamatan kepada-Nya dari azab dan siksa-Nya. Inilah makna "Aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu".

en

3) The love ‘Ā’ishah (may Allah be pleased with her) had for Allah’s Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) and her being the dearest of all people to him. She is the Siddīqah, daughter of the Siddīq, may Allah be pleased with them both. By Allah, a slave’s faith is never valid unless he shows due reverence and respect to the Mothers of the Believers, in obedience to Allah Almighty and His Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him).

3) Besarnya cinta Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan dia juga adalah perempuan yang paling beliau cintai, dialah Aṣ-Ṣiddīqah binti Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhumā-. Demi Allah! Tidak akan sah iman seorang hamba hingga ia menjunjung dan menghormati para Ummahātul-Mu`minīn sebagai ketaatan kepada Allah dan ketaatan kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

Benefit:

Faedah Tambahan:

en

Some scholars took this Hadīth as evidence to prove that one is recommended to set his feet close to each other in prostration and not set them wide apart, as this is the correct posture of prostration. This is so because Ā’ishah’s hand would not have touched both feet of Allah’s Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) unless they were close together. It is an act of Sunnah to align one’s heels in prostration.

Sebagian ulama berargumen dengan hadis Aisyah ini bahwa orang yang bersujud dianjurkan untuk merapatkan kedua kakinya satu sama lain dan tidak merenggangkannya; inilah posisi sujud yang tepat, karena tidak mungkin satu tangan Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- akan menyentuh kedua kaki Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- secara bersamaan kecuali bila keduanya dalam keadaan dirapatkan, tidak direnggangkan. Sehingga termasuk yang Sunnah adalah merapatan kedua tumit ketika sujud.

en

1431/24- Sa‘d ibn Abi Waqqās (may Allah be pleased with him) reported: We were with the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) when he said: “Is anyone of you unable to earn one thousand good deeds each day?” One of those present asked: “How can one earn one thousand good deeds?” He replied: “He glorifies Allah (i.e. he says Subhān Allah) one hundred times, so one thousand good deeds will be added to his record or one thousand sins will be removed from his record.” [Narrated by Muslim]

24/1431- Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Kami sedang bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu beliau bersabda, "Apakah seorang dari kalian tidak mampu mendapatkan seribu kebaikan setiap hari?" Salah seorang yang hadir dalam majelisnya bertanya, "Bagaimana cara dia memperoleh seribu kebaikan?" Beliau bersabda, "Hendaklah dia bertasbih seratus kali tasbih sehingga dicatat baginya seribu kebaikan atau dihapus seribu dosa darinya." (HR. Muslim)

en

Al-Humaydi said that the wording of Muslim reads: “or one thousand sins will be removed”. Al-Barqāni, on the other hand, said: Shu‘bah, Abu ‘Awānah, and Yahya al-Qattān, from whom Muslim narrated the Hadīth also narrated the hadith with “and one thousand sins will be removed” instead of “or”.

Al-Ḥumaidiy berkata, "Seperti ini disebutkan dalam kitab Muslim, 'أَوْ يُحَطٌُ - aw yuḥaṭṭ' (atau dihapus)." Al-Barqāniy berkata, "Hadis ini diriwayatkan juga oleh Syu'bah, Abu 'Awānah, dan Yaḥyā Al-Qaṭṭān dari Mūsā -yang Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dari jalurnya- dan mereka mengatakan, 'وَ يُحَطٌُ - wa yuḥaṭṭ' (dan dihapus) dengan tanpa alif."

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The Hadīth encourages doing virtuous deeds as they are a means for being honored by Allah Almighty and drawing closer to Him.

1) Motivasi kepada amalan-amalan yang memiliki keutamaan, karena merupakan tangga untuk meraih kemuliaan dan kedekatan dari Allah -Ta'ālā-.

en

2) Dhikr (remembrance of Allah) involves little work but yields abundant reward, which is an aspect of Allah’s favor upon those who remember Him.

2) Zikir merupakan amalan ringan tetapi berpahala besar, dan ini merupakan karunia Allah -Ta'ālā- kepada orang-orang yang berzikir.

en

3) The Companions were keen on doing good deeds and they always hastened to do them. How far our resolve is from that of the Companions ( may Allah be pleased with them)!

3) Antusias para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk mengerjakan amal saleh dan bersegera melakukannya. Lalu di manakah kondisi kita hari ini dari antusias tinggi para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-?!

en

1432/25- Abu Dharr (may Allah be pleased with him) reported that Allah’s Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Every morning, charity is due on every joint in the body of each of you. Every utterance of Allah’s exaltation (saying Subhānallah) is an act of charity, every utterance of praising Him (saying Al-hamdulillah) is an act of charity, every utterance of profession of Faith (saying Lā ilaha illa Allah) is an act of charity, every utterance of Allah’s glorification (saying Allahu Akbar) is an act of charity, enjoining good is an act of charity, forbidding evil is an act of charity, and a two-Rak‘ah prayer which one offers in the forenoon (Duha) suffices for all this.” [Narrated by Muslim]

25/1432- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Setiap persendian salah seorang kalian wajib bersedekah setiap hari. Setiap ucapan tasbih adalah sedekah, setiap ucapan tahmid adalah sedekah, setiap ucapan tahlil adalah sedekah, dan setiap ucapan takbir adalah sedekah, memerintahkan kebaikan adalah sedekah, serta mencegah kemungkaran adalah sedekah. Tapi, semua itu dapat dicukupi dengan salat dua rakaat yang ia kerjakan di waktu duha." (HR. Muslim)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

سًلَامَى (sulāmā): persendian-persendian.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) All categories of good deeds are considered charity; every statement or deed that draws one closer to Allah Almighty is charity.

1) Pintu-pintu seluruh kebaikan adalah sedekah; karena semua ucapan ataupun perbuatan yang mendekatkan kepada Allah -Ta'ālā- adalah sedekah.

en

2) Saying Subhān Allah, Alhamdulillah, Lā ilaha illa Allah, and Allahu Akbar, as well as similar words of remembrance are all acts of charity whereby a slave gets closer to his Lord.

2) Ucapan tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir kepada Allah serta zikir-zikir yang semisalnya adalah sedekah, dengannya seorang hamba mendekatkan diri kepada Rabb-nya.

en

1433/24- The Mother of the Believers, Juwayriyyah bint al-Hārith (may Allah be pleased with her) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) left her chamber in the early morning to perform the Fajr prayer, and she was at her praying place. He returned at the time of Duha (forenoon) and she was still sitting there. He said to her: “Are you still in the same state you were when I left you?” she said: “Yes.” The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “I recited four phrases after I had left you, if they were to be weighed against what you have been reciting since morning, they would outweigh them. They are: Subhān Allah wa bihamdih, ‘adada khalqih, wa rida nafsih, wa zinata ‘arshih, wa midāda kalimātih (Praise and glory be to Allah, as much as the number of His creation, and as much as pleases Him, and as much as the weight of His Throne, and as much as the ink of His words).” [Narrated by Muslim]

26/1433- Ummul-Mu`minīn Juwairiyah binti Al-Ḥāriṡ -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar dari rumahnya di pagi hari ketika akan mengerjakan salat Subuh sementara dia berada di tempat salatnya, kemudian beliau pulang setelah waktu duha dan dia masih duduk, maka beliau bersabda, "Engkau masih dalam posisi ketika aku meninggalkanmu?" Juwairiyah menjawab, "Ya." Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sungguh aku telah mengucapkan setelah meninggalkanmu empat kalimat sebanyak tiga kali; seandainya ia ditimbang dengan apa yang engkau ucapkan sejak hari ini niscaya akan lebih berat. Yakni: subḥānallāhi wa biḥamdihi 'adada khalqihi, wa riḍa nafsihi, wa zinata 'arsyihi, wa midāda kalimātihi (Mahasuci Allah dan dengan memuji-Nya, sejumlah makhluk-Nya, sebesar keridaan diri-Nya, seberat Arasy-Nya, dan sebanyak tinta tulisan kalimat-kalimat-Nya)." (HR. Muslim)

en

According to another narration by Muslim, the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Subhān Allah ‘adada khalqih, Subhān Allah rida nafsih, Subhān Allah zinata ‘arshih, Subhān Allah midāda kalimātih (Glory be to Allah, as much as the number of His creatures. Glory be to Allah as pleases Him. Glory be to Allah as much as the weight of His Throne. Glory be to Allah as much as the ink of His words).”

Dalam riwayat Muslim yang lain, "Subḥānallāhi 'adada khalqihi, subḥānallāhi riḍa nafsihi, subḥānallāhi zinata 'arsyihi, subḥānallāhi midāda kalimātihi (Mahasuci Allah sejumlah makhluk-Nya, Mahasuci Allah sebesar keridaan diri-Nya, Mahasuci Allah seberat Arasy-Nya, Mahasuci Allah sebanyak tinta tulisan kalimat-kalimat-Nya)."

en

The version of the Hadīth narrated by Al-Tirmidhi reads: “Shall I teach you some words to say? Subhān Allah ‘adada khalqih, Subhān Allah ‘adada khalqih, Subhān Allah ‘adada khalqih. Subhān Allah rida nafsih, Subhān Allah rida nafsih, Subhān Allah rida nafsih. Subhān Allah zinata ‘arshih, Subhān Allah zinata ‘arshih, Subhān Allah zinata ‘arshih. Subhān Allah midāda kalimātih, Subhān Allah midāda kalimātih, Subhān Allah midāda kalimātih.”

Dalam riwayat Tirmizi disebutkan, "Maukah engkau aku ajari beberapa kalimat yang dapat engkau baca? Subḥānallāhi 'adada khalqihi, subḥānallāhi 'adada khalqihi, subḥānallāhi 'adada khalqihi. Subḥānallāhi riḍa nafsihi, subḥānallāhi riḍa nafsihi, subḥānallāhi riḍa nafsihi. Subḥānallāhi zinata 'arsyihi, subḥānallāhi zinata 'arsyihi, subḥānallāhi zinata 'arsyihi. Subḥānallāhi midāda kalimātihi, subḥānallāhi midāda kalimātihi, subḥānallāhi midāda kalimātihi. (Mahasuci Allah sejumlah makhluk-Nya (tiga kali), Mahasuci Allah sebesar keridaan diri-Nya (tiga kali), Mahasuci Allah seberat Arasy-Nya (tiga kali), Mahasuci Allah sebanyak tinta tulisan kalimat-kalimat-Nya (tiga kali))."

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

أضْحىٰ (adḥā): masuk waktu duha.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Adhering to prophetic Dhikr throughout one’s life involves ultimate blessings, as one makes a little effort and earns abundant rewards. Meanwhile those who come up with innovated Dhikr are like one who carries a provision made up from heavy stones in a long journey, whereby he suffers much toil but receives no benefit.

1) Merutinkan zikir-zikir yang diajarkan Nabi dalam kehidupan hamba akan mendatangkan semua keberkahan, sehingga dia mengerjakan amalan yang sedikit tetapi diberikan pahala banyak. Adapun orang yang mengamalkan zikir-zikir yang diada-adakan (bidah), permisalannya seperti orang yang memikul bekal dari batu yang berat dalam perjalanan yang panjang, batu tersebut lantas melelahkannya tetapi tidak memberinya manfaat.

en

2) A man should encourage his household to recite the reported Dhikr and advice them to remember Allah Almighty. Indeed, a man is a caretaker in his house and is responsible for his wards.

2) Hendaklah seorang suami memotivasi keluarganya untuk mengamalkan zikir-zikir yang diriwayatkan dari Nabi serta mewasiatkan mereka untuk berzikir kepada Allah -Ta'ālā- karena seorang suami adalah pemimpin dalam rumah tangganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.

en

3) This Dhikr has a special merit as it includes exaltation and glorification of Allah Almighty as much as the number of His creation, as much as the weight of His Throne, as much as pleases Him, and as much as the ink of His words.

3) Keutamaan zikir yang istimewa ini, karena di dalamnya terkandung penyucian dan pengagungan Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- sejumlah makhluk-Nya, seberat Arasy-Nya, sebesar rida-Nya, dan sebanyak tinta tulisan kalimat-kalimat-Nya.

en

1434/27- Abu Mūsa al-Ash‘ari (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “The parable of the one who remembers his Lord and the one who does not remember Him is the parable of a living and a dead person.” [Narrated by Al-Bukhāri]

27/1434- Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, "Perumpamaan orang yang berzikir kepada Tuhannya dengan yang tidak berzikir kepada-Nya seperti perbandingan orang yang hidup dengan yang mati." (HR. Bukhari)

en

The same Hadīth was narrated by Muslim with the following wording: “The example of the house where Allah is remembered and the one where He is not remembered is the example of a living and a dead person.”

Juga diriwayatkan oleh Muslim, beliau bersabda, "Perumpamaan rumah yang disebut nama Allah di dalamnya dengan rumah yang tidak disebut nama Allah di dalamnya, seperti perbandingan orang yang hidup dengan orang yang mati."

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Negligence of remembering Allah Almighty is a reason for the heart’s hardness and death.

1) Lalai dari berzikir kepada Allah -Ta'ālā- adalah faktor keras dan matinya hati.

en

2) Remembrance gives life to the heart and peace to the soul, whereas failure to remember Allah causes death to the heart and depression to the soul.

2) Zikir adalah sebab adanya kehidupan hati dan ketenteraman jiwa, sedangkan meninggalkan zikir adalah sebab adanya kematian hati dan kesempitan jiwa.

en

1435/28- Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that Allah’s Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Allah Almighty says: ‘I am as My slave expects of Me, and I am with him when he remembers Me. If he remembers Me inwardly, I will remember him inwardly, and if he remembers Me in an assembly, I will remember him in a better assembly.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

28/1435- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Allah -Ta'ālā- berfirman, 'Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya jika dia mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku pun mengingatnya dalam diri-Ku. Jika dia mengingat-Ku di tengah-tengah kumpulan manusia, Aku pun mengingatnya di tengah-tengah kumpulan makhluk yang lebih baik daripada mereka.'" (Muttafaq 'Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It is better for the slave to remember his Lord in an assembly than to remember Him within himself, unless he fears to fall in ostentation and seeking fame.

1) Jika seseorang berzikir kepada Allah di hadapan orang banyak maka itu lebih utama daripada dia berzikir kepada Allah sendirian, kecuali bila dia khawatir akan merasa sumah dan ria.

en

2) The more one has good expectations of his Lord, the more Allah Almighty honors him as he deserves, and if he has bad expectations of his Lord, He will leave him to loss and failure. So one should always have good expectations of his Lord.

2) Semakin baik sangka hamba kepada Rabb-nya maka Allah akan membalasnya dengan apa yang menjadi haknya berupa pemuliaan, tetapi bila dia berburuk sangka terhadap Rabb-nya, maka Allah akan membiarkannya pada kesia-siaan dan kerugian. Oleh karena itu, hendaklah seorang hamba berprasangka baik kepada Rabb-nya.

en

1436/29- Abu Hurayrah also reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “‘The Mufarridūn have gone ahead.’ They said: ‘Who are the Mufarridūn, O Messenger of Allah?’ He said: ‘They are those men and women who remember Allah frequently.’” [Narrated by Muslim]

29/1436- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Al-Mufarridūn (orang-orang yang menyendiri dalam ibadah) telah menjadi yang terdepan." Para sahabat bertanya, "Siapakah Al-Mufarridūn itu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Laki-laki dan perempuan yang banyak berzikir kepada Allah." (HR. Muslim)

en

Mufarridūn was spelled in another version as Mufridūn, but the most common spelling is Mufarridūn.

Kata "المُفَرِّدُونَ" (al-mufarridūn), diriwayatkan dengan mentasydid "rā` (mufarridun) dan juga tanpa ditasydid (mufridun), tetapi yang masyhur adalah yang disebutkan oleh jumhur, yaitu dengan tasydid.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Those who remember Allah Almighty are ahead of all others because they have surpassed them in doing good deeds, so they precede them in winning the rewards and bliss.

1) Orang yang berzikir kepada Allah -Ta'ālā- lebih terdepan dalam kebaikan daripada yang lain, karena mereka beramal lebih banyak daripada orang lain, sehingga mereka lebih terdepan dalam meraih pahala dan kenikmatan.

en

2) By remembering Allah, one is elevated to higher ranks and surpasses other doers of good.

2) Dengan zikir, derajat seorang hamba akan naik dan mengalahkan derajat para pelaku ketaatan lainnya.

en

1437/30- Jābir (may Allah be pleased with him) reported: “I heard the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) say: ‘The best Dhikr (remembrance and mention of Allah) is to say: Lā ilāha illa Allah (There is none worthy of worship except Allah).’” [Narrated by Al-Tirmidhi; he classified it as Hasan (sound)]

30/1437- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Zikir yang paling utama adalah Lā ilāha illallāh." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Saying: “Lā ilāha illa Allah” (There is none worthy of worship except Allah) is the statement of monotheism and the key to Islam and Paradise. It is thus the best Dhikr.

1) Kalimat tauhid, kunci pembuka Islam, dan kunci pembuka surga adalah kalimat Lā ilāha illallāh yang merupakan zikir yang paling utama.

en

2) There is no act of worship whatsoever that can be equal to acknowledging the oneness of Allah Almighty, as it is the backbone of Islam.

2) Menauhidkan Allah -Ta'ālā- tidak bisa ditandingi oleh ibadah apa pun, karena tauhid adalah pokok seluruh persoalan dalam agama ini.

en

1438/31- ‘Abdullah ibn Busr (may Allah be pleased with him) reported that a man said: “O Messenger of Allah! Indeed, the legislations of Islam have become too much for me, so inform me of a thing that I should stick to.” He (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: ‘Keep your tongue moist with the remembrance of Allah.’” [Narrated by Al-Tirmidhi; he classified it as Hasan (sound)]

31/1438- Abdullah bin Busr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa seorang laki-laki berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya syariat Islam telah banyak sampai padaku, maka kabarkanlah kepadaku sesuatu yang bisa aku jadikan sebagai pegangan?" Beliau bersabda, "Hendaklah lisanmu senantiasa basah dengan zikir kepada Allah." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

أَتَشَبَّثُ (atasyabbaṡu): aku berpegang dan bergantung.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The legislations of Islam here refer to acts other than the obligations, because the performance of obligatory acts of worship is a must. But, when one feels that it is hard for him to perform voluntary acts of worship, then remembering Allah could make up for any shortcoming in this regard.

1) Yang dimaksud dengan syariat Islam di sini ialah selain yang wajib, karena menunaikan yang wajib adalah suatu keharusan. Adapun syariat yang sunah, jika terasa berat atas seorang hamba, maka zikir dapat mencukupkan dari kekurangan yang terjadi.

en

2) Remembering Allah Almighty softens the tongue and gives life to the heart. Meanwhile, engaging in backbiting and gossip hardens the tongue and causes death to the heart.

2) Zikir kepada Allah -Ta'ālā- dapat melembutkan lisan dan menghidupkan hati, sedangkan membicarakan manusia melalui gibah dan adu domba dapat menjadikan lisan kasar dan mematikan hati.

en

3) The legislated form of Dhikr (remembrance of Allah) is that which is uttered by the tongue and felt by the heart. It is not part of the prophetic guidance to remember Allah by the heart alone without moving the tongue with uttering it.

3) Zikir yang disyariatkan adalah yang diucapkan dengan lisan dan dihayati dalam hati, adapun hanya zikir hati semata maka bukanlah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

1439/32- Jābir (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Whoever says ‘Subhānallah wa bihamdih’ (Glory be to Allah and Praise is due to Him), a date-palm tree is planted for him in Paradise.” [Narrated by Al-Tirmidhi; he classified it as Hasan (sound)]

32/1439- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Siapa yang mengucapkan 'Subḥānallāh wa biḥamdihi' (Mahasuci Allah dan segala puji milik-Nya), niscaya ditanam untuknya satu pohon kurma di surga." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

en

1440/33- ‘Abdullāh ibn Mas‘ūd (may Allah be pleased with him) reported that the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “I met Ibrāhīm (Abraham) on the Night of Isrā’ and he said to me: ‘O Muhammad, convey my greetings to your nation, and tell them that Paradise has pure soil and sweet water. It is a vast plain land, and its seedlings are: Subhān Allah (glory be to Allah), Al-hamdulillāh (praise be to Allah), Lā ilāha illa Allah (there is no god worthy of worship except Allah), and Allahu Akbar (Allah is Most Great).” [Al-Tirmidhi; he classified it as Hasan/sound]

33/1440- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Aku bertemu Nabi Ibrahim pada malam aku diperjalanankan (malam Isra). Lalu ia berkata, 'Wahai Muhammad! Sampaikanlah salam dariku untuk umatmu, dan sampaikan kepada mereka bahwa surga itu tanahnya semerbak, airnya tawar, dan ia adalah tempat yang luas dan rata. Tanamannya adalah: Subḥānallāh, wal-ḥamdulillāh, wa lā ilāha illallāh, wallāhu akbar.'" (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

قِيْعَانٌ (qī'ān): tanah yang rata dan luas.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Rembrance of Allah is the slave's seedlings in Paradise, so let a slave prepare much for his seedlings or a little!

1) Zikir kepada Allah -Ta'ālā- adalah penumbuh pepohonan bagi hamba dalam surga. Oleh karena itu, ia bisa memilih; antara memperbanyak pepohonannya atau mempersedikitnya!

en

2) The Hadīth highlights the virtue of this nation that is blessed with Allah’s mercy, as Ibrāhīm (peace be upon him) sent his greetings of peace to it and advised it to say good words, for are the seedlings of Paradise.

2) Keutamaan umat yang tercinta ini, karena Nabi Ibrahim -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyampaikan salam kepada mereka serta memberi pesan supaya mereka menjaga kata-kata yang baik (zikir) karena ia adalah cikal bakal pepohonan surga.

en

1441/34- Abu ad-Dardā’ (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Shall I inform you of the best of your deeds which are the most praiseworthy in the sight of your Lord, and the highest in rank, and better for you than spending gold and silver in charity, and better for you than encountering your enemies in battle so they strike your necks and you strike theirs?” They said: “Certainly.” He said: “Dhikr (remembrance) of Allah, the Exalted.” [Narrated by At-Tirmidhi. Al-Hākim said that its chain of narration is authentic]

34/1441- Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Maukah kalian aku beritahukan tentang amal kalian yang paling baik dan paling suci di sisi Tuhan kalian, paling tinggi derajatnya untuk kalian, lebih baik bagi kalian daripada menginfakkan emas dan perak, dan lebih baik bagi kalian daripada bertemu dengan musuh lalu kalian menebas batang leher mereka dan mereka pun menebas leher kalian?" Para sahabat menjawab, "Tentu saja." Beliau bersabda, "Berzikir (mengingat) kepada Allah -Ta'ālā-." (HR. Tirmizi. Al-Ḥākim Abu Abdillah berkata, "Sanadnya sahih")

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

أُنَبِّئُكُمْ (unabbi`ukum): aku mengabarkan dan memberitahukan kalian; an-naba` adalah berita yang penting.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The best of deeds is remembrance of Allah which the slave observes by his heart and tongue and inspires the body to show awe and reverence to Allah Almighty. Remembrance of Allah is even greater than spending in charity and performing Jihād in the cause of Allah Almighty.

1) Amalan yang paling utama ialah zikir yang dihayati hamba dengan hati dan lisannya, lalu berpengaruh terhadap rasa takut dan pengagungan hamba kepada-Nya, bahkan ia lebih utama dari orang yang berinfak dengan harta dan berperang di jalan Allah -Ta'ālā-.

en

2) All acts enjoined by the Shariah aim at celebrating the remembrance of Allah Almighty which is the ultimate end and the utmost aspiration.

2) Sebenarnya semua amalan yang disyariatkan bertujuan untuk menegakkan zikir kepada Allah -Ta'ālā-, sehingga zikir adalah puncak dari semua yang diperintahkan dan akhir dari apa yang diinginkan.

en

1442/35- Sa‘d ibn Abi Waqqās (may Allah be pleased with him) reported that he entered with the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) upon a woman who had some date stones – or pebbles – which she used in reciting Tasbīh (i.e. to count her Tasbīh). So he said: “I tell you of what is easier – or better – than this.” Then he said: “Subhān Allah ‘adada ma khalaqa fis-samā’ (Glory be to Allah as much as what He created in the heaven), Subhānallāh ‘adada ma khalaqa fil-ard (Glory be to Allah as much as what He created in the earth), Subhānallāh ‘adada ma bayna dhālik (Glory be to Allah as much as what is between them), Subhānallāh ‘adada ma huwa khāliq (Glory be to Allah as much as what He is going to create); and (say) Allahu Akbar (Allah is Most Great) in the same manner; and say Al-hamdu lillāh (praise be to Allah) in the same manner; and say la ilāha illa Allah (there is no god except Allah) in the same manner; and say la hawla wa la quwwata illa billāh (there is no might nor power save by Allah) in the same manner.” [Narrated by Al-Tirmidhi; he classified it as Hasan (sound)] [2]

35/1442- Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa ia bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- masuk ke tempat seorang wanita dan di hadapannya ada beberapa biji atau beberapa kerikil yang digunakan untuk menghitung tasbihnya. Beliau pun bersabda, "Aku kabarkan kepadamu apa yang lebih mudah -atau lebih utama- untukmu daripada ini?" Selanjutnya beliau bersabda, "(Yaitu zikir): subḥānallāh 'adada mā khalaqa fis-samā` (Mahasuci Allah sebanyak makhluk yang diciptakan-Nya di langit), subḥānallāh 'adada mā khalaqa fil-arḍ (Mahasuci Allah sebanyak makhluk yang diciptakan-Nya di bumi), subḥānallāh 'adada mā baina żālik (Mahasuci Allah sebanyak makhluk yang ada di antara langit dan bumi), subḥānallāh 'adada mā huwa khāliq (Mahasuci Allah sebanyak ciptaan-Nya yang Dia menjadi Penciptanya), Allāhu akbar (Allah Mahabesar) seperti itu, al-ḥamdulillāh (segala puji hanya bagi Allah) seperti itu, lā ilāha illallāh (tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah) seperti itu, dan lā ḥaula walā quwwata illā billāh (tiada daya serta tiada kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah) seperti itu pula." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [2].

en
[2] The Hadīth has a weak Isnād.
[2] (1) Hadis ini sanadnya daif.
en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Abiding by formulas of Dhikr that conform to the prophetic guidance is easier to recite and greater in terms of earning rewards.

1) Mengikuti petunjuk Nabi dalam kaifiat zikir lebih ringan bebannya dan lebih utama pahalanya.

en

2) Every good thing that one earns is contingent on complying with the authentic Sunnah of Allah’s Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him).

2) Semua kebaikan yang diperoleh hamba tergantung pada mengikuti Sunnah yang sahih dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

Note:

Peringatan:

en

The content of the Hadīth was previously introduced in the story of the Mother of the Believers, Juwayriyyah, no. (1433), without mentioning the use of pebbles in reciting Tasbīh, and this is the correct version. In fact, the version that mentions using pebbles has a weak chain of narration, which makes it unacceptable in terms of establishing a Shariah ruling. Furthermore, using pebbles in reciting Dhikr, or what is known nowadays as Misbahah or Dhikr counter is not part of the recommended guidance because it was not communicated by the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) to his Ummah. So, whoever is keen to follow the Sunnah, in pursuit of complying with the way of our role model (may Allah’s peace and blessings be upon him) has to use the fingers of his right hand in counting Dhikr, for they are going to testify on his behalf about that, as authentically reported in the prophetic Sunnah.

Makna hadis ini telah dibawakan sebelumnya dalam kisah Ummul-Mu`minīn Juwairiyah (no. 1433) tanpa menyebutkan bertasbih menggunakan kerikil, dan itulah riwayat yang sahih untuk hadis ini. Adapun riwayat yang menyebutkan bertasbih menggunakan kerikil, maka sanadnya daif, tidak bisa menjadi dasar untuk menetapkan hukum syariat. Lagi pula cara berzikir dengan menggunakan kerikil ini, atau yang disebut hari ini dengan tasbih, bukanlah petunjuk yang dianjurkan, karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah menganjurkan umat kepadanya. Maka siapa saja yang ingin bersungguh-sungguh menerapkan Sunnah dan berharap mengikuti Nabi panutan -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, hendaklah dia menghitung zikirnya menggunakan tangan kanannya karena ruas jari akan berbicara dan diminta berbicara sebagai saksi zikirnya, sebagaimana hal itu telah sahih dalam Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

1443/36- Abu Mūsa (may Allah be pleased with him) reported: “The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said to me: ‘Shall I guide you to one of the treasures of Paradise?’ I said: ‘Yes, please do, O Messenger of Allah!’ He said: ‘La hawla wa la quwwata illa billāh (There is no might nor power except with Allah).’” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

36/1443- Abu Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku, "Tidakkah aku kabarkan kepadamu satu di antara perbendaharaan surga?" Aku menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah!" Beliau bersabda, "Yaitu (ucapan): lā ḥaula walā quwwata illā billāh." (Muttafaq 'Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) “La hawla wa la quwwata illa billāh” (There is no might nor power except with Allah) is a statement that denotes disassociation and seeking help: a slave disassociates himself from his inability and weakness and resorts to Allah, the Exalted, in reliance on Him and seeking His help.

1) Ucapan lā ḥaula walā quwwata illā billāh (tidak ada upaya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah) adalah kalimat berlepas diri dan permohonan pertolongan, karena di dalamnya terkandung ungkapan berlepas diri dari ketidakmampuan dan kelemahan hamba serta memohon pertolongan dan berserah diri kepada Allah -'Azza wa Jalla-.

en

2) This Dhikr has a special merit, as it is a treasure from under the Throne. This special merit relates to the fact that this Dhikr demonstrates the weakness of the slave before his Lord, and that he is unable to do anything, even to change from one state to another, unless he seeks the help of his Lord.

2) Keutamaan yang khusus untuk zikir ini, karena ia merupakan perbendaharaan di bawah Arasy. Ia dikhususkan dengan hal itu karena di dalamnya terkandung sikap menampakkan kelemahan makhluk kepada Tuhannya, bahwa dia tidak kuasa melakukan sesuatu seperti berpindah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain, kecuali bila dia memohon pertolongan kepada Rabb-nya."