Terjemahan yang Berlaku English عربي
en

44. Chapter on revering scholars, the elderly, and dignitaries, and favoring them over others and highlighting their high status

44- BAB MENGHORMATI ULAMA, ORANG TUA, DAN ORANG-ORANG MULIA SERTA MENDAHULUKAN MEREKA, MEMULIAKAN MAJELIS MEREKA, DAN MEMPERLIHATKAN KEDUDUKAN MEREKA

en

Allah Almighty says: {Say, “Are those who know equal to those who do not know?” It is only the people of understanding who will take heed.} [Surat az-Zumar: 9]

Allah -Ta'ālā- berfirman, "Katakanlah, 'Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?' Sesungguhnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran." (QS. Az-Zumar: 9)

en

Guidance from the verse:

Pelajaran dari Ayat:

en

1) 'Those who know' are the scholars of the Shariah; they are the heirs of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him), since scholars are the heirs of prophets. Venerating scholars is a means for venerating the Shariah, because they are its carriers. Therefore, honoring them is the same as honoring the Shariah.

1) Yang dimaksud dengan ulama adalah orang yang berilmu tentang agama, yaitu ahli waris Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Sesungguhnya para ulama adalah penerus para Nabi. Menghormati ulama merupakan sebab untuk memuliakan ajaran agama, karena merekalah orang yang mengembannya, sehingga memuliakan mereka adalah memuliakan agama.

en

2) The verse highlights the difference between the knowledgeable and the ignorant, as the knowledgeable is praised while the ignorant is dispraised.

2) Menjelaskan perbedaan antara orang berilmu dengan orang jahil; karena orang berilmu akan memiliki sifat terpuji, sedangkan orang jahil akan memiliki sifat tercela.

en

348/1- Abu Mas‘ūd, ‘Uqbah ibn ‘Amr al-Ansāri al-Badri (may Allah be pleased with him) reported that the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “The one who leads people in prayer is the most versed of them in Allah’s Book. If they are equally versed in reciting it, then the one who is the most knowledgeable about the Sunnah. If they are equal regarding the Sunnah, then the earliest one to emigrate. If they emigrated at the same time, then the oldest of them. No man is to lead another in prayer where the latter has authority or sit in his special place in his house without his permission.” [Narrated by Muslim]

1/348- Abu Mas'ūd 'Uqbah bin 'Amr Al-Badriy Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Yang berhak mengimami suatu kaum adalah orang yang paling paham Al-Qur`ān. Jika mereka setara dalam Al-Qur`ān, maka yang paling memahami Sunnah. Jika dalam Sunnah mereka sama, maka yang yang paling dahulu hijrah (ke Madinah). Jika dalam hal hijrah mereka sama, maka yang paling tua umurnya. Jangan sekali-kali seseorang mengimami orang lain di tempat kekuasaannya. Dan tidak boleh duduk di tempat khusus tuan rumah kecuali atas izinnya." (HR. Muslim)

en

According to another narration of Muslim, he said: “then the earliest one to embrace Islam” instead of “then the oldest of them.”

Dalam riwayat Muslim yang lain: "... maka yang paling dahulu masuk Islam." Sebagai ganti dari kata "umur".

en

In another version of the Hadīth, he said: “A man who is well versed in the Book of Allah and the earliest to memorize it should lead the prayer. If they (all those present) are equal in this respect, then the man who made Hijrah (emigration) first. If they are equal in that respect too, then the oldest of them should lead the prayer.”

Dan dalam riwayat lain: "Orang yang paling berhak mengimami suatu kaum adalah yang paling paham Al-Qur`ān dan yang paling dahulu menghafalnya. Jika mereka setara dalam Al-Qur`ān, maka yang mengimami mereka adalah yang paling dahulu hijrah. Jika dalam hal hijrah mereka sama, hendaklah yang mengimami mereka yang paling tua usianya."

en

-- --

Yang dimaksud dengan "سُلْطَانُهُ" (kekuasaanny) adalah tempat kekuasaannya atau tempat yang khusus untuknya. تكْرِمَتُهُ (takrimatuhu), dengan memfatahkan "tā`" dan mengkasrahkan "rā`", yaitu tempat khususnya seperti tikar atau ranjang dan semisalnya.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

His special place: the place of honor, such as the center seat.

تكْرِمَتُهُ (takrimatuhu): tempat penghormatan seperti barisan depan majelis.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) A knowledgeable Muslim is more deserving of assuming religious tasks, such as leading the prayer. Thus, the one who is more knowledgeable of the Book of Allah should be given precedence for assuming that role, then the one who is more knowledgeable of the Sunnah of the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him).

1) Orang yang berilmu didahulukan atas yang lain dalam tugas-tugas agama, seperti imam salat. Sehingga orang yang paling paham Al-Qur`ān lebih diutamakan, kemudian yang paling paham Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

2) The greatest field of knowledge is knowledge of the Book of Allah (Glorified and Exalted) and knowledge of the Prophet’s Sunnah. So, a believer has to assign good care to these two fundamentals: the Qur’an and the Sunnah, and to dispense thereby with whatever else.

2) Ilmu yang paling agung adalah ilmu tentang Kitābullāh dan Sunnah Nabi. Maka, hendaklah orang yang beriman bersungguh-sungguh untuk memperhatikan dua fondasi besar ini; yaitu Al-Qur`ān dan Sunnah, serta mencukupkan diri dengan keduanya dari yang lain.

en

349/2- He also reported: “The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) would pass his hands over our shoulders as we align for prayer and say: ‘Stand in straight rows and do not differ among yourselves, or else your hearts will suffer discord. Let those be nearest to me who are mature and endowed with understanding, then those who are nearest to them in these respects and then those who are nearest to them.’” [Narrated by Muslim]

2/349- Masih dari Abu Mas'ūd 'Uqbah bin 'Amr Al-Badriy Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- selalu meluruskan pundak kami dalam salat dan bersabda, "Luruskanlah saf kalian dan jangan berselisih sehingga akan menyebabkan hati kalian berselisih. Hendaknya yang berada di belakangku adalah orang yang dewasa dan berakal, lalu yang setelahnya, kemudian yang setelahnya." (HR. Muslim)

en

-- -- Mature: those who have reached puberty.

Sabda Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: "لِيَلِنِي" (liyalinī), dengan tidak mentasydidkan "nūn", dan tanpa "yā`" sebelumnya. Juga diriwayatkan dengan mentasydidkan "nūn" disertai "yā`" sebelumnya (لِيَلِيَنِّيْ liyaliyannī). النُّهَى (an-nuhā): akal. أُولُو الأَحْلام (ulul-aḥlām): orang-orang yang berusia balig. Ada yang berpendapat, yaitu orang-orang yang dewasa dan mulia.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

لِيَلِني (li yalinī): hendaklah mendekat kepadaku dalam salat, dan berada di belakangku.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It is obligatory to straighten the rows, fill the gaps, and align the shoulders and feet during the prayer.

1) Kewajiban meluruskan saf, menutup celah, dan menyejajarkan pundak dan kaki dalam salat.

en

2) The imam (who leads the prayer) should be keen to check the rows and straighten them by means of words and action, in compliance with the practice of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him).

2) Kewajiban imam agar sungguh-sungguh memeriksa dan meluruskan saf makmum, dengan ucapan dan perbuatannya, sebagai bentuk meneladani amalan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

3) It is encouraged to let the mature and the people of virtue and wisdom be in the nearest row to the imam.

3) Anjuran agar orang-orang yang dewasa dan mulia merapat kepada imam ketika bersaf.

en

350/3 - ‘Abdullāh ibn Mas‘ūd (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Let those who are mature and have good understanding be near me, then those who are next to them (saying it three times), and beware of the tumult of the markets.” [Narrated by Muslim]

3/350- Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Hendaklah yang berada tepat di belakangku orang dewasa dan berakal. Kemudian yang setelahnya." Beliau mengulanginya tiga kali. Lalu melanjutkan, "Dan hendaklah kalian menjauhi kebisingan dan perselisihan pasar." (HR. Muslim)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

Tumult of the markets: what occurs therein of crowding, arguing, disputing, and raised voices.

هَيْشَاتُ الأَسْوَاقِ (haisyātul-aswāq): kebisingan yang ada di pasar berupa campur baur, perselisihan, pertengkaran, dan adanya suara tinggi.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Mosques have their preserved right; it is impermissible for the worshipers to quarrel or raise their voices inside mosques since this eliminates the required Khushū‘ (humble sumission to Allah).

1) Masjid memiliki hak yang wajib dipelihara, sehingga orang yang salat tidak boleh menciptakan fitnah dalam masjid seperti pertengakaran dan mengangkat suara, karena hal itu dapat menghilangkan kekhusyukan.

en

2) It is urged to let the wise and mature people stand right behind the imam then those next to them in that respect.

2) Anjuran agar orang-orang yang lebih dewasa dan berakal berdiri di belakang imam, kemudian setelahnya orang-orang yang ada di bawah mereka.

en

Benefit (1):

Faedah Tambahan (1):

en

Some people understand from the Hadīth that it is forbidden for boys to stand right behind the imam, which is incorrect. There is a difference between saying, ‘none but the mature should be near to me,’ and the statement of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him): ‘Let those who are mature be near to me.’ The second statement urges those who are mature and wise to step forward and be nearest to the imam, and this is the one reported in the Hadīth, whereas the first means that he forbids those who are not adults or wise to be nearest to the imam. Accordingly, it is impermissible to prevent boys from standing in the first rows unless they cause trouble, because the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) did not forbid boys from standing right behind the imam, but rather, he urged the mature men to stand near to the imam. So contemplate the difference in meaning.

Sebagian orang memahami hadis ini sebagai larangan bagi anak-anak untuk berdiri di belakang imam. Ini adalah pandangan yang salah. Karena berbeda antara ungkapan: "Jangan berada di belakangku kecuali orang-orang dewasa", dengan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: "Hendaklah yang berada di belakangku di antara kalian orang-orang yang lebih dewasa." Ungkapan kedua menganjurkan kepada orang-orang yang dewasa dan berakal untuk berada di depan. Sedangkan ungkapan pertama maknanya larangan berada di belakang imam bagi yang belum balig atau berakal. Adapun hadis Nabi maka menggunakan ungkapan yang kedua. Berdasarkan hal itu, tidak boleh mengusir anak-anak dari saf depan, kecuali mereka melakukan hal yang mengganggu, karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah melarang anak kecil berdiri di belakang imam. Tetapi beliau menganjurkan kepada orang-orang yang besar supaya mendekat kepada imam. Renungkanlah perbedaannya.

en

Benefit (2)

Faedah Tambahan (2):

en

Those who ban boys from joining the first rows have fallen into several evils, some of which are:

Orang-orang yang melarang anak-anak berdiri di saf depan telah jatuh dalam beberapa kesalahan, di antaranya:

en

1) They prevent them from enjoying their rights, since boys, even little ones, have rights.

1) Mereka salah dari sisi menghalangi hak orang yang berhak mendapatkannya, karena anak kecil itu memiliki hak walaupun dia kecil.

en

2) They make little boys dislike mosques, which may lead to their aversion to mosques and hating those who dismiss them.

2) Mereka menjadikan masjid dibenci oleh anak-anak kecil, dan hal ini dapat mengakibatkan anak-anak lari dari masjid serta membenci orang yang mengusirnya.

en

3) If boys are dismissed from the first rows, they will be placed in the last rows where they will have the chance to engage in play and cause disturbance.

3) Bila kita mengusir anak-anak dari saf-saf terdepan, mereka akan hanya bermain-main ketika berada di saf-saf terakhir. Hal ini dapat mengakibatkan masjid ribut dan orang yang ada di sana terganggu.

en

351/4- Abu Yahya, and it was also said (that his nickname was) Abu Muhammad, Sahl ibn Hathmah al-Ansāri (may Allah be pleased with him) said: “‘Abdullah ibn Sahl and Muhayyisah ibn Mas‘ūd went to Khaybar during the period of the truce (after its conquest) and they separated to perform their duties. When Muhayyisah returned to ‘Abdullah ibn Sahl, he found him murdered, drenched in his blood. So he buried him and returned to Madinah. Then ‘Abdur-Rahmān ibn Sahl, Huwayyisah and Muhayyisah, the two sons of Mas‘ūd, went to the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) and to tell him about the case of their (murdered) friend. ‘Abdur-Rahmān, who was the youngest of them all, started talking. The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: ‘Let those older than you speak first.‘ So he stopped talking and the other two spoke. The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: ‘Will you take an oath whereby you will have the right to receive the blood money of your murdered man?’” And mentioned the rest of the Hadīth. [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

4/351- Abu Yaḥyā, konon Abu Muḥammad, Sahl bin Abi Ḥaṡmah -dengan memfatahkan "ḥā`" dan mensukunkan "ṡā`"- Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu-berkata, Abdullah bin Sahl dan Muḥayyiṣah bin Mas'ūd pergi menuju Khaibar. Khaibar waktu itu masih dalam masa perjanjian damai. Kemudian mereka berpisah. Lalu Muḥayyiṣah pergi ke Abdullah bin Sahl sementara dia berguncang penuh darah karena terbunuh. Muḥayyiṣah langsung menguburkannya, kemudian pulang ke Madinah. Lantas Abdurraḥmān bin Sahl bersama Muḥayyiṣah dan Ḥuwayyiṣah, keduanya putra Mas'ūd, mereka pergi menghadap Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Abdurraḥmān memulai berbicara, tetapi Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Hendaknya yang lebih tua yang berbicara dahulu. Hendaknya yang lebih tua yang berbicara dahulu." Pada saat itu dia paling muda di antara mereka. Maka dia pun diam. Lalu Muḥayyiṣah dan Ḥuwayyiṣah yang berbicara. Nabi bersabda, "Apakah kalian mau bersumpah (lima puluh kali) sehingga kalian berhak terhadap diat saudara kalian?" Kemudian dia menyebutkan hadis ini secara sempurna. (Muttafaq ‘Alaih)

en

--

Sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: "كَبِّرْ كَبِّرْ" (kabbir, kabbir), maksudnya: hendaklah yang lebih tua yang berbicara dahulu.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

يَتَشَحَّطُ (yatasyaḥḥaṭu): berguncang penuh darah.

en

--

أَحْدَثُ القَوْمِ (aḥdaṡul-qaum): orang yang paling muda usianya di antara mereka.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Muslims are urged to let those who are older start the speech, being one of the etiquettes to which the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) guided us.

1) Anjuran untuk mendahulukan yang paling tua usianya dalam berbicara. Ini adalah adab nabawi yang diajarkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

2) Learning about the prophetic etiquettes is one of the most important duties in the life of the believer.

2) Mempelajari adab-adab nabawi termasuk kepentingan paling urgen dalam kehidupan hamba yang beriman.

en

352/5- Jābir (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) would bury two men of those killed in the battle of Uhud in one grave and say: “Which of them learned more of the Qur’an?” If either of them was pointed out to him, he would place him first in the Lahd (grave). [Narrated by Al-Bukhāri]

5/352- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengumpulkan dua jenazah di antara syuhada Uhud dalam satu kubur. Kemudian beliau bersabda, "Siapakah di antara mereka yang paling banyak menghafal Al-Qur`ān?" Bila ditunjukkan kepada beliau salah satunya maka beliau mendahulukannya di dalam liang lahad. (HR. Bukhari)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

Lahd: a niche dug in the side wall of the grave wherein the deceased is placed.

اللَّحْدُ (al-laḥd): lahad; ceruk atau relung di sisi kubur di arah kiblat, tempat meletakkan mayat.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It is permissible to dig 'Lahd' or 'Shaqq' in graves to place the deceased therein. 'Lahd' is a niche that is dug in the side wall of the grave, whereas 'Shaqq' is a trench that is dug at the bottom in the middle of the grave. They are both permissible types of graves as both were used during the time of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him), yet 'Lahd' is better.

1) Diperbolehkan pembuatan kubur dengan model lahad (ceruk ke samping) ataupun syaqq (lubang ke bawah) karena keduanya dilakukan di zaman Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Tetapi lahad lebih afdal.

en

2) It is permissible to bury two or three men in a single grave if there is a need or necessity.

2) Boleh mengubur dua atau tiga orang dalam satu kubur ketika dibutuhkan ataupun terpaksa.

en

3) People of knowledge and virtue should be given precedence over others in their lives and after their death, owing to the honor of knowledge they carry in their hearts.

3) Mendahulukan orang berilmu dan mulia dilakukan di masa hidup mereka dan setelah mereka meninggal; hal ini dikarenakan kemuliaan ilmu yang mereka emban dalam dada mereka.

en

353/6 - Ibn ‘Umar (may Allah be pleased with him and his father) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “I saw in my dream that I was using a Siwāk (tooth-cleaning twig) when two men came to me, one of them older than the other. I gave the Siwāk to the younger one, but I was told to give it to the older one first, so I did.” [Narrated by Muslim with its full chain of narration and by Al-Bukhāri with its chain of narration partially omitted]

6/353- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Aku bermimpi sedang bersiwak dengan sepotong kayu siwak. Tiba-tiba ada dua orang mendatangiku, salah satunya lebih tua dari yang lain. Aku memberikan kayu siwak itu kepada orang yang lebih muda. Lantas dikatakan kepadaku, 'Dahulukan yang lebih tua!' Aku pun memberikannya kepada yang lebih tua." (HR. Muslim dengan sanad bersambung dan Bukhari secara mu'allaq)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Age is given special consideration; those that are older should be the first to be given something from among those that are present.

1) Mempertimbangkan usia yang lebih tua, sehingga yang lebih tua harus didahulukan dalam pemberian sesuatu bila mereka ada di hadapan Anda.

en

2) When there are people sitting on the right and left, one should start by the right side.

2) Memulai dari kanan ketika orang-orang yang hadir terpencar di kanan dan kiri.

en

354/7- Abu Mūsa (may Allah be pleased with him) reported that the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “It is out of glorification of Allah Almighty to honor the gray-haired (old) Muslim, and the bearer of the Qur’an who neither exaggerates concerning it nor neglects it, and to honor the just ruler.” [Hasan (sound) Hadīth narrated by Abu Dāwūd]

7/354- Abū Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya di antara bentuk mengagungkan Allah -Ta'ālā- ialah menghormati orang muslim yang tua dan penghafal Al-Qur`ān dengan cara tidak berlebih-lebihan dan tidak pula lalai darinya, serta menghormati penguasa yang adil." (Hadis hasan; HR. Abu Daud)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

إِجْلَالُ الله (ijlālullāh): mengagungkan Allah.

en

--

الغَالِيْ (al-gālī): berlebihan dan ekstrim.

en

--

الجَافِيْ (al-jāfī): meninggalkannya dan tidak mengamalkannya.

en

--

المُقْسِطُ (al-muqsiṭ): orang yang adil.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It is recommended to honor those who have a special virtue or are older in age and show to them respect in gatherings, in acknowledgment of their excellence and precedence in virtue.

1) Anjuran memuliakan orang yang memiliki keutamaan atau lebih tua serta memuliakan mereka dalam majelis sebagai bentuk pengakuan terhadap keutamaan dan usia mereka.

en

2) Exaggeration is destructive, whereas avoidance is alienation and negligence. Thus, moderation is the fairest approach.

2) Sikap guluw (berlebihan) dalam urusan adalah sebab kebinasaan, sikap jafā` (melalaikan) adalah bentuk kelalaian, sedangkan sikap pertengahan adalah sikap paling adil.

en

3) The religion of Allah is a middle course between exaggeration and negligence. Whoever adheres to the prophetic Sunnah, the guidance of the Companions and the earlier generations of Muslims with regard to his words, deeds, and attitudes is guided to moderation.

3) Agama Allah pertengahan antara orang yang guluw dan jafā`; semua orang yang komitmen pada Sunnah Nabi dan petunjuk sahabat dan generasi salaf dalam ucapan, perbuatan serta tingkah lakunya, maka dia akan diberikan taufik kepada sikap pertengahan.

en

355/8- ‘Amr ibn Shu‘ayb related from his father that his grandfather reported that the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “He does not belong to us who does not show mercy to the young among us and honor the old among us.” [Sahīh (authentic) Hadīth, narrated by Abu Dāwūd and Al-Tirmidhi, who classified it as Hasan Sahīh (sound and authentic)]

8/355- 'Amr bin Syu'aib meriwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya -raḍiyallāhu 'anhum-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi anak kecil (di antara kami), dan tidak mengetahui kemuliaan orang yang tua (di antara kami)." (Hadis sahih; HR. Abu Daud dan Tirmizi. Tirmizi berkata, "Hadisnya hasan sahih")

en

According to the narration by Abu Dāwūd: “... and does not recognize the right of our old.”

Dalam riwayat lainnya oleh Abu Daud, "... hak orang yang tua."

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

Does not belong to us: does not follow our guidance and way.

لَيْسَ مِنَّا (laisa minnā): ia tidak termasuk golong yang mengikuti sunah, petunjuk, dan jalan kami.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It is recommended to honor the elderly and show reverence to them, and to be merciful to the young, for by doing so matters are perfected.

1) Anjuran memulikan dan menghormati orang yang tua serta kasih sayang kepada anak yang kecil, dengan seperti itu urusan akan sempurna.

en

2) The believers complete one another in the Muslim community.

2) Orang beriman saling menyempurnakan satu sama lain dalam masyarakat muslim.

en

356/9- Maymūn ibn Abi Shabīb (may Allah have mercy upon him) reported that a beggar passed by ‘Ā’ishah (may Allah be pleased with her) whom she gave a small piece of bread. Then another man who was well-dressed asked her for charity and she invited him to sit down and served him food. When she was asked about the reason for the difference in treatment, she said: “The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) instructed us: ‘Treat people according to their status.’” [Narrated by Abu Dāwūd, but he said that Maymūn was not a contemporary of ‘Ā’ishah] [4]

9/356- Maimūn bin Abi Syabīb -raḥimahullāh- meriwayatkan, bahwa seorang yang minta-minta lewat pada Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, lantas Aisyah memberinya sepotong roti. Setelah itu lewat seorang laki-laki yang berpakaian dan berpenampilan bagus, lantas Aisyah mengajaknya duduk. Kemudian orang itu makan. Aisyah ditanya mengenai sikapnya tersebut, maka dia menjawab, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Tempatkanlah manusia sesuai kedudukannya'." (HR. Abu Daud, tetapi Maimūn tidak bertemu dengan Aisyah) [4]

en
[4] The Hadīth has a weak Isnād.
[4] (1) Hadis ini sanadnya daif.
en

It was cited by Muslim at the beginning of his Sahīh without mentioning its Isnād. He narrated it in this wording: “It was reported that ‘Ā’ishah (may Allah be pleased with her) said: ‘The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) ordered us to treat people according to their status.’” The Hadīth was also cited by Al-Hākim Abu ‘Abdullah in his book Ma‘rifat ‘Ulūm al-Hadīth, and he said: It is a Sahīh (authentic) Hadīth.

Hadis ini telah disebutkan oleh Muslim di awal kitab Ṣaḥīḥ-nya secara mu'allaq, dia berkata: Diriwayatkan dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- bahwa dia berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkan kami agar menempatkan manusia sesuai kedudukan mereka." Hadis ini disebutkan oleh Al-Ḥākim Abu Abdillāh dalam kitabnya Ma'rifah Ulūmil-Ḥadīṡ, dan dia berkata, "Ini hadis sahih."

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

كِسْرَةٌ (kisrah): sepotong roti.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Muslims are urged to consider the ranks and positions of people without committing injustice or oppression, rather they should act in accordance with justice. As such, the one with a high status should not be underestimated, nor should the one with a low status be placed above his due rank.

1) Anjuran untuk memperhatikan kedudukan dan posisi manusia tanpa ada kezaliman, melainkan sesuai tuntutan keadilan, sehingga orang yang berkedudukan tinggi tidak diturunkan dari posisinya dan yang berkedudukan rendah tidak diangkat melebihi kedudukannya.

en

2) Variance in people’s ranks is a divine norm decreed by Allah Almighty in the essence of the creation, and the call to deem all people equal in all respects is an ignorant call that is devoid of rightly-guided knowledge and correct understanding.

2) Perbedaan tingkat manusia merupakan sunah ilahiah yang telah Allah -Ta'ālā- tetapkan sejak awal penciptaan. Adapun seruan kepada kesetaraan manusia dalam segala hal, maka ini adalah seruan jahiliah yang hampa dari pengetahuan yang benar dan pemahaman yang lurus.

en

357/10- ‘Abdullah ibn ‘Abbās (may Allah be pleased with him and his father) reported: ‘Uyaynah ibn Hisn came to Madinah and stayed with his nephew Al-Hurr ibn Qays who was among the people close to ‘Umar (may Allah be pleased with him). The Qur’anic reciters, old or young, had the privilege of joining ‘Umar’s council and he used to consult them. ‘Uyaynah said to Al-Hurr: “My nephew! You are privileged in the sight of this ruler. So, seek permission for me to sit with him?” Al-Hurr asked ‘Umar and he granted permission. When ‘Uyaynah came into the presence of ‘Umar, he addressed him thus: “O son of Al-Khattāb! By Allah, you neither bestow much on us nor deal with us justly.” ‘Umar got so angry that he was about to hit him. Thereupon, Al-Hurr said: “O Commander of the Believers! Allah Almighty said to His Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him): {Be gracious, enjoin what is right and turn away from those who are ignorant.} Indeed, this one is from the ignorants.” By Allah! ‘Umar stood committed to the verse when Al-Hurr recited it, as he always adhered strictly to the Book of Allah Almighty. [Narrated by Al-Bukhāri]

10/357- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, 'Uyainah bin Ḥiṣn datang lalu menginap di tempat keponakannya, Al-Ḥurr bin Qais. Dia termasuk salah seorang yang dekat dengan Umar -raḍiyallāhu 'anhu-, dan dahulu Umar mengangkat para penghafal Al-Qur'ān sebagai dewan majelis dan musyawarahnya, yang tua maupun yang muda. 'Uyainah berkata kepada keponakannya, "Wahai anak saudaraku, kamu adalah orang yang memiliki tempat pada Amīrul-Mu`minīn, maka mintalah izin kepadanya agar aku dapat menemuinya." Lantas keponakannya memintakan izin dan Umar mengizinkannya. Ketika 'Uyainah masuk, ia berkata, "Wahai Ibnul-Khaṭṭab! Demi Allah, engkau tidak memberi yang banyak kepada kami dan engkau tidak menetapkan hukum kepada kami dengan adil." Umar -raḍiyallāhu 'anhu- marah hingga berniat untuk memukulnya. Al-Ḥurr berkata kepada Umar, "Wahai Amīrul-Mu`minīn! Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- telah berfirman kepada Nabi-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, Berikanlah maaf, perintahkanlah untuk berbuat baik, dan berpalinglah dari orang-orang jahil.' Sesungguhnya orang ini termasuk orang yang jahil." Demi Allah! Umar tidak mengabaikan ayat itu ketika dia membacanya, sebab Umar adalah orang yang sangat patuh terhadap Al-Qur`ān. (HR. Bukhari)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

يُدْنِيْهِمْ (yudnīhim): mendekatkan mereka.

en

--

هِيْ (hī): ucapan ancaman.

en

--

الجَزْلُ (al-jazl): murah dalam memberi.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Everyone should be addressed according to his status; a commander or a leader should not be addressed in the same way as laymen.

1) Berbicara kepada setiap orang sesuai kedudukannya; tidak boleh berbicara kepada amir atau orang yang terpandang seperti berbicara kepada masyarakat umum.

en

2) The virtue of ‘Umar (may Allah be pleased with him) is highlighted through his reverence of the verses of Allah. When he heard the verse of pardoning and turning away from the ignorant, he immediately complied and pardoned the man. So, is there anyone to follow the example of Al-Fārūq (may Allah be pleased with him)?

2) Keutamaan Umar -raḍiyallāhu 'anhu- dalam pengagungannya terhadap ayat-ayat Allah; yaitu ketika mendengar ayat yang memerintahkan memberi maaf dan meninggalkan orang yang jahil dia langsung mengimplementasikannya dan memaafkan laki-laki tersebut. Maka, adakah orang yang akan meneladani Al-Fārūq -raḍiyallāhu 'anhu-?!

en

358/11- Abu Sa‘īd, Samurah ibn Jundub (may Allah be pleased with him) reported: “I was a boy during the time of the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) and I used to memorize some of what he said. Nothing prevented me from narrating (what I learned) except that there were men here who were older than me.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

11/358- Samurah bin Jundub -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Pada masa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- aku masih muda belia. Aku hafal apa yang disampaikan oleh Rasulullah. Tidak ada yang menghalangiku untuk ikut berbicara, kecuali karena di sana ada orang-orang yang lebih tua dariku." (Muttafaq ‘Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It is disliked for one to present some valuable information when there is among the present those who are older and more knowledgeable.

1) Larangan menyampaikan sesuatu bila di antara yang hadir ada yang lebih berilmu ataupun lebih berumur.

en

2) Youngsters should be raised on the principle of respecting and venerating those who are old so that they would be polite as they grow up.

2) Menghormati dan memuliakan orang yang tua termasuk yang harus diajarkan kepada anak kecil agar mereka tumbuh di atas adab mulia.

en

3) The juniors among the Companions of Allah’s Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) acknowledged the honor of their seniors. They knew that they were on the right way as long as they received knowledge from their seniors.

3) Pengetahuan kalangan junior sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang keutamaan para sahabat yang senior; yaitu mereka mengetahui bahwa mereka akan senantiasa ada di atas kebaikan selama ilmu datang kepada mereka dari kalangan senior.

en

Benefit:

Faedah Tambahan:

en

The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Blessing lies with their seniors.” [Narrated by Al-Hākim on the authority of Ibn ‘Abbās (may Allah be pleased with him and his father)]

Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Keberkahan bersama kalangan senior." (HR. Al-Ḥākim, dari Ibnu Abbās -raḍiyallāhu 'anhuma-)

en

This is a prophetic approach that should be adopted in all aspects of life, whether those related to knowledge or practice. A person with seniority in knowledge and age should be given precedence over those below him in knowledge and age. The only reason why we are suffering from instability and confusion nowadays is that we have deviated from that great methodology, and leadership has been assumed by juniors instead of seniors. May Allah be pleased with Al-Fārūq ‘Umar ibn al-Khattāb as he said: “I know when would people be good and when they would be evil: when Fiqh is communicated by a young man, the old will disdain to follow him, but when it is communicated by a senior, the young will follow him, so both of them are guided.” [Narrated by Ibn ‘Abd al-Barr in his book Jāmi‘ Bayān al-‘Ilm wa Fadhlih]

Ini adalah manhaj Nabi yang harus ditempuh dalam segenap lini kehidupan, baik ilmiah maupun amaliah. Orang yang lebih besar dalam hal ilmu dan umur harus didahulukan di atas yang lebih rendah. Tidaklah keadaan kita hari ini lemah dan tak menentu kecuali setelah kita kehilangan manhaj agung ini. Yaitu orang-orang yang junior mengambil alih kendali dengan menyisihkan yang senior. Semoga Allah meridai Al-Fārūq Umar bin Al-Khaṭṭāb manakala dia berkata, "Aku telah tahu kapan manusia baik dan kapan mereka rusak. Jika ilmu datang dari kalangan junior maka akan ditentang oleh senior. Dan jika ilmu datang dari kalangan senior maka akan diikuti oleh junior, sehingga mereka semua mengikuti petunjuk." (Riwayat Ibnu 'Abdil-Barr dalam Jāmi' Bayānil-'Ilmi wa Faḍlihi)

en

359/12- Anas (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “No youth honors an elderly person for his old age except that Allah will appoint someone to honor him in his old age.” [Narrated by Al-Tirmidhi who said that it is Gharīb (strange) Hadīth] [5]

12/359- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidaklah seorang pemuda menghormati yang lanjut usia karena umurnya, melainkan Allah menetapkan baginya orang yang akan menghormatinya ketika dia sudah tua." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadisnya garīb) [5]

en
[5] (1) The Hadīth has a weak Isnād.
[5] (1) Hadis ini sanadnya daif.
en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

قيَّض (qayyaḍa): menetapkan, menakdirkan.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It is recommended to honor the elderly Muslims given their old age and early faith. They should be honored for those two reasons.

1) Anjuran memuliakan para tetua kaum muslimin lantaran usia tua mereka dan mereka lebih dulu beriman. Maka, memuliakan mereka dilihat dari dua sisi ini.

en

2) Recompense is of the same type of action, and good deeds do not go to waste, even if little.

2) Balasan sejenis dengan perbuatan, dan kebaikan tidak akan hilang walaupun sedikit.

en

3) Muslims are urged to learn the prophetic Islamic etiquettes, like honoring the elderly.

3) Anjuran mempelajari adab-adab agama yang diajarkan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa ālihi wa sallam-, di antaranya memuliakan orang yang tua.