Terjemahan yang Berlaku English عربي
en

56 - Chapter on the merit of hunger, austerity, having little food, drink, clothes, and other worldly possessions, and shunning lusts

56- BAB KEUTAMAAN LAPAR DAN HIDUP SEDERHANA SERTA MERASA CUKUP DENGAN SEDIKIT MAKANAN, MINUMAN, PAKAIAN, DAN KESENANGAN LAINNYA SERTA MENINGGALKAN SYAHWAT

en

Allah Almighty says: {But there came after them successors who neglected prayer and pursued lusts; so they are going to meet evil. Except those who repent, believe and do righteous deeds; they will enter Paradise and will not be wronged at all.} [Maryam: 59-60] He also says: {So he came out before his people in his adornment. Those who desired the worldly life said: “Oh, would that we had like what was given to Qārūn. Indeed, he is one of great fortune.” But those who had been given knowledge said: “Woe to you! The reward of Allah is better for he who believes and does righteous deed. And none are granted it except the patient.”} [Al-Qasas: 79-80] And He says: {Then you will surely be asked that Day about pleasure.} [At-Takāthur: 8] Allah Almighty also says: {Whoever should desire the immediate - We hasten for him from what We will to whom We intend. Then We have prepared for him Hell, which he will [enter to] burn, censured and banished.} [Al-Isrā’: 18] There are many other well-known verses in this regard.

Allah -Ta'ālā- berfirman, "Kemudian datanglah setelah mereka, pengganti yang mengabaikan salat dan memperturutkan nafsunya, maka mereka kelak akan tersesat, kecuali orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dizalimi (dirugikan) sedikit pun." (QS. Maryam: 59-60) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Maka keluarlah dia (Karun) kepada kaumnya dengan kemegahannya. Orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia berkata, 'Mudah-mudahan kita mempunyai harta kekayaan seperti apa yang telah diberikan kepada Karun, sesungguhnya dia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.' Tetapi orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata, 'Celakalah kamu! Ketahuilah, pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, dan (pahala yang besar) itu hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar.'" (QS. Al-Qaṣaṣ: 79-80) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Kemudian kalian benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu)." (QS. At-Takāṡur: 8) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Siapa yang menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahanam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir." (QS. Al-Isrā`: 18) Ayat-ayat dalam bab ini sangat banyak dan masyhur.

en

Guidance from the verses:

Pelajaran dari Ayat:

en

1) The people of prohibited lusts are those who turn away from their Lord and bask in their vain inclinations and goals.

1) Para penikmat syahwat yang haram adalah orang-orang yang berpaling dari Allah -Ta'ālā- dan yang bersenang-senang memperturutkan hawa nafsunya.

en

2) The people of knowledge can detect the areas of tests and trials, given their patience and certitude.

2) Orang berilmu dapat melihat berbagai fitnah berdasarkan ilmu dan keyakinan yang mereka miliki.

en

491/1 - ‘Ā’ishah (may Allah be pleased with her) reported: “The family of Muhammad (may Allah’s peace and blessings be upon him) never ate to the fill the bread of barley for two successive days until he died.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

1/491- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Keluarga Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah kenyang dari roti gandum selama dua hari berturut-turut hingga Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wafat." (Muttafaq 'Alaih)

en

In another version: “The family of Muhammad (may Allah’s peace and blessings be upon him) never ate to the fill the bread of wheat for three successive nights since he came to Madīnah until he passed away.”

Dalam riwayat lain: "Sejak hijrah ke Madinah, keluarga Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah kenyang dari makanan gandum selama tiga malam berturut-turut hingga beliau diwafatkan."

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

Muhammad’s family: his wives and servants.

آل محمَّد (ālu muḥammad): keluarga Muhammad, maksudnya istri dan para pembantu yang berada dalam tanggungan beliau.

en

--

البُرُّ (al-burr): gandum.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) and his family renounced the possessions of this world and led an ascetic life. Had he wanted it, it would have come to him submissively.

1) Sikap zuhud dan berpalingnya Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan keluarga beliau dari dunia; sekiranya beliau mau pastilah dunia akan datang dengan sendirinya kepada beliau.

en

2) Whoever leads a rough life should follow the example of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) in terms of asceticism and patience.

2) Siapa yang kehidupan dunianya serba terbatas dan kekurangan, maka hendaknya mengikuti sikap zuhud dan kesabaran Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

492/2 - ‘Urwah (may Allah be pleased with him) reported that ‘Ā’ishah (may Allah be pleased with her) said: “O son of my sister, by Allah, we used to see the new moon, then the new moon, then the new moon; three new moons in two months, and a fire was not kindled in the Messenger’s house.” I said: “O my aunt, what were your means of sustenance?” She said: “The two black things: dates and water. But the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) had some Ansār neighbors who had milch animals. They used to send the Messenger of Allah some milk from their animals and he would give us to drink.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

2/492- 'Urwah meriwayatkan dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- bahwa dia berkata, "Demi Allah, wahai keponakanku! Dahulu kami melihat hilal, lalu hilal setelahnya, lalu hilal setelahnya lagi; yaitu tiga kali hilal, selama dua bulan sementara di rumah-rumah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah dinyalakan api (masakan)." Aku bertanya, "Wahai bibiku! Lalu apa yang menghidupi kalian?" Aisyah menjawab, "Al-Aswadān; yaitu kurma dan air. Hanya saja Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memiliki tetangga-tetangga dari Ansar, mereka memiliki hewan-hewan perahan. Biasanya mereka mengirimkan sebagian susunya kepada Rasulullah- ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu beliau memberikannya kepada kami." (Muttafaq 'Alaih)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

مَنَائحُ (manā`iḥ): kambing atau unta yang diberikan oleh pemiliknya kepada yang lain untuk diambil susunya, kemudian dikembalikan lagi setelah sekian waktu.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It is permissible for a person to tell others about the little he has at home, if this serves the purpose of admonition and reminder and is not intended for begging or showing discontent.

1) Seseorang boleh mengabarkan tentang minimnya harta di rumahnya jika hal itu mengandung nasihat dan pelajaran, bukan bertujuan meminta-minta dan berkeluh kesah.

en

2) It describes the ascetic life led by the Prophet and his household; they lived on dates and water!

2) Menggambarkan kehidupan zuhud dalam rumah tangga Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena kehidupan mereka hanya dari kurma dan air.

en

493/3 - Abu Sa‘īd al-Maqburi reported: Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) said that he happened to pass by some people who had a roast lamb before them. They invited him, but he declined, saying: “The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) left the world without having eaten his fill of barley bread.” [Narrated by Al-Bukhāri]

3/493- Abu Sa'īd Al-Maqburiy meriwayatkan dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa dia pernah melewati sekelompok orang yang sedang bersiap menyantap hidangan kambing panggang. Mereka pun mengajaknya, namun dia enggan dan mengatakan, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sampai meninggalkan dunia ini tidak pernah kenyang dari roti gandum." (HR. Bukhari)

en

--

مَصْلِيَّةٌ (maṣliyyah) dengan memfatahkan "mīm", artinya: yang dipanggang.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It is recommended to invite righteous and virtuous people to food.

1) Anjuran mengundang orang-orang saleh dan baik agar menghadiri hidangan makanan.

en

2) The Companions (may Allah be pleased with them) were keen to follow the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) and have little of worldly pleasures and possessions.

2) Kesungguhan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk mengikuti Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta sikap sederhana mereka dalam hal selera dan kenikmatan dunia.

en

3) It shows how the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) led an austere life and had little food and drink.

3) Menjelaskan kehidupan sederhana Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta mencukupkan diri dengan sedikit makanan dan minuman.

en

494/4 - Anas (may Allah be pleased with him) reported: “The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) neither ate at a table nor ate thin nicely baked bread until he died.” [Narrated by Al-Bukhāri]

4/494- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah makan di atas meja makan hingga beliau wafat. Beliau juga tidak pernah makan roti yang besar dan lembut hingga wafat." (HR. Bukhari)

en

In another version: “And he never even saw a Samīt lamb.” [Narrated by Al-Bukhāri]

Dalam riwayat Bukhari yang lain: "Beliau juga tidak pernah sama sekali melihat secara langsung kambing panggang."

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

خِوان (khiwān): tempat hidangan makanan ketika makan. Jika telah dihidangkan padanya makanan, maka ia disebut mā`idah (tempat hidangan).

en

Samīt lamb: a roasted young lamb.

شَاةً سَميطاً (syāh samīṭan): kambing yang dipanggang, dan itu hanya dilakukan pada kambing muda.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It is recommended not to imitate the people of luxury and extravagance in food, drink, and clothes.

1) Anjuran tidak menyerupai orang-orang yang mewah dan berlebihan dalam makanan, minuman, dan pakaian.

en

2) It shows the Prophet’s asceticism and abandonment of worldly pleasures and how he shared food and drink with the poor to make them pleased and happy.

2) Menjelaskan sikap zuhud Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap dunia dan kenikmatannya, serta bergabungnya beliau bersama orang-orang miskin dalam hidangan makanan dan minuman mereka untuk menghibur hati mereka.

en

495/5 - Al-Nu‘mān ibn Bashīr (may Allah be pleased with him and his father) reported: “I saw your Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) while he did not find enough low quality dates to fill his stomach.” [Narrated by Muslim]

5/495- An-Nu'mān bin Basyīr -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Sungguh aku pernah melihat Nabi kalian -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak memiliki kurma jelek sekalipun untuk mengisi perutnya." (HR. Muslim)

en

--

الدَّقَلُ (ad-daqal): kurma yang berkualitas jelek.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) led an ascetic life and would barely make ends meet, as he had no interest in worldly pleasures.

1) Kesederhanaan hidup Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu beliau tidak memiliki kecukupan, karena tidak menyibukkan diri dengan kenikmatan dunia.

en

2) Blissful are those who endure poverty patiently and follow the Prophet’s example.

2) Orang yang berbahagia adalah yang dianugerahi kesabaran oleh Allah terhadap sedikitnya rezeki, lalu dia hidup dengan mengikuti petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

496/6 - Sahl ibn Sa‘d (may Allah be pleased with him) reported: “The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) never saw bread made out of fine flour throughout his life, since Allah commissioned him until his death.” He was asked: “Did you not have sifters at the time of the Messenger of Allah?” He replied: “The Messenger of Allah never saw a sifter since Allah commissioned him until his death.” He was asked: “How did you manage to eat barley bread made of unsifted flour?” He said: “We used to grind it then blow away the husk, and what remained we kneaded into dough.” [Narrated by Al-Bukhāri]

6/496- Sahl bin Sa'ad -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah melihat roti dari gandum pilihan sejak beliau diutus oleh Allah -Ta'ālā- hingga diwafatkan." Ada yang bertanya, "Apa di zaman Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kalian memiliki saringan tepung?" Sahl bin Sa'ad menjawab, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah melihat saringan tepung sejak beliau diutus oleh Allah -Ta'ālā- hingga diwafatkan." Ada yang bertanya, "Bagaimana kalian makan gandum yang tidak disaring?" Dia menjawab, "Kami menumbuknya kemudian meniupnya, sehingga terbang yang bisa terbang, lalu yang diam kami adon." (HR. Bukhari)

en

--

Perkataannya: "النَّقِيّ" (an-naqiy), dengan memfatahkan "nūn", mengkasrahkan "qāf", dan mentasydidkan "yā`", yaitu roti dari tepung yang disaring.

en

--

ثَرَّيْنَاهُ (ṡarraināhu), dengan "ṡā`", setelahnya "rā`" bertasydid, kemudian "yā`", dan "nūn", artinya: kami basahi dan kami adon.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

النَّقِيّ (an-naqiy): dijelaskan oleh penulis dengan al-khubzul-ḥuwwārā, yaitu roti berwarna putih kalau di budaya kita (budaya Arab).

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It shows the asceticism of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) and his Companions, as they would only eat what was available with flexibility in this regard.

1) Menjelaskan kehidupan zuhud Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan sahabat-sahabat beliau; yaitu mereka makan apa yang ada saja, tanpa memaksakan diri.

en

2) It is recommended to refrain from the luxurious and extravagant approach in eating, drinking, and dressing, in compliance with the example of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) and his Companions (may Allah be pleased with them).

2) Anjuran meninggalkan cara-cara orang mewah dan kaya yang berlebihan dalam makanan, minuman, dan pakaian untuk mengikuti junjungan manusia, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan para sahabat yang mulia -raḍiyallāhu 'anhum-.

en

497/7 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported: “The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) went out one day or one night, and there he found Abu Bakr and ‘Umar. He said: ‘What brought you out of your houses at this hour?’ They said: ‘O Messenger of Allah, it is hunger.’ Thereupon he said: ‘By Him in Whose hand is my life, what brought you out is what brought me out too; get up.’ They got up along with him and (all of them) came to the house of an Ansāri man, but he was not at home. When his wife saw the Messenger of Allah, she said: ‘Most welcome.’ The Messenger said to her: ‘Where is so-and-so?’ She said: ‘He has gone to get some fresh water for us.’ Thereupon, the Ansāri man came and when he saw the Messenger and his two Companions, he said: ‘Praise be to Allah, no one has more honorable guests today than I (have).’ He then went out and brought them a bunch of ripe dates, dry dates, and fresh dates, and said: ‘Eat some of them.’ He then took hold of his long knife (for slaughtering a goat or a sheep). The Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) said to him: ‘Beware of killing a milch animal.’ He slaughtered a sheep for them, and after they had eaten of it and of that bunch (of dates) and drank, fully satisfying their hunger and thirst, the Messenger said to Abu Bakr and ‘Umar: ‘By the one in Whose hand my soul is, you will surely be asked about these blessings on the Day of Judgment. Hunger urged you to get out of your houses, but you did not return until you have enjoyed these blessings.’” [Narrated by Muslim]

7/497- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Suatu hari atau suatu malam Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar rumah, tiba-tiba beliau bertemu Abu Bakar dan Umar. Beliau bertanya, "Apa yang membuat kalian keluar rumah di waktu seperti ini?" Mereka menjawab, "Rasa lapar, wahai Rasulullah!" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Aku juga. Demi Zat yang jiwaku ada di Tangan-Nya! Yang membuatku keluar sama seperti yang membuat kalian keluar. Kemarilah!" Mereka kemudian berjalan bersama beliau ke rumah seorang Ansar. Namun ternyata dia tidak sedang di rumah. Tatkala istrinya melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dia berkata, "Selamat datang." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya, "Polan ke mana?" Dia menjawab, "Dia sedang mengambilkan kami air yang segar." Tiba-tiba laki-laki Ansar itu datang dan melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- beserta dua sahabatnya. Dia berkata, "Alḥamdulillāh. Tidak ada hari ini orang yang memiliki tamu yang lebih mulia dariku. Kemudian dia pergi lalu datang membawa setandan kurma. Ada yang masih muda, ada yang sudah kering, dan ada yang sedang matang. Dia berkata, "Makanlah kalian." Kemudian dia mengambil pisau (untuk menyembelih kambing). Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata padanya, "Janganlah (menyembelih) yang sedang memiliki air susu." Maka dia pun menyembelihkan mereka kambing. Lantas mereka makan dari daging kambing serta tandan kurma tersebut dan juga minum. Setelah semuanya kenyang makan dan minum, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepada Abu Bakar dan Umar, "Demi Zat yang jiwaku di Tangan-Nya! Sungguh, kalian akan ditanya tentang nikmat ini pada hari Kiamat. Kalian keluar dari rumah karena rasa lapar, kemudian kalian tidak pulang hingga mendapatkan nikmat ini." (HR. Muslim)

en

-- -- -- You will surely be asked about these blessings: This means that they will be asked to enumerate the blessings, not that they would be reprimanded for having them.

يَسْتَعْذِبُ (yasta'żibu) maksudnya: mengambil air tawar, yaitu yang segar. العِذْق (al-'iżqu) dengan mengkasrahkan "'ain", lalu mensukunkan "żāl", yaitu tandan. المُدية (al-mudyah) dengan mendamahkan "mīm", boleh juga dikasrahkan, artinya: pisau. الحَلوب (al-ḥalūb): yang memiliki air susu. Allah akan menanyakan nikmat-nikmat ini, yaitu pertanyaan untuk mengingatkan nikmat, bukan pertanyaan dengan tujuan mencela dan menyiksa. Wallāhu a'lam.

en

The Ansāri man whom they went to was Abu al-Haytham ibn al-Tīhān (may Allah be pleased with him), who is named in the version narrated by Al-Tirmidhi and others.

Laki-laki Ansar yang mereka datangi ini ialah Abul-Haiṡam bin At-Tayyihān -raḍiyallāhu 'anhu-, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat Tirmizi dan lainnya.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

بُسْر (busr): buah kurma yang masih muda yang disebut balaḥ.

en

--

الرُّطب (ruṭab): buah kurma yang sudah matang sebelum kering.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Hunger brought the most virtuous men of this Ummah out of their houses. O people who are poor, do not be sad!

1) Tokoh-tokoh terbaik umat ini pernah keluar rumah karena lapar; sehingga janganlah bersedih, wahai orang yang miskin!

en

2) All the good things enjoyed be a person in this life are part of the bliss about which he will be questioned on the Day of Judgment.

2) Semua yang dinikmati manusia di dunia termasuk nikmat yang akan ditanyakan kepada hamba.

en

3) It is permissible to enjoy good things, but a person is obligated to give thanks for them. Extravagance is prohibited.

3) Boleh menikmati rezeki yang baik, disertai dengan memperhatikan kewajiban mensyukurinya dan larangan dari mubazir terhadapnya.

en

498/8 - Khālid ibn ‘Umar al-‘Adawi reported: “‘Utbah ibn Ghazwān, who was the ruler of Basrah, delivered a sermon to us. He praised Allah and glorified Him, then said: ‘Verily, the world has been given the news of its end and is running to meet its end swiftly. Nothing is left of it but very little, like the remainder in a vessel whose owner is collecting it to drink. You are going to move to an abode which knows no end, and you should proceed there with the best of your deeds, for we have been informed that a stone would be thrown from the brink of Hell and it would travel down for seventy years without reaching its bottom. By Allah, it will be filled (with men and jinn). Do you find it strange? We have been informed that the distance between two shutters of the gate of Paradise is a forty-year travel, and a day would come when it would be fully packed. I was the seventh amongst the seven who had been with Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him), and we had nothing to eat but tree leaves until the sides of our mouths were injured. I found a cloak so I tore it into two halves, one for myself and one for Sa‘d ibn Mālik. I wore it as a lower garment and so did Sa‘d. Today, there is none amongst us who has not become the governor of a city, and I seek refuge with Allah that I should consider myself great while I am insignificant in the sight of Allah.’'' [Narrated by Muslim]

8/498- Khālid bin Umar Al-'Adawiy berkata, Utbah bin Gazwān berpidato kepada kami sebagai gubernur Basrah. Dia memuji Allah kemudian berkata, "Ammā ba'du: Sesungguhnya dunia telah mengumumkan diri akan punah dan dia berlalu dengan cepat. Tidak tersisa dari dunia ini kecuali sedikit, seperti sisa yang ada dalam bejana dan berusaha dituangkan oleh pemiliknya. Sungguh, kalian akan pindah dari dunia ini menuju suatu negeri yang kekal. Maka berpindahlah dengan membawa sesuatu paling berharga yang ada di hadapan kalian. Sunggug, telah disampaikan kepada kami bahwa batu dilemparkan dari bibir Jahanam, lalu batu itu meluncur di dalamnya selama tujuh puluh tahun, namun belum sampai ke dasarnya. Demi Allah! ia pasti akan diisi penuh, maka apakah kalian heran?! Juga telah disampaikan kepada kami bahwa lebar antara dua sisi tiap pintu surga sejauh perjalanan empat puluh tahun. Demi Allah! Akan datang padanya suatu hari, antara dua sisi pintu itu akan penuh sesak. Sungguh, aku masih ingat ketika bersama tujuh orang bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam, kami tidak memiliki makanan kecuali daun pohon, sehingga sisi mulut kami terluka. Kemudian aku menemukan sebuah kain lalu membaginya dua bagian dengan Sa'ad bin Mālik; aku memakai setengahnya dan setengahnya lagi dipakai Sa'ad. Kemudian hari ini, tidak ada seorang pun dari kami kecuali telah menjadi gubernur pada salah satu negeri. Sungguh, aku berlindung kepada Allah agar tidak merasa diri besar, tetapi kecil di sisi Allah." (HR. Muslim)

en

-- -- -- -- -- --

Perkataannya "آذَنَتْ" (āżanat), yaitu dengan memanjangkan alif, artinya: memberitahu. بِصُرْمٍ (bi ṣurmin), dengan mendamahkan "ṣād", artinya: dengan kefanaan dan kesirnaan. ووَلَّتْ حذَّاءَ (wa wallat hażżā`a), dengan "ḥā`" yang fatah, setelahnya "żāl" yang bertasydid, kemudian alif yang bermad, artinya: cepat. الصُّبَابَةُ (aṣ-ṣubābah), dengan mendamahkan "ṣād", yaitu: sisa yang sedikit. يَتَصَابُّها (yataṣābbuhā), dengan mentasydidkan "bā`" yang sebelum "hā`", artinya: ia mengumpulkannya. الكَظِيظ (al-kaẓīẓ): banyak dan penuh. Sedangkan kata "قَرِحَتْ" (qariḥat), dengan memfatahkan "qāf", dan mengkasrahkan "rā`", artinya: menjadi terluka.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

شَفِيرِ جَهَنَّمَ (syafīr jahannam): bibir Jahanam yang paling atas.

en

--

مِصْرَاعَيْنِ (miṣrā'ain): dua miṣrā', sedang al-miṣrā' ialah bukaan pintu; setiap pintu memiliki dua sisi bukaan.

en

--

أَشْدَاقُنا (asydāqunā), bentuk jamak dari kata "شِدْق" (syidq), yaitu ujung mulut.

en

--

بُرْدَةٌ (burdah): kain yang digunakan berselimut.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) We are urged to advise one another, encourage one another to do good, and warn one another of the punishment of the Hereafter.

1) Anjuran memberi nasihat kepada saudara, menganjurkan mereka kepada kebaikan, serta mengingatkan mereka agar takut terhadap siksa akhirat.

en

2) It points out this great admonition to the Ummah: Whoever is concerned with the Hereafter should not amass worldly possessions; and whoever desires worldly life will find it hard in the Hereafter, and whoever desires the Hereafter will find it hard in the life of this world.

2) Menampilkan nasihat yang sangat luar biasa bagi umat, bahwa orang yang memendam cita-cita akhirat tidak sepantasnya berlebihan dalam kenikmatan dunia. Siapa yang menginginkan dunia maka ia pasti membahayakan akhiratnya, dan siapa yang menginginkan akhirat maka ia pasti membahayakan dunianya.

en

3) It shows the condition of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) and his Companions who were the forerunners in embracing Islam (may Allah be pleased with them). The gates to the world were never opened to people who opened their hearts to lusts, even if those lusts were permissible.

3) Menjelaskan keadaan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan sahabat-sahabat yang pertama masuk Islam -raḍiyallāhu 'anhum-. Dunia ini tidak pernah dibukakan pada orang-orang yang membuka hati mereka kepada syahwat, sekalipun hal itu diperbolehkan!

en

499/9 - Abu Mūsa al-Ash‘ari (may Allah be pleased with him) reported: “‘Ā’ishah (may Allah be pleased with her) showed us a gown and a thick lower garment and said to us: ‘The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) was wearing them when he died.’” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

9/499- Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- memperlihatkan kepada kami sebuah kain dan sebuah sarung yang kasar, lalu dia berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wafat menggunakan dua pakaian ini." (Muttafaq 'Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It describes the noble Prophet’s clothing, which was coarse and rough. How far (from his example) are those who lead a life of luxury!

1) Menggambarkan pakaian yang dipakai oleh Rasulullah sang pengajar kebaikan -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu pakaian yang kasar tidak lembut.

en

2) It shows the Prophet’s asceticism, modesty, and contentment. He used to wear what was available, without extravagance or boastfulness.

2) Menampakkan sifat zuhud, tawaduk, dan kanaah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam; yaitu beliau hanya memakai pakaian yang ada, tanpa berlebihan dan tanpa sombong.

en

Note:

Peringatan:

en

The correct reporters of this Hadīth: Abu Burdah related from Abu Mūsa al-Ash‘ari, as narrated by Al-Bukhāri and Muslim.

Yang benar tentang perawi hadis ini ialah Abu Burdah, dari Abu Mūsā Al-Asy'ariy, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

en

500/10 - Sa‘d ibn Abi Waqqās (may Allah be pleased with him) reported: “By Allah, I am the first Arab who shot an arrow in the cause of Allah. We fought along with the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) and our food was only the leaves of wild trees. Our stool resembled the droppings of sheep; its contents unmixed (due to their extreme dryness).” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

10/500- Sa'ad bin Abī Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku adalah orang Arab pertama yang melepaskan anak panah dalam jihad fi sabilillah. Sungguh, kami dahulu berperang bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan kami tidak memiliki makanan kecuali daun ḥublah dan daun samur, sehingga kami buang air seperti kambing buang kotoran, yaitu fesesnya kering." (Muttafaq 'Alaih)

en

--

الحُبْلَة (al-ḥublah), dengan mendamahkan "ḥā`" dan mensukunkan "bā`": nama pohon. Pohon ḥublah dan samur adalah dua jenis pohon terkenal di antara pepohonan di daerah pedalaman.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

لَيَضَعُ (layaḍa'u): kata kiasan untuk buang air besar.

en

--

ما لَه خِلط (mā lahu khilṭun): tidak saling bercampur karena sangat kering.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It is permissible to talk about one’s blessings from Allah and to mention one’s good deeds, if this is intended for preaching and advice.

1) Boleh menceritakan nikmat Allah dan menyebut amal ketaatan jika maksudnya untuk menasihati manusia.

en

2) The Companions (may Allah be pleased with them) patiently endured the harshness of life for the sake of raising high the banner of Islam. Whoever wishes to serve this religion should take them as his role model.

2) Kesabaran para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap kehidupan yang sulit untuk meninggikan panji Islam. Dan siapa yang bercita-cita membela agama maka para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- sebagai teladannya.

en

501/11 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “O Allah, make the provision of the household of Muhammad bare subsistence.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

11/501- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ya Allah! Jadikanlah rezeki keluarga Muhammad secukupnya." (Muttafaq 'Alaih)

en

--

Para ahli bahasa berkata, "Makna 'قُوتاً' (qūtan) adalah makanan yang sekadar mengenyangkan."

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It is a sign of a person’s happiness that he is content with what is sufficient and spares him the need to beg people.

1) Di antara tanda kebahagiaan seseorang adalah bersikap kanaah terhadap sedikitnya rezeki yang hanya cukup untuk dirinya serta menahannya dari meminta-minta.

en

2) Moderateness is the Prophet’s approach; which is sufficiency, without extravagance or stinginess.

2) Jalan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah yang pertengahan; yaitu memenuhi kebutuhan, tidak berlebih-lebihan dan tidak kekurangan.

en

3) It was the Prophet’s guidance to ask Allah for sufficiency while seeking refuge from poverty.

3) Meminta rezeki sesuai kebutuhan disertai memohon perlindungan dari kemiskinan merupakan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

502/12 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported: “By Allah besides Whom there is no god, I used to press my stomach against the earth because of hunger; I would tie a stone over it. One day, I was sitting on the way they usually take, when the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) passed by me. When he saw me, he smiled at me and knew my condition and what I felt. He called me and I replied: ‘At your service, O Messenger of Allah.’ He said: ‘Follow me.’ So I followed him. When he arrived at home, he sought permission and entered. He then allowed me in and I too entered. He found milk in a mug and asked: ‘Where is this milk from?’ He was told that it was a gift for him from so-and-so. He called me and I responded: ‘At your service, O Messenger of Allah.’ He said: ‘Go to the people of Suffah and call them over.’ The people of Suffah were the guests of Islam; they had no family or wealth or anyone to support them. Whenever he was brought charity, he would send it to them, without having anything of it himself. Whenever he was given a gift, he would send some of it to them and keep a share for himself. I felt uneasy about this (that he told me to call them over). I said to myself: ‘This meager quantity of milk will not be enough for all the people of Suffah! I am more deserving than anyone else of drinking from it to get some strength. When they come, he will order me to give it to them, and I do not expect that anything will be left for me from this milk.’ As there was no alternative but to obey Allah and His Messenger, I went and called them. They came and sought permission, which was granted. They took their seats. The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) called me and I responded: ‘At your service, O Messenger of Allah.’ He said: 'Take the milk and give it to them.’ I took the mug and gave it to one man who drank his fill and returned it to me, then I gave it to the next and he did the same. I went on doing this till the mug reached the Messenger of Allah. By that time all had taken their fill. He took the mug, put it on his hand, looked at me, smiled, and said: ‘O Abu Hirr!’ I said: ‘At your service, O Messenger of Allah.’ He said: ‘Now you and I are left.’ I said: ‘That is true, O Messenger of Allah.’ He said: ‘Sit down and drink.’ I drank, then he said: ‘Drink some more.’ I drank, then he again told me to drink some more and kept telling me to drink until I said: ‘No, by Him Who has sent you with the truth, I have no room for it.’ He said: ‘Then give it to me.’ So I gave him the mug. He praised Allah, said ‘Bismillah’ (in the name of Allah), and drank what was left.” [Narrated by Al-Bukhāri]

12/502- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Demi Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Dia. Aku pernah menempelkan lambungku ke tanah karena lapar. Aku juga pernah mengikatkan batu di perutku karena lapar. Suatu hari aku benar-benar duduk di jalan jalur keluar mereka. Kemudian lewatlah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau tersenyum ketika melihatku, dan beliau mengetahui apa yang ada di wajah dan hatiku. Beliau berkata, "Wahai Abu Hirr!" Aku menjawab, "Aku memenuhi panggilanmu, ya Rasulullah." Beliau berkata, "Ikutlah." Kemudian beliau berjalan dan aku mengikuti, hingga beliau masuk rumah. Kemudian aku minta izin dan beliau mengizinkan. Maka aku pun masuk. Beliau menemukan susu di mangkok, dan beliau bertanya, "Dari mana susu ini?" Orang-orang di rumah menjawab, "Susu itu dihadiahkan kepadamu oleh laki-laki si polan atau wanita si polan." Beliau berkata, "Wahai Abu Hirr!" Aku menjawab, "Aku memenuhi panggilanmu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Temuilah ahli sufah dan ajaklah mereka kemari." Abu Hurairah menerangkan, bahwa ahli sufah adalah tamu-tamu Islam. Mereka tidak memiliki keluarga, harta, atau siapa pun. Jika Nabi diberikan sedekah, beliau mengirimkan semuanya kepada mereka dan tidak memakannya sedikit pun. Jika beliau diberikan hadiah, beliau mengirimnya kepada mereka lalu memakannya dan menyertakan mereka di dalamnya. Abu Hurairah berkata, ucapan beliau itu membuatku sedih. Aku berkata (dalam hati), "Susu ini tidak akan cukup untuk ahli sufah. Aku lebih pantas mendapatkan susu ini untuk kuminum sehingga kekuatanku pulih. Bila mereka datang dan Nabi memerintahkanku, maka akulah yang melayani mereka, dan mungkin susu itu tidak akan sampai kepadaku. Tetapi tidak ada pilihan kecuali taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya." Aku segera menemui dan mengajak mereka. Mereka pun datang dan meminta izin, dan Nabi mengizinkan mereka. Kemudian mereka masuk ke rumah dan mengambil posisi duduk masing-masing. Beliau berkata, "Wahai Abu Hirr!" Aku menjawab, "Aku memenuhi panggilanmu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Ambillah lalu berikan kepada mereka." Lalu aku mengambil mangkok tersebut dan mulai memberikannya kepada seseorang, kemudian dia minum hingga kenyang lalu mengembalikan lagi mangkok itu kepadaku. Aku ambil mangkok tersebut dan memberikannya kepada yang lain, kemudian dia minum hingga kenyang lalu mengembalikan lagi mangkok itu kepadaku. Hingga giliran terakhir aku memberikannya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sementara mereka semua sudah kenyang. Beliau kemudian mengambil mangkok itu dan menaruhnya di atas tangannya. Lalu beliau melihatku sembari tersenyum. Beliau berkata, "Wahai Abu Hirr!" Aku menjawab, "Aku memenuhi panggilanmu, wahai Rasulullah." Beliau berkata, "Sekarang tinggal aku dan kamu." Aku menjawab, "Benar, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Duduk kemudian minumlah." Aku segera duduk kemudian minum. Beliau bersabda, "Minumlah lagi." Maka aku minum lagi. Dan beliau terus menyuruhku minum lagi, hingga aku berkata, "Cukup. Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran! Sudah tidak ada tempatnya lagi." Beliau bersabda, "Berikan kepadaku!" Maka aku memberikan mangkok itu kepada beliau. Setelah itu beliau memuji Allah dan membaca basmalah kemudian meminum sisanya. (HR. Bukhari)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

مَسْلَكًا (maslakan): tempat untuk dilalui.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) cared for the needy among his Companions and checked on them regularly.

1) Perhatian besar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada sahabat-sahabat beliau yang memiliki kebutuhan serta antusiasme beliau dalam mengetahui keadaan mereka.

en

2) The leading figures of this Ummah, i.e. the Companions, were mostly poor. So, there is no shame in being poor and faithful, and all shame is in being rich and faithless.

2) Para pemimpin umat ini, yaitu para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- sebagian besar mereka adalah orang miskin. Sebab itu, tidak ada aib pada kemiskinan yang disertai keimanan, sebaliknya Allah memandang jelek suatu kekayaan yang disertai kekufuran.

en

503/13 - Muhammad ibn Sīrīn related that Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported: “There came a time when I would fall senseless between the pulpit of the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) and ‘Ā’ishah’s dwelling whereupon a passerby would come and put his foot on my neck, considering me a mad man, but in fact, I had no madness; I suffered nothing but hunger.” [Narrated by Al-Bukhāri]

13/503- Muhammad bin Sirīn meriwayatkan dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa dia berkata, "Aku pernah tersungkur pingsan di antara mimbar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan kamar Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, lantas ada yang datang dan meletakkan kakinya di tengkukku karena menyangka aku gila, padahal aku tidak gila, melainkan karena aku kelaparan." (HR. Bukhari)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

أَخِرُّ (akhirru): saya tersungkur.

en

--

مَغْشِيّاً عَلَيَّ (magsyiyyan 'alay): pingsan.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The Companions (may Allah be pleased with them) endured poverty and hunger patiently and abstained from begging.

1) Kesabaran para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam menghadapi kemiskinan dan kelaparan, serta sikap mereka dalam menjaga diri dari minta-minta kepada manusia.

en

2) Honor and glory are not afforded to someone unless he is put to trial and test. A case in point is Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him). He became the leading figure in Hadīth reporting in the Ummah and the preserver of the Sunnah after he patiently endured hunger and fatigue. Hence, our Imām, Al-Shāfi‘i (may Allah have mercy upon him), said: “A man is not empowered until he is tested.”

2) Kemuliaan dan ketinggian derajat tidak akan terwujud kecuali setelah melalui ujian dan cobaan. Lihatlah Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- yang menjadi imam kaum mukminin dalam ilmu hadis dan penjaga Sunnah di tengah-tengah umat setelah bersabar melawan lapar dan lelah. Oleh karena itu, imam kita Asy-Syāfi'iy -raḥimahullāh- berkata, "Seseorang tidak akan diberikan kesuksesan kecuali setelah diuji."

en

504/14 - ‘Ā’ishah (may Allah be pleased with her) reported: “The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) died while his armor was mortgaged to a Jew for thirty measures of barley.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

14/504- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- meninggal dunia sementara baju perang beliau masih digadaikan pada seorang yahudi dengan tiga pulu ṣā' gandum." (Muttafaq 'Alaih)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

Armor: what is worn for protection during battle. It is made of iron.

الدِّرْعُ (ad-dir'u): baju besi yang dipakai ketika perang.

en

--

مَرْهُونَةٌ (marhūnah): digadaikan karena utang.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It points out the Prophet’s asceticism and his lack of interest in worldly possessions and vanities. If he had wished, the world would have come to him submissively, and he would have gotten mountains of gold; but, instead, he was the servant of Allah and His messenger.

1) Menjelaskan sikap zuhud Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap dunia serta tidak memperkaya dan menyibukkan diri dengan harta benda dan kekayaan dunia. Padahal kalau beliau menginginkan kehidupan seperti raja, niscaya dunia akan datang kepadanya dengan sendirinya dan gunung-gunung emas akan berjalan bersama beliau. Tetapi beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-lebih memilih hidup sebagai hamba dan rasul.

en

2) It is permissible to deal with disbelievers in buying and selling and similar financial transactions.

2) Boleh melakukan interaksi jual beli dan berbagai bentuk muamalah harta dengan orang kafir.

en

505/15 - Anas (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) mortgaged his armor for some barley, and I took to him some barley bread and rancid fat. I heard him saying: “The family of Muhammad does not have a measure of wheat from dawn to dusk,” though they were nine houses (to feed). [Narrated by Al-Bukhāri]

15/505- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah menggadaikan baju perangnya dengan jelai. Dan aku pernah menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan membawa roti jelai dan minyak lemak yang telah berubah. Sungguh, aku pernah mendengar beliau bersabda, 'Keluarga Muhammad tidak pernah memiliki satu ṣā' gandum ketika pagi maupun sore.' Padahal mereka ada sembilan rumah." (HR. Bukhari)

en

--

الإهَالَةُ (al-ihālah), dengan mengkasrahkan hamzah, artinya: lemak yang telah menjadi minyak. Dan "السَّنِخَةُ" (as-sanikhah), dengan "nūn" dan "khā`", artinya: yang berubah.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) and his family patiently endured poverty and were content with what is little.

1) Kesabaran Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan keluarga beliau dalam menghadapi kehidupan yang sempit serta sikap kanaah mereka dengan rezeki yang sedikit.

en

2) The most honored households in the sight of Allah Almighty are the houses of the Mothers of the Believers, i.e. the Prophet’s wives. Morning and evening would come while they had nothing to eat. There is a lesson in this for those who believe.

2) Keluarga paling mulia di sisi Allah, yaitu rumah tangga istri-istri Nabi, ketika pagi dan sore hari di rumah mereka tidak ada yang bisa dimakan! Maka, di manakah orang-orang beriman yang mau mengambil pelajaran?!

en

506/16 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported: “I have seen seventy of the people of Suffah, none of them had a cloak. They either had a lower garment or a sheet that they tied around their necks. Some reached halfway down the shins and some reached the ankles; and some of them would hold it with their hand to avoid exposing their private parts.” [Narrated by Al-Bukhāri]

16/506- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku telah melihat tujuh puluh orang di antara ahli sufah, tidak seorang pun di antara mereka yang mengenakan atasan (selendang). Sebagian hanya memakai bawahan (sarung). Dan sebagian hanya memakai kain yang mereka ikat di leher; ada yang sampai setengah betis dan ada yang sampai mata kaki, sehingga kain itu harus dipegang dengan tangannya karena tidak mau auratnya terlihat." (HR. Bukhari)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Bliss can only be attained by giving up bliss. The people of Suffah, who were Companions of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him), won the bliss of faith only by abandoning luxury and easy living.

1) Kenikmatan iman tidak akan diperoleh kecuali dengan meninggalkan kenikmatan dunia. Ahli sufah yang merupakan sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidaklah memperoleh kenikmatan iman kecuali dengan meninggalkan kemewahan nikmat dunia.

en

2) Poverty does not prevent a person from reaching the top. In fact, no one should be sad about his poverty, but should rather weep over his weak resolve.

2) Kemiskinan tidak menghalangi seseorang untuk mencapai puncak kebahagiaan, dan seseorang tidak boleh bersedih dengan kemiskinannya, melainkan seorang insan harus menangisi dirinya bila memiliki cita-cita yang lemah.

en

507/17 - ‘Ā’ishah (may Allah be pleased with her) reported: “The mattress of the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) was made of tanned leather stuffed with palm fibers.” [Narrated by Al-Bukhāri]

17/507- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Kasur Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terbuat dari kulit yang diisi sabut." (HR. Bukhari)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

أدْم (udmun): kulit.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) was modest and uninterested in worldly pleasures, along with being perfectly content and submissive to Allah’s decree.

1) Sikap tawaduk dan berpalingnya Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dari kemewahan dunia yang disertai sikap rida terhadap takdir Allah -Ta'ālā- secara penuh.

en

2) The mattress of the leader of all ascetic people was leather stuffed with palm fibers. Let those who follow the Prophet’s ascetic example take heed.

2) Imam orang-orang yang zuhud, yaitu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-dahulu memiliki kasur yang terbuat dari kulit dan sabut; maka di manakah orang-orang yang meneladani kehidupan zuhud Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-!?

en

508/18 - Ibn ‘Umar (may Allah be pleased with him and his father) reported: “We were once sitting in the company of the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) when a man from the Ansār came and greeted him. As he was leaving, the Messenger said to him: ‘O brother of the Ansār, how is my brother Sa‘d ibn ‘Ubādah?’ He replied: ‘He is well.’ The Messenger of Allah asked: ‘Who amongst you wishes to visit him?’ He then got up and we followed him. We were ten and odd in number and we were not wearing sandals nor light boots nor caps nor shirts. We walked on foot through the barren plain till we came to the residence of Sa‘d. His people made way and the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) along with those who accompanied him went up to him.” [Narrated by Muslim]

18/508- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, tiba-tiba datang seorang laki-laki Ansar dan mengucapkan salam kepada beliau. Kemudian laki-laki Ansar itu beranjak pergi, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memanggilnya, "Wahai saudara Ansarr! Bagaimana keadaan saudaraku Sa'ad bin 'Ubādah?" Dia menjawab, "Dia baik-baik saja." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu mengajak kami, "Siapakah di antara kalian yang akan menjenguknya?" Kemudian beliau bangun dan kami pun ikut bangun bersama beliau. Jumlah kami saat itu sekian belas orang, tanpa memakai sandal ataupun sepatu, juga tanpa memakai peci dan baju. Kami berjalan di atas tanah gersang itu hingga kami sampai ke tempatnya. Lalu kaumnya mundur dari sekelilingnya sehingga Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- beserta para sahabat yang bersamanya bisa mendekat. (HR. Muslim)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

قَلَانِسُ (qalānis): sesuatu yang dipakai di kepala.

en

--

السِّبَاخُ (as-sibākh), bentuk jamak dari kata "سبخة)\" (sabkhah)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It shows the Companions’ asceticism and simple clothes and how they patiently endured severe poverty and austere living.

1) Menjelaskan kezuhudan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- serta kesederhanaan mereka dalam pakaian, juga kesabaran mereka menghadapi kemiskinan yang berat dan kehidupan yang keras.

en

2) True provision and clothing is that of piety. Look at those noble Companions (may Allah be pleased with them) and consider how they lacked clothing, yet their hearts were filled with faith and guidance.

2) Bekal dan pakaian sesungguhnya adalah pakaian takwa; lihatlah para sahabat mulia itu, bagaimana mereka tidak memiliki pakaian dunia tetapi hati mereka penuh dengan iman dan petunjuk.

en

509/19 - ‘Imrān ibn al-Husayn (may Allah be pleased with him and his father) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “The best of you (people) are my generation, and the second best will be those who will follow them, and then those who will follow the second generation.” ‘Imrān added: I do not remember whether he mentioned two or three (generations) after his generation. Then, he said: “Then will come some people who will give their witness without being asked to give their witness; they will make vows but will not fulfill them; they will be dishonest and will not be trustworthy; and obesity will appear among them.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

19/509- 'Imrān bin Al-Ḥuṣain -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya. ('Imrān berkata, 'Aku tidak tahu apakah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengucapkannya dua atau tiga kali.') Kemudian datang setelah mereka orang-orang yang memberi kesaksian padahal tidak diminta menjadi saksi, mereka berkhianat dan tidak bisa dipercaya, mereka bernazar dan tidak menunaikannya, dan tampak pada mereka kegemukan." (Muttafaq 'Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It points out the superiority of the first three generations over those who came after them. Those are the Companions, the Tābi‘is (the generation that followed the Companions), and the generation that followed the Tābi‘is (may Allah be pleased with them all).

1) Menjelaskan keutamaan tiga generasi pertama di atas orang-orang setelahnya, yaitu para sahabat, tabiin, dan pengikut tabiin. Semoga Allah meridai mereka.

en

2) The best generations were marked by certain signs, such as holding onto the traits of sincere faith, abandonment of luxury, and moderateness with regard to food and drink.

2) Di antara karakter generasi pertama yang utama: berpegang teguh dengan segala jenis keimanan secara tulus, meninggalkan kemewahan dunia, dan tidak berlebihan dalam makanan dan minuman.

en

3) The appearance of obesity in the succeeding generations is a sign of their shortcomings that resulted from their remoteness from the traits of true believers and their attachment to worldly pleasures.

3) Merebaknya obesitas dan kegemukan pada generasi-generasi belakang adalah tanda kekurangan yang ada pada mereka disebabkan karena mereka meninggalkan sifat-sifat keimanan yang tulus dan tenggelam dalam kenikmatan dunia.

en

510/20 - Abu Umāmah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “O son of Adam, if you spend the surplus, it will be better for you; and if you retain it, it will be evil for you. Yet there is no blame upon you if you do so out of necessity. And start by spending on your dependents.” [Narrated by Al-Tirmidhi; he classified it as Hasan Sahīh (sound and authentic)]

20/510- Abu Umāmah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Wahai anak Adam! Sungguh, jika engkau memberikan kelebihan (dari kebutuhanmu), itu adalah kebaikan bagi dirimu. Dan jika engkau menahannya, itu keburukan bagimu. Engkau tidak dicela bila menyimpan secukupnya, dan mulailah memberi nafkah pada orang yang engkau tanggung." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

الفَضْل (al-faḍl): yang lebih dari kebutuhan.

en

--

لا تُلامُ (lā tulāmu): engkau tidak mendapat cela dalam agama.

en

Your dependents: those your are obliged to provide for, like your wife and children.

مَنْ تَعُولُ (man ta'ūlu): orang yang harus engkau nafkahi yaitu istri, anak, dan semisalnya.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) We are urged to spend in the way of Allah, for this is what will endure and remain in store for us.

1) Anjuran untuk berinfak di jalan Allah, karena itulah harta yang akan kekal dan tersimpan.

en

2) Moderation in all things is the best policy. This means fulfillment of needs without extravagance or asking people for financial aid.

2) Perkara terbaik adalah yang paling pertengahan, yaitu yang memenuhi kebutuhan tanpa meminta-minta dan berlebihan.

en

3) The best charity is the one given to one’s family and kins, for it constitutes both charity and upholding of kinship ties.

3) Sedekah yang paling baik adalah kepada keluarga dan kerabat terdekat karena di dalamnya terkandung nilai silaturahmi dan sedekah.

en

511/21 - ‘Ubaydullāh ibn Mihsan al-Ansāri Al-Khatmi (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Whoever among you wakes up in the morning secure in his dwelling (or safe with his family), healthy in his body, and has his food for the day, it is as if the whole world has been given to him.” [Narrated by Al-Tirmidhi; and he classified it as Hasan (sound)]

21/511- 'Ubaidullāh bin Miḥṣan Al-Anṣāriy Al-Khaṭmiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Siapa yang di antara kalian ketika pagi merasakan aman pada dirinya, sehat jasmaninya, dan memiliki makanan pokok hari itu, maka seakan-akan seluruh dunia ini telah diberikan kepadanya.” (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

en

--

سِرْبِهِ (sirbihi), dengan mengkasrahkan "sīn", artinya: dirinya. Dan konon, artinya: masyarakatnya.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

بِحَذَافِيرِهَا (biḥazāfīrihā): dengan semua sisinya.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Security, good health, and sustenance are the best bliss a person can attain in this transient life.

1) Keamanan negeri, kesehatan, dan rezeki merupakan kenikmatan dunia fana yang paling baik.

en

2) The believers are urged to treat worldly life as a passing area, not a permanent residence. Allah Almighty put us in this life to pass through it, not to remain therein and ruin our lives in the Hereafter because it and forget our eternal abode in Paradise.

2) Anjuran agar orang beriman menjadikan dunia sebagai jembatan, bukan tempat tinggal. Karena Allah menjadikan kita silih berganti di dunia untuk kita melewatinya, bukan untuk memakmurkannya serta dengannya kita menghancurkan akhirat kita dan melupakan negeri tempat tinggal di dalam surga.

en

512/22 - ‘Abdullāh ibn ‘Amr ibn al-‘Ās (may Allah be pleased with him and his father) reported that the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Successful is the one who enters Islam and is provided with bare subsistence and Allah makes him content with what He has given him.” [Narrated by Muslim]

22/512- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sungguh beruntung orang yang masuk Islam dan rezekinya cukup, serta Allah menjadikannya kanaah dengan karunia yang Dia berikan." (HR. Muslim)

en

513/23 - Abu Muhammad Fadālah ibn ‘Ubayd al-Ansāri (may Allah be pleased with him) reported: I heard the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) say: “Blessed is the one who is guided to Islam, lives on bare subsistence, and is content with it.” [Narrated by Al-Tirmidhi; he classified it as Hasan Sahīh (sound and authentic)]

23/513- Abu Muḥammad Faḍālah bin 'Ubaid Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Beruntunglah orang yang mendapat petunjuk Islam dan kehidupannya cukup serta bersifat kanaah." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

طُوْبَى (ṭūbā): beruntung. Pernah disebutkan di dalam hadis bahwa: "Ṭūbā adalah pohon dalam surga setinggi perjalanan seratus tahun." (HR. Ahmad)

en

Guidance from the Hadīths:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The sign of a person’s success and guidance is that he is content with the share of provision that Allah Almighty has given him.

1) Tanda mendapat taufik dan keberuntungan adalah rida dengan rezeki yang Allah bagikan kepada hamba.

en

2) The greatest blessing is the blessing of faith, guidance, and good health.

2) Nikmat paling besar ialah nikmat iman dan hidayah serta nikmat kesehatan.

en

3) Bare subsistence is a sign of a person’s success and the guidance Allah has granted him. So, O you who are afflicted with poverty, do not grieve!

3) Rezeki yang secukupnya adalah tanda keberuntungan seorang hamba dan taufik Allah -Ta'ālā- kepadanya. Sehingga bagi Anda yang diuji oleh Allah dengan kemisikinan, janganlah bersedih!

en

514/24 - Ibn ‘Abbās (may Allah be pleased with him and his father) reported: “The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) used to go to bed for consecutive nights on an empty stomach, and his household would find no supper, and their bread was mostly made of of barley.” [Narrated by Al-Tirmidhi; he classified it as Hasan Sahīh (sound and authentic)]

24/514- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah tidur beberapa malam berturut-turut dalam keadaan perut kosong, demikian juga keluarga beliau tidak mendapatkan makanan. Kebanyakan roti mereka terbuat dari sya'īr (jelai)." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

طَاوِيًا (ṭāwiyan): perut kosong, belum makan.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It shows the Prophet’s asceticism and patience in dealing with difficult living.

1) Menjelaskan kehidupan zuhud Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta kesabaran beliau terhadap keadaan yang sulit.

en

2) It highlights the merit of the Mothers of the Believers (the Prophet’s wives) and their patience over the roughness of life, for they were living in the bliss of faith.

2) Keutamaan Ummahātul-Mu`minīn -raḍiyallāhu 'anhunna- dalam bersabar menghadapi kehidupan yang sulit disebabkan karena mereka ada dalam nikmat iman.

en

515/25 - Fudālah ibn ‘Ubayd (may Allah be pleased with him) reported that when the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) led the people in prayer, some men would collapse while praying from extreme hunger — Those were the people of the Suffah — until the Bedouins would say: “These people are mad.” So when the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings upon him) finished the prayer, he would turn to them and say: “If you knew what was in store for you with Allah Almighty, you would love to be increased in poverty and need.” [Al-Tirmidhi; he classified it as Sahīh (authentic)]

25/515- Faḍālah bin 'Ubaid -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa sering kali Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- salat bersama kaum muslimin lalu sebagian mereka jatuh tersungkur dalam salat karena sangat lapar, -mereka adalah ahli sufah- sehingga orang-orang badui salah mengira dan berkata, "Mereka itu gila." Lalu ketika Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah selesai salat, beliau pergi menemui mereka dan bersabda, "Seandainya kalian mengetahui pahala kalian di sisi Allah, niscaya kalian akan menginginkan lebih miskin dan susah." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis sahih")

en

--

الخَصَاصَةُ (al-khaṣāṣah): kemiskinan dan kelaparan yang berat.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) was keen to comfort his Companions (may Allah be pleased with them). He is our teacher and role model.

1) Kepedulian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk menghibur hati para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-; beliau berperan sebagai sang guru sekaligus panutan bagi mereka.

en

2) A person may slacken in performing good deeds due to his ignorance of the promised rewards. If he knew the truth, he would not be lazy.

2) Yang menjadikan hamba lemah untuk melakukan amal ketaatan adalah karena dia tidak mengetahui kebesaran pahalanya; sekiranya dia mengetahui hakikat apa yang dia cari maka dia tidak akan lemah untuk mengerjakan amal saleh, sebab orang yang tahu apa yang dicari dia akan menganggap kecil semua pengorbanannya.

en

516/26 - Al-Miqdām ibn Ma‘di Yakarib (may Allah be pleased with him) reported: I heard the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) say: “The son of Adam does not fill any vessel worse than his stomach. It is enough for the son of Adam to eat a few mouthfuls to straighten his back, but if he must (fill his stomach), then one third for his food, one third for his drink, and one third for his breath.” [Narrated by Al-Tirmidhi; and he classified it as Hasan (sound)]

26/516- Abu Karīmah Al-Miqdām bin Ma'dīkarib -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidaklah manusia memenuhi wadah yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suap yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika harus melebihi itu, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk napasnya." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

en

--

أُكُلاتٌ (akulāt): beberapa suap makanan.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It gives a great Prophetic advice regarding the protection of health by adopting an approach of moderateness in eating and drinking. This precludes the causes of illness.

1) Wasiat Nabi yang agung untuk menjaga kesehatan dengan cara sederhana dalam makanan dan minuman; "Makan dan minumlah, dan jangan berlebihan," dan ini akan menyelamatkan hamba dari berbagai sumber penyakit.

en

2) It points out the Prophet’s guidance in eating and drinking. This is part of the excellence of this blessed Shariah, which teaches its followers how to eat.

2) Menjelaskan petunjuk Nabi tentang tata cara makan dan minum; hal ini menunjukkan kesempurnaan syariat Islam yang diberkahi ini karena telah mengajarkan pengikutnya banyak hal, termasuk adab mereka makan!

en

517/27 - Abu Umāmah Iyās ibn Tha‘labah al-Ansāri al-Hārithi (may Allah be pleased with him) reported: The Prophet’s Companions mentioned the life of this world before him one day. Thereupon, he said: “Will you not listen? Will you not listen? Simplicity in appearance is part of faith, simplicity in appearance is part of faith.” [Narrated by Abu Dāwūd]

27/517- Abu Umāmah Iyās bin Ṡa'labah Al-Anṣāriy Al-Ḥāriṡiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Suatu hari, para sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berbincang tentang dunia di dekat beliau, sehingga beliau bersabda, "Tidakkah kalian dengar? Tidakkah kalian dengar? Sesungguhnya kesederhanaan itu bagian dari iman. Sesungguhnya kesederhanaan itu bagian dari iman." Yaitu berpenampilan sederhana (usang). (HR. Abu Daud)

en

-- --

الْبَذَاذَةُ (al-bażāżah), dengan huruf "bā`", kemudian dua huruf "żāl", yaitu: berpenampilan seadanya dan meninggalkan pakaian mewah. Adapun "التَّقحُّلُ" (at-taqaḥḥul), yaitu dengan huruf "qāf", kemudian "ḥā`". Maknanya dijelaskan oleh ahli bahasa, "Al-Mutaqaḥḥil ialah laki-laki yang berkulit kering disebabkan karena kehidupan yang sulit dan meninggalkan kemewahan."

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) We are urged to act modestly and ascetically, as this inspires resolve to perform acts of worship and obedience. This is the attitude of a believer desiring the Hereafter.

1) Anjuran bersikap tawaduk dan sederhana dalam kehidupan dunia, karena hal itu akan memberikan semangat beribadah dan mengerjakan ketaatan. Seperti inilah keadaan orang beriman yang menginginkan akhirat.

en

2) This Prophetic guidance does not mean abandonment of cleanliness and beautification. Indeed, Islam calls for purification and adornment, yet without immoderation, for moderation in all things is the best policy.

2) Petunjuk Nabi ini tidak berarti meninggalkan kebersihan dan tidak berhias. Bahkan Islam mengajak untuk bersuci dan berhias, tetapi tidak berlebihan. Karena sebaik-baik perkara adalah yang paling pertengahan.

en

518/28 - Abu ‘Abdullāh Jābir ibn ‘Abdullāh (may Allah be pleased with him and his father) reported: “The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) dispatched us to intercept a caravan belonging to Quraysh, and he appointed Abu ‘Ubaydah as our commander. He gave us a bag of dates as provision, other than which he did not find anything for us. Abu ‘Ubaydah used to give us one date at a time.” He was asked: “What did you use to do with it?” He said: “We used to suck it just as a baby suckles, then we would drink some water after it, which would suffice us for the day until the night. We also used to beat off tree leaves with our sticks, then soak them in water and eat them.” He continued: “We then headed towards the sea coast, where something like a huge mound appeared to us. When we came to it, we found that it was an animal called 'al-‘Anbar' (sperm whale).” Abu ‘Ubaydah said: “It is a dead animal!” Then he said: “No, rather we are the messengers of the Messenger of Allah and we have gone out in the cause of Allah. Now you are forced by necessity, so you can eat.” We kept on eating from it for a month until we fattened up, and we were three hundred men. And indeed, I saw how we scooped out fat from the cavity of its eye in pitchers, then we would cut pieces from it like a bull or the size of a bull. Abu ‘Ubaydah took thirteen men from us and seated them in the cavity of its eye. He took one of its ribs and fixed it up, then saddled the largest camel of ours and it passed under it (the rib). We dried large pieces of its meat as provision for our journey back home. When we arrived at Madīnah, we came to the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) and mentioned all of that to him. Thereupon, he said: ‘It is sustenance that Allah brought out for you. Do you have anything from its meat with you, so that you would feed us?’ We sent some of its meat to the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him), which he ate.” [Narrated by Muslim]

28/518- Abu Abdillah Jābir bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhuma- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah mengirim kami dan beliau mengangkat Abu 'Ubaidah -raḍiyallāhu 'anhu- sebagai pemimpin kami untuk menghadang kafilah Quraisy yang membawa bahan pangan. Beliau memberi kami bekal sekantung kurma, karena yang ada hanya itu saja. Abu 'Ubaidah memberi kami masing-masing satu butir kurma." Ada yang bertanya, "Apa yang kalian lakukan dengan satu butir kurma itu?" Jabir menjelaskan, "Kami mengisapnya sebagaimana bayi mengisap, setelahnya kami minum air. Yang demikian itu cukup bagi kami untuk bertahan sampai malam. Kami juga menumbuk dedaunan dengan tongkat kami lalu membasahinya dengan air untuk kami makan." Jabir melanjutkan, "Kami melanjutkan perjalanan melalui tepi pantai. Di sana kami melihat seperti ada gundukan pasir yang menyerupai sebuah bukit besar. Kami mendatangi gundukan itu. Ternyata itu adalah seekor binatang yang disebut ikan paus. Abu 'Ubaidah berkata, 'Itu bangkai.' Tetapi setelah itu dia berkata, 'Tidak. Kita ini dikirim oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan sedang berjuang di jalan Allah, sedangkan kalian sendiri dalam keadaan terpaksa, karena itu makanlah!' Kami bertahan memakannya selama satu bulan dengan jumlah kami tiga ratus orang sehingga kami menjadi gemuk. Aku masih ingat waktu kami mencedok minyak dan lemak dari lubang matanya menggunakan bejana-bejana yang besar (kulah). Kami juga mengambil potongan-potongan yang besar dari dagingnya sebesar lembu atau seukuran lembu. Sungguh Abu 'Ubaidah pernah mengambil tiga belas orang dari kami dan menyuruh mereka duduk di lubang tempat matanya. Abu 'Ubaidah juga mengambil satu tulang rusuknya kemudian menegakkannya, selanjutnya unta paling besar yang ada bersama kami disuruh berjalan dan ternyata bisa melintas di bawahnya. Kemudian kami membekali diri dengan dagingnya setelah dimasak setengah matang dan dijemur. Ketika sampai Madinah, kami menghadap Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan menceritakan hal itu. Beliau bersabda, "Itu adalah rezeki yang dikaruniakan Allah untuk kalian. Apakah kalian masih menyimpan sisa dagingnya lalu memberikannya kepada kami?" Maka kami mengirim sebagiannya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan beliau memakannya." (HR. Muslim)

en

--

الجِرَابُ (al-jirāb): wadah yang terbuat dari kulit. Yaitu dengan mengkasrahkan "jīm", dan boleh difatahkan, tetapi kasrah lebih fasih.

en

-- -- -- -- -- -- --

Kata "نَمَصُّها" (namaṣṣuhā), dengan memfatahkan "mīm". الخَبَطُ (al-khabaṭ): daun sebuah pohon terkenal yang menjadi makanan unta. Sedangkan "الكَثِيبُ" (al-kaṡīb) adalah gundukan pasir. الوَقْبُ (al-waqb), dengan memfatahkan "wāw", dan mensukunkan "qāf", setelahnya huruf "bā`", yaitu: lubang tempat mata. القِلالُ (al-qilāl): wadah yang besar terbuat dari kulit. الفِدَرُ (al-fidar), dengan mengkasrahkan "fā`" dan memfatahkan "dāl": potongan. رَحْلَ البَعِيرَ (raḥl al-ba'īr), dengan "ḥā`" tanpa tasydid, yaitu: menjadikannya pelana pada unta itu. الوَشَائِقُ (al-wasyā`iq), dengan huruf "syīn" dan "qāf": daging yang dipotong untuk dibuat dendeng. Wallāhu a'lam.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

عِيْرًا ('īran): kafilah unta yang membawa bahan pangan.

en

--

العَنْبَرُ (al-'anbar): ikan paus besar.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It shows the asceticism of the Companions and how they patiently endured hunger and poverty for the sake of conveying the Prophet’s message.

1) Menjelaskan sikap zuhud para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap dunia serta kesabaran mereka dalam menghadapi lapar dan kehidupan yang sulit dalam rangka menyampaikan risalah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

2) It points out how Allah Almighty honored and cared for the Prophet’s Companions, as He brought sustenance to them when they displayed sincere faith and patience in obeying their Lord. This is the attitude of true believers: They exhibit patience until relief comes from Allah Almighty. {And give glad tidings to the patient.}

2) Karunia dan pemeliharaan Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- kepada sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu Allah mengirim rezeki yang baik kepada mereka manakala Allah mengetahui ketulusan sabar mereka dalam melakukan ketaatan kepada Allah. Inilah sikap seorang mukmin, yaitu bersabar hingga Allah memberikannya jalan keluar: "Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 155)

en

519/29 - Asmā’ bint Yazīd (may Allah be pleased with her) reported: “The sleeves of the shirt of the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) reached down to his wrists.” [Narrated by Abu Dāwūd and Al-Tirmidhi, who classified it as Hasan (sound)] [2]

29/519- Asmā` binti Yazīd -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Panjang lengan baju Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah hingga pergelangan.‎" )HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih") [2].

en
[2] The Hadīth has a weak Isnād (chain of narrators).
[2] (1) Hadis ini sanadnya daif.
en

--

الرُّصْغُ (ar-ruṣg), dengan "ṣād", dan juga "الرَّسْغُ" (ar-rusg), dengan "sīn", yaitu: pergelangan antara telapak tangan dan lengan.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) We are urged not to wear long clothes, for this leads to boastfulness.

1) Anjuran tidak memanjangkan pakaian karena hal itu dapat menyebabkan sombong.

en

2) One of the signs of ascetic people is that they do not wear long clothes and brag about them.

2) Di antara ciri orang yang zuhud yaitu tidak memanjangkan pakaian serta menyombongkan diri dengannya.

en

520/30 - Jābir (may Allah be pleased with him) reported: “We were digging (the trench) on the day of the Battle of the Trench and we came across a big solid rock. We went to the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) and said: ‘Here is a rock appearing across the trench.’ He said: ‘I am coming down.’ Then he got up, and a stone was tied to his belly for we had not eaten anything for three days. So the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) took the axe and struck the big solid rock and it turned into sand. I said: ‘O Messenger of Allah, give me permission to go home.’ I said to my wife: ‘I saw the Prophet in a state that I cannot afford to see. Have you got something (for him to eat)?’ She replied: ‘I have barley and a goat.’ So, I slaughtered the goat and she ground the barley; then we put the meat in the earthenware cooking pot. Then, I came to the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) when the dough had become soft and fermented and (the meat in) the pot over the stone trivet had nearly been well-cooked, and said: ‘I have got a little food prepared, so get up, O Messenger of Allah, you and one or two men along with you (for the food).’ The Prophet asked: ‘How much is that food?’ I told him about it. He said: ‘It is abundant and good. Tell your wife not to remove the earthenware pot from the fire and not to take out any bread from the oven till I get there.’ Then he said (to all his Companions): ‘Get up.’ So the Muhājirūn and the Ansār got up. When I came to my wife, I said: ‘Alas! The Prophet came along with the Muhājirūn and the Ansār and those who were present with them.’ She said: ‘Did he ask you (how much food you had)?’ I replied: ‘Yes.’ Then, the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: ‘Enter and do not throng.’ He started cutting the bread (into pieces) and put the cooked meat over it. He covered the earthenware pot and the oven whenever he took something out of them. He would give the food to his Companions then take the meat out of the pot. He went on cutting the bread and scooping the meat (for his Companions) until they all ate their fill, and even then, some food remained. Then, the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said (to my wife): ‘Eat and gift others as the people are struck with famine.’” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

30/520- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Dahulu ketika perang Khandaq, kami menggali parit. Tetapi ada sebuah bongkahan yang sangat keras sekali melintang, sehingga para sahabat datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Mereka berkata, "Ada bongkahan batu yang sangat keras melintang di tempat galian parit." Nabi bersabda, "Aku yang akan turun." Lantas beliau berdiri sedangkan perut beliau diganjal dengan batu. Sudah tiga hari kami tidak merasakan makanan. Kemudian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengambil cangkul dan mengayunkannya, sehingga bongkahan itu berubah menjadi gundukan tanah yang lembut. Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Izinkanlah aku pulang ke rumah." Aku lalu berkata kepada istriku, "Aku melihat sesuatu pada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang membuatku tidak sabar, apakah engkau mempunyai sesuatu (makanan)?" Istriku menjawab, "Aku mempunyai gandum dan seekor anak kambing." Selanjutnya anak kambing itu aku sembelih sedangkan istriku menumbuk gandum, lalu daging kambing itu kami masukkan di kuali. Kemudian aku datang menemui Nabi - ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika adonan sudah matang dan daging di kuali di atas batu tungku hampir matang. Aku berkata, "Aku mempunyai sedikit makanan. Silakan datang, wahai Rasulullah, engkau bersama satu atau dua orang." Beliau bertanya, "Berapa banyak makanan itu?" Lantas aku menjelaskannya kepada beliau. Beliau bersabda, "Cukup banyak. Sampaikan kepada istrimu agar dia tidak menurunkan kuali dan roti dari atas oven pembuatannya sampai aku datang." Beliau lalu bersabda kepada para sahabat, "Bangunlah kalian!" Orang-orang Muhajirin dan Ansar pun bangun dan ikut. Aku menemui istriku dan berkata, "Celakalah engkau! Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang bersama kaum Muhajirin, Ansar, dan semua yang bersama mereka!" Istriku bertanya, "Apakah beliau bertanya kepadamu?" Aku menjawab, "Ya." Jābir melanjutkan, Nabi bersabda, "Masuklah dan jangan saling berdesak-desakan!" Beliau pun mulai memotong roti lalu meletakan daging di atasnya serta menutupi kuali daging dan oven roti bila telah selesai mengambil darinya. Beliau menyuguhkannya kepada sahabat-sahabatnya kemudian mengambil lagi. Beliau terus lanjut memotong roti dan menggayung daging sampai mereka kenyang dan makanan masih tersisa." Beliau bersabda (kepada istri Jābir), "Silakan disantap dan dihadiahkan! Sesungguhnya orang-orang sedang menderita kelaparan." (Muttafaq 'Alaih)

en

In another version, Jābir reported: “When the Trench was dug, I saw the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) in the state of severe hunger. So I returned to my wife and said: ‘Have you got anything (to eat), for I have seen the Messenger of Allah in a state of severe hunger.’ She brought out for me a bag containing one measure of barley, and we had a small domestic goat. So I slaughtered the goat and my wife ground the barley, and she finished at the time I finished slaughtering the goat. Then I cut the meat into pieces and put it in an earthenware (cooking) pot and returned to the Messenger of Allah. My wife said: ‘Do not disgrace me in front of the Messenger of Allah and those who are with him (i.e. by bringing too many people for the food she had).’ So I went to him and said to him secretly: ‘O Messenger of Allah, I have slaughtered a small goat of ours, and we have ground a measure of barley that we had. So please come, you and a few others along with you.’ The Prophet raised his voice and said: ‘O people of the Trench, Jābir has prepared a meal; so let us go.’ The Messenger said to me: ‘Don’t put down your pot (from the fire) or bake your dough till I come.’ So I came (to my house) and the Messenger came proceeding before the people. When I came to my wife, she said: ‘May Allah do such-and-such to you.’ I said: ‘I did what you said (i.e I told the Prophet how much food we had).’ Then she brought out to him the dough, and he (the Prophet) spat in it and invoked for Allah’s blessings in it. Then he proceeded towards our meat-pot and spat in it and invoked for Allah’s blessings in it. Then he said (to my wife): ‘Call a lady-baker to bake with you, and keep on taking out scoops from your meat-pot without taking it down from the fire.’ They were one thousand (who took their meal), and by Allah they all ate, and when they left the food and went away, our pot was still bubbling (full of meat) as if it had not decreased, and our dough was still being baked as if nothing had been taken from it.”

Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa Jābir berkata, Saat parit digali, aku melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sangat lapar. Sehingga aku pulang ke istriku dan bertanya, "Apakah engkau memiliki sesuatu (makanan)? Aku melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sangat lapar." Maka istriku mengeluarkan kantong kulit berisi satu ṣā' gandum. Kami juga mempunyai seekor anak kambing yang ada di rumah. Selanjutnya aku menyembelih kambing itu dan istriku menumbuk gandum. Dia selesai ketika aku telah selesai juga, dan aku memotong-motong daging kambing itu di kualinya. Ketika aku akan pergi menemui Rasulullah ṣallallāhu 'alaihi wa sallam, dia berkata, "Engkau jangan membuatku malu di hadapan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan orang-orang yang bersama beliau." Kemudian aku menemui beliau dan berbisik, "Wahai Rasulullah! Kami sudah menyembelih anak kambing milik kami dan istriku membuat satu ṣa' gandum. Datanglah, engkau dan beberapa orang bersamamu!" Tiba-tiba Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berteriak, "Wahai pasukan Khandaq! Jābir telah membuat hidangan untuk kalian. Marilah ke sana dengan cepat!" Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Engkau jangan sekali-kali menurunkan kualimu dan memotong-motong rotimu sampai aku datang." Aku pun datang dan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang mendahului para sahabat. Hingga aku menemui istriku, dan dia berkata, "Kamu begini! Kamu begini!" Aku katakan, "Aku sudah melakukan apa yang engkau pesankan." Kemudian dia mengeluarkan sebuah adonan, lalu Nabi meludah (baca: meniup ringan) padanya dan mendoakannya keberkahan. Selanjutnya beliau menuju kuali lalu meludahi dan mendoakannya keberkahan. Selanjutnya beliau bersabda (pada istri Jābir), "Panggillah tukang roti lalu suruh dia membuat roti itu bersamamu, dan gayunglah kuali kalian serta jangan diturunkan." Jumlah yang datang (bersama Nabi) sebanyak seribu orang. Aku bersumpah dengan nama Allah, mereka semuanya makan, hingga mereka meninggalkannya (tersisa) dan pergi. Sementara kuali kami tetap penuh seperti semula, dan adonan kami juga masih seperti sedia kala.

en

-- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- Her statement: “May Allah do such-and-such to you” indicates that she was mad at him, for she believed that the food she had would not suffice them, which would make her embarrassed. It was unknown to her, however, that Allah Almighty would bestow such an honor on His Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) through this wonderful miracle. -- -- -- --

Perkataan Jābir: "كُدْيَةٌ" (kudyah), dengan mendamahkan "kāf", dan mensukunkan "dāl", setelahnya "yā`", yaitu: bongkahan tanah yang keras dan cadas sehingga tidak mempan cangkul. الكثِيبُ (al-kaṡīb), pada dasarnya bermakna gundukan pasir, tetapi maksudnya di sini adalah bongkahan itu berubah menjadi tanah yang lembut. Dan inilah makna kata "أَهْيَلَ" (ahyal). الأثَافي (al-aṡāfī): batu tempat menaruh kuali. تَضَاغَطُوا (taḍāgaṭū): saling berdesakan. المَجَاعَةُ (al-majā'ah): kelaparan; yaitu dengan memfatahkan "mīm". الخَمَصُ (al-khamaṣ), dengan memfatahkan "khā`" dan "mīm": lapar. انْكَفَأْتُ (inkafa`tu): aku telah pulang. الْبُهَيْمَة (al-bahīmah), dengan mendamahkan "bā`", adalah bentuk taṣgīr dari kata "بَهْمَة" (bahmah), maknanya sama dengan "الْعَنَاقُ" (al-'anāq), dengan memfatahkan "'ain", artinya: anak betina kambing. الدَّاجِنُ (ad-dājin): yang terbiasa di rumah. السُّؤْرُ (as-su`r): makanan yang dihidangkan untuk undangan. Ia merupakan bahasa Persia. حَيَّهَلا (ḥayyahalā): kemarilah. Perkataan istri Jābir: "بِكَ وبِكَ" (bika wa bika), bermaksud: dia mendebat dan mencelanya karena dia merasa yakin apa yang dia siapkan tidak akan cukup untuk mereka semua, sehingga dia merasa malu. Dia tidak mengetahui mukjizat yang Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- berikan kepada Nabi-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. بَسَقَ (basaqa), sama dengan "بَصَقَ" (baṣaqa), dan "بَزَقَ" (bazaqa). Ketiganya memiliki makna sama (yaitu meludah). عَمَد ('amada), dengan memfatahkan "mīm", artinya: menuju. Sedangkan "اقْدَحي" (iqdaḥī), artinya: gayunglah. المِقْدَحَةُ (al-miqdaḥah): gayung. تَغِطُّ (tagiṭṭu): mengeluarkan suara didihan. Wallāhu a'lam.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

مَعْصُوْبٌ (ma'ṣūb): diikat dengan 'iṣābah, yaitu tali.

en

--

لاَ تَذُوْقُ ذَوْقًا (lā tażūqu żauqan): tidak merasakan rasa makanan.

en

--

الْعَنَاقُ (al-'anāq): anak betina kambing.

en

--

العَجِيْنُ قَدْ اِنْكَسَرَ (al-'ajīn qad inkasara): adonan telah lembut dan matang sehingga bisa dibuat roti.

en

--

وَيْحَكَ (waiḥak): ungkapan iba dan kasihan.

en

--

يُخَمِّرُ البُرْمَةَ والتَّنُّورَ: menutup kuali dan alat tempat membuat roti.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It shows how the Companions (may Allah be pleased with them) loved the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) and would prefer him over themselves, even in small things.

1) Kecintaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta sikap mereka dalam mendahulukan beliau walaupun dengan sesuatu yang sedikit.

en

2) It informs of that great miracle of increasing the food that Allah the Exalted granted His Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) and the believers, as a reward for their patience and sincere faith.

2) Mukjizat besar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berupa menjadikan makanan menjadi banyak, dan ini adalah karamah dari Allah kepada Nabi-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- beserta orang-orang beriman karena Allah mengetahui kesabaran dan ketulusan iman mereka.

en

3) The believers have mutual solidarity amongst themselves and they unite against their enemies. Look at how they were all invited and gathered around one food, and imagine how they would act like one firm structure!

3) Orang beriman saling menyempurnakan satu sama lain, mereka adalah satu tangan atas musuh mereka. Lihatlah undangan dan perkumpulan mereka pada satu hidangan, bagaimana kerapian saf mereka?!

en

521/31 - Anas (may Allah be pleased with him) reported that Abu Talhah said to Um Sulaym: “I felt some feebleness in the Prophet’s voice and perceived that it was due to hunger; so do you have any food?” She said: “Yes,” and brought out barley loaves. She then took out a head-covering of hers, in a part of which she wrapped those loaves and then put them underneath my mantle and covered me with a part of it. She then sent me to the Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him). I set forth and found the Messenger sitting in the mosque in the company of some people. I stood near them, whereupon the Messenger said: “Has Abu Talhah sent you?” I said: “Yes.” He said: “Is it for a meal?” I said: “Yes.” Thereupon, the Messenger told those who were with him to get up. They went forth and I went ahead of them until I came to Abu Talhah and informed him. Abu Talhah said: “Um Sulaym, here comes the Messenger along with people and we do not have (enough) food to feed them.” She said: “Allah and His Messenger know best.” Abu Talhah went out and proceeded until he met the Messenger, and the Messenger came along with him until they both came in. Then, the Messenger said: “Um Sulaym, bring forth what you have.” She brought that bread. The Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) commanded that the bread be broken into small pieces then Um Sulaym squeezed the contents of a small bag (used mostly to store ghee and honey) on it. The Messenger recited over it what Allah wished him to say and then said: “Permit ten to come in.” So he (Abu Talhah) gave permission to them and they came in and ate until they had their fill then went out. He again said: “Permit ten (more),” so he gave permission to them and they ate until they had their fill then went out. He again said: “Permit ten (more),” until all the people had eaten to their fill, and they were seventy or eighty men. [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

31/521- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- menuturkan, Abu Ṭalḥah berkata pada Ummu Sulaim, “Aku mendengar suara Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melemah, aku tahu beliau sedang lapar. Apakah engkau mempunyai suatu makanan?” Ummu Sulaim menjawab, “Ya.” Lalu ia mengeluarkan beberapa potong roti yang terbuat dari tepung gandum, kemudian mengambil kerudungnya dan membungkus roti itu dengan sebagian kerudung itu, kemudian memasukkannya ke dalam pakaianku dan menjadikan sebagian kerudung itu sebagai penutup badanku. Berikutnya ia mengutusku kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku pun pergi membawa roti tersebut dan mendapati Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sedang duduk di dalam masjid bersama orang-orang, sehingga aku berdiri menunggu mereka. Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata padaku, “Apakah Abu Ṭalḥah mengutusmu?” Aku menjawab, “Ya.” Beliau bertanya, “Apakah untuk suatu makanan?” Aku menjawab, “Ya.” Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Bangkitlah kalian.” Lantas mereka berangkat, dan aku berjalan lebih dulu dari mereka, supaya aku menemui Abu Ṭalḥah dan memberitahukan hal itu padanya. Abu Ṭalḥah berkata, “Wahai Ummu Sulaim! Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang bersama orang banyak, sementara kita tidak memiliki makanan yang bisa kita berikan pada mereka.” Ummu Sulaim menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Abu Ṭalḥah lalu beranjak keluar untuk menyambut Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Lalu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang bersamanya, dan keduanya masuk (dalam rumah). Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Kemarikan apa yang engkau miliki, wahai Ummu Sulaim.” Ummu Sulaim kemudian membawa roti tadi. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu memerintahkan supaya roti itu dipotong kecil-kecil. Ummu Sulaim berusaha mengolesinya dengan sisa minyak samin yang tersimpan dalam kantong kulit sebagai lauknya. Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membacakan sesuatu pada roti itu sebanyak yang Allah kehendaki untuk beliau baca. Selanjutnya beliau bersabda, “Persilakan sepuluh orang untuk masuk.” Maka dia pun mempersilakan mereka, lalu mereka makan hingga kenyang kemudian keluar. Beliau bersabda lagi, “Persilakan sepuluh orang untuk masuk.” Maka dia pun mempersilakan mereka, lalu mereka makan hingga kenyang kemudian keluar. Beliau bersabda lagi, “Persilakan sepuluh orang untuk masuk.” Maka dia pun mempersilakan mereka. Hingga akhirnya semua yang hadir telah makan dan kenyang. Orang-orang itu berjumlah sekitar tujuh puluh atau delapan puluh orang. (Muttafaq 'Alaih)

en

In another version: “Groups of ten kept entering and going out until all of them entered and ate their fill. He then collected the remaining food and it was the same as it had been before they ate from it.”

Dalam riwayat lain: “Keadaan itu terus berlanjut; sepuluh orang masuk dan sepuluh orang keluar. Hingga tidak tersisa seorang pun dari mereka kecuali dia masuk lalu makan sampai kenyang. Kemudian beliau membereskannya, dan ternyata makanan tersebut masih seperti sedia kala ketika mereka mulai makan.”

en

In another version: “They, in groups of ten, ate, until eighty men did so. Then, the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) and his household ate and left a remainder.”

Dalam riwayat lain: “Mereka makan bergiliran sepuluh orang, sepuluh orang, hingga beliau memberikan makanan kepada delapan puluh orang. Kemudian setelah itu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan tuan rumah makan. Pun mereka masih menyisakan makanan.”

en

In another version: “Then they sent what was left to their neighbors.”

Dalam riwayat lain: “Kemudian mereka masih menyisakan makanan yang kadarnya cukup untuk mereka bagikan kepada tetangga-tetangga mereka.”

en

In another version: Anas (may Allah be pleased with him) reported: I went to the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) one day and found him sitting with his Companions, and he had a band tied on his belly. I asked some of his Companions why the Messenger tied his belly and they said: “Because of hunger.” I went to Abu Talhah, the husband of (my mother) Um Sulaym bint Milhān, and said to him: “O father, I saw the Messenger having tied a band on his belly. I asked some of his Companions and they said that it was because of hunger.” Abu Talhah went to my mother and said: “Is there any food here?” She said: “Yes, I have some pieces of bread and some dates. If the Messenger of Allah comes to us alone, we can feed him to his fill, but if someone comes along with him, this would be insufficient for them.” The rest of the Hadīth is the same.

Dalam riwayat lain dari Anas, dia mengisahkan: Suatu hari aku datang menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan aku dapatkan beliau sedang duduk bersama sahabat-sahabatnya, sementara beliau mengikat perut dengan kain. Aku bertanya kepada sebagian sahabat beliau, "Mengapa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengikat perut beliau?" Mereka menjawab, “Karena lapar.” Maka aku pergi menemui Abu Ṭalḥah, suami Ummu Sulaim binti Milḥān. Aku berkata, “Wahai ayahku! Aku telah melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengikat perutnya dengan kain. Lalu aku bertanya kepada sebagian sahabatnya, dan mereka menjawab bahwa itu karena lapar.” Maka Abu Ṭalḥah masuk menemui ibuku (Ummu Sulaim), dia berkata, “Apakah engkau memiliki suatu makanan?” Ia menjawab, “Ya. Aku memiliki beberapa potong roti dan beberapa kurma. Bila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang sendiri kita bisa mengenyangkan beliau. Namun bila ada orang lain yang ikut datang bersama beliau, maka makanan itu tidak cukup untuk mereka...” Kemudian dia membawakan hadis ini selengkapnya.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

خِمَارُ (khimār): penutup kepala bagi perempuan.

en

--

عُكَّة ('ukkah): kantong yang terbuat dari kulit, khusus untuk menyimpan minyak samin dan madu.

en

--

فأدَمَتْهُ (fa adamathu): menjadikannya sebagai lauk.

en

--

سؤراً (su`ran): sisa makanan.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It shows the merit and wisdom of Um Sulaym (may Allah be pleased with her). She knew that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) invited many people deliberately for the purpose of revealing the miracle of increasing the food. So, she said: Allah and His Messenger know best. This attitude highlights her virtue which manifested in her submission to the command of Allah and the command of His Messenger.

1) Keutamaan Ummu Sulaim -raḍiyallāhu 'anhā- dan kecerdasan akalnya; yaitu dia meyakini bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sengaja mengajak banyak orang untuk memperlihatkan karamah beliau berupa membuat makanan yang sedikit menjadi banyak, dengan mengatakan, "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu." Keutamaannya tampak ketika dia menyerahkan urusannya pada kehendak Allah -Ta'ālā- dan kemauan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

2) It shows how the Companions (may Allah be pleased with them) cared about the condition of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him).

2) Perhatian para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap semua gerak-gerik Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

3) It reveals the state of asceticism and poverty that the community of the Companions (may Allah be pleased with them) lived in.

3) Menjelaskan kehidupan zuhud dan kemiskinan masyarakat sahabat -raḍiyallāhu 'anhum jamī'an-.

en

Benefit:

Faedah Tambahan:

en

Saying: “Allah and His Messenger know best” is permissible with regards to religious Shariah matters. As for worldly affairs, we should only say: “Allah knows best.” This is because the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him), albeit the best and most honored man in the sight of Allah Almighty, did not know the unseen. {And if I knew the unseen, I could have acquired much wealth, and no harm would have touched me} [Al-A‘rāf: 188]. The perfect Shariah came to guide people’s words, actions, and conditions. Every believer, who loves Allah and His Messenger, should be careful to base his words on this divine Shariah and not get deceived by the fact that many people may take it lightly and turn to alternative laws.

Ucapan "Allāhu wa Rasūlūhu a'lam (Allah dan Rasul-Nya lebih tahu)" diperbolehkan dalam perkara agama. Adapun dalam perkara duniawi, cukup dikatakan, "Allāhu a'lam (Allah lebih tahu)". Karena meskipun Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah makhluk yang paling afdal dan paling mulia di sisi Allah -Ta'ālā-, namun beliau tidak mengetahui perkara gaib; "Sekiranya aku mengetahui yang gaib, niscaya aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan tidak akan ditimpa bahaya." (QS. Al-A'rāf: 188) Agama yang sempurna ini datang untuk membimbing semua ucapan, perbuatan, dan gerak-gerik para hamba. Sehingga setiap mukmin yang mencintai Allah -Ta'ālā- dan Rasul-Nya wajib menjaga dan mengontrol ucapan-ucapannya supaya sesuai dengan ajaran agama yang diturunkan. Mereka tidak boleh tertipu dengan tindakan bermudah-mudahnya banyak orang serta kebiasaan buruk mereka berupa perbuatan bidah.