Terjemahan yang Berlaku English عربي
en

80 - Chapter on the obligation to obey the rulers where no sin is involved and the prohibition to obey them in sins

80- BAB KEWAJIBAN MENAATI PENGUASA PADA SELAIN MAKSIAT, DAN PENGHARAMAN MENAATI MEREKA DALAM KEMAKSIATAN

en

Allah Almighty says: {O you who believe, obey Allah and obey the Messenger and those in authority among you} [Al-Nisā’: 59]

Allah -Ta'ālā- berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulul-Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu." (QS. An-Nisā`: 59)

en

Benefit:

Faedah:

en

Those in authority fall under two categories: the scholars and the rulers.

Ulul-Amri (para penguasa) terbagi menjadi dua: ulama dan umara.

en

- The scholars are in authority over Muslims in terms of explaining the Shariah and conveying it to the Ummah.

- Adapun ulama, mereka adalah para pemimpin kaum muslimin dalam menjelaskan agama dan mengajarkannya kepada umat.

en

- The rulers are in authority in terms of establishing the Shariah and obliging people to adhere to it. The rulers can only be established through the scholars. As they know the Shariah, they apply it to people, thus serving the interests of the individuals and the Ummah, through the guiding Book and the supportive power. {And sufficient is your Lord as a guide and a helper.}

- Sedangkan umara, mereka adalah pemimpin kaum muslimin dalam menegakkan agama dan mewajibkan manusia tunduk kepadanya. Umara tidak akan bisa tegak kecuali dengan jalan ulama. Apabila mereka telah mengetahui agama, mereka menegakkannya kepada masyarakat, sehingga tegaklah maslahat pribadi dan umat dengan bimbingan Al-Qur`ān dan kekuatan atau kekuasaan; "Tetapi cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong." (QS. Al-Furqān: 31)

en

Guidance from the verses:

Pelajaran dari Ayat:

en

1) Obedience to those in authority is part of the Shariah, not separate from it. As for obeying Allah and obeying His Messenger, it is something separate; that is why Allah Almighty repeats the verb ‘obey’: {Obey Allah and obey the Messenger}

1) Ketaatan kepada penguasa mengikuti ketaatan kepada agama, bukan ketaatan yang berdiri sendiri. Adapun ketaatan kepada Allah dan ketaatan kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah ketaatan yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, dalam ayat tersebut kata kerja "taatilah" diulangi. Allah berfirman, "Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad)."

en

2. The judgment of Allah Almighty is above those in authority; if they command anything in disobedience to Him, they are not to be obeyed.

2) Di atas kekuasaan para penguasa terdapat hukum Allah Yang Mahatinggi lagi Mahamulia, sehingga apabila mereka memerintahkan sesuatu yang menyelisihinya maka tidak ada kewajiban untuk mendengar dan menaati mereka.

en

663/1 - Ibn ‘Umar (may Allah be pleased with him and his father) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “A Muslim must listen and obey concerning what he likes and hates, unless he is ordered to commit a sin. If he is ordered to commit a sin, then he should neither listen nor obey.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

1/663- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Seorang muslim wajib untuk mendengar dan taat kepada penguasa pada perkara yang ia sukai dan benci, kecuali jika ia diperintahkan kepada maksiat. Apabila ia diperintahkan kepada maksiat, maka tidak ada kewajiban untuk mendengar dan taat." (Muttafaq 'Alaih)

en

664/2 - He also reported: “Whenever we gave the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) the pledge of allegiance to listen and obey, he would say to us: ‘To the best of your ability.’” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

2/664- Masih dari Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, dia berkata, "Ketika kami berbaiat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk mendengar dan taat kepada penguasa, beliau bersabda kepada kami, '(Hal itu) pada perkara yang kalian mampui.'" (Muttafaq 'Alaih)

en

Guidance from the Hadīths:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) A Muslim should obey those in authority in what he likes or dislikes, unless he is ordered to commit a sin, in which case he should not obey them.

1) Seorang muslim wajib mendengar dan menaati penguasa dalam perkara yang dia sukai dan benci, kecuali bila dia diperintahkan bermaksiat kepada Allah maka tidak ada ketaatan di dalamnya.

en

2) Invalidity of the approach of those who say: We only obey those in authority in things commanded by Allah Almighty. This is because the Shariah prescribes that we should obey them to the best of our ability, and because disobedience to them leads to many public evils.

2) Salahnya prinsip orang yang mengatakan, "Kami tidak menaati penguasa kecuali pada perkara yang Allah perintahkan," karena dalam ajaran agama telah ditetapkan kewajiban menaati mereka di seluruh perkara selain maksiat sesuai kemampuan dan juga karena ketidaktaatan terhadap mereka biasanya menimbulkan kerusakan besar.

en

Benefit:

Faedah Tambahan:

en

The commands of those in authority fall under three categories:

Perintah penguasa terbagi menjadi tiga:

en

First: They command what Allah commanded. In such a case, obedience is due to them for two reasons:

Pertama: mereka memerintahkan apa yang diperintahkan oleh Allah; di sini mereka wajib ditaati dari dua sisi:

en

because Allah commanded it, and because they commanded it.

Sisi pertama: karena ini merupakan perkara yang diperintahkan oleh Allah. Sisi kedua: karena mereka diperintahkan dengan hal itu.

en

Second: They command the commission of a sin. In such a case, they should neither be listened to nor obeyed with regard to that sin, yet obedience is due to them in other than sin.

Kedua: mereka memerintahkan kemaksiatan kepada Allah; di sini tidak diperbolehkan mendengar dan menaati mereka dalam kemaksiatan ini, tetapi kita tetap menaati mereka dalam perkara yang lain.

en

Third: They command something that does not involve divine commands or prohibitions. In such a case, they are to be obeyed because obedience brings about welfare, unity, and mercy.

Ketiga: ketika mereka memerintahkan perkara yang tidak mengandung perintah maupun larangan dari agama; mereka wajib ditaati karena ketaatan akan mendatangkan kebaikan, persatuan, dan rahmat.

en

665/3 - He also reported: I heard the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) say: “Whoever withdraws his hand from obedience without valid reason, when he stands before Allah on the Day of Resurrection; and whoever dies without having sworn allegiance, will die the death of those of the Period of Ignorance.” [Narrated by Muslim]

3/665- Juga dari Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang yang menarik tangan dari ketaatan, kelak pada hari Kiamat dia akan bertemu Allah dalam keadaan tidak memiliki hujah. Siapa yang mati dalam keadaan tidak memiliki baiat di lehernya, maka dia mati dengan kematian jahiliah." (HR. Muslim)

en

In another version: “Whoever dies while leaving the community shall die the death of those of the Period of Ignorance.”

Dalam riwayat Muslim yang lain disebutkan, "Siapa yang yang mati dalam kondisi meninggalkan jemaah umat Islam, sesungguhnya dia mati dengan kematian jahiliah." Kata "المِيتَة" (al-mītah), dengan mengkasrahkan "mīm".

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The obligation to adhere to the Muslim community and give the pledge of allegiance to their leader; and the prohibition of revolting against the legitimate ruler.

1) Kewajiban untuk tetap bersama jemaah umat Islam, tidak membatalkan baiat kepada pemimpin mereka, serta keharaman memberontak kepada penguasa yang sah.

en

2) The immense importance of the pledge of allegiance, given the interests achieved by it; and the warning against breaking it, given the resultant evils.

2) Besarnya kedudukan baiat disebabkan karena besarnya maslahat yang ada di dalamnya, dan peringatan keras dari membatalkannya disebabkan karena besarnya kerusakan yang terkandung di dalamnya.

en

666/4 - Anas (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Listen and obey, even if an Abyssinian slave, whose head is like a raisin, was appointed as a ruler over you.” [Narrated by Al-Bukhāri]

4/666- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Dengar dan taatlah, walaupun orang yang dipercayakan untuk memimpin kalian adalah seorang hamba sahaya asal Ḥabasyah (Etiopia), yang kepalanya seperti kismis." (HR. Bukhari)

en

667/5 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “It is obligatory upon you to listen and obey at times of adversity and at times of prosperity, whether you are willing or unwilling, and even when someone else is given undue preference over you.” [Narrated by Muslim]

5/667- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Hendaklah engkau mendengar dan taat kepada pemimpin, baik dalam keadaan sulit atau lapang, baik dalam keadaan rida ataupun benci, dan saat ia lebih mengutamakan dirinya daripada hakmu." (HR. Muslim)

en

--

Kosa Kata Asing:

en

--

كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ: kepalanya seperti kismis, yaitu berambut keriting.

en

--

أَثرَةٍ عَلَيْكَ: lebih mengutamakan diri dalam perkara dunia dan tidak memberikan hak yang wajib.

en

Guidance from the Hadīths:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) A person should listen to the ruler and obey him regardless of his color or race.

1) Manusia wajib mendengar dan taat kepada penguasa tanpa melihat warna kulit dan etnisnya.

en

2) Continuing to listen and obey the Muslim ruler even if he denies the rights of the subjects. Denial of rights by rulers does not preclude obedience to them.

2) Istikamah di dalam mendengar dan taat walaupun dalam kondisi penguasa yang muslim tidak menunaikan hak rakyat, sehingga perihal penguasa lebih mementingkan dirinya tidak boleh menjadi penghalang dari mendengar dan taat kepada mereka.

en

668/6 - ‘Abdullāh ibn ‘Amr (may Allah be pleased with him and his father) reported: “We accompanied the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) on a journey. We stopped at a place to rest. Some of us began to fix their tents, others were competing in archery, while others were grazing their animals. The announcer of the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) announced that people should gather for prayer. We gathered around the Messenger of Allah and he addressed us, saying: ‘Every prophet before me was under obligation to guide his followers to what he knew was good for them and to warn them against what he knew was evil. As for this Ummah of yours, it will have a sound state in its early stage of existence; but the last phase of its existence will be faced with trials and with things you do not recognize. There will be trials, one after another, with the next trial being far more tremendous than the previous one. Whenever a trial comes, the believer will say: “This is going to bring about my destruction.” When this passes, another trial will approach and he will say: “This is it! This is it!” Whosoever wishes to be removed from Hellfire and admitted to Paradise should die believing in Allah and the Last Day, and he should treat others as he wishes to be treated. He who swears allegiance to a ruler and gives him the pledge from his heart should obey him to the best of his ability. If another comes forward to dispute his authority (and take his place), strike that other person’s neck.’” [Narrated by Muslim]

6/668- Abdullah bin 'Amr -raḍiyallāhu 'anhuma- berkata, Dahulu kami sedang bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam suatu perjalanan, kemudian kami berhenti di satu tempat persinggahan; sebagian kami memperbaiki kemahnya, sebagian berlatih memanah, dan sebagian yang lain menggembalakan hewan kendaraannya. Tiba-tiba seorang penyeru utusan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berseru, "Aṣ-ṣalātu jāmi'ah (Mari salat berjemaah)!" Kemudian kami semua berkumpul menuju Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau bersabda, "Sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun sebelumku, melainkan dia wajib menunjukkan kepada umatnya kebaikan yang ia ketahui (bermanfaat) untuk mereka dan memperingatkan mereka dari keburukan yang ia ketahui (berbahaya) untuk mereka. Sesungguhnya keselamatan umat kalian ini diberikan di permulaannya, kemudian di akhirnya akan ditimpa ujian dan perkara-perkara yang kalian ingkari. Akan datang fitnah-fitnah sebagiannya meringankan yang lain. Satu fitnah datang, dan orang mukmin berkata, 'Inilah sebab kebinasaanku.' Kemudian fitnah itu lenyap. Setelahnya fitnah lain datang, lalu orang mukmin berkata, 'Inilah sebab kebinasaanku.' Siapa yang yang ingin dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, hendaklah kematian datang kepadanya sedangkan dia beriman kepada Allah dan hari akhir dan agar dia memperlakukan manusia sebagaimana dia berharap diperlakukan. Siapa yang yang membaiat seorang imam, lalu memberikan uluran jabat tangannya dan buah hatinya, hendaklak dia taat kepadanya bila mampu. Jika ada orang lain yang berusaha merebut kekuasaannya, maka tebaslah batang leher orang yang terakhir ini!" (HR. Muslim)

en

-- -- -- -- --

Perkataan Abdullah bin 'Amr: "يَنْتَضِلُ" (yantaḍil), artinya: berlatih memanah. الجَشَرُ (al-jasyar), dengan memfatahkan "jīm" dan "syīn", setelahnya "rā`", yaitu: hewan yang mencari rumput dan menginap di tempatnya (tidak pulang). Perkataan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: "يُرَقِّقُ بعضُهَا بَعْضاً", artinya: sebagiannya menjadikan yang lain terasa ringan; maksudnya: menjadikannya ringan karena yang setelahnya lebih berat, sehingga fitnah yang kedua menjadikan yang pertama terasa ringan. Sebagian berkata, maksudnya bahwa sebagiannya memancing untuk melakukan yang lain dengan mempercantik dan memperdayanya. Yang lain mengatakan, maksudnya bahwa sebagiannya mirip dengan yang lain.

en

--

Kosa Kata Asing:

en

--

خِباءَه (khibā`ahu): tempat berlindung seseorang yang terbuat dari bulu unta, bulu kambing, atau bulu domba.

en

--

فَأعطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ: memberikan jabat tangan. Dahulu, hal ini merupakan kebiasaan bangsa Arab ketika melakukan jual beli, kemudian digunakan dalam akad baiat.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Demonstrating the methodology of the prophets and messengers (may Allah exalt their mention) in their keenness to give sincere advice to their peoples and guide them to what is good. Likewise, the scholars and knowledge seekers should clarify what is good to people and urge them to do it and clarify what is evil and warn them against it.

1) Menjelaskan prinsip para nabi dan rasul -'alaihimuṣ-ṣalātu was-salām- dalam hal antusias untuk membimbing umat mereka kepada kebaikan serta memberi nasihat kepada kaum mereka. Demikian juga para ulama dan penuntut ilmu, mereka wajib menjelaskan dan menganjurkan kebaikan kepada manusia serta menjelaskan dan mengingatkan keburukan terhadap mereka.

en

2) A believer should be patient and expect the divine reward for that, and he should turn to Allah Almighty and seek refuge with Him at times of trials.

2) Seorang mukmin wajib bersabar, mengharapkan pahala, senantiasa kembali kepada Allah -'Azza wa Jalla-, dan memohon perlindungan kepada-Nya ketika berada di masa fitnah.

en

3) The duty to obey the legitimate ruler and fight any group who rebels against him, so as to maintain the unity of Muslims and prevent disunity.

3) Kewajiban taat kepada penguasa serta memerangi kelompok yang memberontak kepada pemimpin yang sah demi menjaga persatuan umat Islam dan tidak memecah belah kalimat mereka.

en

669/7 - Abu Hunaydah Wā’il ibn Hujr (may Allah be pleased with him) reported: “Salamah ibn Yazīd al-Ju‘fi asked the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him): ‘O Prophet of Allah, if we have rulers who demand their rights from us but they do not give us our rights, what would you order us to do?’ The Prophet turned his face away (without giving an answer). He repeated the question, so the Prophet said: ‘Listen and obey, for verily, they will be held accountable for what they are responsible for and you will be held accountable for what you are responsible for.’” [Narrated by Muslim]

7/669- Abu Hunaidah Wā`il bin Ḥujr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Salamah bin Yazīd Al-Ju‘fiy pernah bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dia berkata, “Wahai Nabi Allah! Kabarkanlah kepada kami, jika kami dipimpin oleh para pemimpin yang menuntut kepada kami hak mereka tetapi mereka tidak menunaikan hak kami, apakah yang engkau perintahkan kepada kami?” Namun beliau berpaling darinya. Lalu dia bertanya (lagi) kepada beliau, maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, "Dengar dan taatlah! Mereka bertanggung jawab terhadap semua kewajiban yang dibebankan kepada mereka, dan kalian hanya bertanggung jawab dengan kewajiban yang kalian dibebani padanya." (HR. Muslim)

en

670/8 - ‘Abdullāh ibn Mas‘ūd (may Allah be pleased with him) reported: “The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: ‘You will see after me favoritism and things which you will disapprove of.’ They said: ‘O Messenger of Allah, what do you order us to do then?’ He replied: ‘Fulfill the rights that are upon you and ask Allah for your rights.’” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

8/670- Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya akan ada sepeninggalku penguasa-penguasa yang mementingkan dirinya serta perkara-perkara yang kalian ingkari." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Apa yang engkau perintahkan kepada yang mendapatkan hal itu di antara kami?" Beliau menjawab, "Tunaikanlah hak yang menjadi kewajiban kalian dan mohonlah kepada Allah apa yang menjadi hak kalian." (Muttafaq 'Alaih)

en

Guidance from the Hadīths:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Every person is responsible for their deeds and will be held accountable for their shortcomings. An error should not be corrected with another error. So, a ruler’s negligence in his duties does not give the subjects justification to be negligent in their duties.

1) Setiap orang bertanggung jawab terhadap amalnya sendiri dan akan dihukum karena kelalaiannya. Sehingga kesalahan tidak dihadapi dengan kesalahan semisalnya, yaitu dalam hal ini kelalaian penguasa muslim dalam kewajiban mereka tidak melegalkan bagi rakyat untuk melalaikan kewajibannya!

en

2) The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) informed of the evils that the leaders and rulers would do with regard to the Shariah, and that Muslims are required to give them advice and endure their harm patiently.

2) Berita dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang apa yang akan diperbuat oleh para pemimpin dan penguasa berupa perkara-perkara mungkar dalam agama Allah, sehingga kita wajib menasihati mereka serta bersabar atas perbuatan buruk mereka.

en

3) The evil done by rulers is only a reflection of the subjects’ deeds. “As you are, so shall be your rulers.” {Indeed, Allah does not change the condition of a people, until they change what is in themselves.}

3) Tidaklah kemungkaran yang dilakukan oleh para penguasa kecuali sebagai potret perbuatan rakyat mereka; karena "seperti apa kalian, seperti itulah kalian diberi penguasa"; "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd: 11)

en

671/9 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Whoever obeys me has obeyed Allah, and whoever disobeys me has disobeyed Allah; and whoever obeys the leader has obeyed me, and whoever disobeys the leader has disobeyed me.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

9/671- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang menaatiku, sungguh dia telah menaati Allah. Namun siapa yang mendurhakaiku, sungguh dia telah mendurhakai Allah. Siapa yang menaati pemimpinnya, maka dia telah menaatiku. Namun siapa yang mendurhakai pemimpinnya, maka dia telah mendurhakaiku." (Muttafaq 'Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Obedience to the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) is part of obedience to Allah Almighty. So, if he commanded something, then it is part of the Shariah.

1) Ketaatan kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah -'Azza wa Jalla-, sehingga apabila beliau memerintahkan sesuatu maka itu adalah syariat dari Allah -Tabarāka wa Ta'ālā-.

en

2) Obedience to Muslim rulers is part of compliance with the Shariah. So, they should be obeyed except for sins. Obeying them in what is good is a pious act for which people are rewarded.

2) Ketaatan kepada penguasa muslim merupakan bagian dari ketaatan kepada agama, sehingga ketaatan kepada mereka hukumnya wajib kecuali dalam perkara kemaksiatan kepada Allah. Ketaatan kepada mereka dalam hal yang makruf adalah ibadah kepada Allah yang akan mendatangkan pahala bagi seorang hamba.

en

672/10 - Ibn ‘Abbās (may Allah be pleased with him and his father) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Whoever disapproves of something done by his ruler should be patient, for he who disobeys the ruler even for a span (a little) will die as those of the Period of Ignorance.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

10/672- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang tidak menyukai sesuatu pada pemimpinnya hendaklah ia bersabar, sebab orang yang keluar sejengkal dari ketaatan kepada penguasa, maka dia mati dengan kematian jahiliah." (Muttafaq 'Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Whoever departs from the Muslim group is prone to deviance in his heart, until this sin leads to his setback and he dies those of the Period of Ignorance, for the people of ignorance do not have leader to unite them in obedience.

1) Siapa yang keluar dari barisan jemaah umat Islam maka hatinya sangat dekat dari penyimpangan, sehingga maksiat tersebut akan menjadi sebab kesesatannya, lalu dia mati dengan kematian jahiliah, karena masyarakat jahiliah tidak memiliki imam maupun amir yang menyatukan mereka di atas ketaatan.

en

2) It is not permissible to oppose the rulers or speak badly about them among the public in a way that stirs spite and rancor. Evil should not be repelled by evil, but by goodness. Indeed, patience leads to benign consequences.

2) Tidak diperbolehkan membatalkan baiat yang telah diberikan kepada penguasa, dan kita tidak diperbolehkan berbicara di tengah masyarakat dengan sesuatu yang menyulut kebencian dan kemarahan kepada mereka, karena keburukan tidak dilawan dengan keburukan, tetapi lawanlah keburukan dengan kebaikan dan kesabaran, dan ujung dari kesabaran pasti terpuji.

en

673/11 - Abu Bakrah (may Allah be pleased with him) reported: I heard the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) say: “Whoever insults the ruler, Allah will insult him.” [Narrated by Al-Tirmidhi; and he classified it as Hasan (sound)]

11/673- Abu Bakrah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang menghina penguasa, pasti Allah menghinakannya." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

en

There are lots of authentic Hadīths in this regard.

Di tema bab ini terdapat banyak sekali hadis yang ada dalam Aṣ-Ṣaḥīḥ, sebagiannya telah disebtukan pada beberapa bab sebelumnya.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) If a person insults the Muslim ruler by defaming him and announces his flaws among the people, he will be subject to insult from Allah Almighty; a punishment similar to what he committed.

1) Orang yang menghina penguasa muslim dengan menyebarkan kekurangannya di tengah masyarakat, mencela dan mempermalukannya, maka dia terancam akan dihinakan oleh Allah -'Azza wa Jalla-, karena balasan yang didapat akan setimpal dengan perbuatan.

en

2) Insulting a Muslim ruler makes him look weak and undermines respect for the Shariah. Indeed, applying the Shariah honors the legislation.

2) Menghina penguasa muslim akan menyebabkan wibawanya lemah, selanjutkan akan menyebabkan lemahnya penghormatan terhadap ajaran syariat, karena mengamalkan ajaran syariat adalah wujud mengukuhkan perkara-perkara yang disyariatkan, termasuk ketaatan kepada penguasa.