Terjemahan yang Berlaku English عربي

282- BAB LARANGAN MENYIKSA HAMBA SAHAYA, HEWAN, PEREMPUAN, DAN ANAK-ANAK TANPA ALASAN YANG DIBENARKAN OLEH AGAMA ATAU YANG LEBIH DARI KADAR MENDIDIK

Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabīl, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri." (QS. An-Nisā`: 36)

1/1600- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ada seorang wanita disiksa karena seekor kucing yang dia kurung hingga mati kelaparan, lalu dengan sebab itu dia masuk neraka. Dia tidak memberinya makan dan minum ketika mengurungnya, dan dia juga tidak melepaskannya supaya ia bisa memakan serangga tanah." (Muttafaq 'Alaih)

خَشَاشُ الأرْضِ (khasyāsy al-arḍ), dengan memfatahkan huruf "khā`" dan dua huruf "syīn", yaitu: serangga tanah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan menyiksa hewan dan anjuran untuk berbuat baik kepadanya.

2) Kadang seorang hamba mengerjakan perbuatan-perbuatan zalim dan dia mengiranya kecil, padahal sangat besar dosanya di sisi Allah, sehingga membuatnya terjerumus ke dalam neraka Jahanam.

Faedah Tambahan:

Dari hadis ini dapat dipetik pelajaran tentang bolehnya memelihara hewan -seperti burung dan ikan misalnya- dengan syarat dia menjamin pemeliharaannya berupa tempat tinggal, makanan, dan minuman.

2/1601- Juga dari Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, ia meriwayatkan bahwa dia pernah melewati sejumlah pemuda Quraisy yang memasang burung sebagai sasaran memanah. Mereka memberi pemilik burung setiap anak panah yang salah sasaran. Begitu mereka melihat Ibnu Umar, seketika itu pula mereka bubar. Maka Ibnu Umar berkata, "Siapa yang melakukan ini? Allah melaknat siapa yang melakukan ini. Sesungguhnya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melaknat siapa saja yang menjadikan sesuatu yang bernyawa sebagai sasaran panah." (Muttafaq 'Alaih)

الْغَرَضُ (al-garaḍ), dengan memfatahkan "gain" serta "rā`", artinya: sasaran, sesuatu yang dijadikan sebagai sasaran panah.

3/1602- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang mengurung binatang." (Muttafaq 'Alaih) Maksudnya: dikurung untuk dibiarkan terbunuh.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan mengurung hewan untuk dijadikan sasaran panah atau sekadar hiburan karena perbuatan tersebut menyiksanya.

2) Besarnya rahmat Allah -'Azza wa Jalla- yang mencakup segala sesuatu kepada semua makhluk-Nya, bahkan sampai hewan kecil dan lemah.

3) Kewajiban mengajak kepada yang makruf dan mencegah kemungkaran, sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat mulia, Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- terhadap para pemuda tersebut.

4/1603- Abu Ali Suwaid bin Muqarrin -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku masih ingat bahwa aku adalah satu dari tujuh bersaudara dari anak-anak Muqarrin. Kami tidak memiliki pembantu kecuali satu orang hamba sahaya perempuan yang suatu saat saudara kami yang paling kecil menamparnya, sehingga Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkan kami untuk memerdekakannya." (HR. Muslim) Dalam satu riwayat disebutkan, "Salah satu dari ketujuh saudaraku."

5/1604- Abu Mas'ūd Al-Badriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku pernah memukul seorang budakku menggunakan cambuk. Lalu aku mendengar suara dari belakangku, 'Ketahuilah, wahai Abu Mas'ūd!' Tetapi aku tidak bisa memahami suara itu karena aku sedang marah. Ketika dia mendekat kepadaku, ternyata beliau adalah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Ternyata beliau bersabda, 'Ketahuilah, wahai Abu Mas'ūd! Ketahuilah, wahai Abu Mas'ūd!' Seketika aku membuang cambuk tersebut dari tanganku. Beliau bersabda, 'Ketahuilah, wahai Abu Mas'ūd! Allah lebih kuasa atasmu daripada kekuasaanmu terhadap budak ini.' Aku berkata, "Aku tidak akan memukul seorang budak pun setelahnya, selamanya." Dalam riwayat lain, "Seketika cambuk tersebut jatuh dari tanganku karena segan terhadap kewibawaan beliau."

Dalam riwayat lainnya disebutkan: Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Dia telah merdeka karena Wajah Allah -Ta'ālā-." Beliau bersabda, "Ketahuilah, sekiranya engkau tidak melakukannya, api neraka pasti membakarmu, atau api neraka pasti menyentuhmu." (HR. Muslim dengan semua riwayat ini)

6/1605- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang memukul budaknya sebagai hukuman atas kesalahan yang tidak ia lakukan, atau menamparnya, maka kafaratnya (tebusannya) adalah dengan memerdekakannya." (HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Memerdekakan budak sebagai tebusan atas pemukulan kepadanya adalah bentuk keadilah syariat dalam hal menyikapi pelaku keburukan dengan kebalikan dari maksudnya.

2) Anjuran untuk bersikap lembut kepada pembantu dan budak sahaya serta bermuamalah dengan mereka secara baik, menjauhkan keburukan dari mereka, dan pengharaman menyiksa dan menzalimi mereka.

3) Keagungan wibawa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam hati sahabat-sahabatnya, serta antusiasme mereka untuk meneladani ucapan dan perbuatan beliau, serta melaksanakan nasihat-nasihat beliau kepada mereka. Sehingga kita wajib menjadikan mereka sebagai teladan yang baik dalam hal mempelajari hadis-hadis Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan mengamalkannya karena ia merupakan jalan petunjuk dan keselamatan di dunia dan akhirat.

7/1606- Hisyām bin Ḥakīm bin Ḥizām -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa dia di Syam pernah melewati sejumlah orang dari kaum Anbāṭ yang dijemur di bawah terik matahari dan disirami minyak di atas kepala mereka. Lalu dia berkata, “Apa ini?” Dikatakan kepadanya, “Mereka disiksa karena tidak membayar upeti tanah.” Dalam riwayat lain disebutkan, "Mereka ditahan karena tidak membayar jizyah." Hisyām berkata, “Aku bersaksi, sungguh aku benar-benar telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya Allah akan menyiksa orang-orang yang menyiksa manusia di dunia.” Kemudian Hisyām datang menghadap gubernur di sana lalu menyampaikan hadis itu kepadanya, kemudian gubernur memerintahkan agar mereka dibebaskan. (HR. Muslim)

Kaum Anbāṭ ialah para petani dari luar Arab.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman menyiksa manusia tanpa alasan yang benar sekalipun mereka adalah orang kafir yang terikat perjanjian dengan negeri Islam, karena kezaliman diharamkan di antara manusia.

2) Indahnya riwayat hidup para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik dalam hal menasihati penguasa dan menegakkan amar makruf nahi mungkar.

8/1607- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melihat keledai yang ditandai (tato) di mukanya. Beliau pun lantas mengingkari hal itu. Lantas berkata (Al-'Abbās), 'Demi Allah! Aku tidak akan menandainya kecuali di bagian yang paling jauh dari mukanya.' Kemudian ia (Al-'Abbās) memerintahkan agar keledainya dihadirkan lalu diberikan tanda menggunakan besi panas di pangkal kedua pahanya. Sehingga dia adalah orang pertama yang menandai hewan di kedua pangkal pahanya." (HR. Muslim)

9/1608- Juga dari Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā-, bahwa seekor keledai yang diberi tato di mukanya lewat di dekat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, maka beliau bersabda, "Allah melaknat orang yang memberinya tato." (HR. Muslim)

Juga dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang memukul wajah dan melarang memberi tato hewan di mukanya."

Kosa Kata Asing:

مَوْسُوْمُ الْوَجْهِ (mausūm al-wajh - wajahnya diberi tanda): al-wasm ialah tanda yang diberikan pada sesuatu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan memukul wajah dan memberi tato hewan di mukanya, karena hal itu termasuk dosa yang pelakunya patut mendapat ancaman.

2) Boleh memberi tanda pada hewan di selain mukanya, karena hal itu ada dalam petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3) Larangan menyiksa dan menyakiti hewan.

Peringatan:

Dalam hadis-hadis di atas terdapat penjelasan tentang kasih sayang agama Islam kepada hewan serta larangan menyiksa dan menyakitinya. Maka kasih sayang agama Islam kepada manusia serta larangan menyiksa mereka tentu lebih besar lagi. Islam dengan petunjuk dan ajaran-ajarannya dalam hal ini jauh berada di depan bila dibandingkan dengan klaim dan aturan organisasi-organisasi penyayang binatang.