Terjemahan yang Berlaku English عربي
en

25. Chapter on Fulfillment of Trusts

25- BAB PERINTAH MENUNAIKAN AMANAH

en

Allah Almighty says: {Indeed, Allah commands you to return trusts to their owners} [Surat an-Nisā’: 58] Allah also says: {Indeed, We offered the Trust to the heavens, the earth, and the mountains, yet they refused to bear it and were afraid of it. But man assumed it; he is indeed wrongful and ignorant.} [Surat al-Ahzāb: 72]

Allah -Ta'ālā- berfirman, "Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya." (QS. An-Nisā`: 58) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu amat zalim dan sangat bodoh." (QS. Al-Aḥzāb: 72)

en

Guidance from the verses:

Pelajaran dari Ayat:

en

There are two types of trusts:

- Amanah terbagi dua:

en

1) Trusts related to the rights of Allah like acts of worship dedicated to Allah Almighty, and the greatest of which is adhering to Tawhīd (monotheistic belief) and prayer.

1) Amanah dalam hak-hak Allah; misalnya ibadah-ibadah kepada Allah -'Azza wa Jalla-, terutama tauhid, salat, dan lainnya.

en

2) Trusts related to the rights of people like dutifulness to parents, maintaining ties of kinship, and educating children.

2) Amanah dalam hak-hak manusia; misalnya berbakti kepada kedua orang tua, silaturahmi, mendidik anak, dan lainnya.

en

199/1- Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “The signs of the hypocrite are three: when he speaks, he lies; when he makes a promise, he breaks it; and when he is entrusted with something, he betrays the trust.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

1/199- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tanda orang munafik ada tiga; apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia menyelisihi, dan apabila diberi amanah ia berkhianat." (Muttafaq 'Alaih)

en

In another version of the Hadīth, he said: “even if he fasts, prays, and claims to be a Muslim.”

Dalam riwayat lain: "... sekalipun dia puasa dan salat dan meyakini dirinya muslim."

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

آيَةٌ (āyah): tanda

en

--

أخَلَفَ (akhlafa): tidak menunaikan janji

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The information the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) gave in this Hadīth includes two points: identifying the hypocrites and their qualities, and caution against possessing such qualities. Thus, the Hadīth contains information and guidance.

1) Pemberitaan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap hadis ini mengandung dua hal: mengenal orang munafikin dan sifat mereka serta peringatan agar tidak jatuh ke dalam sifat-sifat ini. Sehingga hadis ini adalah berita sekaligus sebagai arahan.

en

2) Truthfulness in speech, honoring the promise, and fulfilling the trust are among the qualities of the believers, and they are all obligatory.

2) Jujur dalam ucapan, memenuhi janji, dan menunaikan amanah merupakan sifat orang beriman, dan merupakan perkara yang wajib.

en

3) A Muslim’s speech should match his actions. {It is most loathsome to Allah that you say what you do not do.} [Surat as-Saff: 3]

3) Orang muslim itu perbuatannya sesuai ucapannya: "Sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (QS. Aṣ-Ṣaff: 3)

en

200/2- Hudhayfah ibn al-Yamān (may Allah be pleased with him) reported: “The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) narrated two narrations to us, one of which I have seen happening, and I am waiting for the other. He narrated that (in the beginning) trust was preserved in the roots of the hearts of men, then the Qur’an was revealed, and they learned it from the Qur’an, and then they learned it from the Sunnah. Then he told us about the disappearance of trust as he said: ‘A man will go to sleep whereupon trust will be taken away from his heart, and only its trace will remain like speckles. He then will sleep, whereupon the remainder of the trust will also be taken away and its trace will remain like a blister, like an ember that you roll on your leg, it causes pain and you see it swollen while it contains nothing.’ Then he took a pebble and rolled it over his leg. ‘So there will come a day when people will deal in business with each other, but there will hardly be any trustworthy persons among them, until it would be said that in such and such a tribe, there is an honest man, and until a man will be admired for his strength, intelligence, and good manners, although he will not have faith equal to a mustard seed in his heart. There came upon me a time when I did not mind dealing with anyone of you, for if he was a Muslim, his religion would prevent him from cheating me, and if he was a Jew or a Christian, his Muslim ruler would prevent him from cheating me; but today I cannot deal except with so-and-so and so-and-so.’” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

2/200- Ḥużaifah bin Al-Yamān -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah menyampaikan dua peristiwa kepada kami; salah satunya telah kulihat dan aku masih menunggu yang lain. Beliau mengabarkan bahwa amanah turun ke lubuk hati orang-orang, kemudian Al-Qur`ān turun sehingga mereka mengetahuinya dari Al-Qur`ān, dan juga dari Sunnah. Kemudian beliau mengabarkan tentang diangkatnya amanah. Beliau bersabda, "Seseorang tidur sekali, lalu sifat amanah dicabut dari hatinya hingga jejaknya tinggal sedikit seperti titik. Kemudian ia tidur sekali lagi, lalu sifat amanah dicabut dari hatinya hingga jejaknya menjadi seperti bekas lepuhan, seperti bara api yang engkau gelindingkan di atas kakimu maka timbullah lepuhan; engkau melihatnya kembung tetapi tidak berisi apa pun." Kemudian beliau mengambil kerikil dan menggelindingkannya di atas kakinya. "Lalu orang-orang melakukan jual beli tetapi hampir tidak ada seorang pun yang menunaikan amanah. Sehingga dikatakan di bani polan ada seorang yang amanah. Dikatakan kepada orang itu, 'Alangkah sabarnya, alangkah beruntungnya, alangkah cerdiknya!' Padahal di dalam hatinya tidak terdapat keimanan walau seberat biji sawi. Telah datang kepadaku sebuah zaman di mana aku tidak peduli berjual beli dengan siapa di antara kalian. Bila dia seorang muslim, maka agamanya akan mencegahnya. Bila dia seorang nasrani atau yahudi, maka dia akan dicegah oleh penguasanya. Adapun hari ini, aku tidak berjual beli kecuali dengan si polan dan polan di antara kalian." (Muttafaq ‘Alaih)

en

-- -- -- -- --

Ucapan Nabi: "جَذْرُ" (jażrun), dengan memfatahkan huruf "jīm", dan mensukunkan "żāl", artinya: pokok sesuatu. الْوَكْتُ (al-waktu), dengan huruf "tā`", artinya: sedikit bekas. Sedangkan "الْمَجْلُ" (al-majlu), dengan memfatahkan "mīm" dan mensukunkan "jīm", yaitu lepuhan pada tangan atau lainnya akibat bekerja dan semisalnya. Perkataan Ḥużaifah: "مُنْتَبِراً" (muntabiran), artinya kembung. سَاعِيهِ (sā'īhi): penguasanya.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Ethics in Islam are deeper than the concept of contemporary humanism since they go beyond outward and visible aspects to reach the actions of the hearts and the secrets of the souls.

1) Akhlak dalam Islam lebih dalam dan tinggi dari definisi kemanusiaan di masa sekarang, karena akhlak menembus perkara lahiriah yang dapat dilihat kepada perbuatan hati dan rahasia jiwa.

en

2) Islamic ethics emanate from the Qur’an and Sunnah, and therein lies the perfection of morals and refinement.

2) Akhlak Islam lahir dari Al-Qur`ān dan Sunnah karena keduanya mengandung akhlak dan pendidikan sempurna.

en

3) Morals are changeable, or else refinement would be of no use.

3) Akhlak dapat dirubah, kalau tidak maka pendidikan tidak ada gunanya.

en

4) Morals and faith are inseparable, whenever either of them is missing, the other is missing too.

4) Akhlak dan iman adalah dua hal yang bergandengan; bila salah satunya hilang maka yang lain juga hilang.

en

5) One of the portents of the Hour is the disappearance of trust so much so that the honest would not be trusted and the dishonest would be trusted.

5) Di antara tanda kiamat; hilangnya amanah, sehingga orang yang amanah dianggap pengkhianat dan pengkhianat dianggap orang yang amanah.

en

201/3- Hudhayfah and Abu Hurayrah (may Allah be pleased with both of them) reported that the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Allah, Blessed and Exalted, will gather mankind (on the Day of Resurrection). The believers will stand until Paradise is brought near to them. So, they will go to Adam (peace be upon him) and say: ‘O our Father! Request that Paradise be opened for us.’ He will say: ‘Was it anything other than your father’s sin that got you out of Paradise? I am not fit for that. Go to my son Ibrāhīm (Abraham), the intimate friend of Allah.’ They will go to Ibrāhīm who will say: ‘I am not fit for that. Indeed, I was only an intimate friend of a low order. Go to Mūsa (Moses) whom Allah spoke directly to.’ They will go to Mūsa, but he will say: ‘I am not fit for that. Go to ‘Isa (Jesus), the Word and Spirit of Allah.’ ‘Isa will say: ‘I am not fit for that.’ So they will go to Muhammad (may Allah’ s peace and blessings be upon him) who will stand and will be given permission. Trust and kinship will be sent to stand on the right and left of the Sirāt (Bridge over Hell). The first of you will pass over it like lightning.” I (the narrator) said: “May my father and mother be sacrificed for you! What is the passing of lightening like?” He said: “Have you not seen how it comes and goes in the blink of an eye? Then it will be like the passing of wind. Then it will be like the passing of birds. Then it will be like the running of men; their deeds will make them run. Your Prophet will be standing at the Sirāt saying: ‘O Lord, grant safety, grant safety!’ until the deeds of the slaves will not avail them; until a man would not be able to move except by crawling. On the two edges of the Sirāt, there will be suspended hooks, commanded to snatch whom they are ordered to snatch. Some people will sustain scratches but will be saved; others will be dumped in the Fire.” By the One in whose Hand is the soul of Abu Hurayrah, the depth of Hell is seventy years. [Narrated by Muslim]

3/201- Ḥużaifah dan Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Allah -Tabāraka wa Ta'ālā- kelak akan mengumpulkan manusia, kemudian orang-orang mukmin berdiri hingga surga didekatkan kepada mereka. Lantas mereka mendatangi Adam -ṣalawātullāh 'alaihi- seraya berkata, 'Wahai bapak kami! Mintakanlah agar surga ini dibukakan untuk kami.' Beliau menjawab, 'Bukankah yang mengeluarkan kalian dari surga adalah dosa bapak kalian? Aku tidak pantas memintakan hal ini untuk kalian. Pergilah ke tempat anakku, Ibrahim Khalīlullāh.' Lantas mereka mendatangi Ibrahim. Ibrahim berkata, 'Aku tidak pantas memintakan hal ini untuk kalian. Aku hanyalah khalīlullāh yang berada di belakang sekali. Pergilah kepada Musa yang diajak bicara langsung oleh Allah.' Mereka akhirnya mendatangi Musa. Musa berkata, 'Aku tidak pantas memintakan hal ini untuk kalian. Pergilah kepada Isa; kalimat dan ruh Allah.' Isa berkata, 'Aku tidak pantas memintakan hal ini untuk kalian.' Selanjutnya mereka mendatangi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Maka beliau berdiri dan diizinkan untuk membukanya. Kemudian amanah dan kasih sayang diutus, dan keduanya berdiri di kedua sisi jembatan (sirat); sisi kanan dan kiri. Orang pertama dari kalian melintasinya secepat kilat." Aku bertanya, "Bapak dan ibuku sebagai tebusan engkau, seperti apa secepat kilat itu?" Beliau menjawab, "Tidakkah kalian melihat bagaimana kilat datang dan pergi hanya dalam sekejap mata? Lalu ada yang melewatinya secepat angin, lalu secepat burung dan bagaikan orang yang berlari kencang. Semua itu tergantung amal mereka. Sementara itu Nabi kalian berdiri di atas jembatan sambil berdoa, 'Wahai Rabb-ku! Selamatkanlah. Selamatkanlah.' Sampai pada giliran orang-orang yang amal baiknya sedikit, hingga datang seseorang yang tidak bisa berjalan melainkan dengan merangkak. Di kedua sisi jembatan tergantung alat-alat pengait dari besi yang diperintahkan untuk mengambil orang-orang yang harus diambilnya. Di antara mereka ada yang terluka tetapi selamat, dan ada pula yang tercabik-cabik lalu dilemparkan ke dalam neraka.'" Abu Hurairah berkata, "Demi Zat yang jiwa Abu Hurairah berada di tangan-Nya! Sesungguhnya dasar neraka Jahanam itu sejauh perjalanan tujuh puluh tahun." (HR. Muslim

en

-- --

Ucapan Ibrahim: "وَرَاءَ وَرَاءَ" (warā`a warā`a), dengan memfatahkan "hamzah" pada keduanya, ada yang berpendapat dengan damah tanpa tanwin (warā`u warā`u), maknanya: aku tidaklah setinggi tingkatan itu. Ini adalah ungkapan yang disebutkan sebagai bentuk tawaduk. Adapun maknanya maka telah aku paparkan secara luas dalam Syarah Ṣaḥīḥ Muslim. Wallāhu a'lam.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

تُزْلَفَ (tuzlafu): didekatkan

en

--

شَدُّ الرِّجَالِ (syaddur-rijāl): lari kencang.

en

--

تَعْجِزَ أَعْمَالُ الْعِبَادِ: amal saleh mereka tidak kuat membawa mereka berjalan.

en

--

كَلَالِيْب (kalālīb), bentuk jamak dari "كَلُّوب" (kallūb), artinya: kayu yang di ujungnya dipasang pengait dari besi.

en

--

مُكَرْدَسٌ (mukardas): sesuatu ditumpuk sebagian di atas yang lain.

en

--

مَخْدُوْشٌ (makhdūsy): terluka dan tercabik.

en

--

الخَرِيْفُ (al-kharīf): tahun.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Paradise will not be opened until the Intercessor, Prophet Muhammad (May Allah’s peace and blessings be upon him), requests that it be opened.

1) Surga tidak dibuka kecuali setelah diminta oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sebagai pemberi syafaat.

en

2) The modesty of the prophets (peace be upon them) is highlighted through each of them referring the matter to the other.

2) Ketawadukan para nabi -'alaihimuṣ-ṣalātu was-salām-; masing-masing mengalihkan perkara itu kepada yang lain.

en

3) Trust and kinship are of a high status as they will stand at the sides of the Sirāt.

3) Mengagungkan kedudukan amanah dan rahim; keduanya akan berdiri di kedua sisi sirat.

en

4) The manner the slaves pass over the Sirāt will vary according to their righteous deeds, so let everyone strive in doing righteous deeds whereby he would pass over the Sirāt quickly and easily.

4) Kondisi seorang hamba ketika melewati sirat sesuai dengan amal salehnya. Sebab itu, hendaklah seseorang mengusahakan amal saleh yang akan membawanya berjalan di atas sirat secara mudah.

en

202/4- Abu Khubayb ‘Abdullah ibn Az-Zubayr (may Allah be pleased with him) reported: “When Az-Zubayr got ready to fight during the Battle of Al-Jamal, he called me and I stood up beside him, and he said to me: ‘O my son! Today none will be killed except as either an oppressor or an oppressed one. I see that I will be killed as an oppressed one. My biggest worry is my debts. Do you think that anything will be left of our property after the debts are settled?’ Then he said: ‘O my son! Sell our property and pay my debts.’ He then bequeathed one-third of his property and bequeathed one-third of that portion to ‘Abdullah’s sons. He said: ‘One-third of the one third. If any property is left after the settlement of the debts, one-third (of the one-third of what is left) is to be given to your sons.’” (Hishām, a sub-narrator, said: ‘Some of the sons of ‘Abdullah were equal in age to the sons of Az-Zubayr, like Khubayb and ‘Abbād. ‘Abdullah had nine sons and nine daughters at that time.’) ‘Abdullah added: “He (Az-Zubayr) went on advising me regarding his debts, saying: ‘If you should fail to settle part of the debts, appeal to my Master to help you.’ By Allah! I could not understand what he meant till I asked: ‘O father, Who is your Master?’ He replied: ‘Allah (is my Master).’ By Allah, whenever I had any difficulty regarding his debts, I would say: ‘O Master of Az-Zubayr, settle his debts on his behalf,’ and Allah would (help me to) settle them. Az-Zubayr was martyred leaving no Dinar or Dirham except for land and property, including a land which was (called) Al-Ghābah, and eleven houses in Madinah, two in Basrah, one in Kufah, and one in Egypt. The source of the debt which he owed was, that if somebody brought some money to him for safekeeping, Az-Zubayr would say: ‘No, (I won’t keep it as a trust) but I take it as a debt, for I am afraid it might be lost.’ Az-Zubayr was never appointed governor or collector of the tax of Kharāj or any other similar thing, but he collected his wealth (from the war booty he gained) during the battles he took part in, in the company of the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) and Abu Bakr, ‘Umar, and ‘Uthmān (may Allah be pleased with them). When I counted his debt, it turned out to be two million and two hundred thousand.” (The sub-narrator added:) Hakīm ibn Hizām met ‘Abdullah ibn Az-Zubayr and asked him: “O my nephew, How much is the debt of my brother?” ‘Abdullah did not reveal the exact amount and said, “One hundred thousand.” Hakīm said: “By Allah! I do not think your property will cover it.” Upon that, ‘Abdullah said to him: “What if I told you that it is two million and two hundred thousand?” Hakīm said: “I do not think you can repay it; so if you are unable to repay all of it, I will help you.” Az-Zubayr had bought Al-Ghābah for one hundred and seventy thousand. ‘Abdullah sold it for one million and six hundred thousand. Then he called out to the people saying: “Any person who has any money claim on Az-Zubayr should come to us in Al-Ghābah.” There came to him ‘Abdullah ibn Ja‘far whom Az-Zubayr owed four hundred thousand. He said to ‘Abdullah: “If you wish I will forgo the debt.” ‘Abdullah said: “No.” Then Ibn Ja‘far said: “If you wish you can defer repayment if you are going to defer the repayment of any debt.” ‘Abdullah said: “No.” Ibn Ja‘far said: “Then give me a piece of the land.” ‘Abdullah said (to him): “Yours is the land extending from this place to this place.” So, ‘Abdullah sold most of the land and settled the debt perfectly, with four and a half shares remaining unsold from the land of Al-Ghābah. He then went to Mu‘āwiyah while ‘Amr ibn ‘Uthmān, Al-Mundhir ibn az-Zubayr and Ibn Zam‘ah were sitting with him. Mu‘āwiyah asked: “At what price have you appraised Al-Ghābah?” He said: “One hundred thousand for each share.” Mu‘āwiyah asked: “How many shares are left?” ‘Abdullah replied, “Four and a half shares.” Al-Mundhir ibn az-Zubayr said: “I would like to buy one share for one hundred thousand.” ‘Amr ibn ‘Uthmān said: “I would like to buy one share for one hundred thousand.” Ibn Zam‘ah said: “I would like to buy one share for one hundred thousand.” Mu‘āwiyah said: “How much is left now?” ‘Abdullah replied: “One share and a half.” Mu‘āwiyah said: “I would like to buy it for one hundred and fifty thousand.” ‘Abdullah ibn Ja‘far then sold his share to Mu‘āwiyah for six hundred thousand. When ‘Abdullah ibn az-Zubayr had paid all the debts, Az-Zubayr’s other sons said to him: “Distribute our inheritance among us.” He said: “No, by Allah, I will not distribute it among you till I announce in four successive Hajj seasons: “Would those who have money claims on Az-Zubayr come forward so that we may repay them.” So, he started to announce that in public in every Hajj season, and when four years had elapsed, he distributed the inheritance among the heirs. Az-Zubayr had four wives, and after the one-third of his property was excluded (according to the will), each of his wives received one million and two hundred thousand. So the total amount of his property was fifty million and two hundred thousand. [Narrated by Al-Bukhāri]

4/202- Abu Khubaib -dengan "khā`" yang berharakat damah- Abdullah bin Az-Zubair -raḍiyallāhu 'anhumā- menceritakan, "Ketika Az-Zubair berdiri (menghadapi musuh) pada perang Jamal, ia memanggilku. Aku pun berdiri di sampingnya. Dia berkata, 'Wahai anakku! Sungguh, tidaklah terbunuh pada hari ini melainkan orang yang zalim atau dizalimi. Aku melihat bahwa aku akan terbunuh pada hari ini sebagai orang yang dizalimi. Sesungguhnya beban terbesar yang membuatku gusar adalah utangku. Apakah menurutmu utang kita (bila terlunasi) masih menyisakan sebagian dari harta kita?' Lalu ia berkata, 'Wahai anakku! Jual sajalah harta kita (yang tersisa) dan lunasilah utangku!' Az-Zubair mewasiatkan sepertiga hartanya dan sepertiga dari sepertiga (sepersembilan) untuk anak-anaknya, yaitu anak-anak Abdullah bin Az-Zubair. Ia berkata, 'Jika ada kelebihan harta kita setelah pelunasan utang, maka sepertiganya untuk anak-anakmu.' Hisyām menyatakan bahwa saat itu beberapa orang anak Abdullah sepadan usianya dengan sebagian anak-anak Az-Zubair; yaitu Khubaib dan 'Abbād. Ketika itu, Az-Zubair memiliki sembilan orang putra dan sembilan putri." Abdullah berkata, "Selanjutnya Az-Zubair mewasiatkan kepadaku perihal utangnya dan berkata, 'Wahai anakku, jika ada dari utang itu tidak engkau mampu lunasi, mintalah pertolongan kepada penolongku!'" Abdullah berkata, "Demi Allah, aku sama sekali tidak mengerti apa maksudnya, hingga aku bertanya, 'Wahai ayahanda! Siapakah penolongmu itu?' Dia menjawab, 'Allah.'" Abdullah berkata, "Demi Allah! Tidaklah setiap kali aku mengalami kesulitan untuk melunasi utangnya melainkan aku berkata, 'Wahai Penolong Az-Zubair! Lunasilah utangnya.' Maka Allah pun melunasinya." Abdullah berkata, "Maka Az-Zubair pun terbunuh. Dan dia tidak meninggalkan sekeping dinar ataupun dirham kecuali beberapa bidang tanah, di antaranya tanah hutan (di Awālī kota Madinah), 11 buah rumah di Madinah, 2 buah rumah di Baṣrah, 1 buah rumah di Kufah, dan 1 buah rumah di Mesir." Abdullah berkata, "Sebenarnya, sebab utang Az-Zubair ialah ketika ada seseorang datang membawa harta guna menitipkannya, maka Az-Zubair berkata, 'Jangan dititipkan. Tetapi jadikanlah sebagai pinjaman. Sesungguhnya aku khawatir kalau harta itu hilang.' Sama sekali Az-Zubair tidak pernah memegang jabatan negara, amil zakat, pekerja kharāj (cukai tanah), dan lainnya. Dia hanya berperang bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, Abu Bakar, Umar, dan Usman -raḍiyallāhu 'anhum-." Abdullah berkata, "Lantas aku menghitung utangnya. Ternyata aku dapatkan utang itu sebanyak dua juta dua ratus ribu (dirham)! Ḥakīm bin Ḥizām lalu menemuiku dan berkata, 'Wahai anak saudaraku! Berapa utang tanggungan saudaraku?' Aku menyembunyikan jumlah sebenarnya dan berkata, 'Seratus ribu.' Ḥakīm berkata, 'Demi Allah! Aku lihat harta kalian tidak akan cukup untuk melunasi utang itu.' Abdullah berkata, 'Kalau begitu, bagaimana pendapatmu jika utangnya yang sebenarnya adalah dua juta dua ratus ribu?' Hakīm menjawab, 'Aku kira kalian tidak akan mampu melunasi utang itu. Jika kalian merasa tidak mampu untuk melunasi utang itu, silakan menghubungiku!' Abdullah berkata, "Az-Zubair pernah membeli tanah hutan itu seharga seratus tujuh puluh ribu." Lantas Abdullah menjual tanah itu seharga satu juta enam ratus ribu. Dia berdiri dan berkata, "Siapa yang pernah mengutangi Az-Zubair, agar dia mengambil uangnya dalam bentuk tanah hutan itu." Kemudian datanglah Abdullah bin Ja'far. Dia pernah memberi utang kepada Az-Zubair sebanyak empat ratus ribu. Ia berkata kepada Abdullah, "Jika engkau mau, utang itu aku bebaskan untuk kalian?" Abdullah berkata, "Tidak." Abdullah bin Ja'far berkata, "Sekiranya kalian mau, pelunasannya bisa diakhirkan." Abdullah bin Az-Zubair menjawab, "Tidak." Abdullah bin Ja'far berkata, "Kalau begitu, tentukanlah bagian tanahku." Abdullah bin Az-Zubair berkata, "Bagianmu dari batas ini sampai ke batas itu." Abdullah bin Az-Zubair lalu menjual sebagian tanah itu dan ia pun melunasi semua utang ayahnya. Tersisa dari tanah itu empat setengah kaveling. Lalu dia datang ke Muawiyah dan ketika itu di dekatnya ada 'Amr bin Uṡmān, Munżir bin Az-Zubair, dan Ibnu Zam'ah. Muawiyah bertanya, "Berapa engkau hargai tanah itu?" Abdullah menjawab, "Tiap satu bagian seharga seratus ribu." Ia bertanya pula, "Kini tinggal berapa bagian?" Ia menjawab, "Empat setengah bagian." Al-Munżir bin Az-Zubair berkata, "Aku ambil satu bagian seharga seratus ribu." 'Amr bin Uṡmān berkata, "Aku ambil satu bagian seharga seratus ribu." Ibnu Zam'ah berkata, "Aku ambil satu bagian seharga seratus ribu." Mu'awiyah berkata, "Berapa bagian kini yang tersisa?" Ia menjawab, "Satu setengah bagian." Ia berkata, "Baiklah, aku ambil satu setengah bagian dengan harga seratus lima puluh ribu." Abdullah bin Az-Zubair berkata, "Abdullah bin Ja'far menjual bagiannya kepada Mu'awiyah dengan harga enam ratus ribu. Setelah Abdullah bin Az-Zubair menyelesaikan utang ayahnya, anak-anak Az-Zubair berkata, "Bagilah hak warisan kita masing-masing!" Abdullah bin Az-Zubair berkata, "Demi Allah! Aku tidak akan membagikannya kepada kalian semua, sampai aku membuat pengumuman pada musim haji selama empat tahun, 'Siapa yang pernah memberikan utang kepada Az-Zubair, hendaklah datang ke tempat kami, kami akan melunasinya!' Demikianlah setiap tahun dia mengumumkannya pada musim haji. Setelah berlalu empat tahun, Abdullah membagikan harta warisan itu di antara mereka dan menyerahkan sepertiga wasiatnya. Az-Zubair meninggalkan empat orang istri, masing-masing memperoleh jatah satu juta dua ratus ribu. Jadi, total harta peninggalan Az-Zubair ialah lima puluh juta dua ratus ribu (dirham)." (HR. Bukhari)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

The Day of Al-Jamal: a famous battle that took place between the Muslims, and the conflicting parties were the Commander of the Believers, ‘Ali ibn Abi Tālib and the Mother of the Believers ‘Āishah (may Allah be pleased with both of them).

يَوْمُ الْجَمَلِ (perang Jamal): perang terkenal yang terjadi di antara kaum muslimin, dua pihak yang berperang adalah Amīrul-Mu`minīn Ali bin Abi Ṭālib dan Ummul-Mu`minīn Aisyah Aṣ-Ṣiddīqah -raḍiyallāhu 'anhā-.

en

Al-Ghābah: A well known land in the uppermost area of Madinah.

الغَابَةُ (al-gābah): tanah terkenal di bagian 'Awālī, Kota Madinah.

en

--

الضَّيْعَةُ (aḍ-ḍai'ah): hilang dan musnah.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Muslims are urged to observe the fulfillment of trusts.

1) Anjuran untuk menjaga penunaian amanah.

en

2) Debts are a serious matter. One should hasten to settle his debts before death.

2) Beratnya perkara utang dan anjuran bersegera menunaikan utang sebelum mati.

en

3) Whoever Calls upon Allah Almighty by supplication, takes refuge with Him, and makes Him his master and guardian, Allah will suffice him and give him in abundance. Indeed, He never fails a slave who pins his hopes on Him.

3) Siapa yang mengetuk pintu langit dengan doa dan kembali kepada Allah serta menjadikan Allah sebagai penolongnya, maka Allah akan mencukupinya, karena Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- tidak akan menyia-nyiakan hamba yang berharap kepada-Nya.

en

Benefit:

Faedah Tambahan:

en

The fighting that took place between the Companions (may Allah be pleased with them) has a valid justification. Ibn Taymiyyah (may Allah have mercy upon him) said in his book Al-‘Aqīdah Al-wāsitiyyah:

Perang yang terjadi di antara para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- memiliki takwil atau alasan yang benar. Imam Ibnu Taimiyah -raḥimahullāh- menjelaskan di dalam buku Al-'Aqīdah Al-Wāṣīṭīyyah,

en

“And they remain silent regarding the dispute that took place among the Companions, and they say about the traditions reporting their faults that some of them are fabricated lies while some have undergone addition and deletion and were altered from their original meaning. As for the authentic traditions, the Companions are excused for what is reported about them therein. They conducted Ijtihād (reasoning based on knowledge) and were either correct or incorrect in their deductions... They had of virtues and merits what entails forgiveness of whatever they might have committed, if any. Much of their sins are forgiven in such a way that outdoes those who will come after them because they had good deeds that erase sins much more than those who come after them... Also, if it happened that any of them had committed a sin, then he must have repented of it or had done good deeds that erased it or has been forgiven by virtue of his early acceptance of Islam or by the intercession of Muhammad (may Allah’s peace and blessings be upon him)... or he was subjected to an affliction that expiated his sin... Another point is that their disapproved deeds are so little in comparison to their merits and advantages including their belief in Allah and His Messenger, doing Jihad in His cause, migration, support of the religion, beneficial knowledge, and righteous deeds. In fact, whoever studies their biographies with knowledge and insight, and recognizes the virtues bestowed upon them by Allah Almighty, will know for sure that they are the best people next to prophets, that there is none who can be like them either in the past or in the future generations, and that they are the chosen of the generations of the Muslim nation, which is the best of all nations and the most honorable in the Sight of Allah.” End of quote with summarization.

"Ahli Sunah menahan diri dari apa yang terjadi di antara para sahabat. Mereka mengatakan, bahwa riwayat-riwayat yang disampaikan tentang keburukan mereka sebagiannya dusta dan yang lainnya ditambah dan dikurangi serta dirubah dari alur sebenarnya. Sedangkan yang sahih, mereka memiliki uzur dalam hal itu. Antara mereka berijtihad dan benar atau berijtihad tetapi salah ... Mereka memiliki kelebihan dan keutamaan-keutamaan yang akan menghapuskan apa yang terjadi pada mereka -jika benar terjadi-, bahkan mereka akan diampuni pada kesalahan-kesalahan yang tidak diampuni bagi orang setelah mereka, karena mereka memiliki kebaikan yang akan menghapuskan kesalahan-kesalahan di mana hal itu tidak akan diberikan kepada orang setelah mereka ... Kemudian, bila benar telah terjadi dari salah seorang mereka sebuah dosa, bisa jadi dia telah bertobat darinya, atau dia telah mengerjakan kebaikan-kebaikan yang akan menghapusnya, ataupun dia diampuni dengan keutamaan sebagai orang yang pertama-tama masuk Islam atau dengan syafaat Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ... atau dia diuji dengan sebuah ujian dunia lalu dengan itu dia diampuni ... Lagi pula hal yang diingkari dari perbuatan sebagian mereka berjumlah sedikit sekali bila dibandingkan dengan banyaknya keutamaan dan kebaikan mereka, berupa iman kepada Allah dan Rasul-Nya, jihad di jalan Allah, hijrah, pembelaan agama, penyebaran ilmu bermanfaat, dan amal saleh. Siapa yang memperhatikan perjalanan hidup mereka dengan ilmu dan pengetahuan, serta memperhatikan keutamaan-keutamaan yang Allah anugerahkan kepada mereka, dia dapat menyimpulkan secara pasti bahwa mereka adalah sebaik-baik makhluk setelah para nabi, tidak ada yang menyamai mereka di zaman dahulu dan yang akan datang. Mereka adalah orang-orang pilihan di antara umat ini yang merupakan sebaik-baik dan semulia-mulia umat bagi Allah." Selesai secara ringkas.