Allah -Ta'ālā- berfirman, "Kemudian datanglah setelah mereka, pengganti yang mengabaikan salat dan memperturutkan nafsunya, maka mereka kelak akan tersesat, kecuali orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dizalimi (dirugikan) sedikit pun." (QS. Maryam: 59-60) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Maka keluarlah dia (Karun) kepada kaumnya dengan kemegahannya. Orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia berkata, 'Mudah-mudahan kita mempunyai harta kekayaan seperti apa yang telah diberikan kepada Karun, sesungguhnya dia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.' Tetapi orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata, 'Celakalah kamu! Ketahuilah, pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, dan (pahala yang besar) itu hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar.'" (QS. Al-Qaṣaṣ: 79-80) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Kemudian kalian benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu)." (QS. At-Takāṡur: 8) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Siapa yang menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahanam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir." (QS. Al-Isrā`: 18) Ayat-ayat dalam bab ini sangat banyak dan masyhur.
1) Para penikmat syahwat yang haram adalah orang-orang yang berpaling dari Allah -Ta'ālā- dan yang bersenang-senang memperturutkan hawa nafsunya.
2) Orang berilmu dapat melihat berbagai fitnah berdasarkan ilmu dan keyakinan yang mereka miliki.
1/491- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Keluarga Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah kenyang dari roti gandum selama dua hari berturut-turut hingga Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wafat." (Muttafaq 'Alaih)
Dalam riwayat lain: "Sejak hijrah ke Madinah, keluarga Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah kenyang dari makanan gandum selama tiga malam berturut-turut hingga beliau diwafatkan."
آل محمَّد (ālu muḥammad): keluarga Muhammad, maksudnya istri dan para pembantu yang berada dalam tanggungan beliau.
البُرُّ (al-burr): gandum.
1) Sikap zuhud dan berpalingnya Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan keluarga beliau dari dunia; sekiranya beliau mau pastilah dunia akan datang dengan sendirinya kepada beliau.
2) Siapa yang kehidupan dunianya serba terbatas dan kekurangan, maka hendaknya mengikuti sikap zuhud dan kesabaran Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
2/492- 'Urwah meriwayatkan dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- bahwa dia berkata, "Demi Allah, wahai keponakanku! Dahulu kami melihat hilal, lalu hilal setelahnya, lalu hilal setelahnya lagi; yaitu tiga kali hilal, selama dua bulan sementara di rumah-rumah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah dinyalakan api (masakan)." Aku bertanya, "Wahai bibiku! Lalu apa yang menghidupi kalian?" Aisyah menjawab, "Al-Aswadān; yaitu kurma dan air. Hanya saja Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memiliki tetangga-tetangga dari Ansar, mereka memiliki hewan-hewan perahan. Biasanya mereka mengirimkan sebagian susunya kepada Rasulullah- ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu beliau memberikannya kepada kami." (Muttafaq 'Alaih)
مَنَائحُ (manā`iḥ): kambing atau unta yang diberikan oleh pemiliknya kepada yang lain untuk diambil susunya, kemudian dikembalikan lagi setelah sekian waktu.
1) Seseorang boleh mengabarkan tentang minimnya harta di rumahnya jika hal itu mengandung nasihat dan pelajaran, bukan bertujuan meminta-minta dan berkeluh kesah.
2) Menggambarkan kehidupan zuhud dalam rumah tangga Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena kehidupan mereka hanya dari kurma dan air.
3/493- Abu Sa'īd Al-Maqburiy meriwayatkan dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa dia pernah melewati sekelompok orang yang sedang bersiap menyantap hidangan kambing panggang. Mereka pun mengajaknya, namun dia enggan dan mengatakan, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sampai meninggalkan dunia ini tidak pernah kenyang dari roti gandum." (HR. Bukhari)
مَصْلِيَّةٌ (maṣliyyah) dengan memfatahkan "mīm", artinya: yang dipanggang.
1) Anjuran mengundang orang-orang saleh dan baik agar menghadiri hidangan makanan.
2) Kesungguhan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk mengikuti Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta sikap sederhana mereka dalam hal selera dan kenikmatan dunia.
3) Menjelaskan kehidupan sederhana Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta mencukupkan diri dengan sedikit makanan dan minuman.
4/494- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah makan di atas meja makan hingga beliau wafat. Beliau juga tidak pernah makan roti yang besar dan lembut hingga wafat." (HR. Bukhari)
Dalam riwayat Bukhari yang lain: "Beliau juga tidak pernah sama sekali melihat secara langsung kambing panggang."
خِوان (khiwān): tempat hidangan makanan ketika makan. Jika telah dihidangkan padanya makanan, maka ia disebut mā`idah (tempat hidangan).
شَاةً سَميطاً (syāh samīṭan): kambing yang dipanggang, dan itu hanya dilakukan pada kambing muda.
1) Anjuran tidak menyerupai orang-orang yang mewah dan berlebihan dalam makanan, minuman, dan pakaian.
2) Menjelaskan sikap zuhud Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap dunia dan kenikmatannya, serta bergabungnya beliau bersama orang-orang miskin dalam hidangan makanan dan minuman mereka untuk menghibur hati mereka.
5/495- An-Nu'mān bin Basyīr -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Sungguh aku pernah melihat Nabi kalian -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak memiliki kurma jelek sekalipun untuk mengisi perutnya." (HR. Muslim)
الدَّقَلُ (ad-daqal): kurma yang berkualitas jelek.
1) Kesederhanaan hidup Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu beliau tidak memiliki kecukupan, karena tidak menyibukkan diri dengan kenikmatan dunia.
2) Orang yang berbahagia adalah yang dianugerahi kesabaran oleh Allah terhadap sedikitnya rezeki, lalu dia hidup dengan mengikuti petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
6/496- Sahl bin Sa'ad -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah melihat roti dari gandum pilihan sejak beliau diutus oleh Allah -Ta'ālā- hingga diwafatkan." Ada yang bertanya, "Apa di zaman Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kalian memiliki saringan tepung?" Sahl bin Sa'ad menjawab, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah melihat saringan tepung sejak beliau diutus oleh Allah -Ta'ālā- hingga diwafatkan." Ada yang bertanya, "Bagaimana kalian makan gandum yang tidak disaring?" Dia menjawab, "Kami menumbuknya kemudian meniupnya, sehingga terbang yang bisa terbang, lalu yang diam kami adon." (HR. Bukhari)
Perkataannya: "النَّقِيّ" (an-naqiy), dengan memfatahkan "nūn", mengkasrahkan "qāf", dan mentasydidkan "yā`", yaitu roti dari tepung yang disaring.
ثَرَّيْنَاهُ (ṡarraināhu), dengan "ṡā`", setelahnya "rā`" bertasydid, kemudian "yā`", dan "nūn", artinya: kami basahi dan kami adon.
النَّقِيّ (an-naqiy): dijelaskan oleh penulis dengan al-khubzul-ḥuwwārā, yaitu roti berwarna putih kalau di budaya kita (budaya Arab).
1) Menjelaskan kehidupan zuhud Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan sahabat-sahabat beliau; yaitu mereka makan apa yang ada saja, tanpa memaksakan diri.
2) Anjuran meninggalkan cara-cara orang mewah dan kaya yang berlebihan dalam makanan, minuman, dan pakaian untuk mengikuti junjungan manusia, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan para sahabat yang mulia -raḍiyallāhu 'anhum-.
7/497- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Suatu hari atau suatu malam Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar rumah, tiba-tiba beliau bertemu Abu Bakar dan Umar. Beliau bertanya, "Apa yang membuat kalian keluar rumah di waktu seperti ini?" Mereka menjawab, "Rasa lapar, wahai Rasulullah!" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Aku juga. Demi Zat yang jiwaku ada di Tangan-Nya! Yang membuatku keluar sama seperti yang membuat kalian keluar. Kemarilah!" Mereka kemudian berjalan bersama beliau ke rumah seorang Ansar. Namun ternyata dia tidak sedang di rumah. Tatkala istrinya melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dia berkata, "Selamat datang." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya, "Polan ke mana?" Dia menjawab, "Dia sedang mengambilkan kami air yang segar." Tiba-tiba laki-laki Ansar itu datang dan melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- beserta dua sahabatnya. Dia berkata, "Alḥamdulillāh. Tidak ada hari ini orang yang memiliki tamu yang lebih mulia dariku. Kemudian dia pergi lalu datang membawa setandan kurma. Ada yang masih muda, ada yang sudah kering, dan ada yang sedang matang. Dia berkata, "Makanlah kalian." Kemudian dia mengambil pisau (untuk menyembelih kambing). Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata padanya, "Janganlah (menyembelih) yang sedang memiliki air susu." Maka dia pun menyembelihkan mereka kambing. Lantas mereka makan dari daging kambing serta tandan kurma tersebut dan juga minum. Setelah semuanya kenyang makan dan minum, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepada Abu Bakar dan Umar, "Demi Zat yang jiwaku di Tangan-Nya! Sungguh, kalian akan ditanya tentang nikmat ini pada hari Kiamat. Kalian keluar dari rumah karena rasa lapar, kemudian kalian tidak pulang hingga mendapatkan nikmat ini." (HR. Muslim)
يَسْتَعْذِبُ (yasta'żibu) maksudnya: mengambil air tawar, yaitu yang segar. العِذْق (al-'iżqu) dengan mengkasrahkan "'ain", lalu mensukunkan "żāl", yaitu tandan. المُدية (al-mudyah) dengan mendamahkan "mīm", boleh juga dikasrahkan, artinya: pisau. الحَلوب (al-ḥalūb): yang memiliki air susu. Allah akan menanyakan nikmat-nikmat ini, yaitu pertanyaan untuk mengingatkan nikmat, bukan pertanyaan dengan tujuan mencela dan menyiksa. Wallāhu a'lam.
Laki-laki Ansar yang mereka datangi ini ialah Abul-Haiṡam bin At-Tayyihān -raḍiyallāhu 'anhu-, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat Tirmizi dan lainnya.
بُسْر (busr): buah kurma yang masih muda yang disebut balaḥ.
الرُّطب (ruṭab): buah kurma yang sudah matang sebelum kering.
1) Tokoh-tokoh terbaik umat ini pernah keluar rumah karena lapar; sehingga janganlah bersedih, wahai orang yang miskin!
2) Semua yang dinikmati manusia di dunia termasuk nikmat yang akan ditanyakan kepada hamba.
3) Boleh menikmati rezeki yang baik, disertai dengan memperhatikan kewajiban mensyukurinya dan larangan dari mubazir terhadapnya.
8/498- Khālid bin Umar Al-'Adawiy berkata, Utbah bin Gazwān berpidato kepada kami sebagai gubernur Basrah. Dia memuji Allah kemudian berkata, "Ammā ba'du: Sesungguhnya dunia telah mengumumkan diri akan punah dan dia berlalu dengan cepat. Tidak tersisa dari dunia ini kecuali sedikit, seperti sisa yang ada dalam bejana dan berusaha dituangkan oleh pemiliknya. Sungguh, kalian akan pindah dari dunia ini menuju suatu negeri yang kekal. Maka berpindahlah dengan membawa sesuatu paling berharga yang ada di hadapan kalian. Sunggug, telah disampaikan kepada kami bahwa batu dilemparkan dari bibir Jahanam, lalu batu itu meluncur di dalamnya selama tujuh puluh tahun, namun belum sampai ke dasarnya. Demi Allah! ia pasti akan diisi penuh, maka apakah kalian heran?! Juga telah disampaikan kepada kami bahwa lebar antara dua sisi tiap pintu surga sejauh perjalanan empat puluh tahun. Demi Allah! Akan datang padanya suatu hari, antara dua sisi pintu itu akan penuh sesak. Sungguh, aku masih ingat ketika bersama tujuh orang bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam, kami tidak memiliki makanan kecuali daun pohon, sehingga sisi mulut kami terluka. Kemudian aku menemukan sebuah kain lalu membaginya dua bagian dengan Sa'ad bin Mālik; aku memakai setengahnya dan setengahnya lagi dipakai Sa'ad. Kemudian hari ini, tidak ada seorang pun dari kami kecuali telah menjadi gubernur pada salah satu negeri. Sungguh, aku berlindung kepada Allah agar tidak merasa diri besar, tetapi kecil di sisi Allah." (HR. Muslim)
Perkataannya "آذَنَتْ" (āżanat), yaitu dengan memanjangkan alif, artinya: memberitahu. بِصُرْمٍ (bi ṣurmin), dengan mendamahkan "ṣād", artinya: dengan kefanaan dan kesirnaan. ووَلَّتْ حذَّاءَ (wa wallat hażżā`a), dengan "ḥā`" yang fatah, setelahnya "żāl" yang bertasydid, kemudian alif yang bermad, artinya: cepat. الصُّبَابَةُ (aṣ-ṣubābah), dengan mendamahkan "ṣād", yaitu: sisa yang sedikit. يَتَصَابُّها (yataṣābbuhā), dengan mentasydidkan "bā`" yang sebelum "hā`", artinya: ia mengumpulkannya. الكَظِيظ (al-kaẓīẓ): banyak dan penuh. Sedangkan kata "قَرِحَتْ" (qariḥat), dengan memfatahkan "qāf", dan mengkasrahkan "rā`", artinya: menjadi terluka.
شَفِيرِ جَهَنَّمَ (syafīr jahannam): bibir Jahanam yang paling atas.
مِصْرَاعَيْنِ (miṣrā'ain): dua miṣrā', sedang al-miṣrā' ialah bukaan pintu; setiap pintu memiliki dua sisi bukaan.
أَشْدَاقُنا (asydāqunā), bentuk jamak dari kata "شِدْق" (syidq), yaitu ujung mulut.
بُرْدَةٌ (burdah): kain yang digunakan berselimut.
1) Anjuran memberi nasihat kepada saudara, menganjurkan mereka kepada kebaikan, serta mengingatkan mereka agar takut terhadap siksa akhirat.
2) Menampilkan nasihat yang sangat luar biasa bagi umat, bahwa orang yang memendam cita-cita akhirat tidak sepantasnya berlebihan dalam kenikmatan dunia. Siapa yang menginginkan dunia maka ia pasti membahayakan akhiratnya, dan siapa yang menginginkan akhirat maka ia pasti membahayakan dunianya.
3) Menjelaskan keadaan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan sahabat-sahabat yang pertama masuk Islam -raḍiyallāhu 'anhum-. Dunia ini tidak pernah dibukakan pada orang-orang yang membuka hati mereka kepada syahwat, sekalipun hal itu diperbolehkan!
9/499- Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- memperlihatkan kepada kami sebuah kain dan sebuah sarung yang kasar, lalu dia berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wafat menggunakan dua pakaian ini." (Muttafaq 'Alaih)
1) Menggambarkan pakaian yang dipakai oleh Rasulullah sang pengajar kebaikan -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu pakaian yang kasar tidak lembut.
2) Menampakkan sifat zuhud, tawaduk, dan kanaah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam; yaitu beliau hanya memakai pakaian yang ada, tanpa berlebihan dan tanpa sombong.
Yang benar tentang perawi hadis ini ialah Abu Burdah, dari Abu Mūsā Al-Asy'ariy, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
10/500- Sa'ad bin Abī Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku adalah orang Arab pertama yang melepaskan anak panah dalam jihad fi sabilillah. Sungguh, kami dahulu berperang bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan kami tidak memiliki makanan kecuali daun ḥublah dan daun samur, sehingga kami buang air seperti kambing buang kotoran, yaitu fesesnya kering." (Muttafaq 'Alaih)
الحُبْلَة (al-ḥublah), dengan mendamahkan "ḥā`" dan mensukunkan "bā`": nama pohon. Pohon ḥublah dan samur adalah dua jenis pohon terkenal di antara pepohonan di daerah pedalaman.
لَيَضَعُ (layaḍa'u): kata kiasan untuk buang air besar.
ما لَه خِلط (mā lahu khilṭun): tidak saling bercampur karena sangat kering.
1) Boleh menceritakan nikmat Allah dan menyebut amal ketaatan jika maksudnya untuk menasihati manusia.
2) Kesabaran para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap kehidupan yang sulit untuk meninggikan panji Islam. Dan siapa yang bercita-cita membela agama maka para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- sebagai teladannya.
11/501- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ya Allah! Jadikanlah rezeki keluarga Muhammad secukupnya." (Muttafaq 'Alaih)
Para ahli bahasa berkata, "Makna 'قُوتاً' (qūtan) adalah makanan yang sekadar mengenyangkan."
1) Di antara tanda kebahagiaan seseorang adalah bersikap kanaah terhadap sedikitnya rezeki yang hanya cukup untuk dirinya serta menahannya dari meminta-minta.
2) Jalan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah yang pertengahan; yaitu memenuhi kebutuhan, tidak berlebih-lebihan dan tidak kekurangan.
3) Meminta rezeki sesuai kebutuhan disertai memohon perlindungan dari kemiskinan merupakan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
12/502- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Demi Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Dia. Aku pernah menempelkan lambungku ke tanah karena lapar. Aku juga pernah mengikatkan batu di perutku karena lapar. Suatu hari aku benar-benar duduk di jalan jalur keluar mereka. Kemudian lewatlah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau tersenyum ketika melihatku, dan beliau mengetahui apa yang ada di wajah dan hatiku. Beliau berkata, "Wahai Abu Hirr!" Aku menjawab, "Aku memenuhi panggilanmu, ya Rasulullah." Beliau berkata, "Ikutlah." Kemudian beliau berjalan dan aku mengikuti, hingga beliau masuk rumah. Kemudian aku minta izin dan beliau mengizinkan. Maka aku pun masuk. Beliau menemukan susu di mangkok, dan beliau bertanya, "Dari mana susu ini?" Orang-orang di rumah menjawab, "Susu itu dihadiahkan kepadamu oleh laki-laki si polan atau wanita si polan." Beliau berkata, "Wahai Abu Hirr!" Aku menjawab, "Aku memenuhi panggilanmu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Temuilah ahli sufah dan ajaklah mereka kemari." Abu Hurairah menerangkan, bahwa ahli sufah adalah tamu-tamu Islam. Mereka tidak memiliki keluarga, harta, atau siapa pun. Jika Nabi diberikan sedekah, beliau mengirimkan semuanya kepada mereka dan tidak memakannya sedikit pun. Jika beliau diberikan hadiah, beliau mengirimnya kepada mereka lalu memakannya dan menyertakan mereka di dalamnya. Abu Hurairah berkata, ucapan beliau itu membuatku sedih. Aku berkata (dalam hati), "Susu ini tidak akan cukup untuk ahli sufah. Aku lebih pantas mendapatkan susu ini untuk kuminum sehingga kekuatanku pulih. Bila mereka datang dan Nabi memerintahkanku, maka akulah yang melayani mereka, dan mungkin susu itu tidak akan sampai kepadaku. Tetapi tidak ada pilihan kecuali taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya." Aku segera menemui dan mengajak mereka. Mereka pun datang dan meminta izin, dan Nabi mengizinkan mereka. Kemudian mereka masuk ke rumah dan mengambil posisi duduk masing-masing. Beliau berkata, "Wahai Abu Hirr!" Aku menjawab, "Aku memenuhi panggilanmu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Ambillah lalu berikan kepada mereka." Lalu aku mengambil mangkok tersebut dan mulai memberikannya kepada seseorang, kemudian dia minum hingga kenyang lalu mengembalikan lagi mangkok itu kepadaku. Aku ambil mangkok tersebut dan memberikannya kepada yang lain, kemudian dia minum hingga kenyang lalu mengembalikan lagi mangkok itu kepadaku. Hingga giliran terakhir aku memberikannya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sementara mereka semua sudah kenyang. Beliau kemudian mengambil mangkok itu dan menaruhnya di atas tangannya. Lalu beliau melihatku sembari tersenyum. Beliau berkata, "Wahai Abu Hirr!" Aku menjawab, "Aku memenuhi panggilanmu, wahai Rasulullah." Beliau berkata, "Sekarang tinggal aku dan kamu." Aku menjawab, "Benar, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Duduk kemudian minumlah." Aku segera duduk kemudian minum. Beliau bersabda, "Minumlah lagi." Maka aku minum lagi. Dan beliau terus menyuruhku minum lagi, hingga aku berkata, "Cukup. Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran! Sudah tidak ada tempatnya lagi." Beliau bersabda, "Berikan kepadaku!" Maka aku memberikan mangkok itu kepada beliau. Setelah itu beliau memuji Allah dan membaca basmalah kemudian meminum sisanya. (HR. Bukhari)
مَسْلَكًا (maslakan): tempat untuk dilalui.
1) Perhatian besar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada sahabat-sahabat beliau yang memiliki kebutuhan serta antusiasme beliau dalam mengetahui keadaan mereka.
2) Para pemimpin umat ini, yaitu para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- sebagian besar mereka adalah orang miskin. Sebab itu, tidak ada aib pada kemiskinan yang disertai keimanan, sebaliknya Allah memandang jelek suatu kekayaan yang disertai kekufuran.
13/503- Muhammad bin Sirīn meriwayatkan dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa dia berkata, "Aku pernah tersungkur pingsan di antara mimbar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan kamar Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, lantas ada yang datang dan meletakkan kakinya di tengkukku karena menyangka aku gila, padahal aku tidak gila, melainkan karena aku kelaparan." (HR. Bukhari)
أَخِرُّ (akhirru): saya tersungkur.
مَغْشِيّاً عَلَيَّ (magsyiyyan 'alay): pingsan.
1) Kesabaran para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam menghadapi kemiskinan dan kelaparan, serta sikap mereka dalam menjaga diri dari minta-minta kepada manusia.
2) Kemuliaan dan ketinggian derajat tidak akan terwujud kecuali setelah melalui ujian dan cobaan. Lihatlah Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- yang menjadi imam kaum mukminin dalam ilmu hadis dan penjaga Sunnah di tengah-tengah umat setelah bersabar melawan lapar dan lelah. Oleh karena itu, imam kita Asy-Syāfi'iy -raḥimahullāh- berkata, "Seseorang tidak akan diberikan kesuksesan kecuali setelah diuji."
14/504- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- meninggal dunia sementara baju perang beliau masih digadaikan pada seorang yahudi dengan tiga pulu ṣā' gandum." (Muttafaq 'Alaih)
الدِّرْعُ (ad-dir'u): baju besi yang dipakai ketika perang.
مَرْهُونَةٌ (marhūnah): digadaikan karena utang.
1) Menjelaskan sikap zuhud Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap dunia serta tidak memperkaya dan menyibukkan diri dengan harta benda dan kekayaan dunia. Padahal kalau beliau menginginkan kehidupan seperti raja, niscaya dunia akan datang kepadanya dengan sendirinya dan gunung-gunung emas akan berjalan bersama beliau. Tetapi beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-lebih memilih hidup sebagai hamba dan rasul.
2) Boleh melakukan interaksi jual beli dan berbagai bentuk muamalah harta dengan orang kafir.
15/505- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah menggadaikan baju perangnya dengan jelai. Dan aku pernah menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan membawa roti jelai dan minyak lemak yang telah berubah. Sungguh, aku pernah mendengar beliau bersabda, 'Keluarga Muhammad tidak pernah memiliki satu ṣā' gandum ketika pagi maupun sore.' Padahal mereka ada sembilan rumah." (HR. Bukhari)
الإهَالَةُ (al-ihālah), dengan mengkasrahkan hamzah, artinya: lemak yang telah menjadi minyak. Dan "السَّنِخَةُ" (as-sanikhah), dengan "nūn" dan "khā`", artinya: yang berubah.
1) Kesabaran Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan keluarga beliau dalam menghadapi kehidupan yang sempit serta sikap kanaah mereka dengan rezeki yang sedikit.
2) Keluarga paling mulia di sisi Allah, yaitu rumah tangga istri-istri Nabi, ketika pagi dan sore hari di rumah mereka tidak ada yang bisa dimakan! Maka, di manakah orang-orang beriman yang mau mengambil pelajaran?!
16/506- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku telah melihat tujuh puluh orang di antara ahli sufah, tidak seorang pun di antara mereka yang mengenakan atasan (selendang). Sebagian hanya memakai bawahan (sarung). Dan sebagian hanya memakai kain yang mereka ikat di leher; ada yang sampai setengah betis dan ada yang sampai mata kaki, sehingga kain itu harus dipegang dengan tangannya karena tidak mau auratnya terlihat." (HR. Bukhari)
1) Kenikmatan iman tidak akan diperoleh kecuali dengan meninggalkan kenikmatan dunia. Ahli sufah yang merupakan sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidaklah memperoleh kenikmatan iman kecuali dengan meninggalkan kemewahan nikmat dunia.
2) Kemiskinan tidak menghalangi seseorang untuk mencapai puncak kebahagiaan, dan seseorang tidak boleh bersedih dengan kemiskinannya, melainkan seorang insan harus menangisi dirinya bila memiliki cita-cita yang lemah.
17/507- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Kasur Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terbuat dari kulit yang diisi sabut." (HR. Bukhari)
أدْم (udmun): kulit.
1) Sikap tawaduk dan berpalingnya Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dari kemewahan dunia yang disertai sikap rida terhadap takdir Allah -Ta'ālā- secara penuh.
2) Imam orang-orang yang zuhud, yaitu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-dahulu memiliki kasur yang terbuat dari kulit dan sabut; maka di manakah orang-orang yang meneladani kehidupan zuhud Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-!?
18/508- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, tiba-tiba datang seorang laki-laki Ansar dan mengucapkan salam kepada beliau. Kemudian laki-laki Ansar itu beranjak pergi, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memanggilnya, "Wahai saudara Ansarr! Bagaimana keadaan saudaraku Sa'ad bin 'Ubādah?" Dia menjawab, "Dia baik-baik saja." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu mengajak kami, "Siapakah di antara kalian yang akan menjenguknya?" Kemudian beliau bangun dan kami pun ikut bangun bersama beliau. Jumlah kami saat itu sekian belas orang, tanpa memakai sandal ataupun sepatu, juga tanpa memakai peci dan baju. Kami berjalan di atas tanah gersang itu hingga kami sampai ke tempatnya. Lalu kaumnya mundur dari sekelilingnya sehingga Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- beserta para sahabat yang bersamanya bisa mendekat. (HR. Muslim)
قَلَانِسُ (qalānis): sesuatu yang dipakai di kepala.
السِّبَاخُ (as-sibākh), bentuk jamak dari kata "سبخة)\" (sabkhah)
1) Menjelaskan kezuhudan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- serta kesederhanaan mereka dalam pakaian, juga kesabaran mereka menghadapi kemiskinan yang berat dan kehidupan yang keras.
2) Bekal dan pakaian sesungguhnya adalah pakaian takwa; lihatlah para sahabat mulia itu, bagaimana mereka tidak memiliki pakaian dunia tetapi hati mereka penuh dengan iman dan petunjuk.
19/509- 'Imrān bin Al-Ḥuṣain -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya. ('Imrān berkata, 'Aku tidak tahu apakah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengucapkannya dua atau tiga kali.') Kemudian datang setelah mereka orang-orang yang memberi kesaksian padahal tidak diminta menjadi saksi, mereka berkhianat dan tidak bisa dipercaya, mereka bernazar dan tidak menunaikannya, dan tampak pada mereka kegemukan." (Muttafaq 'Alaih)
1) Menjelaskan keutamaan tiga generasi pertama di atas orang-orang setelahnya, yaitu para sahabat, tabiin, dan pengikut tabiin. Semoga Allah meridai mereka.
2) Di antara karakter generasi pertama yang utama: berpegang teguh dengan segala jenis keimanan secara tulus, meninggalkan kemewahan dunia, dan tidak berlebihan dalam makanan dan minuman.
3) Merebaknya obesitas dan kegemukan pada generasi-generasi belakang adalah tanda kekurangan yang ada pada mereka disebabkan karena mereka meninggalkan sifat-sifat keimanan yang tulus dan tenggelam dalam kenikmatan dunia.
20/510- Abu Umāmah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Wahai anak Adam! Sungguh, jika engkau memberikan kelebihan (dari kebutuhanmu), itu adalah kebaikan bagi dirimu. Dan jika engkau menahannya, itu keburukan bagimu. Engkau tidak dicela bila menyimpan secukupnya, dan mulailah memberi nafkah pada orang yang engkau tanggung." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")
الفَضْل (al-faḍl): yang lebih dari kebutuhan.
لا تُلامُ (lā tulāmu): engkau tidak mendapat cela dalam agama.
مَنْ تَعُولُ (man ta'ūlu): orang yang harus engkau nafkahi yaitu istri, anak, dan semisalnya.
1) Anjuran untuk berinfak di jalan Allah, karena itulah harta yang akan kekal dan tersimpan.
2) Perkara terbaik adalah yang paling pertengahan, yaitu yang memenuhi kebutuhan tanpa meminta-minta dan berlebihan.
3) Sedekah yang paling baik adalah kepada keluarga dan kerabat terdekat karena di dalamnya terkandung nilai silaturahmi dan sedekah.
21/511- 'Ubaidullāh bin Miḥṣan Al-Anṣāriy Al-Khaṭmiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Siapa yang di antara kalian ketika pagi merasakan aman pada dirinya, sehat jasmaninya, dan memiliki makanan pokok hari itu, maka seakan-akan seluruh dunia ini telah diberikan kepadanya.” (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")
سِرْبِهِ (sirbihi), dengan mengkasrahkan "sīn", artinya: dirinya. Dan konon, artinya: masyarakatnya.
بِحَذَافِيرِهَا (biḥazāfīrihā): dengan semua sisinya.
1) Keamanan negeri, kesehatan, dan rezeki merupakan kenikmatan dunia fana yang paling baik.
2) Anjuran agar orang beriman menjadikan dunia sebagai jembatan, bukan tempat tinggal. Karena Allah menjadikan kita silih berganti di dunia untuk kita melewatinya, bukan untuk memakmurkannya serta dengannya kita menghancurkan akhirat kita dan melupakan negeri tempat tinggal di dalam surga.
22/512- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sungguh beruntung orang yang masuk Islam dan rezekinya cukup, serta Allah menjadikannya kanaah dengan karunia yang Dia berikan." (HR. Muslim)
23/513- Abu Muḥammad Faḍālah bin 'Ubaid Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Beruntunglah orang yang mendapat petunjuk Islam dan kehidupannya cukup serta bersifat kanaah." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")
طُوْبَى (ṭūbā): beruntung. Pernah disebutkan di dalam hadis bahwa: "Ṭūbā adalah pohon dalam surga setinggi perjalanan seratus tahun." (HR. Ahmad)
1) Tanda mendapat taufik dan keberuntungan adalah rida dengan rezeki yang Allah bagikan kepada hamba.
2) Nikmat paling besar ialah nikmat iman dan hidayah serta nikmat kesehatan.
3) Rezeki yang secukupnya adalah tanda keberuntungan seorang hamba dan taufik Allah -Ta'ālā- kepadanya. Sehingga bagi Anda yang diuji oleh Allah dengan kemisikinan, janganlah bersedih!
24/514- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah tidur beberapa malam berturut-turut dalam keadaan perut kosong, demikian juga keluarga beliau tidak mendapatkan makanan. Kebanyakan roti mereka terbuat dari sya'īr (jelai)." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")
طَاوِيًا (ṭāwiyan): perut kosong, belum makan.
1) Menjelaskan kehidupan zuhud Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta kesabaran beliau terhadap keadaan yang sulit.
2) Keutamaan Ummahātul-Mu`minīn -raḍiyallāhu 'anhunna- dalam bersabar menghadapi kehidupan yang sulit disebabkan karena mereka ada dalam nikmat iman.
25/515- Faḍālah bin 'Ubaid -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa sering kali Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- salat bersama kaum muslimin lalu sebagian mereka jatuh tersungkur dalam salat karena sangat lapar, -mereka adalah ahli sufah- sehingga orang-orang badui salah mengira dan berkata, "Mereka itu gila." Lalu ketika Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah selesai salat, beliau pergi menemui mereka dan bersabda, "Seandainya kalian mengetahui pahala kalian di sisi Allah, niscaya kalian akan menginginkan lebih miskin dan susah." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis sahih")
الخَصَاصَةُ (al-khaṣāṣah): kemiskinan dan kelaparan yang berat.
1) Kepedulian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk menghibur hati para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-; beliau berperan sebagai sang guru sekaligus panutan bagi mereka.
2) Yang menjadikan hamba lemah untuk melakukan amal ketaatan adalah karena dia tidak mengetahui kebesaran pahalanya; sekiranya dia mengetahui hakikat apa yang dia cari maka dia tidak akan lemah untuk mengerjakan amal saleh, sebab orang yang tahu apa yang dicari dia akan menganggap kecil semua pengorbanannya.
26/516- Abu Karīmah Al-Miqdām bin Ma'dīkarib -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidaklah manusia memenuhi wadah yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suap yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika harus melebihi itu, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk napasnya." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")
أُكُلاتٌ (akulāt): beberapa suap makanan.
1) Wasiat Nabi yang agung untuk menjaga kesehatan dengan cara sederhana dalam makanan dan minuman; "Makan dan minumlah, dan jangan berlebihan," dan ini akan menyelamatkan hamba dari berbagai sumber penyakit.
2) Menjelaskan petunjuk Nabi tentang tata cara makan dan minum; hal ini menunjukkan kesempurnaan syariat Islam yang diberkahi ini karena telah mengajarkan pengikutnya banyak hal, termasuk adab mereka makan!
27/517- Abu Umāmah Iyās bin Ṡa'labah Al-Anṣāriy Al-Ḥāriṡiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Suatu hari, para sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berbincang tentang dunia di dekat beliau, sehingga beliau bersabda, "Tidakkah kalian dengar? Tidakkah kalian dengar? Sesungguhnya kesederhanaan itu bagian dari iman. Sesungguhnya kesederhanaan itu bagian dari iman." Yaitu berpenampilan sederhana (usang). (HR. Abu Daud)
الْبَذَاذَةُ (al-bażāżah), dengan huruf "bā`", kemudian dua huruf "żāl", yaitu: berpenampilan seadanya dan meninggalkan pakaian mewah. Adapun "التَّقحُّلُ" (at-taqaḥḥul), yaitu dengan huruf "qāf", kemudian "ḥā`". Maknanya dijelaskan oleh ahli bahasa, "Al-Mutaqaḥḥil ialah laki-laki yang berkulit kering disebabkan karena kehidupan yang sulit dan meninggalkan kemewahan."
1) Anjuran bersikap tawaduk dan sederhana dalam kehidupan dunia, karena hal itu akan memberikan semangat beribadah dan mengerjakan ketaatan. Seperti inilah keadaan orang beriman yang menginginkan akhirat.
2) Petunjuk Nabi ini tidak berarti meninggalkan kebersihan dan tidak berhias. Bahkan Islam mengajak untuk bersuci dan berhias, tetapi tidak berlebihan. Karena sebaik-baik perkara adalah yang paling pertengahan.
28/518- Abu Abdillah Jābir bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhuma- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah mengirim kami dan beliau mengangkat Abu 'Ubaidah -raḍiyallāhu 'anhu- sebagai pemimpin kami untuk menghadang kafilah Quraisy yang membawa bahan pangan. Beliau memberi kami bekal sekantung kurma, karena yang ada hanya itu saja. Abu 'Ubaidah memberi kami masing-masing satu butir kurma." Ada yang bertanya, "Apa yang kalian lakukan dengan satu butir kurma itu?" Jabir menjelaskan, "Kami mengisapnya sebagaimana bayi mengisap, setelahnya kami minum air. Yang demikian itu cukup bagi kami untuk bertahan sampai malam. Kami juga menumbuk dedaunan dengan tongkat kami lalu membasahinya dengan air untuk kami makan." Jabir melanjutkan, "Kami melanjutkan perjalanan melalui tepi pantai. Di sana kami melihat seperti ada gundukan pasir yang menyerupai sebuah bukit besar. Kami mendatangi gundukan itu. Ternyata itu adalah seekor binatang yang disebut ikan paus. Abu 'Ubaidah berkata, 'Itu bangkai.' Tetapi setelah itu dia berkata, 'Tidak. Kita ini dikirim oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan sedang berjuang di jalan Allah, sedangkan kalian sendiri dalam keadaan terpaksa, karena itu makanlah!' Kami bertahan memakannya selama satu bulan dengan jumlah kami tiga ratus orang sehingga kami menjadi gemuk. Aku masih ingat waktu kami mencedok minyak dan lemak dari lubang matanya menggunakan bejana-bejana yang besar (kulah). Kami juga mengambil potongan-potongan yang besar dari dagingnya sebesar lembu atau seukuran lembu. Sungguh Abu 'Ubaidah pernah mengambil tiga belas orang dari kami dan menyuruh mereka duduk di lubang tempat matanya. Abu 'Ubaidah juga mengambil satu tulang rusuknya kemudian menegakkannya, selanjutnya unta paling besar yang ada bersama kami disuruh berjalan dan ternyata bisa melintas di bawahnya. Kemudian kami membekali diri dengan dagingnya setelah dimasak setengah matang dan dijemur. Ketika sampai Madinah, kami menghadap Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan menceritakan hal itu. Beliau bersabda, "Itu adalah rezeki yang dikaruniakan Allah untuk kalian. Apakah kalian masih menyimpan sisa dagingnya lalu memberikannya kepada kami?" Maka kami mengirim sebagiannya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan beliau memakannya." (HR. Muslim)
الجِرَابُ (al-jirāb): wadah yang terbuat dari kulit. Yaitu dengan mengkasrahkan "jīm", dan boleh difatahkan, tetapi kasrah lebih fasih.
Kata "نَمَصُّها" (namaṣṣuhā), dengan memfatahkan "mīm". الخَبَطُ (al-khabaṭ): daun sebuah pohon terkenal yang menjadi makanan unta. Sedangkan "الكَثِيبُ" (al-kaṡīb) adalah gundukan pasir. الوَقْبُ (al-waqb), dengan memfatahkan "wāw", dan mensukunkan "qāf", setelahnya huruf "bā`", yaitu: lubang tempat mata. القِلالُ (al-qilāl): wadah yang besar terbuat dari kulit. الفِدَرُ (al-fidar), dengan mengkasrahkan "fā`" dan memfatahkan "dāl": potongan. رَحْلَ البَعِيرَ (raḥl al-ba'īr), dengan "ḥā`" tanpa tasydid, yaitu: menjadikannya pelana pada unta itu. الوَشَائِقُ (al-wasyā`iq), dengan huruf "syīn" dan "qāf": daging yang dipotong untuk dibuat dendeng. Wallāhu a'lam.
عِيْرًا ('īran): kafilah unta yang membawa bahan pangan.
العَنْبَرُ (al-'anbar): ikan paus besar.
1) Menjelaskan sikap zuhud para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap dunia serta kesabaran mereka dalam menghadapi lapar dan kehidupan yang sulit dalam rangka menyampaikan risalah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
2) Karunia dan pemeliharaan Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- kepada sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu Allah mengirim rezeki yang baik kepada mereka manakala Allah mengetahui ketulusan sabar mereka dalam melakukan ketaatan kepada Allah. Inilah sikap seorang mukmin, yaitu bersabar hingga Allah memberikannya jalan keluar: "Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 155)
29/519- Asmā` binti Yazīd -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Panjang lengan baju Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah hingga pergelangan." )HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih") [2].
الرُّصْغُ (ar-ruṣg), dengan "ṣād", dan juga "الرَّسْغُ" (ar-rusg), dengan "sīn", yaitu: pergelangan antara telapak tangan dan lengan.
1) Anjuran tidak memanjangkan pakaian karena hal itu dapat menyebabkan sombong.
2) Di antara ciri orang yang zuhud yaitu tidak memanjangkan pakaian serta menyombongkan diri dengannya.
30/520- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Dahulu ketika perang Khandaq, kami menggali parit. Tetapi ada sebuah bongkahan yang sangat keras sekali melintang, sehingga para sahabat datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Mereka berkata, "Ada bongkahan batu yang sangat keras melintang di tempat galian parit." Nabi bersabda, "Aku yang akan turun." Lantas beliau berdiri sedangkan perut beliau diganjal dengan batu. Sudah tiga hari kami tidak merasakan makanan. Kemudian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengambil cangkul dan mengayunkannya, sehingga bongkahan itu berubah menjadi gundukan tanah yang lembut. Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Izinkanlah aku pulang ke rumah." Aku lalu berkata kepada istriku, "Aku melihat sesuatu pada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang membuatku tidak sabar, apakah engkau mempunyai sesuatu (makanan)?" Istriku menjawab, "Aku mempunyai gandum dan seekor anak kambing." Selanjutnya anak kambing itu aku sembelih sedangkan istriku menumbuk gandum, lalu daging kambing itu kami masukkan di kuali. Kemudian aku datang menemui Nabi - ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika adonan sudah matang dan daging di kuali di atas batu tungku hampir matang. Aku berkata, "Aku mempunyai sedikit makanan. Silakan datang, wahai Rasulullah, engkau bersama satu atau dua orang." Beliau bertanya, "Berapa banyak makanan itu?" Lantas aku menjelaskannya kepada beliau. Beliau bersabda, "Cukup banyak. Sampaikan kepada istrimu agar dia tidak menurunkan kuali dan roti dari atas oven pembuatannya sampai aku datang." Beliau lalu bersabda kepada para sahabat, "Bangunlah kalian!" Orang-orang Muhajirin dan Ansar pun bangun dan ikut. Aku menemui istriku dan berkata, "Celakalah engkau! Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang bersama kaum Muhajirin, Ansar, dan semua yang bersama mereka!" Istriku bertanya, "Apakah beliau bertanya kepadamu?" Aku menjawab, "Ya." Jābir melanjutkan, Nabi bersabda, "Masuklah dan jangan saling berdesak-desakan!" Beliau pun mulai memotong roti lalu meletakan daging di atasnya serta menutupi kuali daging dan oven roti bila telah selesai mengambil darinya. Beliau menyuguhkannya kepada sahabat-sahabatnya kemudian mengambil lagi. Beliau terus lanjut memotong roti dan menggayung daging sampai mereka kenyang dan makanan masih tersisa." Beliau bersabda (kepada istri Jābir), "Silakan disantap dan dihadiahkan! Sesungguhnya orang-orang sedang menderita kelaparan." (Muttafaq 'Alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa Jābir berkata, Saat parit digali, aku melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sangat lapar. Sehingga aku pulang ke istriku dan bertanya, "Apakah engkau memiliki sesuatu (makanan)? Aku melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sangat lapar." Maka istriku mengeluarkan kantong kulit berisi satu ṣā' gandum. Kami juga mempunyai seekor anak kambing yang ada di rumah. Selanjutnya aku menyembelih kambing itu dan istriku menumbuk gandum. Dia selesai ketika aku telah selesai juga, dan aku memotong-motong daging kambing itu di kualinya. Ketika aku akan pergi menemui Rasulullah ṣallallāhu 'alaihi wa sallam, dia berkata, "Engkau jangan membuatku malu di hadapan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan orang-orang yang bersama beliau." Kemudian aku menemui beliau dan berbisik, "Wahai Rasulullah! Kami sudah menyembelih anak kambing milik kami dan istriku membuat satu ṣa' gandum. Datanglah, engkau dan beberapa orang bersamamu!" Tiba-tiba Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berteriak, "Wahai pasukan Khandaq! Jābir telah membuat hidangan untuk kalian. Marilah ke sana dengan cepat!" Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Engkau jangan sekali-kali menurunkan kualimu dan memotong-motong rotimu sampai aku datang." Aku pun datang dan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang mendahului para sahabat. Hingga aku menemui istriku, dan dia berkata, "Kamu begini! Kamu begini!" Aku katakan, "Aku sudah melakukan apa yang engkau pesankan." Kemudian dia mengeluarkan sebuah adonan, lalu Nabi meludah (baca: meniup ringan) padanya dan mendoakannya keberkahan. Selanjutnya beliau menuju kuali lalu meludahi dan mendoakannya keberkahan. Selanjutnya beliau bersabda (pada istri Jābir), "Panggillah tukang roti lalu suruh dia membuat roti itu bersamamu, dan gayunglah kuali kalian serta jangan diturunkan." Jumlah yang datang (bersama Nabi) sebanyak seribu orang. Aku bersumpah dengan nama Allah, mereka semuanya makan, hingga mereka meninggalkannya (tersisa) dan pergi. Sementara kuali kami tetap penuh seperti semula, dan adonan kami juga masih seperti sedia kala.
Perkataan Jābir: "كُدْيَةٌ" (kudyah), dengan mendamahkan "kāf", dan mensukunkan "dāl", setelahnya "yā`", yaitu: bongkahan tanah yang keras dan cadas sehingga tidak mempan cangkul. الكثِيبُ (al-kaṡīb), pada dasarnya bermakna gundukan pasir, tetapi maksudnya di sini adalah bongkahan itu berubah menjadi tanah yang lembut. Dan inilah makna kata "أَهْيَلَ" (ahyal). الأثَافي (al-aṡāfī): batu tempat menaruh kuali. تَضَاغَطُوا (taḍāgaṭū): saling berdesakan. المَجَاعَةُ (al-majā'ah): kelaparan; yaitu dengan memfatahkan "mīm". الخَمَصُ (al-khamaṣ), dengan memfatahkan "khā`" dan "mīm": lapar. انْكَفَأْتُ (inkafa`tu): aku telah pulang. الْبُهَيْمَة (al-bahīmah), dengan mendamahkan "bā`", adalah bentuk taṣgīr dari kata "بَهْمَة" (bahmah), maknanya sama dengan "الْعَنَاقُ" (al-'anāq), dengan memfatahkan "'ain", artinya: anak betina kambing. الدَّاجِنُ (ad-dājin): yang terbiasa di rumah. السُّؤْرُ (as-su`r): makanan yang dihidangkan untuk undangan. Ia merupakan bahasa Persia. حَيَّهَلا (ḥayyahalā): kemarilah. Perkataan istri Jābir: "بِكَ وبِكَ" (bika wa bika), bermaksud: dia mendebat dan mencelanya karena dia merasa yakin apa yang dia siapkan tidak akan cukup untuk mereka semua, sehingga dia merasa malu. Dia tidak mengetahui mukjizat yang Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- berikan kepada Nabi-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. بَسَقَ (basaqa), sama dengan "بَصَقَ" (baṣaqa), dan "بَزَقَ" (bazaqa). Ketiganya memiliki makna sama (yaitu meludah). عَمَد ('amada), dengan memfatahkan "mīm", artinya: menuju. Sedangkan "اقْدَحي" (iqdaḥī), artinya: gayunglah. المِقْدَحَةُ (al-miqdaḥah): gayung. تَغِطُّ (tagiṭṭu): mengeluarkan suara didihan. Wallāhu a'lam.
مَعْصُوْبٌ (ma'ṣūb): diikat dengan 'iṣābah, yaitu tali.
لاَ تَذُوْقُ ذَوْقًا (lā tażūqu żauqan): tidak merasakan rasa makanan.
الْعَنَاقُ (al-'anāq): anak betina kambing.
العَجِيْنُ قَدْ اِنْكَسَرَ (al-'ajīn qad inkasara): adonan telah lembut dan matang sehingga bisa dibuat roti.
وَيْحَكَ (waiḥak): ungkapan iba dan kasihan.
يُخَمِّرُ البُرْمَةَ والتَّنُّورَ: menutup kuali dan alat tempat membuat roti.
1) Kecintaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta sikap mereka dalam mendahulukan beliau walaupun dengan sesuatu yang sedikit.
2) Mukjizat besar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berupa menjadikan makanan menjadi banyak, dan ini adalah karamah dari Allah kepada Nabi-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- beserta orang-orang beriman karena Allah mengetahui kesabaran dan ketulusan iman mereka.
3) Orang beriman saling menyempurnakan satu sama lain, mereka adalah satu tangan atas musuh mereka. Lihatlah undangan dan perkumpulan mereka pada satu hidangan, bagaimana kerapian saf mereka?!
31/521- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- menuturkan, Abu Ṭalḥah berkata pada Ummu Sulaim, “Aku mendengar suara Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melemah, aku tahu beliau sedang lapar. Apakah engkau mempunyai suatu makanan?” Ummu Sulaim menjawab, “Ya.” Lalu ia mengeluarkan beberapa potong roti yang terbuat dari tepung gandum, kemudian mengambil kerudungnya dan membungkus roti itu dengan sebagian kerudung itu, kemudian memasukkannya ke dalam pakaianku dan menjadikan sebagian kerudung itu sebagai penutup badanku. Berikutnya ia mengutusku kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku pun pergi membawa roti tersebut dan mendapati Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sedang duduk di dalam masjid bersama orang-orang, sehingga aku berdiri menunggu mereka. Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata padaku, “Apakah Abu Ṭalḥah mengutusmu?” Aku menjawab, “Ya.” Beliau bertanya, “Apakah untuk suatu makanan?” Aku menjawab, “Ya.” Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Bangkitlah kalian.” Lantas mereka berangkat, dan aku berjalan lebih dulu dari mereka, supaya aku menemui Abu Ṭalḥah dan memberitahukan hal itu padanya. Abu Ṭalḥah berkata, “Wahai Ummu Sulaim! Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang bersama orang banyak, sementara kita tidak memiliki makanan yang bisa kita berikan pada mereka.” Ummu Sulaim menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Abu Ṭalḥah lalu beranjak keluar untuk menyambut Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Lalu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang bersamanya, dan keduanya masuk (dalam rumah). Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Kemarikan apa yang engkau miliki, wahai Ummu Sulaim.” Ummu Sulaim kemudian membawa roti tadi. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu memerintahkan supaya roti itu dipotong kecil-kecil. Ummu Sulaim berusaha mengolesinya dengan sisa minyak samin yang tersimpan dalam kantong kulit sebagai lauknya. Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membacakan sesuatu pada roti itu sebanyak yang Allah kehendaki untuk beliau baca. Selanjutnya beliau bersabda, “Persilakan sepuluh orang untuk masuk.” Maka dia pun mempersilakan mereka, lalu mereka makan hingga kenyang kemudian keluar. Beliau bersabda lagi, “Persilakan sepuluh orang untuk masuk.” Maka dia pun mempersilakan mereka, lalu mereka makan hingga kenyang kemudian keluar. Beliau bersabda lagi, “Persilakan sepuluh orang untuk masuk.” Maka dia pun mempersilakan mereka. Hingga akhirnya semua yang hadir telah makan dan kenyang. Orang-orang itu berjumlah sekitar tujuh puluh atau delapan puluh orang. (Muttafaq 'Alaih)
Dalam riwayat lain: “Keadaan itu terus berlanjut; sepuluh orang masuk dan sepuluh orang keluar. Hingga tidak tersisa seorang pun dari mereka kecuali dia masuk lalu makan sampai kenyang. Kemudian beliau membereskannya, dan ternyata makanan tersebut masih seperti sedia kala ketika mereka mulai makan.”
Dalam riwayat lain: “Mereka makan bergiliran sepuluh orang, sepuluh orang, hingga beliau memberikan makanan kepada delapan puluh orang. Kemudian setelah itu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan tuan rumah makan. Pun mereka masih menyisakan makanan.”
Dalam riwayat lain: “Kemudian mereka masih menyisakan makanan yang kadarnya cukup untuk mereka bagikan kepada tetangga-tetangga mereka.”
Dalam riwayat lain dari Anas, dia mengisahkan: Suatu hari aku datang menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan aku dapatkan beliau sedang duduk bersama sahabat-sahabatnya, sementara beliau mengikat perut dengan kain. Aku bertanya kepada sebagian sahabat beliau, "Mengapa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengikat perut beliau?" Mereka menjawab, “Karena lapar.” Maka aku pergi menemui Abu Ṭalḥah, suami Ummu Sulaim binti Milḥān. Aku berkata, “Wahai ayahku! Aku telah melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengikat perutnya dengan kain. Lalu aku bertanya kepada sebagian sahabatnya, dan mereka menjawab bahwa itu karena lapar.” Maka Abu Ṭalḥah masuk menemui ibuku (Ummu Sulaim), dia berkata, “Apakah engkau memiliki suatu makanan?” Ia menjawab, “Ya. Aku memiliki beberapa potong roti dan beberapa kurma. Bila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang sendiri kita bisa mengenyangkan beliau. Namun bila ada orang lain yang ikut datang bersama beliau, maka makanan itu tidak cukup untuk mereka...” Kemudian dia membawakan hadis ini selengkapnya.
خِمَارُ (khimār): penutup kepala bagi perempuan.
عُكَّة ('ukkah): kantong yang terbuat dari kulit, khusus untuk menyimpan minyak samin dan madu.
فأدَمَتْهُ (fa adamathu): menjadikannya sebagai lauk.
سؤراً (su`ran): sisa makanan.
1) Keutamaan Ummu Sulaim -raḍiyallāhu 'anhā- dan kecerdasan akalnya; yaitu dia meyakini bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sengaja mengajak banyak orang untuk memperlihatkan karamah beliau berupa membuat makanan yang sedikit menjadi banyak, dengan mengatakan, "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu." Keutamaannya tampak ketika dia menyerahkan urusannya pada kehendak Allah -Ta'ālā- dan kemauan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
2) Perhatian para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap semua gerak-gerik Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
3) Menjelaskan kehidupan zuhud dan kemiskinan masyarakat sahabat -raḍiyallāhu 'anhum jamī'an-.
Ucapan "Allāhu wa Rasūlūhu a'lam (Allah dan Rasul-Nya lebih tahu)" diperbolehkan dalam perkara agama. Adapun dalam perkara duniawi, cukup dikatakan, "Allāhu a'lam (Allah lebih tahu)". Karena meskipun Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah makhluk yang paling afdal dan paling mulia di sisi Allah -Ta'ālā-, namun beliau tidak mengetahui perkara gaib; "Sekiranya aku mengetahui yang gaib, niscaya aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan tidak akan ditimpa bahaya." (QS. Al-A'rāf: 188) Agama yang sempurna ini datang untuk membimbing semua ucapan, perbuatan, dan gerak-gerik para hamba. Sehingga setiap mukmin yang mencintai Allah -Ta'ālā- dan Rasul-Nya wajib menjaga dan mengontrol ucapan-ucapannya supaya sesuai dengan ajaran agama yang diturunkan. Mereka tidak boleh tertipu dengan tindakan bermudah-mudahnya banyak orang serta kebiasaan buruk mereka berupa perbuatan bidah.