Terjemahan yang Berlaku English عربي
en

73 - Chapter on good manners

73- BAB AKHLAK BAIK

en

Allah Almighty says: {And indeed you are of a great moral character.} [Al-Qalam: 4] He also says: {And those who restrain anger and pardon the people. And Allah loves the doers of good.} [Āl-‘Imrān: 134]

Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur." (QS. Al-Qalam: 4) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "... dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan." (QS. Āli 'Imrān: 134)

en

Benefit:

Faedah Tambahan:

en

Good manners are to be shown towards Allah Almighty and towards His servants.

Akhlak baik berlaku terhadap Allah dan terhadap manusia.

en

- As for good manners towards Allah, these comprise contentment with His predestined decrees and receiving them with a comforted heart without feelings of inconvenience.

- Akhlak baik terhadap Allah adalah rida dengan keputusan Allah dalam hal syariat dan takdir serta menerimanya dengan dada lapang dan tidak dongkol.

en

- As for good manners towards people, these include two things: refraining from harming them and giving them of one’s bounty. Refraining from harming them is by not harming them with words or actions; and giving them is by spending from one’s money, knowledge, good treatment, a cheerful face, and the like.

- Sedangkan akhlak baik terhadap manusia, maka berporos pada dua perkara: tidak menyakiti mereka dan memberi mereka kebaikan. Tidak menyakiti adalah dengan tidak menyakiti orang lain dengan lisan dan anggota badan. Sedangkan memberi kebaikan, maksudnya pemberian seperti harta, ilmu, kedudukan, senyuman, dan semisalnya.

en

Guidance from the verses:

Pelajaran dari Ayat:

en

1) The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) was praised as possessing the character of the Qur’an, assuming its manners and observing its commands and prohibitions. Hence, Allah Almighty describes him saying: {And indeed you are of a great moral character.}

1) Pujian kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa akhlak beliau adalah Al-Qur`ān; beliau mempraktikkan adab-adabnya, menjalankan perintah-perintahnya, dan meninggalkan larangan-larangannya. Oleh karena itu, Allah memberikan gambaran tentang diri Nabi-Nya: "Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur." (QS. Al-Qalam: 4)

en

2) Restraining one’s anger and forgiving people are traits of the good-doers.

2) Menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain termasuk sifat orang yang baik akhlaknya.

en

621/1 - Anas (may Allah be pleased with him) reported: “The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) was the best of people in terms of manners.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

1/621- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, “Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (Muttafaq 'Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) There is no good and noble manner except that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) was the best example of it.

1) Tidak ada akhlak baik nan paripurna kecuali Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang paling sempurna dan paling afdal melaksanakannya.

en

2) The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) is our role model. So, the believers should imitate his manners and character.

2) Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sosok teladan yang baik sehingga wajib atas orang beriman untuk mengikuti beliau dalam akhlak baiknya.

en

622/2 - Anas (may Allah be pleased with him) reported: “I have never touched plain or woven silk softer than the palm of the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him); nor have I smelt a perfume more pleasant than the scent of the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him). Verily, I have served the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) for ten years, and not once did he express his discontent with me, nor did he say about something I had done, ‘Why did you do it?’ nor about something I hadn’t done, ‘Why didn’t you do it?’” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

2/622- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku belum pernah menyentuh sutra yang tebal maupun tipis yang lebih halus dari telapak tangan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku belum pernah mencium aroma seharum aroma Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku telah menjadi pelayan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- selama sepuluh tahun, beliau tidak pernah mengatakan, "Hus," kepadaku atau menegur dengan ucapan, "Kenapa kamu berbuat seperti itu?" terhadap apa yang aku kerjakan. Beliau juga tidak pernah menegur dengan ucapan, "Kenapa kamu tidak berbuat demikian?" terhadap apa yang tidak aku kerjakan." (Muttafaq 'Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Allah Almighty softened his Prophet’s hand and heart. He says: {So because (of) mercy from Allah you dealt gently with them}

1) Allah telah melembutkan tangan dan hati Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, berdasarkan firman-Nya: "Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka." (QS. Āli 'Imrān: 159)

en

2) It points out the Prophet’s refined manners in dealing with his servant and those whom he would often associate with. This is the attitude befitting a true believer.

2) Kesempurnaan akhlak Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap pembantu beliau dan orang-orang yang beliau banyak berbaur dengannya. Seperti inilah seharusnya keadaan orang beriman yang diberi taufik.

en

3) Anas (may Allah be pleased with him) was keen to know and comply with the Prophet’s intent, as he served him for ten years, during which the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) did not express disapproval of his attitude. Had Anas done what deserved discipline, the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) would surely have disciplined him.

3) Usaha kuat Anas -raḍiyallāhu 'anhu- untuk selalu sejalan dengan kemauan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu dia membantu Rasulullah selama sepuluh tahun tetapi beliau tidak pernah menegurnya. Sekiranya Anas -raḍiyallāhu 'anhu- pernah melakukan sesuatu yang harus ditegur, tentu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak akan menundanya.

en

Benefit:

Faedah Tambahan:

en

One of the lessons we can take from this Hadīth is that we need to refrain from inflicting a punishment for something that has passed, for this creates dissension and rancor and will not set right what has gone wrong. We should not tend to reproach and censure others, thus leaving them with feelings of unease. All this applies when it comes to worldly matters.

Dapat disimpulkan dari hadis ini agar tidak memberikan sanksi terhadap sesuatu yang telah lewat, karena hal itu akan melahirkan kerenggangan dan saling benci serta tidak akan memperbaiki yang sudah rusak. Hal itu akan membersihkan lisan dari mencela, sebagaimana juga hal itu akan menghibur hati pembantu ketika dia tidak dicela. Itu semuanya dalam perkara duniawi.

en

As regards religious matters, however, we should not overlook wrongdoing, and this falls under commanding what is right and forbidding what is wrong. This is a Shariah right, not a personal one.

Adapun dalam perkara agama maka tidak ada tolerir di dalamnya, karena hal itu termasuk amar makruf dan nahi mungkar yang merupakan hak agama, bukan hak individu.

en

623/3 - Al-Sa‘b ibn Jaththāmah (may Allah be pleased with him) reported: “I presented a wild donkey to the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) as a gift, but he returned it to me. When he perceived signs of despair on my face, he said: ‘We have only returned it because we are in the state of Ihrām (ritual consecration).’” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

3/623- Aṣ-Ṣa'b bin Jaṡṡāmah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku pernah menghadiahkan seekor keledai liar kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tetapi beliau menolaknya. Ketika beliau melihat perubahan di wajahku, beliau berkata, "Sebenarnya kami tidak menolaknya, hanya saja kami sedang dalam keadaan ihram." (Muttafaq 'Alaih)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

حُرُم (ḥurum): berihram untuk ibadah haji atau umrah.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It shows the Prophet’s good manners towards his Companions in the way he would comfort their hearts.

1) Indahnya akhlak Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap sahabat-sahabatnya dalam menghibur hati mereka.

en

2) A person should comfort his brother’s heart if he did something unpleasant to him by explaining to him why he did it so.

2) Kewajiban seseorang untuk mengobati hati saudaranya ketika dia berbuat sesuatu yang tidak dia sukai kepadanya, lalu menjelaskan sebabnya supaya hatinya tenang.

en

624/4 - Al-Nawwās ibn Sam‘ān (may Allah be pleased with him) reported: “I asked the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) about piety and sin, and he said: ‘Piety is good manners, and sin is what creates doubt within you and you do not like people to know about it.’” [Narrated by Muslim]

4/624- An-Nawwās bin Sam'ān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang kebajikan dan dosa, beliau bersabda, "Kebajikan itu adalah akhlak baik. Sedangkan perbuatan dosa adalah sesuatu yang mengganjal dalam hatimu dan engkau tidak mau diketahui orang lain." (HR. Muslim)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) All piety lies in good manners towards Allah Almighty and towards people.

1) Kebajikan seluruhnya ada dalam akhlak baik terhadap Allah -Ta'ālā- dan terhadap manusia.

en

2) Anything that stirs doubts within a person’s heart is a sin that should be avoided.

2) Semua yang mendatangkan perasaan tidak tenang dalam hati maka termasuk perbuatan dosa yang wajib dijauhi.

en

625/5 - ‘Abdullāh ibn ‘Amr ibn al-‘Ās (may Allah be pleased with him and his father) reported: “The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) was neither obscene nor vulgar, and he used to say: ‘Verily, among the best of you are those who have the best manners.’” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

5/625- Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Āṣ -raḍiyallāhu -anhumâ- berkata, “Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bukanlah orang yang keji ucapan dan perbuatannya, dan bukan juga suka berbuat keji. Beliau pernah bersabda, Sesungguhnya yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya.'" (Muttafaq 'Alaih)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

فاحِشًا (fāḥisyan): yang mengucapkan ucapan keji, yaitu ucapan yang buruk.

en

--

مُتفحِّشاً (mutafaḥḥisyan): yang bertabiat keji dan berlebihan dalam kekejian.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It shows the Prophet’s good character. He was the farthest of people from obscenity in his words and deeds. So, a Muslim should follow his example in this regard.

1) Menjelaskan sifat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu beliau orang yang sangat jauh dari kekejian baik dalam perkataan ataupun perbuatan, sehingga seorang mukmin harus meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam hal itu.

en

2) It urges us to assume good manners, which are the core of this religion and the area of competition between the believers. Whoever outruns others in this field is among the best and most complete in terms of faith.

2) Anjuran agar berakhlak baik, karena akhlak baik adalah prinsip agama dan merupakan arena berlomba di antara orang-orang beriman; siapa yang paling cepat kepadanya maka dia termasuk orang yang paling baik dan paling sempurna imannya.

en

626/6 - Abu al-Dardā’ (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Nothing is heavier on the believer’s scale on the Day of Judgment than good manners. Indeed, Allah Almighty dislikes the shameless obscene person.” [Narrated by Al-Tirmidhi; he classified it as Hasan Sahīh (sound and authentic)]

6/626- Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin pada hari Kiamat daripada akhlak baik. Dan sesungguhnya Allah membenci orang yang berkata keji dan kotor." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

en

--

البَذِيُّ (al-bażiy): orang yang berbicara keji dan kata kotor.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Good manners are among the greatest acts of piety which the believer will find on his scale and records of deeds on the Day of Judgment.

1) Akhlak baik termasuk amal saleh yang paling agung, yang akan ditemukan oleh hamba dalam catatan amalnya pada hari Kiamat serta akan dilihat dalam timbangan kebaikannya.

en

2) The believer should keep away from anything displeasing to his Lord, including obscenity and shamelessness.

2) Kewajiban seorang mukmin agar menjauhi apa yang dimurkai dan dibenci oleh Allah, di antaranya perbuatan keji dan perkataan kotor.

en

627/7 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported: “The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) was asked about the foremost things that lead people to Paradise, and he replied: ‘Piety and good manners.’ Then, he was asked about the foremost things that lead people into Hellfire, and he said: ‘The tongue and the private parts.’” [Narrated by Al-Tirmidhi; he classified it as Hasan Sahīh (sound and authentic)]

7/627- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah ditanya tentang hal yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam surga. Beliau menjawab, "Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik." Beliau juga ditanya tentang hal yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka. Beliau menjawab, "Mulut dan kemaluan." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It urges us to be pious; and piety is a universal term that comprises doing everything that Allah commanded and refraining from everything that He prohibited.

1) Anjuran agar bertakwa kepada Allah -Ta'ālā-. Takwa adalah mengerjakan apa yang Allah perintahkan dan meninggalkan apa yang Allah larang.

en

2) Good manners, along with piety, are the key to entering Paradise.

2) Akhlak yang baik bersama ketakwaan adalah kunci masuk surga.

en

628/8 - He also reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “The most perfect of the believers in terms of faith is the one who has the most excellent manners, and the best of you are those who are best to their wives.” [Narrated by Al-Tirmidhi; he classified it as Hasan Sahīh (sound and authentic)]

8/628- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada istrinya." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Faith consists of branches, in which people are of varying degrees. The fortunate believer is the one who seeks to increase his faith.

1) Iman terdiri dari banyak cabang dan manusia bertingkat-tingkat di dalamnya. Orang beriman yang diberi taufik adalah yang berusaha untuk meningkatkan imannya.

en

2) A person should be most kind and loving to his family and should be the best companion and educator for them. Indeed, a person’s family are the most entitled to his good manners than others. So, begin with the nearest then the second nearest.

2) Wajib bagi seorang hamba untuk menjadi teman terbaik bagi keluarganya, sebaik-baik orang yang mencintai, dan sebaik-baik pendidik, karena keluarga lebih berhak daripada yang lain untuk mendapatkan akhlak baikmu. Oleh karena itu, mulailah berbuat baik kepada yang paling dekat kemudian yang setelahnya.

en

629/9 - ‘Ā’ishah (may Allah be pleased with her) reported: I heard the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) say: “Verily, a believer attains by his good manners the rank of one who fasts and prays abundantly.” [Narrated by Abu Dāwūd]

9/629- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya seorang mukmin dapat meraih derajat orang yang berpuasa dan salat malam dengan akhlak baiknya." (HR. Abu Daud)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Among the highest ranks is fasting during daytime and praying during the night. So, how could we be heedless of an act of worship that is equal to that?!

1) Orang yang memiliki derajat paling mulia ialah orang yang berpuasa di siang hari dan melakukan qiyāmul-lail di malam hari. Lalu bagaimana seorang muslim bisa dilalaikan dari ibadah (akhlak baik) yang setara dengan itu?!

en

2) Good manners are a reason for multiplying rewards, so much so that a well-mannered person can reach the rank of someone who observes fast without missing a day and someone who performs voluntary night prayer without missing a night.

2) Akhlak yang baik akan melipatgandakan pahala hingga membawa hamba ke derajat orang puasa yang tidak berbuka serta salat malam tanpa henti.

en

630/10 - Abu Umāmah al-Bāhili (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “I guarantee a house on the outskirts of Paradise for the one who refrains from arguing even if he is right, and a house in the middle of Paradise for the one who refrains from lying even if he is joking, and a house in the highest part of Paradise for the one who has perfect manners.” [Narrated by Abu Dawūd, with an authentic Isnād]

10/630- Abu Umāmah Al-Bāhiliy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Aku menjamin sebuah rumah di tepi surga bagi orang yang meninggalkan debat kusir walaupun ia benar, sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta walaupun bercanda, dan sebuah rumah di puncak surga bagi orang yang baik akhlaknya." (Hadis sahih; HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

en

--

الزعِيمُ (az-za'īm): penjamin.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

رَبَض الجنّة (rabaḍ al-jannah): surga yang paling rendah. Bila dikatakan: "rabaḍul-madīnah", maka maksudnya bagian pinggiran kota.

en

--

المِرَاءَ (al-mirā`): perdebatan dan perselisihan dalam ucapan dan perbuatan.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It encourages us to refrain from argument, for it leads to discord and dissension.

1) Anjuran untuk meninggalkan debat karena dapat menyebabkan perselisihan dan perpecahan.

en

2) Lying in all its forms is prohibited, including during fun and jesting. This refutes the view that says there are white lies.

2) Pengharaman dusta dengan semua modelnya, walaupun dalam canda dan main-main, sehingga ini adalah bantahan bagi orang yang mengatahakan: "ini dusta yang putih."

en

3) The highest ranks in the sight of Allah are attained by those who have good manners, for this attribute combines all virtues.

3) Tingkatan pahala yang paling tinggi di sisi Allah adalah bagi orang yang bagus akhlaknya, karena akhlak baik mengumpulkan semua bentuk keutamaan.

en

631/6 - Jābir (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Indeed, among the most beloved and nearest of you to me on the Day of Judgment are those of you who have the best manners, and, indeed, the most hated of you to me and farthest from me on the Day of Judgment are the talkative, the pompous, and the Mutafayhiqūn.” They asked: “O Messenger of Allah, we know the talkative and the pompous, but we do not know who the Mutafayhiqūn are.” He replied: “The arrogant.” [Narrated by Al-Tirmidhi; and he classified it as Hasan (sound)]

6/631- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempatnya denganku pada hari Kiamat adalah orang yang paling baik budi pekertinya di antara kalian. Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh tempatnya dariku pada hari Kiamat adalah orang yang banyak bicara dan bergaya dalam bicara serta bermulut besar." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Kami sudah tahu orang yang banyak bicara dan bergaya dalam bicara, lantas apakah yang dimaksud dengan bermulut besar?" Beliau menjawab, "Yaitu orang-orang yang sombong." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

en

-- -- --

الثَّرْثَارُ (aṡ-ṡarṡār): orang yang banyak bicara dengan memaksakan diri. المُتَشَدِّقُ (al-mutasyaddiq): orang yang mengangkat diri dalam berbicara, dia berbicara dengan memfasihkan mulut dan membanggakan ucapan. المتَفَيْهِقُ (al-mutafaihiq): merupakan turunan dari kata "الفَهْقِ" (al-fahq), artinya penuh dan meluap, yaitu orang yang memenuhkan mulutnya dengan ucapan serta melebar kesana kemari, membawakan hal-hal yang asing karena sombong dan mengangkat diri serta menampakkan keutamaan dirinya atas orang lain.

en

Defining good manners, ‘Abdullāh ibn al-Mubārak (may Allah have mercy upon him) said: “It is to put on a cheerful face, show kindness to others, and cause no harm.”

Imam Tirmizi meriwayatkan dari Abdullah bin Al-Mubārak -raḥimahullāh- dalam menafisrkan akhlak mulia, dia berkata, "Akhlak mulia adalah bermuka ceria, berbagi kebaikan, dan tidak menyakiti."

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The good manners of a Muslim are among the reasons for him to win the Prophet’s love and being close to him on the Day of Judgment.

1) Akhlak baik seorang muslim termasuk sebab kecintaan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepadanya dan sebab dekat dari beliau pada hari Kiamat.

en

2) It warns us against talking too much for the purpose of boastfulness or to show our eloquence. These are traits disliked by the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him), along with the people who have them. They cause them to be away from him on the Day of Judgment.

2) Peringatan terhadap banyak bicara dengan memperlihatkan kesombongan. Juga peringatan dari berbicara kesana kemari untuk memperlihatkan keahlian sastra dan kefasihannya. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membenci sifat-sifat seperti ini beserta orang-orang yang melakukannya. Dan ini menjadi sebab pelakunya jauh dari beliau pada hari Kiamat.

en

3) It shows the Prophet’s compassion towards his Ummah, as he clarified to us what he liked so that we can do it and what he disliked so that we should avoid it.

3) Kasih sayang Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umatnya; yaitu beliau telah menerangkan kepada kita apa yang beliau inginkan untuk kita kerjakan serta apa yang beliau benci untuk kita jauhi.