Terjemahan yang Berlaku English عربي
en

3- Chapter on Patience

3- BAB SABAR

en

Allah Almighty says: {O you who believe, be patient and endure} [Surat Āl ‘Imrān: 200] He also says: {We will surely test you with something of fear and famine, and loss of property, lives and fruits. But give glad tidings to those who are patient.} [Surat al-Baqarah:155] He also says: {Those who observe patience will be given their reward without measure.} [Surat az-Zumar: 10] He also says: {But whoever observes patience and forgives, it is indeed a matter of great resolve.} [Surat ash-Shūra: 43] Allah Almighty also says: {seek help in patience and prayer, for Allah is with those who are patient.} [Surat al-Baqarah: 153] Allah Almighty also says: {We will certainly test you so as to reveal those of you who struggle [in Allah’s way] and remain patient, and We will test sincerity of your assertions.} [Surat Muhammad: 31] There are many other well-known verse addressing patience and its merit.

Allah -Ta'ālā- berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman bersabarlah, dan teguhkanlah kesabaranmu." (QS. Āli 'Imrān: 200) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Dan Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 155) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (QS. Az-Zumar: 10) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (QS. Asy-Syūrā: 43) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 153) Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar di antara kamu; dan akan Kami uji perihal kamu." (QS. Muḥammad: 31) Ayat-ayat yang berisikan perintah sabar dan menjelaskan keutamaannya banyak sekali dan sangat populer.

en

Benefit:

Faedah Tambahan:

en

Linguistically, Sabr (Arabic term for patience) means confinement. In Islamic terminology, it means confining oneself to three matters: first, obeying Allah; second, avoiding what He prohibited; and third, patience with what Allah decrees of painful fates.

Sabar secara bahasa artinya menahan. Sedangkan secara syariat adalah menahan diri pada tiga perkara. Pertama: pada ketaatan kepada Allah; kedua: dari perbuatan yang Allah haramkan; ketiga: terhadap takdir Allah yang mendatangkan rasa sakit.

en

Guidance from the verses:

Pelajaran dari Ayat:

en

1) Allah Almighty commanded the believers to be steadfast in obeying Him, abandon sins, and be content with His decree and fate.

1) Perintah Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- kepada orang-orang beriman agar bersabar di atas ketaatan kepada-Nya, meninggalkan maksiat, dan rida kepada ketentuan dan takdir-Nya.

en

2) Afflicting the believers is meant to test them and reward their patience, each according to his level of faith and patience.

2) Musibah akan senantiasa menimpa orang-orang beriman sebagai ujian bagi mereka dan untuk memberikan pahala atas kesabaran mereka; masing-masing sesuai kadar iman dan sabar yang dimiliki.

en

3) Patience is a virtue and a praiseworthy behavior endured only by strong-willed individuals.

3) Sabar termasuk akhlak mulia dan perbuatan terpuji yang tidak akan kuasa melakukannya kecuali orang-orang yang jantan.

en

25/1- Abu Mālik al-Hārith ibn ‘Āsim al-Ash‘ari (may Allah be pleased with him) reported that the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Purity is half of faith. (Saying) Al-hamdulillah (All praise be to Allah) fills the scale. (Saying) Subhānallah wal-hamdulillah (Exalted is Allah above every imperfection and all praise be to Allah) fills what is between the heavens and earth. Prayer is light. Charity is proof (of faith). Patience is illumination. The Qur’an is an argument either for you or against you. Everyone goes out in the morning and sells himself either freeing it or destroying it.” [Narrated by Muslim]

1/25- Abu Mālik Al-Ḥāriṡ bin 'Āṣim Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Bersuci itu setengah dari iman, ucapan alhamdulillah memenuhi timbangan, ucapan subḥānallāh dan alḥamdulillāh memenuhi antara langit dan bumi, salat adalah cahaya, sedekah adalah bukti, sabar sebagai sinar, dan Al-Qur`ān sebagai hujah yang akan membelamu atau yang akan memberatkanmu. Semua orang keluar bekerja di pagi hari lalu menjual dirinya; maka antara dia memerdekakannya atau membinasakannya. (HR. Muslim)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

يَغْدُو (yagdū): keluar bekerja.

en

Freeing it: saving it from punishment.

مُعْتِقُهَا (mu'tiquhā): memerdekakannya dari azab.

en

--

مُوبِقُهَا (mūbiquhā): menjatuhkan dirinya dalam kebinasaan.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The merit of purity in Islam such that it amounts to half of the faith.

1) Keutamaan bersuci dalam Islam, hingga dianggap setengah dari iman.

en

2) The merit of the remembrance of Allah, Glorified and Exalted, and its great reward.

2) Menjelaskan keutamaan berzikir kepada Allah -'Azza wa Jalla- serta besarnya pahalanya.

en

3) Prayer illuminates the path of truth for its observer in this life and the Sirāt (bridge over hellfire) in the Hereafter.

3) Salat akan memberi cahaya bagi pelakunya kepada jalan kebenaran di dunia dan di atas sirat di akhirat.

en

4) The merit of patience, for it is a praiseworthy trait that shines a ray of light in the intense gloom of adversity. It was described as illumination because it involves burning as well as brightness, given how hard it is.

4) Keutamaan sabar; yaitu merupakan perkara terpuji yang menerangi hamba ketika mengalami kesulitan besar. Ia disifati sebagai sinar karena dapat membakar dan menerangi disebabkan karena berat dan sulitnya kesabaran.

en

5) It urges giving care and attention to the Qur’an in terms of recitation, understanding, implementation, preaching, and finding sufficiency in revelation apart from any other source. This is the reward of the believer who pays great care to the Book of Allah Almighty.

5) Memberikan perhatian kepada Kitab Allah -'Azza wa Jalla- dengan membaca, memahami, mengamalkan, dan mendakwahkannya serta mencukupkan diri dengan wahyu yang ada di dalamnya daripada yang lain. Inilah yang dilakukan oleh orang beriman yang antusias kepada Kitab Allah -Ta'ālā-.

en

26/2- Abu Sa‘īd Sa‘d ibn Mālik ibn Sinān al-Khudrī (may Allah be pleased with him and his father) reported that a group from the Ansār asked the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) to give them [money] and he gave them. They asked him again and he gave them until he ran out of money. After he had spend everything he had, he said to them: “Whatever good I have, I will not withhold it from you. Whoever seeks to be chaste, Allah will grant him chastity; whoever seeks to be self-sufficient, Allah will grant him self-sufficiency; whoever seeks to be patient, Allah will grant him patience. No one is granted a gift better and ampler than patience.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

2/26- Abu Sa'īd Sa'ad bin Mālik bin Sinān Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa beberapa orang Ansar datang meminta kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- maka beliau memberi mereka, kemudian mereka minta lagi dan beliau memberi mereka lagi hingga habis yang ada pada beliau, maka Nabi berkata kepada mereka setelah memberikan seluruh yang beliau punya, "Apa pun harta yang aku punya, aku tidak akan menahannya dari kalian, namun siapa yang menjaga kehormatan dirinya, maka Allah akan menjaga kehormatannya, siapa yang mencukupkan diri (dengan karunia Allah), maka Allah akan mencukupinya, dan siapa yang melatih diri untuk bersabar, maka Allah akan menjadikannya penyabar. Tidaklah seseorang diberi suatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada anugerah kesabaran." (Muttafaq ‘Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) When the servant refrains from unlawful deeds, Allah, Exlated and Glorified, will grant him virtuousness and protect him and his relatives from such unlawful deeds and their allure.

1) Bila hamba menjaga diri dari perbuatan haram maka Allah -'Azza wa Jalla- akan menjaga serta melindunginya dan keluarganya dari perkara-perkara yang haram serta fitnah-fitnahnya.

en

2) When the servant suffices himself with what Allah gives him rather than beg people for what they have, Allah will make him needless of people and aid him in keeping his integrity intact without having to beg.

2) Bila hamba mencukupkan diri dengan pemberian Allah dari apa yang ada di tangan orang lain maka Allah akan menjadikannya tidak butuh kepada manusia serta Allah menjadikannya berjiwa mulia dan jauh dari perbuatan minta-minta.

en

3) One of the best blessings the servant is granted is to have patience in all his affairs.

3) Di antara nikmat yang paling afdal untuk seorang hamba adalah bila dia sabar dalam semua urusannya.

en

27/3 - Abu Yahya Suhayb ibn Sinān (may Allah be pleased with him) reported that the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “How wonderful the affair of the believer is! Indeed, all of his affairs are good for him. This is for none but the believer. If something good happens to him, he is grateful to Allah, and that is good for him. And if something bad happens to him, he has patience, and that is good for him.” [Narrated by Muslim]

3/27- Abu Yahya Ṣuḥaib bin Sinān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sangat mengagumkan sekali keadaan orang mukmin itu. Semua keadaannya itu merupakan kebaikan baginya, dan yang demikian itu berlaku hanya bagi orang mukmin. Apabila dia mendapatkan kelapangan hidup, ia pun bersyukur, maka hal itu adalah kebaikan baginya. Apabila dia ditimpa oleh kesulitan (musibah), ia pun bersabar dan hal ini pun merupakan kebaikan baginya." (HR. Muslim)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It urges showing gratitude to Allah in times of prosperity because it increases the blessings.

1) Anjuran agar bersyukur ketika lapang; yang demikian itu termasuk sebab adanya tambahan nikmat.

en

2) The believer who has complete faith and sincere certitude displays gratitude when blessed and patience when afflicted.

2) Orang beriman yang sempurna imannya serta tulus keyakinannya akan bersyukur kepada Allah ketika lapang dan bersabar ketika sulit.

en

3) The excellence of patience because it is one of the most particular traits of the believers.

3) Keutamaan sabar; yaitu merupakan sifat orang beriman yang paling khusus.

en

28/4- Anas (may Allah be pleased with him) reported: When the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) became fatally ill and was suffering the agonies of death, Fātimah (may Allah be pleased with her) said, “How agonized my father is!” So he said: “Your father will suffer no more agony after this day.” When he died, she said: “O Father, who answered the Lord Who called him. O Father, whose abode is the highest garden of Paradise. O Father, whose death we announce to Gabriel.” When he was buried, Fātimah said: “How could you find it pleasing to your hearts to throw dust over the Messenger of Allah?” [Narrated by Al-Bukhāri]

4/28- Anas raḍiyallāhu 'anhu mengisahkan, Ketika sakit Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- semakin berat dan mengalami sekarat, Fatimah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Aduhai sangat berat sakit ayahku!", Maka beliau bersabda, "Ayahmu tidak akan menderita lagi sesudah hari ini." Ketika beliau telah wafat, Fatimah berkata, "Duhai sang ayah, dia menyambut Tuhan yang memanggilnya. Duhai sang ayah, surga Firdaus menjadi tempatnya. Duhai sang ayah, kepada Jibril kami menyampaikan berita duka." Setelah beliau dikubur, Fatimah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Apakah hati kalian merasa tenang menimbunkan tanah kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-?!" (HR. Bukhari)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

يَتَغَشَّاه الْكَرْبُ (yatagasysyāhul-karbu): beliau mengalami beratnya sekarat.

en

--

نَنْعَاه (nan'āhu): menyampaikan kabar kematian.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) like other human beings; suffered from illnesses, hunger, and thirst. Therefore, it is impermissible to seek his help after his death, which some ignorant people do. May Allah guide them to achieve Tawhīd and sincerity for Allah, the Lord of the worlds.

1) Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sama seperti manusia lainnya; mengalami sakit serta merasakan lapar dan dahaga, sehingga tidak boleh meminta pertolongan (istigasah) kepada beliau, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian awam. Semoga Allah membimbing mereka untuk mewujudkan tauhid dan keikhlasan kepada Rabb alam semesta.

en

2) There is no harm in slight lamentation as long as it is not caused by discontentment with the decree of Allah, Glorified and Exalted, but rather by overwhelming sadness.

2) Tidak mengapa adanya ratapan yang ringan jika tidak disebabkan karena ketidakridaan kepada Allah -'Azza wa Jalla-, melainkan disebabkan oleh rasa sedih yang besar.

en

3) It encourages adherence to patience in the face of adversities and refraining from discontent.

3) Anjuran untuk bersabar ketika musibah dan tidak murka.

en

29/5- Abu Zayd Usāmah ibn Zayd ibn Hārithah, the Prophet’s freed slave and his beloved and the son of his beloved (may Allah be pleased with him and his father), said: “The daughter of the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) sent him a message saying: ‘My son is dying, so come to us.’ He sent her his reply, greeting her with peace then saying: ‘To Allah belongs what He takes, and to Him belongs what He gives, and for everything He sets a specific term. So she should have patience and seek the reward from Allah.’ She then sent a message adjuring him (to come to her). So he got up along with Sa‘d ibn ‘Ubādah, Mu‘ādh ibn Jabal, Ubay ibn Ka‘b, and Zayd ibn Thābit among others (may Allah be pleased with them). The boy was brought to the Messenger of Allah so he placed him on his lap while he was breathing his last. Tears flowed from the eyes of the Messenger of Allah, so Sa‘d said: ‘What is this, O Messenger of Allah?’ He said: ‘This is mercy which Allah has placed in the hearts of His servants.’” In another version he said: “This is mercy which Allah has placed in the hearts of whomever He wills of His servants. Verily, Allah bestows His Mercy on the merciful among His servants.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

5/29- Abu Zaid Usāmah bin Zaid bin Ḥāriṡah, mantan budak Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, kesayangan beliau dan putra orang kesayangan beliau -raḍiyallāhu 'anhumā- mengisahkan bahwa putri Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengirim utusan, "Sungguh, putraku sedang sekarat. Kunjungilah kami." Beliau lantas mengirim utusan dan menitip salam. Beliau berpesan, "Sesungguhnya milik Allahlah segala yang Dia ambil, dan kepunyaan-Nya pula segala yang Dia beri, dan segala sesuatu di sisi-Nya telah ditentukan, maka hendaklah kamu bersabar dan mengharap pahala dari Allah." Maka putri beliau mengirim utusan dan bersumpah agar beliau datang. Beliau lalu bangkit dan bersama beliau Sa'ad bin Ubādah, Mu'āż bin Jabal, Ubay bin Ka'ab, Zaid bin Ṡābit, dan beberapa orang lainnya -raḍiyallāhu 'anhum-. Lalu anak kecil itu diangkat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan beliau mendudukkannya di pangkuan beliau sementara napasnya tersengal-sengal sehingga kedua mata beliau berlinang. Sa'ad berkata, "Wahai Rasulullah! Apa ini?" Beliau bersabda, "Kesedihan ini adalah rasa kasih sayang yang Allah -Ta'ālā- berikan ke hati hamba-hamba-Nya." Dalam riwayat lain: "ke hati siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan Allah hanya akan mengasihi hamba-hamba-Nya yang pengasih." (Muttafaq 'Alaih)

en

--

تَقَعْقَعُ (taqa'qa'u): bergerak dan bergetar.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It shows the obligation of patience at times of calamity and refraining from discontentment.

1) Kewajiban sabar ketika musibah dan tidak murka.

en

2) It displays the humility of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) and his concern for the affairs of the Companions (may Allah be pleased with them). He would feel happy when they were happy and sad when they were sad.

2) Sifat tawaduk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta perhatian beliau pada urusan para sahabat; yaitu beliau berbahagia dengan kebahagiaan mereka dan bersedih dengan kesedihan mereka.

en

3) It is permissible to cry out of mercy towards the afflicted but without wailing. If women gather and cry loudly in an exaggerated manner when someone dies, this is prohibited.

3) Boleh menangis karena kasihan kepada orang yang mengalami musibah, tetapi dengan syarat tidak disertai ratapan; yaitu para wanita berkumpul kemudian menangis berlebihan serta meninggikan suara karena kematian seseorang; ini hukumnya haram.

en

4) Merciful people who show mercy towards one another in the life of this world, Allah Almighty will grant them mercy in this life and in the Hereafter, because one of the means to obtain Allah’s mercy is to show mercy to one another.

4) Orang-orang yang saling menyayangi di dunia maka Allah akan menyayangi mereka di dunia dan akhirat, karena di antara sebab rahmat Allah -'Azza wa Jalla- adalah kasih sayang di antara makhluk.

en

30/6 - Suhayb (may Allah be pleased with him) reported that the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Among the people who lived before you, there was a king who had a sorcerer. When the sorcerer became old, he said to the king: ‘I have become old, so send me a boy whom I will teach sorcery.’ So, he sent him a boy to teach him. On the boy’s way, whenever he went to the sorcerer, there was a monk. The boy sat with him and listened to his speech and admired it. So, whenever he went to the sorcerer, he passed by the monk and sat with him; and on visiting the sorcerer, the latter would beat him (for being late). The boy complained about this to the monk. The monk said to him: ‘When you fear the sorcerer, say to him: “My family detained me,” and when you fear your family, say to them: “The sorcerer detained me.”’ The boy carried on like that (for some time). One day he saw a huge beast that blocked the people’s way. The boy said: ‘Today I shall know whether the sorcerer or the monk is better.’ So, he took a stone and said: ‘O Allah! If what the monk is upon is dearer to You than what the sorcerer is upon, then let this beast be killed so that people can pass.’ Then he threw the beast with the stone and killed it and people managed to pass. The boy came to the monk and informed him about that. The monk said to him: ‘O son! Today you are better than me; you have come to a stage where I feel that you would soon be put to a trial, and in case you are put to a trial, do not inform them about me.’ The boy used to treat people suffering from congenital blindness, leprosy, and other diseases. One of the king's companions, who had become blind, heard about the boy. He brought many gifts for the boy and said: ‘All these gifts are for you on condition that you cure me.’ The boy said: ‘I do not cure anybody; it is only Allah Almighty who can cure people. If you believe in Allah Almighty I will supplicate Him to cure you and He will cure you.’ So, he believed in Allah Almighty and Allah cured him. Later, that man came to the king and sat with him as he used to. The king said: ‘Who gave you back your sight?’ The man replied: ‘My Lord.’ The king then said: ‘Do you have a Lord other than me?’ The man said: ‘My Lord and your Lord is Allah.’ The king tortured him and did not stop until he told him about the boy. So, the boy was brought to the king and he said to him: ‘O son! Your magic has reached the extent that enables you to cure congenital blindness, leprosy, etc.’ The boy said: ‘I do not cure anyone. Only Allah Almighty can cure.’ So, he tortured him also until he informed him about the monk. Then the monk was brought to him and the king said to him: ‘Abandon your religion.’ The monk refused and so the king ordered a saw to be brought, and it was placed in the middle of his head and he was split until he fell in two halves. Then the king’s companion was brought and it was said to him: ‘Abandon your religion.’ He refused to do so, and so a saw was brought and placed in the middle of his head and he was split until he fell in two halves. Then the boy was brought and it was said to him: ‘Abandon your religion.’ He refused and so the king turned him over to a group of his people and said: ‘Take him to such-and-such mountain. Ascend the mountain with him till you reach its peak, then see if he abandons his religion; otherwise throw him from the top.’ They took him and when they ascended to the top, he said: ‘O Allah! Save me from them the way You wish.’ So, the mountain shook and they all fell down and the boy came back walking to the king. The king said: ‘What did your companions do?’ The boy said: ‘Allah saved me from them.’ So, the king turned him over to a group of his people and said: ‘Take him on a boat to the middle of the sea and ask him to renounce his religion, but if he refuses, throw him overboard.’ So, they took him out to the sea and he said: ‘O Allah! Save me from them the way You wish.’ So the boat capsized and they drowned. Then the boy came walking back to the king and the king said: ‘What did your companions do?’ The boy replied: ‘Allah saved me from them.’ Then he said to the king: ‘You will not be able to kill me until you do as I order you.’ The king asked: ‘And what is that?’ The boy said: ‘Gather the people in one place and tie me to the trunk of a tree, then take an arrow from my quiver and say: "In the Name of Allah, the Lord of the boy." Then shoot it at me. If you do this, you will kill me.’ So, the king gathered the people in one place and tied the boy to a tree trunk, then took an arrow from his quiver and placed the arrow in the bow, then said: ‘In the Name of Allah, the Lord of the boy,’ then shot the arrow. It hit the boy in the temple, and the boy put his hand over the arrow wound and died. The people proclaimed: ‘We believe in the Lord of the boy!’ The king was approached and was told: ‘Remember what you were afraid of? By Allah, what you feared has happened; people have believed.’ So he ordered that trenches be dug at the entrances to roads, and they were dug, and fires were kindled therein. Then the king said: ‘Whoever does not renounce his religion, throw him into the fire.’ They did so until a woman came with her child, and she was hesitant to jump into the fire (out of fear), so her child said to her: ‘Be patient mother, for verily, you are upon the truth!’” [Narrated by Muslim]

6/30- Ṣuhaib -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ada seorang raja yang hidup sebelum kalian, ia memiliki tukang sihir. Ketika tukang sihir ini sudah tua, ia berkata kepada raja, 'Aku sudah tua, maka kirimlah seorang pemuda kepadaku untuk aku ajari sihir.' Lalu raja mengirimkan seorang pemuda yang bisa ia ajari sihir. Di jalan yang dilalui pemuda tersebut ada seorang pendeta. Pemuda ini mendatanginya dan mendengar petuahnya, lalu ia suka pada petuah tersebut. Sehingga, apabila ia ingin mendatangi tukang sihir, ia pasti melewati pendeta itu dan duduk menyimak ajarannya. Ketika ia datang pada tukang sihir ia pasti dipukul. Maka ia mengeluhkan hal itu kepada pendeta. Pendeta berkata, 'Bila engkau takut dipukul tukang sihir, katakan kepadanya, 'Keluargaku menahanku.' Bila engkau takut pada keluargamu (karena terlambat pulang), katakan, 'Si tukang sihir menahanku.' Tatkala ia masih dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba ia bertemu seekor hewan besar yang menghalangi jalan orang banyak. Ia berkata, 'Hari ini aku akan tahu, apakah tukang sihir lebih baik ataukah pendeta yang lebih baik?' Ia mengambil batu lalu berkata, 'Ya Allah! Bila ajaran pendeta lebih Engkau sukai dari ajaran tukang sihir itu maka bunuhlah binatang ini agar orang-orang bisa lewat.' Ia lalu melemparkan batu itu padanya dan berhasil membunuhnya. Orang-orang pun bisa lewat. Lalu ia mendatangi pendeta dan memberitahukan peristiwa itu kepadanya. Pendeta berkata, 'Wahai anakku! Hari ini engkau lebih baik dariku. Perkaramu telah sampai satu tingkatan seperti yang aku lihat, dan engkau akan mendapat ujian. Apabila engkau mendapat ujian jangan memberitahukan keberadaanku.' Pemuda ini bisa menyembuhkan orang buta, belang, dan mengobati orang-orang dari penyakit-penyakit lainnya. Maka salah seorang menteri raja yang buta mendengar kehebatan pemuda ini. Ia pun mendatanginya dengan membawa hadiah yang banyak. Ia berkata, 'Apa yang ada di sini menjadi milikmu semuanya jika engkau bisa menyembuhkanku.' Pemuda itu berkata, 'Aku tidak bisa menyembuhkan seorang pun. Hanya Allah yang bisa menyembuhkan. Jika engkau beriman pada Allah, aku akan berdoa kepada-Nya lalu Dia akan menyembuhkanmu.' Maka ia beriman, lalu Allah menyembuhkannya. Menteri ini pun mendatangi raja lalu duduk di dekatnya seperti biasa. Raja berkata, 'Siapa yang menyembuhkan matamu?' Ia menjawab, 'Rabb-ku.' Raja berkata, 'Engkau memiliki tuhan selain aku?' Ia berkata, 'Rabb-ku dan Rabb-mu adalah Allah.' Maka raja menangkapnya lalu terus menyiksanya hingga ia memberitahukan tentang pemuda itu. Lalu pemuda itu ditangkap dan dibawa menghadap raja. Raja pun berkata, 'Wahai anakku! Ilmu sihirmu telah mencapai tingkatan tinggi sehingga bisa menyembuhkan orang buta dan belang, dan engkau bisa melakukan ini dan itu.' Pemuda itu berkata, 'Aku tidak bisa menyembuhkan seorang pun, hanya Allah yang menyembuhkan.' Raja menangkapnya dan terus menyiksanya hingga ia memberitahukan keberadaan si pendeta. Lalu pendeta itu didatangkan, dan dikatakan padanya, 'Tinggalkan agamamu!' Namun ia tidak mau. Lalu raja meminta gergaji yang kemudian diletakkan tepat di tengah kepalanya, lalu raja membelahnya hingga kedua sisi tubuhnya terjatuh di tanah. Setelah itu, menteri raja didatangkan dan dikatakan padanya, 'Tinggalkan agamamu!' Namun ia tidak mau, lalu raja meminta gergaji kemudian diletakkan tepat di tengah kepalanya lalu membelahnya hingga kedua sisi tubuhnya jatuh di tanah. Setelah itu pemuda tadi didatangkan lalu dikatakan padanya, 'Tinggalkan agamamu!' Namun pemuda itu tidak mau. Lalu raja menyerahkannya ke sekelompok tentaranya, dan berpesan, 'Bawalah ia ke gunung ini dan ini. Bawalah ia naik. Apabila kalian telah sampai di puncaknya, lalu jika ia mau meninggalkan agamanya, (biarkanlah dia) dan bila tidak mau, lemparkan ia dari atas gunung.' Mereka pun membawanya hingga naik ke puncak gunung. Pemuda itu berdoa, 'Ya Allah! Selamatkan aku dari mereka dengan sekehendak-Mu.' Gunung itu lantas mengguncangkan mereka hingga mereka jatuh. Pemuda itu lalu mendatangi raja. Raja bertanya, 'Apa yang terjadi dengan orang-orang yang membawamu?' Pemuda itu menjawab, 'Allah menyelamatkanku dari mereka.' Lalu raja menyerahkannya ke sekelompok tentaranya yang lain, raja berkata, 'Bawalah ia pergi lalu naikkan ia ke sebuah perahu, lalu bawalah ia ke tengah laut. Jika ia mau meninggalkan agamanya, (bawalah dia pulang) dan bila ia tidak mau meninggalkannya, lemparkan dia.' Mereka pun membawanya ke tengah laut. Pemuda itu berdoa, 'Ya Allah! Selamatkan aku dari mereka dengan sekehendak-Mu.' Perahu itu akhirnya terbalik dan mereka semua tenggelam. Pemuda itu lalu mendatangi raja. Raja bertanya, 'Apa yang terjadi pada orang-orang yang membawamu?' Ia menjawab, 'Allah telah menyelamatkanku dari mereka.' Maka ia berkata kepada raja, 'Engkau tidak bisa membunuhku sampai engkau mau melakukan apa yang aku perintahkan.' Raja bertanya, 'Apa yang kau perintahkan?' Pemuda itu berkata, 'Engkau kumpulkan semua orang di satu tanah lapang dan engkau menyalibku di atas pelepah. Kemudian ambillah anak panah dari tempat anak panahku, kemudian letakkan anak panah itu di tengah-tengah busur, selanjutnya ucapkan: Dengan nama Allah, Rabb pemuda ini. Kemudian bidiklah aku. Bila engkau melakukannya pasti engkau bisa membunuhku.' Maka raja mengumpulkan orang-orang di satu tanah lapang dan ia menyalib pemuda itu di atas pelepah. Kemudian ia mengambil anak panah dari tempat anak panahnya, selanjutnya meletakkan anak panah itu di tengah-tengah busur. Kemudian ia mengucapkan, 'Dengan nama Allah, Rabb pemuda ini.' Kemudian ia membidiknya hingga anak panah itu tepat mengenai pelipisnya. Pemuda itu meletakkan tangannya di pelipisnya tepat di tempat panah menancap lalu ia mati. Orang-orang berkata, 'Kami beriman pada Rabb pemuda itu. Kami beriman pada Rabb pemuda itu. Kami beriman pada Rabb pemuda itu.' Raja didatangi dan diberi laporan, 'Tahukah Anda apa yang Anda khawatirkan? Demi Allah, kekhawatiran Anda itu telah menimpa Anda. Orang-orang telah beriman.' Maka raja itu memerintahkan pembuatan parit di jalanan. Parit-parit pun dibuat dan api dinyalakan (di dalamnya). Raja berkata, 'Siapa yang tidak meninggalkan agamanya, lemparkan ke dalamnya.' Atau dikatakan padanya, 'Masuklah.' Mereka pun melakukan perintah itu, hingga datang seorang wanita yang bersama bayinya. Ia mundur agar tidak terjatuh dalam parit api. Maka bayi itu berkata, 'Wahai ibuku! Bersabarlah. Sesungguhnya engkau berada di atas kebenaran.'" (HR. Muslim)

en

-- -- -- -- -- -- --

ذِرْوَةُ الْجَبَلِ (żirwatul-jabal): puncak gunung. Huruf "Żāl" dapat dikasrahkan dan didamahkan. الْقُرْقُورُ (al-qurqūr): salah satu jenis kapal. الصَّعِيدُ (aṣ-ṣa'īd): tanah yang terbuka. الأُخْدُودُ (al-ukhdūd): galian di tanah mirip sungai kecil (parit). أُضْرِمَ (uḍrimu): menyalakan. انْكَفَأَتْ (inkafa`at): terbalik. تَقَاعَسَتْ (taqā'asat): berhenti dan takut.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

-- Leprosy: white patches on the skin.

اَلْأَكْمَهُ (al-akmah): orang yang buta sejak lahir. اَلْأَبْرَصُ (al-abraṣ): orang yang memiliki penyakit warna putih di kulit dan keluar di atas permukaan badan (kusta).

en

--

اَلْأَدْوَاءُ (al-adwā`): penyakit.

en

--

فِيْ كَبِدِ الْقَوْسِ (fī kabidil-qaus): di bagian tengah busur; yaitu bagian pegangannya ketika memanah.

en

Temple: the part of the face between the eye and the ear-lobe.

صُدْغه (ṣudgah): bagian muka antara mata dan daun telinga.

en

--

بِأَفْوَاهِ السِّكَكِ (bi afwāhis-sikak): di gang-gang jalan.

en

-- --

خُدَّتْ (khuddat): digali. فَأَقْحِمُوْه (fa aqḥimūhu): mereka melemparkannya.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It is recommended to learn at a young age because it is like engraving on stone.

1) Anjuran belajar sejak kecil; belajar di masa kecil seperti memahat di atas batu.

en

2) Those who believe and are mindful of Allah are His allies, and they are blessed with supernatural occurrences because of their merit in the sight of Allah.

2) "Orang-orang yang beriman dan mereka bertakwa", merekalah wali-wali Allah -Ta'ālā-, dan mereka memiliki keramat yang berasal dari Allah -Ta'ālā- karena keutamaan mereka di sisi-Nya.

en

2) It is out of Allah’s mercy that He answers the distressed person when he calls upon Him.

3) Di antara bentuk kasih sayang Allah -'Azza wa Jalla- bahwa Allah mengabulkan doa orang dalam kondisi terjepit ketika dia berdoa kepada-Nya.

en

3) It urges sacrificing for the sake of calling to Allah, Glorified and Exalted, and manifesting the truth.

4) Anjuran untuk berkorban di jalan dakwah kepada Allah -'Azza wa Jalla- dan menampakkan kebenaran.

en

5) One of the fields of Jihad for the sake of Allah, the Exalted, is to endure the harm caused by the disbelievers, sinners, and those who introduce innovations into the religion, It is also among the highest-ranking good deeds at times of tribulation.

5) Bersabar terhadap gangguan orang-orang kafir, ahli bidah, dan ahli maksiat adalah salah satu pintu jihad fi sabilillah, dan merupakan amal saleh paling besar ketika masa fitnah.

en

6) Tawhīd (monotheism) of Allah and doing good deeds sincerely for Him are among the most important rights of Allah Almighty upon His servants. They measure how close or distant the servant is from Allah, Glorified and Exalted. The stronger one’s faith becomes and the more rooted Tawhīd is in his heart, the more he draws closer to Allah and gains His love. On the contrary, the weaker one’s faith and Tawhīd become, the more distant and humiliated he becomes.

6) Menauhidkan Allah -'Azza wa Jalla- serta mengikhlaskan amal kepada-Nya merupakan hak Allah -Ta'ālā- yang paling besar terhadap seluruh hamba, dan merupakan alat untuk mengukur dekat dan jauhnya seorang hamba kepada Allah -'Azza wa Jalla-. Semakin kuat iman seorang hamba serta semakin besar kedudukan tauhid di dalam hatinya maka dia akan semakin dekat dan semakin mulia di sisi Allah -'Azza wa Jalla-. Juga, semakin lemah iman dan tauhidnya, maka dia akan semakin jauh dan hina.

en

7) Tawhīd of Allah, Glorified and Exalted, and refraining from all kinds and forms of polytheism is the greatest cause a scholar should pursue and preach.

7) Perkara terpenting untuk didakwahkan oleh orang yang berilmu kepada manusia adalah perkara tauhid dan larangan melakukan kesyirikan dengan berbagai model dan macamnya. Apakah kita telah tahu apa yang pertama kita harus dakwahkan kepada manusia?!

en

31/7- Anas (may Allah be pleased with him) reported: “The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) passed by a woman who was weeping beside a grave. He said to her: ‘Fear Allah and be patient.’ She said: ‘Leave me alone, for you have not been afflicted with my calamity,’ and she did not recognize him. She was later told that he was the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him). So, she went to the house of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) and there she did not find any doormen. Then she said to him: ‘I did not recognize you.’ He said: ‘Indeed, patience is only at the first shock.’” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

7/31- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- mengisahkan, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melewati seorang perempuan yang menangis di sisi sebuah kubur, maka beliau bersabda, "Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah." Dia berkata, "Menjauhlah dariku. Sungguh kamu tidak pernah ditimpa seperti musibah yang menimpaku." Sementara dia tidak mengenal beliau. Maka ada yang berkata kepadanya, "Sesungguhnya beliau adalah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." Maka dia mendatangi rumah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan dia tidak menemukan penjaga di rumah beliau, lalu dia berkata, "Aku tidak mengenal engkau." Nabi bersabda, "Sesungguhnya kesabaran itu saat goncangan pertama." (Muttafaq 'Alaih)

en

In a version narrated by Muslim: “...a woman crying over (the death of) a child of hers.”

Dalam riwayat Imam Muslim: "Dia menangisi anak kecil laki-lakinya."

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It shows the good morals of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) in the manner he preached the truth and showed mercy to the people.

1) Akhlak baik Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam berdakwah kepada kebenaran serta kasih sayang beliau kepada manusia.

en

2) The praiseworthy patience is when one reacts as such at the first shock.

2) Sabar yang dipuji pelakunya adalah kesabaran ketika goncangan pertama.

en

32/8 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Allah Almighty says: My reward shall be nothing less than Paradise for My faithful servant who, if I take the life of his beloved one from the inhabitants of the world, he bears it patiently in expectation of My reward.” [Narrated by Al-Bukhāri]

8/32- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah bersabda, "Allah -Ta'ālā- berfirman, 'Tidak ada balasan (yang pantas) dari-Ku bagi hamba-Ku yang beriman, apabila Aku mewafatkan orang yang dicintainya dari penghuni dunia, kemudian dia rida dengan musibah tersebut, melainkan Surga.'" (HR. Bukhari)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

Beloved one: it may be one’s child, mother, father, sibling, uncle, or friend.

الصَّفِيُّ (aṣ-ṣafiy): yang dicintai; yaitu orang pilihan baik anak, ibu, ayah, saudara, paman, atau teman.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The excellence of exercising patience when a beloved one dies, because Allah will reward with Paradise the servant who expects the reward [of patience] from Allah.

1) Keutamaan sabar menghadapi wafatnya orang yang kita cintai dari dunia; seorang hamba bila mengharapkan pahalanya kepada Allah maka baginya surga.

en

2) It shows the kindness of Allah, Glorified and Exalted, towards His servants as He compensates those who are patient with great reward; so, how blissful the patient ones are!

2) Allah -'Azza wa Jalla- menampakkan kebaikan dan kemurahan-Nya kepada hamba-hamba-Nya; yaitu Allah memberikan mereka ganti berupa pahala yang besar karena sabar, maka berbahagialah orang-orang yang sabar.

en

33/9 - ‘Ā’ishah (may Allah be pleased with her) asked the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) about the plague. He told her: “It was a Punishment sent by Allah upon whom He willed, and Allah Almighty made it a source of mercy for the believers; for if one patiently stays during the plague in his country hoping for Allah’s reward and believing that nothing will befall him except what Allah has written for him, he will gain the reward of a martyr.” [Narrated by Al-Bukhāri]

9/33- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa dia pernah bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang taun (penyakit wabah), maka beliau mengabarinya, bahwa "Taun adalah azab yang Allah -Ta'ālā- kirim kepada siapa yang Dia kehendaki. Kemudian Allah -Ta'ālā- menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang beriman. Tidaklah seorang hamba diuji berada di negeri yang dilanda taun lalu dia diam bertahan di negerinya itu dengan penuh sabar dan mengharap pahala, yaitu dia meyakini bahwa dia tidak akan ditimpa kecuali oleh sesuatu yang telah Allah takdirkan untuknya, melainkan dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mati syahid." (HR. Bukhari)

en

34/10 - Anas (may Allah be pleased with him) reported: I heard the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) say: “Allah, Glorified and Exalted, said: If I afflict my servant in his two dear things (i.e. his eyes), and he endures patiently, I shall compensate him for them with Paradise.” [Narrated by Al-Bukhāri]

10/34- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata; Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya Allah -'Azza wa Jalla- berfirman, 'Apabila Aku menguji hamba-Ku pada kedua matanya (dibutakan), lalu dia bersabar, Aku akan menggantinya dengan surga.'" (HR. Bukhari)

en

Guidance from the Hadīths:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It shows excellence of patience and awaiting Allah’s reward, for they are intertwined. If the individual wishes to obtain the reward for his patience, then his patience must be for the sake of Allah, Glorified and Exalted, rather than worldly purposes.

1) Keutamaan sabar dan mengharap pahala; keduanya saling terkait. Bila hamba ingin meraih pahala sabar maka sabarnya harus karena Allah -'Azza wa Jalla-, bukan untuk kepentingan duniawi.

en

2) A person afflicted with the plague should remain in his country, exercise patience, and await Allah’s reward, based on the saying of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him): “If you heard of it (the plague) striking some land, then do not proceed towards it, and if it struck a land while you are in it, then do not leave to flee from it.” [Narrated by Al-Bukhāri]

2) Seharusnya orang mengalami musibah taun (wabah) agar tetap tinggal di negerinya serta bersabar dan mengharap pahala, berdasarkan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Bila kalian mendengar taun menimpa suatu tempat maka janganlah datang ke sana. Tetapi bila taun terjadi di sebuah tempat dan kalian ada di sana, maka janganlah kalian keluar karena lari darinya." (HR. Bukhari)

en

3) Whomever Allah Almighty loves, He afflicts him with trials to fend off harm heading his way, or to absolve him of a sin, or to raise him in rank in this life and the Hereafter.

3) Siapa yang dicintai oleh Allah -Ta'ālā- maka Allah akan mengujinya, untuk menghilangkan dari dirinya satu keburukan, atau menghapus satu dosa, atau mengangkat satu derajat baginya di dunia dan akhirat."

en

4) Paradise is the ultimate compensation because its bliss is everlasting; so, the individual should always seek Paradise as compensation for any harm afflicting him.

4) Surga adalah balasan paling besar, karena nikmat-nikmatnya kekal abadi. Sebab itu, setiap kali seseorang ditimpa satu keburukan hendaknya dia meminta surga sebagai gantinya.

en

35/11- ‘Atā’ ibn abi Rabāh reported: “Ibn ‘Abbās (may Allah be pleased with him and his father) said to me: ‘Shall I show you a woman of Paradise?’ I said: ‘Yes, please do.’ He said: ‘This black woman. She came to the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) and said: “I suffer from epileptic seizures and, as a result, my body becomes uncovered. So please supplicate Allah, the Exalted, for me.” The Prophet said: “If you wish, be patient and you will enter Paradise, or, if you wish, I will supplicate Allah to cure you.” She then said: “But I become uncovered, so supplicate Allah that I do not become uncovered.” So he supplicated for her.’” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

11/35- 'Aṭā` bin Abi Rabāh berkata, Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata kepadaku, "Maukah engkau aku tunjuki seorang wanita penghuni surga?" Aku berkata, "Tentu." Dia menjelaskan, "Dialah wanita berkulit hitam yang datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, seraya berkata, 'Aku mengalami penyakit kesurupan, akibatnya auratku tersingkap. Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhanku.' Beliau bersabda, Jika engkau mau bersabar, maka bagimu surga. Tetapi jika mau, aku akan berdoa kepada Allah agar menyembuhkanmu.' Dia berkata, 'Aku akan bersabar. Tetapi auratku tersingkap (saat kesurupan), berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkap.' Maka Nabi mendoakannya." (Muttafaq 'Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It shows the excellence of patience, for it is a cause for admission to Paradise.

1) Keutamaan sabar; yaitu sebab untuk masuk surga.

en

2) It is possible to bear witness that someone will enter Paradise for those whom the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) testified.

2) Boleh memberi kesaksian masuk surga bagi orang yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

3) It shows the intense modesty of the female Companions (may Allah be pleased with them). Muslim women of today should take them as role models and adhere to proper Hijāb, for Allah has blessed them with the obligation of Hijāb.

3) Rasa malu yang tinggi pada wanita-wanita sahabat -raḍiyallāhu 'anhunna-; maka wajib bagi para wanita muslimah hari ini untuk meneladani mereka serta memakai pakaian yang menutup aurat, karena Allah telah memuji mereka atas hal itu.

en

36/12- Abu ‘Abdur-Rahmān ‘Abdullah ibn Mas‘ūd (may Allah be pleased with him) said: “It is as though I am looking at the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) as he tells the story of one of the Prophets (peace be upon them) whose people struck him and caused him to bleed, and he wiped the blood from his face, saying: ‘O Allah! Forgive my people for they do not know.’” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

12/36- Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Seakan-akan aku sedang melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika menirukan perbuatan seorang Nabi yang dipukul oleh kaumnya hingga ia terluka dan berdarah, kemudian ia mengusap darah tersebut dari wajahnya sambil berdoa, Ya Allah! Ampunilah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.'" (Muttafaq 'Alaih)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

Tells the story of a Prophet: act like the past Prophet who suffered as much harm as our Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) in the battle of Uhud.

يَحْكِي نَبيّـاً (yaḥkī nabiyyan): menirukan seorang nabi serta melakukan seperti yang dilakukan oleh nabi terdahulu yang mengalami ujian seperti ujian yang dialami oleh nabi kita pada perang Uhud. Semoga Allah melimpahkan selawat dan salam kepada mereka.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) One should follow the example of the Prophets’ patience and endurance of harm for the sake of preaching their call to people.

1) Meneladani kesabaran para nabi dalam menghadapi gangguan ketika menyampaikan dakwah kepada manusia.

en

2) One should not deal with the ignorant in the same manner they do because a believer is expected to be a gracious forgiver of the harms inflicted by them.

2) Tidak menyikapi orang-orang yang jahil sebanding dengan perlakuan mereka, tetapi orang yang beriman akan sangat memaafkan gangguan orang-orang yang jahil.

en

3) One should not supplicate for the swift punishment of the opponents and the enemies of the religion.

3) Tidak meminta disegerakan azab untuk para penentang dan musuh agama.

en

37/13 - Abu Sa‘īd and Abu Hurayrah (may Allah be pleased with them) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “No fatigue, disease, sorrow, sadness, harm, or distress befalls a Muslim, even a prick he receives from a thorn, but Allah will thereby expiate some of his sins.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

13/37- Abu Sa'īd dan Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Tidaklah seorang muslim ditimpa kepayahan, penyakit, kegelisahan, kesedihan, penderitaan, dan kesusahan bahkan duri yang menusuknya melainkan Allah menghapus dosa-dosanya dengan itu." (Muttafaq ‘Alaih)

en

--

الْوَصَبُ (al-waṣab): penyakit.

en

38/14- Ibn Mas‘ūd ‘(may Allah be pleased with him) reported: I visited the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) while he was suffering from fever. I said: “O Messenger of Allah! You are suffering from a strong fever.” He said: “Yes, I suffer as much as two men of you.” I said: “Is it because you gain double the reward?” He said: “Yes, it is so. No Muslim is afflicted by a harm, be it the pricking of a thorn or anything more (painful than that), but Allah thereby expiates his bad deeds and causes his sins to fall away from him just as a tree sheds its leaves.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

14/38- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau sedang demam, aku berkata, "Ya Rasulullah, engkau mengalami demam yang sangat tinggi." Beliau berkata, "Ya, tentu saja. Sesungguhnya aku menderita sakit panas sebagaimana yang diderita oleh dua orang dari kalian." Aku bertanya, "Yang demikian karena engkau diberi pahala dua kali lipat?" Beliau menjawab, "Benar, persis demikian. Tidaklah seorang muslim ditimpa satu keburukan, berupa duri ataupun yang lebih besar, kecuali dengannya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan digugurkan dosa-dosanya seperti pohon menggugurkan dedaunannya." (Muttafaq 'Alaih)

en

--

الوَعْكُ (al-wa'ku): serangan demam, atau bermakna demam.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

نَصَبٌ (naṣab): kepayahan.

en

Guidance from the Hadiiths:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) One of the aspects of Allah’s mercy towards His servant is that He expiates some of his sins by what he suffers of grief, distress, fatigue, and illness among others.

1) Di antara bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang beriman, Allah menghapus kesalahan-kesalahannya dengan ujian kegelisahan dan kesusahan yang menimpanya, serta kepayahan dan penyakit, dan lain sebagainya.

en

2) The more the believer suffers sickness and harm and he is patient with it, the greater the reward Allah grants him and expiates his sins thereby.

2) Semakin berat penyakit dan penderitaan yang dialami seorang hamba, lalu dia bersabar, Allah akan melipatgandakan pahalanya serta menggugurkan dosa-dosanya.

en

3) The individual should not make himself suffer both the harm and the loss of reward due to impatience; it is obligatory at times of distress to adhere to patience and avoid discontentment.

3) Seseorang jangan sampai menggabungkan antara penderitaan dan kehilangan pahala; maka hendaknya dia bersabar dan tidak murka ketika ada musibah.

en

39/15 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “If Allah wills good for someone, He afflicts him with trials.” [Narrated by Al-Bukhāri]

15/39- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang Allah kehendaki (mendapat) kebaikan, Allah akan memberinya musibah." (HR. Bukhari)

en

--

Kata (يُصِبْ) harakatnya dengan mengkasrahkan huruf "ṣād" dan memfatahkannya.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

يُصِبْ مِنْهُ (yuṣib minhu): Allah menakdirkan musibah kepadanya.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Facing affliction with patience and expectation of the reward from Allah raises one’s ranks and expiates his sins.

1) Menghadapi ujian dengan sabar dan mengharap pahala menjadi sebab Allah mengangkat derajat dan menghapus dosa.

en

2) The afflictions befalling the believer is a proof that Allah loves him and wills good for him.

2) Musibah yang dialami orang beriman adalah bukti Allah mencintainya dan menginginkan kebaikan baginya.

en

40/16 - Anas (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Let none of you wish for death due to a harm that afflicted him. If he cannot help but do so, let him say: O Allah, keep me alive as long as life is better for me and cause me to die as long as death is better for me!” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

16/40- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Janganlah sekali-kali kalian mengharapkan kematian lantaran satu keburukan yang menimpanya. Jika terpaksa melakukan, hendaklah dia mengucapkan; Ya Allah, panjangkanlah hidupku selama kehidupan lebih baik bagiku, dan wafatkanlah aku bila kematian itu lebih baik bagiku." (Muttafaq 'Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It instructs against wishing for death at times of trials and distress because it runs counter to the obligation of patience and indicates the impatience of the distressed individual.

1) Larangan mengharapkan kematian ketika ada ujian dan musibah, karena hal ini bertentangan dengan kewajiban bersabar serta menunjukkan ketidakridaan pelakunya.

en

2) A believer relies on Allah in all of his affairs and loves to meet Him, Glorified and Exalted; for the best of people is the one whose life is long and his deeds are good.

2) Hamba yang beriman menyerahkan urusannya kepada Allah disertai keinginan bertemu Allah -'Azza wa Jalla-; sebab manusia yang paling baik adalah yang panjang usianya dan baik perbuatannya.

en

41/17- Abu ‘Abdullah Khabāb ibn al-Aratt (may Allah be pleased with him) reported: We complained to the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) regarding the persecution inflicted upon us by the disbelievers while he was lying in the shade of the Ka‘bah and using his cloak as a pillow. We said: “Would you seek help for us? Would you supplicate (Allah) for us?” He replied: “Among those who came before you, a man would be seized and held in a pit dug for him in the ground and he would be sawed into two halves from his head, and his flesh torn away from his bones with an iron comb; but, in spite of this, he would not wean away from his faith. By Allah, Allah will bring this matter to its completion until a rider will travel from San‘ā’ to Hadramout fearing none except Allah, and except the wolf for his sheep, but you are in too much of a hurry.” [Narrated by Al-Bukhāri]

17/41-Abu Abdillah Khabbāb bin Al-Aratt -raḍiyallāhu 'anhu- dia berkata, Kami datang mengadu kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau sedang berbaring berbantalkan selimutnya di bawah naungan Kakbah; kami berkata, "Tidakkah engkau memohonkan pertolongan bagi kami? Tidakkah engkau berdoa untuk kami?" Maka beliau berkata, "Sungguh, dahulu orang-orang sebelum kalian diuji; seseorang diambil lalu dibuatkan galian di tanah dan dia dimasukkan ke dalamnya. Kemudian didatangkan gergaji lalu diletakkan di atas kepalanya, lalu dia digergaji menjadi dua, dan disisir dengan sisir besi antara daging dan tulangnya. Tapi itu semua tidak membuatnya murtad dari agamanya. Demi Allah, Allah benar-benar akan menyempurnakan agama ini hingga seorang pengendara berjalan dari San'a menuju Hadramaut tidak ada yang ditakuti kecuali Allah dan kecuali serilaga terhadap kambingnya. Tetapi kalian terlalu terburu-buru." (HR. Bukhari)

en

In another version: “while he was using his cloak as a pillow, and we had suffered considerable persecution from the disbelievers.”

Dalam riwayat lain: "Beliau sedang berbaring berbantalkan selimut, sementara kami mendapatkan ujian berat dari orang-orang musyrikin."

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

مُتَوَسِّدٌ بُرْدَةً (mutawassidun burdatan): menjadikan selimutnya sebagai bantal di bawah kepalanya.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The obligation of enduring the harm of the enemies of the Muslims whilst taking the means to victory and relief.

1) Kewajiban bersabar terhadap gangguan dari musuh-musuh umat Islam, disertai melakukan upaya-upaya meraih kemenangan dan pertolongan.

en

2) Among the proofs of Prophethood is that what the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) foretold came true. The consequence of patience was exactly what he foretold; the matter of the religion was completed (and Islam prevailed).

2) Di antara bukti kenabian: kebenaran apa yang dikabarkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu terwujudnya akhir manis dari kesabaran yang beliau kabarkan berupa disempunakannya agama ini.

en

42/18- Ibn Mas‘ūd (may Allah be pleased with him) reported: “On the Day of (the battle of) Hunayn, the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) favored some people in the distribution of spoils. He gave Al-Aqra‘ ibn Hābis one hundred camels and gave ‘Uyaynah ibn Hisn the same. On that day, he gave to some of the nobles of the Arabs, favoring them over others in the distribution of the spoils. A man said: ‘By Allah! There is no justice in this distribution and it is not intended to please Allah.’ I said to myself: ‘By Allah! I will tell the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) about this.’ I went to him and informed him of what the man had said. The color of his face changed as if it was dyed in red, and he said: ‘Who will observe justice if Allah and His Messenger do not?’ Then he said: ‘May Allah have mercy upon Mūsa (Moses); he was hurt more than this, but he remained patient.’ Having heard this, I said to myself: ‘Surely, I shall never convey any speech of this kind to him any more.’” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

14/42- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Ketika perang Ḥunain, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberi bagian yang lebih dari hasil rampasan perang untuk beberapa orang. Beliau memberi Al-Aqra' bin Ḥābis seratus unta dan memberi 'Uyainah bin Ḥiṣn juga seperti itu. Juga, beliau memberi bagian yang lebih kepada beberapa pemuka Arab. Lantas seseorang berkata, 'Demi Allah, ini pembagian yang tidak adil dan tidak diridai Allah.' Maka aku bergumam, 'Demi Allah, aku akan melaporkannya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.' Aku pun melaporkan apa yang dia katakan tadi. Maka wajah beliau berubah dan memerah. Kemudian beliau bersabda, Lalu siapa yang bisa adil jika Allah dan Rasul-Nya tidak adil?!' Lantas beliau melanjutkan, Semoga Allah merahmati Nabi Musa; beliau disakiti lebih dari ini, tetapi tetap bersabar.' Maka aku pun berkata, 'Sungguh, saya tidak akan melaporkan lagi kepada beliau suatu pembicaraan setelahnya.'" (Muttafaq 'Alaih)

en

--

Ucapan Ibnu Mas'ūd: (كَالصِّرْفِ), dengan huruf "ṣād" yang kasrah, bermakna warna merah.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

لَا جَرَمَ (lā jarama): sungguh, artinya hal itu terwujud.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It is permissible for the ruler to give to people based on the benefit expected, such as appealing to their hearts.

1) Pemimpin boleh memberi bagian yang lebih kepada orang yang dilihat ada maslahat dalam memberinya, misalnya untuk meluluhkan hati.

en

2) The individual should follow the example of the Prophets in their patience in the face of harm, and he should expect the reward from Allah Almighty. If one is harmed, he should console himself with [thinking of] the harm inflicted upon the Prophets before us (peace be upon them).

2) Manusia harus mengikuti para nabi dalam kesabaran menghadapi penderitaan dan mengharap pahala di sisi Allah -Ta'ālā-; bila disakiti maka dia menghibur diri dengan mengingat penderitaan yang menimpa nabi-nabi sebelum kita -ṣallallāhu 'alaihim wa sallam-.

en

43/19 - Anas (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “If Allah willed to do good to His servant, He expedites his punishment in the life of this world, and if He willed to do ill to His servant, He withholds the punishment for his sins until He comes with all his sins on the Day of Resurrection.”

19/43- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Jika Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, Dia segerakan balasan dosanya di dunia. Jika Allah menghendaki keburukan pada hamba-Nya, Dia tahan balasan dosanya hingga Dia memberinya dengan sempurna pada hari Kiamat."

en

The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) also said: “The greater the tribulation, the greater the reward. When Allah loves a people, He tests them. So whoever is content, for him is content; and whoever is discontent, for him is discontent.” [Narrated by Al-Tirmidhi; and he classified it as Hasan (sound)]

Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda, "Sesungguhnya besarnya pahala tergantung pada besarnya ujian. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, Dia pasti menguji mereka. Siapa yang rida maka baginya keridaan (Allah) dan siapa yang murka maka baginya kemurkaan (Allah)." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadisnya hasan")

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Punishment expiates sins.

1) Hukuman di dunia menggugurkan dosa.

en

2) The individual should endure adversity in order to gain the pleasure of Allah, the Exalted.

2) Manusia wajib bersabar terhadap musibah agar mendapat keridaan dari Allah -'Azza wa Jalla-.

en

3) The respite that Allah, the Exalted, grants the sinners is only a gradual destruction for them, because their punishment is delayed for a wisdom and until a prescribed time that Allah Almighty destined for them. {until, when they rejoiced in that which they were given, We seized them suddenly, and they were [then] in despair.}

3) Penundaan hukuman oleh Allah -'Azza wa Jalla- kepada para pelaku maksiat adalah bentuk istidraj kepada mereka; hukumannya itu diakhirkan karena satu hikmah dan menunggu waktu yang telah Allah -Ta'ālā- tetapkan. Sebagaimana dalam firman-Nya, "Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa."

en

Benefit:

Faedah Tambahan:

en

The above Hadīths explicitly indicate that the stronger the believer’s faith is, the greater the afflictions and trails he goes through. Conversely, the weaker his faith is, the lesser the afflictions and trials. This refutes the feeble-minded people who claim that if the believer is afflicted, then his Lord is displeased with him. This is a faulty assumption whose purpose is to associate the pleasure of Allah in the Hereafter with prosperity in the life of this world. {Do they think that what we extend to them of wealth and children, is [because] We hasten for them good things? Rather, they do not perceive.}

Di dalam hadis-hadis ini terdapat petunjuk yang jelas bahwa orang beriman ketika semakin kuat imannya maka ujiannya akan bertambah, dan ketika imannya semakin lemah maka ujiannya akan berkurang. Ini mengandung bantahan terhadap orang-orang yang lemah akal dan kecerdasan yang menyangka bahwa orang beriman ketika ditimpa ujian menunjukkan dia tidak diridai di sisi Tuhannya. Ini adalah sangkaan yang batil dan tolok ukur yang salah karena mengukur rida Allah di akhirat dengan kelapangan di dunia. Allah berfirman, "Apakah mereka mengira bahwa Kami memberikan harta dan anak-anak kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami segera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? (Tidak), tetapi mereka tidak menyadarinya."

en

44/20- Anas (may Allah be pleased with him) reported: “The son of Abu Talhah was sick. Abu Talhah went out (on an errand) and his son breathed his last in his absence. When Abu Talhah returned home, he asked: ‘How is my son?’ Um Sulaym (the child’s mother) said: ‘He is now calmer than he ever was.’ She served him the evening meal and he took it then he had sexual intercourse with her. When he was done, she said: ‘Make arrangements for the boy’s burial.’ The next morning, Abu Talhah went to the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) and informed him, whereupon he said: ‘Did you and her have intimate relations last night?’ He said: ‘Yes.’ The Messenger of Allah said: ‘O Allah, bless (it) for them,’ so (as a result of the blessing she became pregnant and) she gave birth to a baby boy. Abu Talhah told me (Anas) to carry the baby to the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him), and he sent some dates with him. He (the Prophet) asked: ‘Is there anything sent with him?’ They (the Companions) said: ‘Yes. Some dates.’ The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) took the dates and chewed them. He then put them in the baby’s mouth and gently rubbed his palate with them, and he gave him the name ‘Abdullah.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

20/44- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Abu Ṭalḥah -raḍiyallāhu 'anhu- memiliki seorang anak laki-laki, dia sakit. Abu Ṭalḥah keluar, lalu anak itu dicabut nyawanya. Ketika Abu Ṭalḥah kembali dia bertanya, 'Apa yang dilakukan anakku?' Ummu Sulaim, ibu anak itu, berkata, 'Dia sangat tenang.' Lalu dia menyuguhkan kepadanya makan malam. Maka Abu Ṭalḥah segera makan malam, kemudian menggauli istrinya. Setelah selesai, Ummu Sulaim berkata, 'Kuburkanlah anak kita.' Ketika pagi hari, Abu Ṭalḥah mendatangi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu mengabarkannya kepada beliau. Beliau bertanya, 'Apakah kalian berhubungan tadi malam?' Dia menjawab, 'Ya.' Beliau berdoa, 'Ya Allah, berkahilah mereka berdua.' Kemudian Ummu Sulaim melahirkan seorang anak. Abu Ṭalḥah berkata kepadaku, 'Bawalah dia kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.' Abu Ṭalḥah juga mengirim beberapa biji kurma. Nabi bertanya, 'Apakah ada sesuatu bersamanya?' Dia menjawab, 'Ya, beberapa biji kurma.' Lalu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengambilnya, kemudian mengunyahnya, selanjutnya mengeluarkan dari mulutnya dan menempatkannya di mulut anak kecil tersebut kemudian menahniknya dan memberinya nama Abdullah." (Muttafaq 'Alaih)

en

The wording of another narration of Al-Bukhāri reads: Ibn ‘Uyaynah said: “A man from the Ansār said: ‘I saw nine children, and all of whom memorized the entire Qur’an,’ referring to the children of the infant boy ‘Abdullah ibn Talhah.

Dalam riwayat Bukhari: Ibnu 'Uyainah mengisahkan bahwa seorang laki-laki dari kaum Ansar berkata, "Aku melihat sembilan anak, semuanya penghafal Al-Qur`ān." Maksudnya anak-anak Abdullah yang disebutkan kelahirannya di atas.

en

In a version narrated by Muslim: The son of Abu Talhah and Um Sulaym died, so she said to her family: “Do not tell Abu Talhah about his son until I mention it to him myself.” Abu Talhah came home and she gave him supper. He ate and drank. She then beautified herself the best way she ever did and he slept with her. When she saw that he was satisfied after sexual intercourse with her, she said, “O Abu Talhah! If some people borrow something from another family and then the latter ask for its return, would they refuse to give it back to them?” He said, “No”. She said, “Then expect the reward (from Allah) for your son (i.e for his death).” Abu Talhah got angry, and said; “You left me uninformed until I stained myself (with sexual intercourse) and then you told me about my son!” He went to the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) and informed him about the matter. Thereupon the Messenger of Allah said, “May Allah bless the night you spent together!” He (the narrator) said: She conceived. (One day) the Messenger of Allah was in the course of a journey and she was along with him. When the Messenger of Allah used to return to Madīnah from a journey, he would not enter it during the night. When the travelers were near Madīnah, she felt labor pains, so Abu Talhah remained with her and the Messenger of Allah proceeded on. Abu Talhah said: “O my Lord, You know that I love to go along with the Messenger of Allah when he goes out and enter along with him when he enters, and I have been detained as You see.” Um Sulaym then said: “O Abu Talhah, I do not feel (so much pain) as I was feeling earlier, so we better proceed on." So we proceeded on and she felt the labor of delivery as they reached Madīnah. She gave birth to a male child. My mother said to me: “O Anas, none should suckle him until you go to the Messenger of Allah tomorrow morning.” The next morning I carried the baby with me to the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him. Then he reported the remaining part of the Hadīth.

Dalam riwayat Imam Muslim: "Putra Abu Ṭalḥah dari istrinya Ummu Sulaim meninggal dunia. Ummu Sulaim berkata kepada keluarganya, 'Jangan beritahukan Abu Ṭalḥah tentang anaknya. Nanti aku yang memberitahunya.' Abu Ṭalḥah datang, lalu dia menyuguhkan makan malam kepadanya. Maka Abu Ṭalḥah makan dan minum. Kemudian Ummu Sulaim berhias untuknya dengan yang lebih bagus dari sebelum-sebelumnya. Maka Abu Ṭalḥah berhubungan badan dengannya. Ketika Ummu Sulaim telah melihatnya kenyang serta telah berhubungan dengannya, dia berkata, 'Ya Abu Ṭalḥah, apa pendapatmu, bila suatu kaum meminjamkan sesuatu kepada sebuah keluarga, lalu mereka meminta apa yang mereka pinjamkan itu; apakah mereka boleh tidak memberikannya?' Abu Ṭalḥah menjawab, 'Tidak boleh.' Lalu Ummu Sulaim berkata, 'Berharaplah pahala dengan kematian putramu.' Abu Ṭalḥah pun marah seraya berkata, 'Engkau biarkan aku, kemudian ketika aku telah junub (karena jimak), baru engkau mengabariku tentang putraku?!' Dia bergegas pergi dan menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu mengabarkan beliau apa yang telah terjadi. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lantas berdoa, 'Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua.' Kemudian Ummu Sulaim pun hamil." Anas melanjutkan ceritanya, "Pernah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sebuah perjalanan sedangkan Ummu Sulaim ikut bersamanya. Sementara Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bila masuk Madinah setelah dari perjalanan, beliau tidak akan mendatangi keluarganya malam-malam. Maka saat mereka telah dekat dari Madinah, Ummu Sulaim mengalami kontraksi, sehingga Abu Ṭalḥah tertahan karena menemani istrinya. Sementara Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah berangkat. Abu Ṭalḥah berkata, 'Ya Rabb, sesungguhnya Engkau mengetahui aku senang bila pergi bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau bersafar serta pulang bersama beliau ketika beliau pulang. Tetapi aku tertahan, seperti yang Engkau lihat.' Ummu Sulaim berkata, 'Wahai Abu Ṭalḥah, aku tidak lagi merasakan yang tadi kurasakan. Berangkatlah.' Kemudian kami pun berangkat. Lalu dia mengalami kontraksi lagi setelah mereka berdua masuk Madinah dan melahirkan seorang anak." Anas bercerita, "Ibuku berkata, 'Wahai Anas, tidak boleh ada seorang pun yang menyusuinya kecuali setelah kamu membawanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.' Ketika pagi hari, aku segera membawanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." Kemudian dia menyebutkan kelanjutan hadis di atas.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

أَعَرَسْتُمُ اللَّيْلَةَ (a 'arastum al-lailah): apakah kalian berhubungan badan tadi malam?

en

--

تَلَطَّخْتُ (talaṭṭakhtu): adalah kiasan bagi kotor karena berhubungan badan.

en

--

لا يَطْرُقُهَا طُروُقًا (lā yaṭruquhā ṭurūqan): tidak masuk padanya di malam hari.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Today, women should follow the example of the female Companions (may Allah be pleased with them) with regard to their patience such as Um Sulaym (may Allah be pleased with her).

1) Kewajiban para wanita hari ini adalah menjadikan para wanita sahabat -raḍiyallāhu 'anhunna- sebagai teladan dalam kesabaran mereka, seperti Ummu Sulaim -raḍiyallāhu 'anhā-.

en

2) A sign of a person’s prudence is to choose the best names for his sons and daughters.

2) Di antara bentuk kepandaian seseorang adalah memilihkan nama yang paling baik bagi putra dan putrinya.

en

3) Anyone who bears a calamity patiently and awaits Allah’s reward, Allah, the Exalted, will compensate him with better than what he lost either in himself or his family.

3) Siapa yang bersabar serta mengharap pahala ketika musibah, maka Allah -'Azza wa Jalla- akan memberinya ganti yang lebih baik daripada apa yang menimpanya pada diri dan keluarganya.

en

45/21 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “The strong man is not the one who can overpower others (in wrestling); rather, the strong man is the one who controls himself when he gets angry.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

21/45- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah bersabda, "Orang kuat itu bukanlah orang yang menang bergulat. Sesungguhnya ‎orang kuat ialah siapa yang dapat menahan dirinya ketika marah.‎" (Muttafaq ‘Alaih)

en

--

الصُّرَعَةُ (aṣ-ṣur'ah) dengan mendamahkan huruf "ṣād" dan memfatahkan huruf "rā`"; makna aslinya di kalangan Arab adalah orang yang banyak membanting musuh.

en

46/22- Sulaymān ibn Surad (may Allah be pleased with him) reported: While I was sitting in the company of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him), two men insulted each other and the face of one of them turned red and his jugular veins swelled (out of extreme anger). The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “I know a word that if he said, his rage would go away. If he said: A‘ūdhu billāhi min ash-shaytān ar-rajīm (I seek refuge with Allah from the accursed devil), his rage would subside.” So they said to the man: The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Seek refuge with Allah from the accursed devil.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

22/46- Sulaiman bin Ṣurad -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku sedang duduk bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika dua orang laki-laki saling bertengkar, muka salah satunya telah merah dan urat lehernya menggelembung, maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sungguh, aku mengetahui satu kalimat kalau dia mengucapkannya niscaya kemarahan yang dialaminya akan hilang. Yaitu kalau dia mengucapkan, 'A'ūżu billāhi minasy-syaiṭānir-rajīm (Saya berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk)', niscaya kemarahan yang dirasakannya akan hilang.” Maka para sahabat berkata kepadanya, "Sesungguhnya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah berkata, "Berlindunglah kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk (dengan membaca istiazah)." (Muttafaq 'Alaih)

en

Guidance from the Hadiiths:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It urges the individual to adhere to self-restraint at the time of anger.

1) Anjuran agar manusia menguasai diri ketika marah.

en

2) Seeking refuge in Allah from the accursed devil helps the person to be patient and restrain himself. The devil is the source of all evils. He keeps fanning the rage of the angry person until the latter speaks ill and does what displeases Allah, the Most Merciful.

2) Berlindung (membaca istiazah) kepada Allah dari setan yang terkutuk termasuk tindakan yang akan membantu hamba untuk bersabar dan menolak hawa nafsu. Karena setan adalah sumber semua keburukan, dan setan akan terus-menerus membakar hati orang yang marah hingga dia mengucapkan ucapan mungkar serta melakukan perbuatan yang menyelisihi rida Allah Yang Maha Pengasih.

en

3) Getting angry for a cause other than the cause of Allah Almighty is inspired by the devil, whereas getting angry because of the violation of Allah’s prohibitions is a sign of sound faith.

3) Marah yang bukan karena Allah -Ta'ālā- berasal dari tipu daya setan, adapun marah yang disebabkan karena perkara yang Allah haramkan dilanggar merupaka tanda iman yang benar.

en

47/23 - Mu‘ādh ibn Anas (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Whoever suppresses his rage while being able to vent it, Allah, Glorified and Exalted, will call him before the entire creation on the Day of Judgment so that he can choose whomever he wishes of the houris (damsels of Paradise).” [Narrated by Abu Dāwūd and Al-Tirmidhi, who classified it as Hasan (sound)]

23/47- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah bersabda, "Siapa yang menahan amarah, padahal ia mampu untuk meluapkannya, maka Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk pada hari Kiamat lalu dipersilakan untuk memilih bidadari yang ia sukai." (HR. Abu Daud dan Tirmizi, dan ia berkata, "Hadisnya hasan")

en

48/24 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported: A man came to the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) and said: “Advise me.” He replied: “Do not get angry.” The man repeated this several times and every time he replied: “Do not get angry.” [Narrated by Al-Bukhāri]

24/48- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Berilah aku wasiat?" Beliau bersabda, "Jangan marah!" Orang itu mengulangi permintaannya berkali-kali, beliau tetap bersabda, "Jangan marah!" (HR. Bukhari)

en

49/25 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Trials will not cease afflicting the believing man and the believing woman in their self, children, and wealth, until they meet Allah without having any sin.” [Narrated by Al-Tirmidhi; he classified it as Hasan Sahīh (sound and authentic)]

25/49- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Cobaan akan senantiasa menimpa orang beriman laki-laki dan perempuan pada diri, anak, dan hartanya hingga dia berjumpa dengan Allah -Ta'ālā- (meninggal) dalam keadaan tidak memiliki dosa." (HR. Tirmidzi dan dia berkata, "Hadisnya hasan sahih")

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

Suppresses his rage: to withstand its cause and bear it patiently.

كَظَمَ غَيْظًا (kaẓama gaiẓan): bersabar menahan amarah dan pemicunya.

en

Guidance from the Hadiiths:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It shows the excellence of patience as it is one of the major means to draw oneself closer to Allah, the Exalted, and a most important advice to be heeded by the believer.

1) Keutamaan sabar; yaitu merupakan ibadah paling besar untuk mendekatkan diri kepada Allah -'Azza wa Jalla- serta perkara paling penting untuk diwasiatkan kepada manusia.

en

2) When the believer bears patiently and awaits Allah’s reward, Allah Almighty expiates his sins.

2) Bila seseorang bersabar dan mengharap pahala di sisi Allah -Ta'ālā- maka Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya.

en

3) An aspect of Allah’s mercy towards his believing servants is that He expiates their sins by afflicting them with calamities and plights of this world.

3) Di antara bentuk rahmat Allah -Azza wa Jalla- kepada hamba-hamba-Nya yang beriman adalah mengampuni dosa-dosa mereka karena musibah dan bencana-bencana dunia yang menimpa mereka.

en

50/26- ‘Abdullah ibn ‘Abbās (may Allah be pleased with him and his father) reported: ‘Uyaynah ibn Hisn came to Madīnah and stayed with his nephew al-Hurr ibn Qays who was among the people close to ‘Umar (may Allah be pleased with him). The Qur’anic reciters, old or young, had the privilege of joining ‘Umar’s council and he used to consult them. ‘Uyaynah said to al-Hurr: “My nephew! You are privileged in the sight of this Commander of the Believers. So, seek permission for me to sit with him?” Al-Hurr asked ‘Umar and he granted permission. When ‘Uyaynah came into the presence of ‘Umar, he addressed him thus: “O son of al-Khattāb! By Allah, you neither bestow much on us nor deal with us justly.” ‘Umar got so angry that he was about to beat him. Thereupon, al-Hurr said: “O Commander of the Believers! Allah said to His Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him): {Be gracious, enjoin what is right and turn away from those who are ignorant.} [Al-A‘rāf: 199] Indeed, this one is from the ignorants.” By Allah! ‘Umar stood committed to the verse when al-Hurr recited it, as he always adhered strictly to the Book of Allah Almighty. [Narrated by Al-Bukhāri]

26/50- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Uyainah bin Ḥiṣn datang lalu menginap di tempat keponakannya, Al-Ḥurr bin Qais. Dia termasuk salah seorang yang dekat dengan Umar -raḍiyallāhu 'anhu, karena dahulu, Umar mengangkat para penghafal Al-Qur`ān sebagai dewan majelis dan musyawarahnya, yang tua maupun yang muda. 'Uyainah berkata kepada keponakannya, 'Wahai anak saudaraku, kamu adalah orang yang memiliki kedudukan di hadapan Amīrul-Mu`minīn, maka mintalah izin kepadanya agar aku dapat menemuinya.' Lantas keponakannya memintakan izin dan Umar mengizinkannya. Ketika 'Uyainah masuk, ia berkata, 'Heh. Wahai Ibnul-Khaṭṭāb, demi Allah, engkau tidak memberi yang banyak kepada kami dan engkau tidak menetapkan hukum kepada kami dengan adil.' Umar -raḍiyallāhu 'anhu- marah hingga berniat untuk memukulnya. Al-Ḥurr berkata kepada Umar, 'Amīrul-Mu`minīn, sesungguhnya Allah -Ta'ālā- telah berfirman kepada Nabi-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Berikanlah maaf, perintahkanlah untuk berbuat baik, dan berpalinglah dari orang-orang jahil." (QS. Al-A'rāf: 199) Sesungguhnya orang ini termasuk orang yang jahil. Demi Allah, Umar tidak mengabaikan ayat itu ketika dia membacanya, sebab Umar adalah orang yang sangat patuh terhadap Al-Qur`ān." (HR. Bukhari)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

هِيْ (hī): ucapan ancaman.

en

--

مَا تُعْطِينَا الْجَزْل (mā yu'ṭīnal-jazal): engkau tidak memberi kami pemberian yang banyak.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) When one is stricken with rage and anger, he should remember the words of Allah, the Exalted, the words of the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him), and the practice and patience of the Companions (may Allah be pleased with them) so that one commits to the limits set by Allah Almighty.

1) Kewajiban seseorang ketika sedang marah atau murka agar mengingat Kalam Allah -'Azza wa Jalla- dan hadis Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta perbuatan dan kesabaran para sahabat agar dia menjadi orang yang patuh kepada batasan-batasan Allah -Ta'ālā-.

en

2) It shows the great merit of the honorable Companion ‘Umar ibn al-Khattāb (may Allah be pleased with him) as he was committed to the limits of Allah, the Exalted. Today, Muslims should follow the example of role models like the Companions (may Allah be pleased with them) and avoid the likes of disbelievers, sinners, and heedless people.

2) Keutamaan besar yang dimiliki sahabat yang mulia Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu-. Dia sangat patuh menjaga batasan-batasan Allah -'Azza wa Jalla-. Maka sudah menjadi kewajiban orang Islam pada hari ini untuk menjadikan orang-orag seperti sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- sebagai teladan, serta menjauhi teladan buruk dari kalangan orang kafir, fasik, dan lalai.

en

3) The ruler is obligated to choose people of knowledge and faith to be his companions.

3) Kewajiban para penguasa untuk memilih dewan majelis dari kalangan orang-orang berilmu dan beriman.

en

51/27 - Ibn Mas‘ūd (may Allah be pleased with him) reported that the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “There will be favoritism after me and other matters that you will disapprove of.” The Companions asked: “O, Messenger of Allah, what do you order us to do (under such circumstances)?” He said: “Fulfill the duties upon you and ask Allah for your rights.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

27/51- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya, setelah aku wafat akan ada (penguasa) yang mementingkan diri sendiri serta perkara-perkara yang kalian ingkari." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepada kami?" Beliau menjawab, "Tunaikanlah hak yang menjadi kewajiban kalian dan mohonlah kepada Allah apa yang menjadi hak kalian." (Muttafaq ‘Alaih)

en

--

الأثَرَة (al-aṡarah): mengkhususkan diri pada sesuatu dari orang lain yang memiliki hak di dalamnya.

en

52/28- Abu Yahya Usayd ibn Hudayr (may Allah be pleased with him) reported that a man from the Ansār said: “O Messenger of Allah! Will you not appoint me as you appointed so-and-so?” He replied: “You will experience favoritism after me, so have patience until you meet me at the Hawd (the Basin).” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

87/52- Abu Yahya Usaid bin Ḥuḍair -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa seorang laki-laki kaum Ansar telah berkata, "Wahai Rasulullah, tidakkah engkau mengangkatku (sebagai pejabat) sebagaimana engkau mengangkat fulan?" Beliau bersabda, "Sesungguhnya kalian akan mendapatkan (penguasa) yang mementingkan diri setelah aku wafat. Karena itu, bersabarlah sampai kalian menjumpaiku di telaga." (Muttafaq 'Alaih)

en

--

أُسَيْدٌ (Usaid), dengan mendamahkan huruf "hamzah". حُضَيْرٌ (Ḥuḍair), dengan huruf "ḥā`" yang didammahkan dan "ḍād" yang difatahkan. Wallahu a'lam

en

Guidance from the Hadīths:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It urges people to bear patiently the rulers’ unlawful treatment of their subjects and that they should fulfill their duties of listening and obeying in what is good.

1) Anjuran kepada manusia agar bersabar menghadapi kezaliman penguasa di dalam hak rakyat serta tetap menunaikan kewajiban mereka untuk mendengar dan taat pada kebaikan.

en

2) Asking Allah, the Exalted, of His bounties is one of the greatest means to secure one’s needs and ward off what he fears.

2) Memohon karunia Allah -'Azza wa Jalla- merupakan sebab paling besar untuk meraih apa yang diinginkan dan menolak apa yang dikhawatirkan.

en

3) The reward of those who were patient on the Day of Judgment is drinking from the Basin of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him). If the believer misses any of the fortunes of this world, he should remember the great reward in the Hereafter.

3) Di antara balasan bagi orang-orang yang sabar pada hari Kiamat adalah diperkenankan minum dari telaga Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan sikap orang beriman bila kehilangan sebagian kenikmatan dunia agar ingat kepada pahala besar yang ada di akhirat.

en

53/29 - Abu Ibrāhim ‘Abdullah ibn abi Awfa (may Allah be pleased with him and his father) reported: “On one occasion as the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) was in a battle against the enemy, he waited till the sun declined, then he stood up to address the people and said: “O people, do not wish to meet the enemy, and ask Allah for safety. And if you meet them, have patience and know that Paradise lies under the shadows of swords.” Then the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “O Allah, Revealer of the Book, Mover of the clouds, Defeater of the armies, defeat them and give us victory over them.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

29/53- Abu Ibrahim Abdullah bin Abi Aufā -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di beberapa kesempatan ketika bertemu musuh, beliau menunggu (tidak menyerang) hingga ketika matahari telah condong, beliau berdiri di tengah-tengah sahabat seraya berpidato, "Wahai sekalian manusia! Janganlah kalian berharap bertemu musuh. Mohonlah kepada Allah keselamatan. Lalu, bila kalian telah bertemu musuh, maka bersabarlah. Ketahuilah, bahwa surga di bawah bayang-bayang pedang." Kemudian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berdoa, "Ya Allah! Rabb Yang menurunkan hujan, Yang menjalankan awan, Yang mengalahkan sekutu orang-orang musyrikin. Kalahkanlah mereka dan menangkanlah kami atas mereka." (Muttafaq 'Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It forbids the individual from wishing to meet the enemy; but if it happened, one must be patient and ask Allah, the Exalted, to aid him in fulfilling this task.

1) Larangan mengharap bertemu musuh; tetapi bila telah bertemu maka seorang hamba wajib bersabar dan memohon kepada Allah -'Azza wa Jalla- agar diberikan pertolongan dalam tugas tersebut.

en

2) It is recommended to supplicate Allah for the defeat of the enemy, because a fighter in the cause of Allah always resorts to Allah to grant him victory over his enemies.

2) Anjuran mendoakan kekalahan musuh; karena mujahid itu seharusnya memohon kepada Allah -Ta'ālā- agar dimenangkan atas musuhnya.

en

Benefit:

Faedah Tambahan:

en

The prohibition of wishing to meet the enemy does not imply dislike of Jihad, or not cherishing the idea of fighting in the battlefield, nor wishing to be a martyr for the sake of Allah. Instead, all of these wishes are encouraged by the Sharia and are traits of those who are righteous and truthful.

Larangan mengharap bertemu musuh bukan berarti membenci jihad dan tidak mengajak diri untuk berperang atau mengharap mati syahid di jalan Allah, karena semua itu termasuk yang dianjurkan oleh agama dan dijadikan sebagai sifat orang-orang yang bertakwa dan tingkatan orang-orang sidik.