Terjemahan yang Berlaku English عربي
en

237 - Chapter on the merit of treating slaves kindly

237- BAB KEUTAMAAN BERBUAT BAIK KEPADA BUDAK

en

Allah Almighty says: {Worship Allah and do not associate any partners with Him. Be kind to parents, relatives, orphans, the needy, near and distant neighbors, close friends, wayfarers, and slaves whom you own.} [Surat an-Nisā’: 36]

Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabīl, dan hamba sahaya yang kamu miliki." (QS. An-Nisā`: 36)

en

Guidance from the verse:

Pelajaran dari Ayat:

en

1) Masters are commanded to treat their slaves kindly and be good to them, doing what is in their interest and keeping them away from harm.

1) Perintah berbuat baik kepada milkul-yamīn, yaitu hamba sahaya yang dimiliki oleh tuannya, yaitu berbuat baik kepadanya dengan ucapan dan perbuatan dalam mewujudkan kemaslahatan untuknya dan menjauhkan keburukan darinya.

en

2) Kindness to slaves is a duty upon their masters. Whoever fulfills this duty has indeed fulfilled part of his servitude to Allah Almighty.

2) Berbuat baik kepada hamba sahaya adalah hak yang diwajibkan atas tuannya, siapa yang menunaikannya maka dia telah menunaikan sebagian dari peribadatannya kepada Allah -Ta'ālā-.

en

1360/1 - Al-Ma‘rūr ibn Suwayd reported: I saw Abu Dharr wearing a nice garment, and his slave boy was wearing one similar to it. I asked him about it, and he said that he had exchanged harsh words with a person during the Prophet’s lifetime and put him to shame by making a reference to his mother. That person mentioned that to the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him), thereupon, the Prophet said: “You are a person who has remnants of the pre-Islamic time of ignorance. They are your brothers and servants whom Allah has placed under your authority. He who has his brother under his authority should feed him from what he eats, dress him from what he wears, and not overburden them with difficult tasks that are beyond their capability. And if you were to do this, then you should help them.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

1/1360- Al-Ma'rūr bin Suwaid berkata, Aku pernah melihat Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- memakai sepasang pakaian serta budak miliknya juga memakai yang semisalnya, lalu aku bertanya kepadanya tentang hal itu, maka Abu Żarr menyebutkan bahwa dia pernah mencela seseorang di zaman Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan mencaci ibunya, lalu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sungguh, engkau orang yang masih memiliki sebagian sifat jahiliah. Mereka adalah saudara dan pembantu kalian, Allah telah menjadikan mereka di bawah (kekuasaan) tangan kalian. Barang siapa yang memiliki saudara di bawah kekuasaannya, hendaklah ia memberinya makan seperti yang ia makan dan memberinya pakaian seperti yang ia pakai, dan janganlah kalian memberi mereka pekerjaan yang tidak sanggup mereka kerjakan. Jika kalian membebani mereka pekerjaan, maka bantulah mereka pada pekerjaan itu." (Muttafaq 'Alaih)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

الحُلَّةُ (al-ḥullah): pakaian yang memiliki lapis dalam dan terdiri dari sarung dan selendang, dan tidak disebut ḥullah kecuali untuk kedua pakaian tersebut secara bersamaan.

en

--

فيكَ جاهليَّةٌ (fīka jāhiliyyah): salah satu perangai di antara perangai masyarakat jahiliah.

en

--

خَوَلُكُمْ (khawalukum): pembantu kalian dan yang mengerjakan urusan kalian.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) We are strictly prohibited from imitating the people of the pre-Islamic time of ignorance, even in using words. A believer should have a personality formed by the teachings of the noble Qur’an and the Prophet’s Sunnah.

1) Larangan keras menyerupai masyarakat jahiliah, bahkan sekalipun hanya pada ucapan. Akan tetapi, seorang mukmin harus memiliki kepribadian yang dibentuk dengan ajaran Al-Qur`ān Al-Karīm dan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

2) It points out the Islamic guidance on the treatment of slaves. Under this guidance, masters are required to treat their slaves kindly, give them good food and clothing, and not burden them with work beyond their capacity. This stems from the merciful Shariah of Islam. Indeed, the free people living in oppressing countries today would wish to live as slaves under the just system of Islam!

2) Menjelaskan petunjuk Islam dalam memotivasi perbuatan baik kepada budak dengan memberinya makan dan pakaian serta tidak membebaninya dengan sesuatu yang tidak dia mampui. Ini berasal dari prinsip kasih sayang dalam syariat Islam. Sungguh, orang-orang merdeka hari ini di negeri yang zalim mengharapkan kehidupan budak dalam tatanan Islam yang adil!

en

3) It shows the merit of Abu Dharr (may Allah be pleased with him) as he complied with the Prophet’s command and was keen to make amends for his mistake by showing kindness to his slave.

3) Keutamaan sahabat Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- terkait sambutannya kepada perintah Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu dia sangat gigih agar kesalahannya diampuni dengan cara berbuat baik kepada budaknya.

en

1361/2 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “When your servant brings you your food, if you do not invite him to join you, then (at least) give him a morsel or two, because he has prepared it.” [Narrated by Al-Bukhāri]

2/1361- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Bila pembantu salah seorang kalian datang membawakan makanannya, jika ia tidak memintanya duduk bersamanya, hendaklah ia memberikannya sesuap atau dua suap, karena dialah yang telah menyiapkannya." (HR. Bukhari)

en

--

الأكلَةُ (al-akalah), dengan mendamahkan hamzah, yaitu al-luqmah (suapan).

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

وَلِيَ عِلَاجَهُ (waliya 'ilājahu): ia menyiapkan dan menyajikannya.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It urges the believers to deal modestly with one another, including servants. This is part of Islam’s comprehensive guidance.

1) Anjuran bersikap tawaduk terhadap semua orang beriman, termasuk terhadap pembantu, dan ini termasuk ajaran Islam yang sempurna.

en

2) Showing kindness to weak people and consoling their hearts is part of the Prophet’s guidance. As for the slave who prepares food or drink for his master, he naturally desires to take some. So, the Shariah instructs masters to console the hearts of their slaves in such a gentle and caring manner.

2) Mengobati jiwa yang terluka dan menghibur orang lemah termasuk petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Biasanya jiwa seorang hamba sahaya berharap kepada makanan ataupun minuman yang dia sajikan untuk majikannya, maka syariat Islam memerintahkan kita untuk menenangkan hati mereka yang lemah.

en

3) We are encouraged to pursue the proper means for purifying ourselves and respecting those lower than us in rank. This keeps us away from arrogance. Indeed, the arrogant shall be deprived of Paradise.

3) Anjuran untuk berusaha agar seorang muslim menyucikan jiwanya serta menghormati orang yang berada di bawah kedudukannya, karena hal ini akan menjauhkannya dari pengaruh sombong dan mengangkat diri yang dapat menghalangi pelakunya dari masuk surga.

en

Benefit:

Faedah Tambahan:

en

In a version of the previous Hadīth narrated by Muslim, feeding the slaves is limited to one or two morsels, if the food is little. In it, the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “If the food is scanty, he should put one or two morsels in his hand.”

Ada sebuah riwayat untuk hadis di atas dalam Ṣaḥīḥ Muslim, di dalamnya disebutkan ketentuan memberikan sesuap atau dua suap jika makanan tersebut sedikit. Yaitu sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Jika makanan itu sedikit serta banyak yang makan, hendaklah ia letakkan di tangannya sesuap atau dua suap." Makna "masyfūhan" yaitu banyak penyantapnya.

en

This necessitates that if there is plenty of food, he may either invite the slave to join him or give him a good portion of it. The Companions (may Allah be pleased with them) complied with the Prophet’s teachings and were good to their slaves. What happened otherwise in some incidents was caused by certain circumstances, like poverty and scarcity of food. Hence, Safwān ibn Umayyah said to ‘Umar (may Allah be pleased with both of them): “By Allah, we do not dislike them, but we prefer ourselves to them, and by Allah, we do not find good food which we can eat and feed it to them as well.”

Konsekuensinya, bila makanan tersebut banyak, maka antara dia memintanya ikut duduk bersamanya atau memberikannya bagian yang banyak. Para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- telah melaksanakan pesan Nabi mereka -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk berbuat baik kepada budak-budak mereka. Adapun apa yang terjadi di sebagian momen, maka itu adalah kejadian pada kondisi khusus, misalnya timbul karena kefakiran dan kekurangan makanan. Oleh karena itu, Ṣafwān bin Umayyah pernah berkata kepada Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, "Demi Allah! Kami tidak membenci mereka. Tetapi kami mendahulukan diri kami atas mereka. Demi Allah! Kami tidak mendapatkan makanan yang cukup untuk kami makan dan kami berikan kepada mereka."

en

But some people today disdain to sit with their servants or deal with them courteously. This is the result of arrogance on their part.

Apa yang terjadi hari ini di sebagian orang, yaitu Anda mendapatkan mereka enggan untuk duduk bersama pembantunya ataupun berbuat baik kepadanya dengan ucapan dan perbuatan, maka itu berasal dari pengaruh kesombongan dalam jiwa.

en

It behooves us to discipline our baser souls and not let them take hold and ruin us.

Waspadalah terhadap keburukan yang tersembunyi dalam jiwamu, bila ia keluar padamu, engkau pasti hancur terhinakan.

en

Benefit:

Faedah Tambahan:

en

“Among the manifestations of kindness in the Islamic legislations with regard to the slavery system is that Islam paid attention to reducing slavery and ending its harms. To this end, it increased the reasons for freeing slaves and improved the conditions of slaves by regulating how masters should deal with their slaves.

"Di antara potret ihsan (berbuat baik) dalam syariat Islam yang berkaitan dengan tatanan perbudakan adalah bahwa syariat Islam memperhatikan penanganan budak... dengan tindakan-tindakan yang dapat menghilangkan keburukan perbudakan. Yaitu melalui upaya meminimalisnya dengan cara memperbanyak sebab-sebab pembebasannya dan upaya meringankan dampak dari keburukan kondisinya dengan meluruskan tindakan para majikan terhadap budak-budak mereka.

en

As for the reasons for freeing slaves, we note that the areas of Zakah laid down by Islam include buying and freeing slaves. Also, manumission of slaves is one of the due expiations in case of manslaughter. Islam also exhorts masters to go into contracts of emancipation with their slaves, if they so will. Moreover, if a person frees part of a slave that he co-owns, the other part shall be assessed and then paid, thus freeing the slave completely. And if a female slave gives birth from her master, she becomes like a free woman. Islam also encourages its followers to compete in setting slaves free.

Upaya pertama, yaitu memperbanyak sebab-sebab pengangkatannya, di antaranya: menjadikan pos peruntukan zakat pada pembelian budak dan pemerdekaannya... menjadikan pemerdekaan budak ke dalam jenis kafarat yang diwajibkan pada pembunuhan yang tidak disengaja... perintah memerdekakan budak dengan cara mukatabah jika mereka memintanya... Siapa yang memerdekakan bagiannya pada seorang budak, maka bagian saudara serikatnya dihitungkan padanya lalu dia membayarnya sehingga dia memerdekakan budak tersebut seluruhnya; siapa yang menggauli budak perempuannya hingga ia melahirkan, maka serta-merta budak perempuan tersebut menjadi seperti merdeka... Juga anjuran untuk memerdekakan budak... dan anjuran untuk memerdekakan budak yang diperebutkan lebih kuat...

en

As for improving the conditions of slaves, Islam firmly prohibited masters from overburdening their slaves and commanded them to provide them with sufficient provision and clothing. It forbade them from excess in beating their slaves. So, if a man tortures his slave, he will be emancipated against his master’s will. If we consider these and other teachings, it becomes clear to us that the Shariah aims at spreading freedom.” Summarized from the book entitled 'The Objectives of Islamic Law' by the erudite scholar Al-Tāhir ibn ‘Āshūr (may Allah have mercy upon him).

Upaya kedua, yaitu meringankan dampak dari keburukan kondisinya, di antaranya: larangan bersikap keras terhadap budak dalam pelayanan mereka... perintah mencukupkan kebutuhan dan pakaian mereka... larangan memukul mereka dengan pukulan yang keluar dari batas seharusnya; bila seseorang memutilasi budaknya, maka budaknya itu dimerdekakan... Dari penelitian terhadap tindakan-tindakan ini dan yang semisalnya kita dapat mengetahui dengan pasti bahwa syariat Islam bertujuan menebar kemerdekaan." (Diringkas dari penjelasan Alamah Aṭ-Ṭāhir bin 'Āsyūr -raḥimahullāh- dalam kitabnya, Maqāṣid Asy-Syarī'ah Al-Islāmiyyah).