Terjemahan yang Berlaku English عربي
en

57 - Chapter on contentment, modesty, and frugality in living and spending, and the dispraise of begging without necessity

57- BAB KANAAH, IFAH, INFAK, HIDUP SEDERHANA, DAN CELAAN TERHADAP MINTA-MINTA TANPA MENDESAK

en

Allah Almighty says: {And there is no creature on earth but that upon Allah is its provision} [Hūd: 6] He also says: {[Charity is] for the poor who have been restricted for the cause of Allah, unable to move about in the land. An ignorant [person] may think them self-sufficient because of their restraint, but you will know them by their [characteristic] sign. They do not ask people persistently.} [Al-Baqarah: 273] And He says: {And they are those who, when they spend, they do not do so excessively or sparingly but are moderate between them.} [Al-Furqān: 67] And He says: {And I did not create the jinn and mankind except to worship Me. I do not want from them any provision, nor do I want them to feed Me.} [Adh-Dhāriyāt: 56-57]

Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin oleh Allah rezekinya." (QS. Hūd: 6) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "(Apa yang kamu infakkan) adalah untuk orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah, sehingga dia tidak dapat berusaha di bumi; (orang lain) yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain." (QS. Al-Baqarah: 273) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, tetapi di antara keduanya secara wajar." (QS. Al-Furqān: 67) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku. Aku tidak menginginkan sedikit pun rezeki dari mereka dan Aku tidak menghendaki agar mereka memberi makan kepada-Ku." (QS. Aż-Żāriyāt: 56-57)

en

Benefit:

Faedah Tambahan:

en

Contentment is to be satisfied with what Allah Almighty gives us, which in turn inspires modesty and restraint in us. Thus, we do not covet what others have or complain about our circumstances except to our Lord, the Exalted.

Kanaah adalah rida dengan pembagian rezeki dari Allah. Sifat kanaah melahirkan sifat ifah, yaitu tidak mengharapkan apa yang ada di tangan manusia dan tidak mengeluh kepada selan Allah Yang Mahabesar lagi Mahatinggi.

en

Guidance from the verses:

Pelajaran dari Ayat:

en

1) Reliance upon Allah Almighty for the provision of sustenance is the attitude of the believers.

1) Tawakal kepada Allah -Ta'ālā- dalam mencari rezeki adalah prinsip hamba-hamba Allah yang beriman.

en

2) Frugal living is the trait of the righteous servants of Allah.

2) Hidup sederhana adalah sifat hamba-hamba Allah yang saleh.

en

As for the relevant Hadīths,

Adapun dalil terkait bab ini dari hadis,

en

most of them were cited in the two preceding chapters. The following are among the ones that were not cited:

sebagian besar telah dibawakan dalam dua bab sebelumnya. Di antara hadis yang belum dibawakan adalah:

en

522/1 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Richness does not lie in worldly abundance; rather, richness lies in self-contentment.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

1/522- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, "Kaya itu bukan banyak harta, tetapi kaya sebenarnya adalah kaya jiwa." (Muttafaq 'Alaih)

en

--

العَرَضُ (al-'araḍ), dengan memfatahkan "'ain" dan "rā`", yaitu harta.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

العَرض (al-'araḍ): harta kekayaan dunia.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The useful commendable richness is the sense of richness derived from self-contentment.

1) Kaya yang bermanfaat dan terpuji adalah kaya jiwa.

en

2) The Shariah teaches a believer the true standards in life. Real richness is not the wealth and worldly possessions a person has, but it is his contentment and modesty. It is the richness of the heart.

2) Agama mengajarkan kepada orang beriman tentang parameter yang benar dalam hidup, bahwa kaya itu bukan dengan harta benda yang dimiliki manusia, melainkan dengan sifat kanaah dan ifah, dan itulah yang disebut kaya hati.

en

523/2 - ‘Abdullāh ibn ‘Amr (may Allah be pleased with him and his father) reported that the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Successful is the one who enters Islam and is provided with bare subsistence and Allah makes him content with what He has given him.” [Narrated by Muslim]

2/523- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sungguh beruntung orang yang masuk Islam dan dianugerahi rezeki yang cukup, serta Allah menjadikannya kanaah dengan anugerah yang Dia berikan." (HR. Muslim)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The means to success is the blessing of Islam and contentment with little provision.

1) Jalan keberuntungan adalah memperoleh nikmat Islam dan bersifat kanaah dengan rezeki yang sedikit.

en

2) The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) gave us the following blessed advice: “Bo content with what Allah has given you and you will be the richest of people.” [Narrated by Ahmad]

2) Wasiat Nabi yang penuh keberkahan: "Ridalah dengan apa yang Allah berikan kepadamu, maka engkau akan menjadi manusia yang paling kaya." (HR. Ahmad)

en

524/3 - Hakīm ibn Hizām (may Allah be pleased with him) reported: “I asked the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) (i.e. for money) and he gave me. Then I asked him again and he gave me. Then I asked him again and he gave me. Then he said: ‘O Hakīm, this money is like a sweet fresh fruit; whoever takes it without greediness, he is blessed in it, and whoever takes it with greediness, he is not blessed in it, and he is like someone who eats but is never satiated; and the giving hand is better than the receiving hand.’ So I said: ‘O Messenger of Allah, by He Who sent you with the truth, I shall never accept anything from anybody after you until I leave this world.’” Then, Abu Bakr (during his caliphate) would call Hakīm to give him his share from the war booty, but he would refuse to take anything of it. Then, ‘Umar (during his caliphate) called him to give him his share, but he refused. Thereupon, ‘Umar said: “O Muslims, bear witness that I offered Hakīm his share from this booty that Allah entitled him to and he refused to take it.” And so, Hakīm never took anything from anyone after the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) until he died. [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

3/524- Ḥakīm bin Ḥizām -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku pernah minta kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu beliau memberiku. Aku minta lagi, dan beliau pun memberiku. Kemudian aku meminta lagi, dan beliau memberiku. Selanjutnya beliau bersabda, "Wahai Ḥakīm! Sesungguhnya harta ini sesuatu yang hijau dan manis. Siapa yang mengambilnya dengan jiwa dermawan, maka dia mendapatkan keberkahan dalam hartanya. Sebaliknya, siapa yang mengambilnya dengan jiwa tamak, niscaya dia tidak akan mendapatkan keberkahan di dalamnya, sehingga ia seperti orang yang makan tetapi tidak kenyang. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah." Ḥakīm berkata, Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak ingin lagi menerima apa pun dari orang sepeninggalmu nanti, sampai aku berpisah dengan dunia." Dahulu Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- pernah memanggil Ḥakīm untuk menyerahkan kepadanya suatu pemberian, tapi Ḥakīm menolak untuk menerima pemberian itu. Umar -raḍiyallāhu 'anhu- pun pernah memanggilnya untuk memberinya sesuatu, tapi ia juga enggan menerimanya. Lantas Umar berkata, "Wahai kaum muslimin! Aku menjadikan kalian sebagai saksi pada Ḥakīm, bahwa aku menawarinya hak yang Allah jatahkan untuknya dari harta fai, tetapi ia menolak untuk mengambil haknya." Ḥakīm memang tidak pernah menerima suatu pemberian pun dari orang lain setelah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wafat hingga ia meninggal dunia." (Muttafaq 'Alaih)

en

-- -- --

يَرْزَأُ (yazra`u), dengan huruf "rā`", kemudian "zāy", setelahnya hamzah, artinya: tidak pernah menerima sesuatu dari siapa pun. Arti asli "الرُّزْءِ" (az-zur`u): kekurangan, yaitu: mengurangi sesuatu dari seseorang dengan menerima pemberiannya. إشْرَافُ النَّفْسِ (isyrāf an-nafs): tamak dan mengharapkan sesuatu. Sedangkan "سَخَاوَةُ النَّفْسِ" (sakhāwah an-nafs) bermakna: tidak mengharap sesuatu atau tamak serta sangat menginginkannya.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) We are urged to show restraint and refrain from asking help from people without need. The believer should know that his honor lies in his lack of need for people and his constant pursuit of the bounty and favors of his Lord.

1) Anjuran untuk menjaga diri dari meminta-minta kepada orang, apalagi bila tidak ada hajat untuk itu. Hendaklah orang beriman yakin bahwa kemuliaannya ada pada sikap tidak meminta-minta kepada manusia, sebaliknya ia selalu meminta kebaikan dan karunia dari Tuhan manusia.

en

2) It shows the merit of the Companion Hakīm ibn Hizām (may Allah be pleased with him). He made a promise and fulfilled it. This indicates the true faith and complete sincerity of the first generation of this Ummah.

2) Keutamaan sahabat Ḥakīm bin Ḥizām -raḍiyallāhu 'anhu-; yaitu dia membuat sebuah janji lalu memenuhinya. Ini menunjukkan sempurnanya ketulusan iman dan keikhlasan generasi pertama Islam. Semoga Allah meridai mereka semua.

en

525/4 - Abu Burdah reported that Abu Mūsa Al-Ash‘ari (may Allah be pleased with him) said: “We set out with the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) for a battle and we were six persons having one camel which we rode in rotation. As a result, the skin of our feet became thin and fragile. The skin on my feet became thin and my toenails fell off. We used to wrap our feet in rags so this battle was named Dhāt al-Riqā‘ (i.e. that of the rags), because of the rags we wrapped around our feet.” Abu Burdah said: “Abu Mūsa narrated this then he disliked having done so, saying: ‘What was I thinking when I mentioned it,’ as if he disliked to have disclosed a good deed of his.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

4/525- Abu Burdah meriwayatkan dari Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa ia berkata, "Kami keluar bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam suatu peperangan. Kami berjumlah enam orang dengan seekor unta yang kami tumpangi secara bergantian, sehingga kaki kami melepuh. Kakiku pun melepuh serta kuku-kukuku rontok. Kami pun membungkus kaki kami dengan sobekan kain, sehingga perang ini dinamakan perang Żātur-Riqā' karena kami membalut kaki kami dengan sobekan kain." Abu Burdah berkata, "Abu Musa pernah menceritakan hal ini, tetapi setelahnya ia membenci hal itu dan berkata, 'Aku melakukannya bukan dengan tujuan agar aku ceritakan.'" Abu Burdah meneruskan, "Tampaknya Abu Musa tidak suka bila dia menceritakan amalnya." (Muttafaq 'Alaih)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

نَعْتَقِبُهُ (na'taqibuhu): kami bergantian mengendarainya satu demi satu.

en

--

فَنَقِبَتْ (fanaqibat): kulit kaki kami melepuh.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It shows the austere life of the Companions (may Allah be pleased with them) and how they endured this patiently and displayed contentment and submission to the commands of Allah Almighty.

1) Menjelaskan kesederhanaan hidup para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dan tingginya kesabaran mereka dalam menghadapi hal itu disertai dengan sikap rida dan tunduk kepada ketetapan Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-.

en

2) With patience and certitude, leadership in religion is attained.

2) Dengan sabar dan yakin akan diraih kepemimpinan dalam agama.

en

3) It is disliked for a person to speak about the good deeds he had done, as sincere believers keep their acts of piety between them and their Lord.

3) Makruh hukumnya bila seseorang menceritakan perbuatan baik yang dikerjakannya, karena menyembunyikan amal perbuatan antara hamba dan Rabb-nya adalah prinsip orang beriman yang tulus.

en

526/5 - ‘Amr ibn Taghlib (may Allah be pleased with him) reported: “Some money or war booty was brought to the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) so he divided it, giving some men and not giving some others. Then he was told that the ones who were not given were dissatisfied. So, he praised Allah and lauded Him then said: ‘By Allah, I give to one man and leave another, and the one to whom I do not give is dearer to me than the one to whom I give. But I only give to some people because of the impatience and discontent that I see in their hearts, and I entrust other people to the content and goodness that Allah has put in their hearts, and one of them is ‘Amr ibn Taghlib.’” ‘Amr ibn Taghlib said: “By Allah, what the Messenger of Allah said in my favor is dearer to me than having red camels (i.e the most precious possessions).” [Narrated by Al-Bukhāri]

5/526- 'Amr bin Taglib (dengan memfatahkan "tā`", mensukunkan "gain", dan setelahnya mengkasrahkan "lām") -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dibawakan harta atau tawanan, lalu beliau membagi-bagikannya. Beliau memberi kepada beberapa orang dan tidak memberi kepada yang lainnya. Lantas beliau mendengar kabar bahwa orang-orang yang tidak diberi bagian mencela hal itu. Maka beliau berpidato seraya memuji Allah lalu menyanjung-Nya dan bersabda, "Amabakdu. Demi Allah! Sesungguhnya aku memberi sebagian orang dan tidak memberi sebagian yang lainnya. Orang yang tidak aku beri lebih aku cintai daripada yang aku beri. Tetapi aku hanya memberi sebagian orang karena aku mengetahui dalam hati mereka ada keresahan dan kegelisahan, dan sebagian lainnya aku biarkan dengan kepemilikan kanaah dan kebaikan yang Allah berikan dalam hati mereka. Di antara mereka itu adalah 'Amr bin Taglib." Amr bin Taglib berkata, "Demi Allah! Aku tidak mau kalau seandainya sabda Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- itu diganti dengan unta-unta merah." (HR. Bukhari)

en

--

الهَلَعُ (al-hala'): resah yang paling tinggi, dan konon: tidak sabar.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

Red camels: The best and most expensive breed of camels. The Arabs used them as an example of the most precious property a person can possess.

حُمْر النعم (ḥumrun-na'am): unta merah, maksudnya unta-unta yang paling bagus. Ia merupakan permisalan dalam bangsa Arab untuk semua harta yang bagus.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Wealth and property are not the measure of a person’s status in the sight of his Lord. Some people are poor in wealth but rich in faith and piety.

1) Harta benda bukan tolok ukur kemuliaan hamba di sisi Tuhannya; betapa banyak orang yang miskin harta tetapi kaya dengan iman dan takwa.

en

2) It points out the Prophet’s wisdom in attracting people’s hearts and saving them from ruin.

2) Cara bijaksana Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam mengambil hati manusia dan menyelamatkannya dari kebinasaan.

en

3) It highlights the merit of the Companion ‘Amr ibn Taghlib (may Allah be pleased with him), as the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) attested to him being one of those who have richness of their hearts and good deeds.

3) Keutamaan sahabat 'Amr bin Taglib raḍiyallāhu 'anhu; yaitu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberi kesaksian untuknya bahwa dia termasuk orang yang cinta kebaikan dan kaya hati.

en

527/6 - Hakīm ibn Hizām (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “The upper hand (the one that gives) is better than the lower one (the one that receives); and begin (charity) with those who are under your care; and the best charity is what is given out of surplus; and he who asks (Allah) to help him abstain from the unlawful and the forbidden, Allah will fulfill his wish; and he who seeks self-sufficiency will be made self-sufficient by Allah.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim] This is the version narrated by Al-Bukhāri; the version by Muslim is shorter.

6/527- Ḥakīm bin Ḥizām -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Mulailah dari orang yang wajib engkau nafkahi. Sebaik-baik sedekah adalah setelah memenuhi kebutuhan diri. Siapa yang menjaga kehormatan dirinya maka Allah akan menjaga kehormatannya. Siapa yang mencukupkan dirinya, maka Allah akan mencukupkannya." (Muttafaq 'Alaih) Ini adalah redaksi Bukhari, sedangkan redaksi Muslim lebih ringkas.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

بِمَنْ تَعُولُ (bi man ta'ūl): orang yang wajib engkau nafkahi.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) We are urged to show restraint and refrain from begging.

1) Anjuran bersikap ifah (menjaga kehormatan) dan tidak meminta-minta kepada manusai.

en

2) Allah Almighty grants success to those who pursue goodness. So, he who seeks to be modest and self-sufficient is helped by Allah Almighty to reach his goal.

2) Pertolongan Allah -Ta'ālā- kepada hamba yang berusaha mewujudkan kebaikan; yaitu siapa yang berusaha menjaga kehormatannya maka Allah -Ta'ālā- akan membantunya untuk mewujudkannya, dan siapa yang berusaha mencukupkan diri dari manusia maka Allah akan memberinya kecukupan.

en

528/7 - Abu Sufyān Sakhr ibn Harb (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Do not be importunate in asking (for something), for by Allah, if one of you asked me for something and I gave it to him while I was reluctant to do so, there will be no blessing in what I gave him.” [Narrated by Muslim]

7/528- Abu Sufyān bin Ṣakhr bin Ḥarb -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Janganlah kalian memaksa dalam meminta! Demi Allah, tidaklah salah seorang kalian meminta sesuatu kepadaku, lalu aku memberikan permintaannya dengan terpaksa, kecuali ia tidak akan mendapatkan berkah pada apa yang aku berikan kepadanya." (HR. Muslim)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

تُلْحِفُوا (tulḥifū): terlalu sering minta.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) We are prohibited from taking what is possessed by others through persistent asking and embarrassing them into giving.

1) Larangan mendapatkan apa yang ada di tangan orang lain dengan cara meminta berlebihan sehingga mereka memberi lantaran merasa malu.

en

2) What is taken by means of persistent asking and embarrassment is devoid of blessing.

2) Pesan urgen bahwa orang yang mendapatkan sesuatu karena terlalu sering meminta-minta tidaklah diberkahi.

en

Note:

Peringatan:

en

The narrator of this Hadīth, according to the famous editions of Riyādh al-Sālihīn, is Abu Sufyān Sakhr ibn Harb, whereas the version in Sahīh Muslim reads: “Mu‘āwiyah reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said...” So, the correct version is as follows:

Perawi hadis ini sebagaimana dalam cetakan-cetakan Riyāḍuṣ-Ṣālihīn yang terkenal adalah Abu Sufyān Ṣakhr bin Ḥarb. Sedangkan dalam Ṣaḥīḥ Muslim: "Dari Mu'awiyah, dia meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda..." Sehingga riwayat yang benar seperti berikut ini:

en

Mu‘āwiyah ibn Abi Sufyān Sakhr ibn Harb (may Allah be pleased with him and his father) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said...”

"Dari Mu'awiyah bin Abi Sufyān Ṣakhr bin Ḥarb -raḍiyallāhu 'anhu-, dia meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda...

en

529/8 - Abu ‘Abdur-Rahmān ‘Awf ibn Mālik al-Ashja‘i (may Allah be pleased with him) reported: “We were with the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him), and we were seven or eight or nine, when he remarked: ‘Would you pledge allegiance to the Messenger of Allah?’ As we had recently given our pledge of allegiance, we said: ‘We have already given you our pledge of allegiance, O Messenger of Allah.’ He again asked: ‘Would you pledge allegiance to the Messenger of Allah?’ So, we stretched out our hands and said: ‘We have already given our pledge of allegiance to you, O Messenger of Allah, so what pledge should we give you?’ He said: ‘To worship Allah and not associate anything with Him, to perform the five prayers, and to obey.’ Then, he added in a low tone: ‘And not to ask people for anything.’ Thereafter, I saw some of those who were present when the whip of one of them fell to the ground, he would not ask anyone to pick it up for him.” [Narrated by Muslim]

8/529- Abu Abdirraḥmān 'Auf bin Mālik Al-Asyja'iy -raḍiyallāhu 'anhu- mengisahkan: Kami sedang duduk bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersembilan atau berdelapan atau bertujuh. Lantas beliau bersabda, "Tidakkah kalian membaiat Rasulullah?!" Padahal kami baru saja melakukan baiat. Kami berkata, "Bukankah kami sudah membaiatmu, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Tidakkah kalian membaiat Rasulullah?!" Lantas kami mengulurkan tangan sambil bertanya, "Kami telah membaiatmu, wahai Rasulullah. Atas hal apa lagi kami membaiatmu?" Beliau bersabda, "Yaitu agar kalian menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, menunaikan salat lima waktu, dan taat kepada penguasa." Kemudian beliau membisikkan satu kalimat, "Dan janganlah kalian meminta sesuatu pun kepada manusia!" Sungguh aku telah menyaksikan sebagian di antara orang-orang yang berbaiat tersebut, ada yang cambuknya jatuh namun ia tidak minta kepada siapa pun untuk mengambilkannya. (HR. Muslim)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) With his instruction to his Ummah: “And not to ask people for anything”, the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) teaches us to be dignified.

1) Wasiat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umat ini: "Janganlah kalian meminta sesuatu pun kepada manusia", adalah bentuk pengajaran dan pembinaan kemuliaan diri.

en

2) The Companions’ fulfillment of the pledge they gave to the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) is a sign of their merit.

2) Pemeliharaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap janji yang mereka buat untuk diri mereka bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah bukti keutamaan mereka.

en

530/9 - Ibn ‘Umar (may Allah be pleased with him and his father) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “If one of you keeps begging (of people), he will meet Allah Almighty with no shred of flesh left on his face.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

9/530- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Perbuatan minta-minta akan senantiasa menjadi perilaku sebagian kalian hingga dia bertemu Allah -Ta'ālā- sementara tidak ada sekerat daging pun di mukanya." (Muttafaq 'Alaih)

en

--

المُزْعَةُ (al-muz'ah), dengan mendamahkan "mīm", dan mensukunkan "zāy", setelahnya "'ain", artinya: potongan, keratan.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The stern warning in the Hadīth indicates that begging is prohibited.

1) Ancaman keras dalam hadis ini menunjukkan pengharaman minta-minta.

en

2) It urges the believers to have a sense of dignity. A person should be a slave to Allah Almighty alone and not humiliate himself before people.

2) Menganjurkan orang beriman kepada hakikat kemuliaan, sehingga wajib bagi seseorang agar menjadi hamba yang tulus dan ikhlas kepada Allah -Ta'ālā- dan tidak menghinakan dirinya kepada makhluk.

en

531/10 - He also reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) while he was on the pulpit, after speaking about charity and restraint from begging, said: “The upper hand is better than the lower hand; the upper hand is the giving hand, and the lower hand is the begging hand.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

10/531- Masih dari Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berpidato dari atas mimbar dan mengingatkan tentang sedekah serta menjaga kehormatan diri dari perbuatan meminta-minta: "Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Tangan di atas adalah tangan yang bersedekah dan tangan di bawah adalah yang meminta." (Muttafaq 'Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It urges the believers to have the upper and giving hand,

1) Menganjurkan orang beriman agar menjadi tangan di atas yang memberi.

en

2) A believer has high ambitions and does not know laziness. He always hastens to do acts of goodness and kindness.

2) Orang mukmin adalah yang memiliki cita-cita tinggi dan tidak mengenal sifat malas, ia selalu berusaha menjadi yang terdepan dalam kebaikan.

en

532/11 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “He who begs people to increase his riches is only asking for live coals. So, it is up to him to take a few or to take many.” [Narrated by Muslim]

11/532- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang yang mengemis kepada manusia untuk memperbanyak harta, pada hakikatnya ia sedang meminta bara neraka. Maka terserah, silakan ia meminta sedikit atau banyak." (HR. Muslim)

en

533/12 - Samurah ibn Jundub (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Begging is a scratch that a person inflicts upon his face; except for asking a man in authority or regarding something necessary.” [Narrated by Al-Tirmidhi; he classified it as Hasan Sahīh (sound and authentic)]

12/533- Samurah bin Jundub -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya perbuatan meminta-minta adalah cacat yang dilekatkan seseorang di mukanya, kecuali yang meminta kepada penguasa atau pada perkara yang tidak ada pilihan lain." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

en

--

الكَدُّ (al-kadd): luka cakar dan semisalnya.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

تكثُّراً (takaṡṡuran): untuk memperbanyak harta.

en

--

سُلْطاناً (sulṭānan): orang yang Allah amanahi urusan manusia.

en

Guidance from the Hadīths:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It is prohibited to beg from people. Indeed, all honor lies in a person’s humiliation before his Lord alone. It is not permissible for him to humiliate himself by begging from others - except in case of necessity.

1) Pengharaman minta-minta kepada manusia, karena seharusnya sikap kehinaan diri seorang hamba hanya ditujukan kepada Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Bahkan itu adalah puncak kemuliaan. Dia tidak boleh menghinakan dirinya dengan minta-minta pada orang lain, kecuali bila ia meminta karena kondisi terpaksa.

en

2) It is legitimate under the Shariah to seek one’s rights from those in authority, as a Muslim ruler is the one in charge of the affairs of his subjects. So, asking him for something is not a form of humiliation.

2) Meminta hak kepada penguasa diperbolehkan dalam agama; karena seorang pemimpin muslim adalah pemerhati bagi semua umat, sehingga minta kepadanya tidak mengandung kehinaan.

en

534/13 - Ibn Mas‘ūd (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “He who is inflicted with poverty and seeks relief from people, he will not be relieved; whereas he who seeks relief from Allah, he will be given sustenance from Allah, sooner or later.” [Narrated by Abu Dāwūd and Al-Tirmidhi, who classified it as Hasan (sound)]

13/534- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang ditimpa kefakiran, lalu mengadukannya kepada manusia, maka kefakirannya tidak akan terpenuhi. Siapa yang mengadukan kefakirannya kepada Allah, maka pasti Allah akan segera memberinya rezeki yang disegerakan atau ditunda." (HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

en

--

يُوشِكُ (yūsyiku), dengan mengkasrahkan "syīn", artinya: menyegerakan.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

فَاقَةٌ (fāqah): kefakiran.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) If a person gets attached to something, he is left to it and not helped. So, if someone accustoms himself to begging from people, he will have a hard and straitened life.

1) Siapa yang bergantung kepada sesuatu maka dia akan diserahkan kepadanya; sehingga siapa yang membiasakan diri dengan meminta kepada orang maka hidupnya akan sulit dan tercemar.

en

2) We should hold onto the Prophet’s advice that we should patiently endure austere living. If a person complains to people about his Lord, he is actually complaining about the All-Merciful to those who have no mercy!

2) Berpegang teguh dengan wasiat Nabi supaya sabar menghadapi hidup yang sulit; karena siapa yang mengadukan Tuhannya kepada manusia sebenarnya dia sedang mengadukan Allah Yang Maha Penyayang kepada orang yang tidak penyayang!

en

535/14 - Thawbān (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Who guarantees to me that he will not ask people for anything, and I will guarantee Paradise for him?” I said: “Me.” So Thawbān never asked anything from people afterwards. [Narrated by Abu Dawūd, with an authentic Isnād]

14/535- Ṡaubān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapakah yang mau memberikan jaminan padaku bahwa ia tidak akan meminta apa pun kepada manusia maka aku memberikan jaminan surga baginya?" Aku menjawab, "Saya." Sejak saat itu, Ṡaubān tidak pernah meminta apa pun kepada orang lain. (HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It urges us not to beg from people and to rely upon ourselves in the fulfillment of our needs.

1) Anjuran agar tidak meminta-minta kepada orang lain, tetapi bertumpu kepada diri sendiri dalam memenuhi kebutuhan.

en

2) It shows the merit of Thawbān (may Allah be pleased with him), as he gave a pledge to the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) and fulfilled it. This was one of the virtuous traits of the noble Companions.

2) Keutamaan Ṡaubān -raḍiyallāhu 'anhu-, yaitu dia telah membuat satu janji kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu dia memenuhinya. Dan ini termasuk keutamaan semua sahabat -riḍwanullāhi 'alaihim-.

en

w536/15 - Abu Bishr Qabīsah ibn al-Mukhāriq (may Allah be pleased with him) reported: “I guaranteed the payment of a debt, so I went to the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) begging him for money to pay it. He said: ‘Wait till we receive the charity so that we give you from it.’ Then, he said: ‘O Qabīsah, begging is not permissible but for one of three persons: a man who has incurred a debt (for assuming guarantee), and for him begging is permissible till he pays that off, after which he must refrain (from begging); a man whose property has been destroyed by a calamity, and for him begging is permissible till he gets what will support him – or he said: what will provide him reasonable subsistence; and a man who has been smitten by poverty and his poverty is confirmed by three rational members of his people; for him begging is permissible till he gets what will support him – or he said: what will provide him reasonable subsistence. O Qabīsah, apart from these three, begging is unlawful, and one who engages in it consumes what is unlawful.’“ [Narrated by Muslim]

15/536- Abu Bisyr Qabīṣah bin Al-Mukhāriq -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku dahulu menanggung sebuah tanggungan (karena mendamaikan dua pihak yang berselisih), kemudian aku datang menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk minta bantuan pada tanggungan tersebut. Maka beliau bersabda, "Bersabarlah sampai harta zakat datang, dan kami akan memberikannya untukmu." Kemudian beliau bersabda, "Wahai Qabīṣah! Meminta tidak halal kecuali untuk salah satu dari tiga orang. Seseorang yang menanggung suatu tanggungan karena mendamaikan dua pihak yang berselisih, dihalalkan untuknya meminta sampai ia membayar tanggungan itu, setelah itu ia berhenti. Juga seseorang yang tertimpa bencana alam yang memusnahkan hartanya, dihalalkan untuknya meminta sampai ia mendapatkan yang dapat menopang hidupnya -atau beliau bersabda: yang dapat memenuhi kebutuhannya-. Dan seseorang yang tertimpa kefakiran hingga diberi kesaksian oleh tiga orang yang berakal dari kaumnya dengan mengatakan: sungguh si polan telah tertimpa kefakiran, dihalalkan untuknya meminta sampai ia mendapatkan yang dapat menopang hidupnya -atau beliau bersabda: yang dapat memenuhi kebutuhannya-. Sedangkan perbuatan meminta pada selain yang tiga ini, wahai Qabīṣah, adalah haram, dan haram pula dimakan oleh yang melakukannya." (HR. Muslim)

en

-- -- -- -- --

الحَمَالَةُ (al-ḥamālah), dengan memfatahkan "ḥā`", yaitu misalnya terjadi perang antara dua kelompok lalu seseorang hadir mendamaikan mereka dengan menanggung sejumlah harta sebagai utangnya. الجَائِحَةُ (al-jā`iḥah): bencana yang menimpa harta kekayaan seseorang. القِوَامُ (al-qiwām), dengan mengkasrahkan "qāf", dan boleh juga difatahkan, yaitu: yang dapat menegakkan urusan seseorang berupa harta dan semisalnya. السِّدادُ (as-sidād), dengan mengkasrahkan "sīn": sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan orang yang membutuhkan. الفَاقَةُ (al-fāqah): kefakiran. Dan "الحِجَىٰ" (al-ḥijā): akal.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

السُّحْتُ (as-suḥt): haram.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It is not permissible to beg except in specific cases sanctioned by the Shariah, which are all marked by need and necessity.

1) Tidak boleh meminta kecuali dalam keadaan-keadaan yang diperbolehkan oleh agama, yang terangkum dalam kondisi terdesak dan membutuhkan.

en

2) It teaches us to have a sense of honor and dignity and not covet the possessions of others.

2) Mendidik semua orang beriman tentang hakikat kemuliaan jiwa dan agar tidak mengharapkan apa yang ada di tangan manusia.

en

537/16 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “The needy person is not the one who goes from door to door, begging people and is turned away with a morsel or two or with a date or two. Rather, the needy person is the one who does not have enough to live on, and his appearance does not show him to be needy, and thus receives charity, and he does not go and beg from people.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

16/537- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Bukanlah orang miskin itu yang berkeliling meminta-minta kepada manusia dan diberikan sesuap dua suap makanan, atau sebiji dua biji kurma. Tetapi orang miskin sebenarnya adalah yang tidak mendapatkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya sementara dia tidak diperhatikan sehingga akan diberi sedekah dan tidak juga melakukan minta-minta kepada orang." (Muttafaq 'Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The needy person who deserves to be given is the one who is too bashful to beg from others or display his need.

1) Orang miskin yang berhak diberi adalah yang malu dengan dirinya sehingga tidak melakukan minta-minta.

en

2) The believers are urged to check on poor families whose affairs are concealed from the people.

2) Menganjurkan orang beriman untuk mencari tahu keluarga-keluarga miskin yang tidak terlihat karena tertutup dengan penutup dari Allah -Ta'ālā-.