Terjemahan yang Berlaku English عربي
en

129 - Chapter on the etiquette of gatherings and those gathered

129- BAB ADAB MAJELIS DAN TEMAN DUDUK

en

825/1 - Ibn ‘Umar (may Allah be pleased with him and his father) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “None of you should make a man rise from his seat then sit in it. Rather, make room and spread out.” When anyone would stand in a gathering to make room for Ibn ‘Umar, he would not sit there. [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

1/825- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Jangan sekali-kali salah seorang kalian menyuruh saudaranya berdiri dari tempat duduknya kemudian dia yang duduk di tempat itu. Tetapi berlapang-lapanglah dan luaskan (tempat)." Dahulu Ibnu Umar, apabila seseorang berdiri dari tempat duduknya untuknya, maka dia tidak akan mau duduk di sana. (Muttafaq 'Alaih)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It points out the Prophetic Sunnah of making room and spreading out in gatherings. This manner brings love and harmony among people.

1) Menampakkan Sunnah Nabi dalam hal melapangkan majelis dengan mengatakan, "Saling melapangkanlah di dalam majelis." Dengan menyebarkan adab ini akan menjadikan hati orang beriman saling mencintai dan saling bersatu.

en

2) It highlights the piety and care shown by Ibn ‘Umar (may Allah be pleased with him and his father).

2) Menjelaskan sifat warak Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-.

en

826/2 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “When one of you gets up from his place and then returns to it, he is more entitled to it.” [Narrated by Muslim]

2/826- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Jika salah seorang kalian berdiri dari tempat duduknya kemudian kembali lagi, maka dia yang lebih berhak dengan tempat itu." (HR. Muslim)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) If a person leaves his seat in a gathering for some need and then returns to it, he is more entitled to it than others.

1) Jika pemilik tempat duduk bangun untuk suatu keperluan lalu kembali lagi, maka dia lebih berhak dengan tempat tersebut dari yang lain.

en

2) Islam is careful to give everyone their due rights, curbing vain inclinations and respecting the rights of brotherliness in faith.

2) Besarnya perhatian Islam dalam memberikan hak setiap orang, dengan tujuan mengekang hawa nafsu dan menghormati hak persaudaraan seiman.

en

827/3 - Jābir ibn Samurah (may Allah be pleased with him) reported: “When we went to the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him), one would sit at any empty place near the group.”

3/827- Jābir bin Samurah -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Dahulu jika kami datang ke (majelis) Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- maka setiap kami akan duduk di tempat terakhir majelis yang dia dapatkan."

en

[Narrated by Abu Dāwūd and Al-Tirmidhi, who classified it as Hasan (sound)]

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It points out one of the etiquettes related to gatherings, namely sitting at any empty place near the group.

1) Menjelaskan salah satu adab majelis, yaitu supaya Anda duduk di tempat terakhir majelis yang Anda dapatkan.

en

2) This etiquette is recommended in all gatherings in general and in the gatherings of knowledge in particular, for they are the noblest and most worthy of proper manners.

2) Adab ini dianjurkan secara umum, khususnya di majelis ilmu, karena majelis ilmu adalah majelis yang paling mulia dan paling berhak dengan adab ini.

en

828/4 - Abu ‘Abdullāh Salmān al-Fārisi (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “If a man takes a bath on Friday, purifies himself as much as he can, uses his (hair) oil or applies whatever perfume available in his house, then proceeds (for the Friday prayer) and does not separate two people (to make a seat for himself), then prays as much as (Allah has) written for him, and remains silent when the Imam speaks, his sins between that Friday and the following Friday will be forgiven.” [Narrated by Al-Bukhāri]

4/828- Abu Abdillah Salmān Al-Fārisiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidaklah seorang laki-laki mandi pada hari Jumat dan membersihkan diri semaksimal mungkin, memakai minyak wanginya atau memakai minyak wangi keluarganya, kemudian dia keluar dan tidak memisahkan antara dua orang, kemudian dia melaksanakan salat yang telah ditetapkan baginya, kemudian dia diam ketika imam berkhotbah, kecuali akan diampuni dosa-dosanya di antara jumat tersebut dan jumat yang lain." (HR. Bukhari)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) One of the etiquettes of attending the Friday prayer is not to separate between two persons. But if there is a gap between two persons, then filling it is not considered separating between them.

1) Di antara adab menghadiri salat Jumat adalah agar tidak memisahkan antara dua orang dalam saf, kecuali bila di depan masih ada tempat yang kosong, maka berjalan untuk mengisinya tidak termasuk perbuatan memisahkan yang dilarang.

en

2) Expiation of sins from Friday to Friday is conditional upon the fulfillment of all the etiquettes mentioned in the Hadīth. A complete reward depends on a complete action.

2) Penghapusan dosa antara Jumat yang satu dengan Jumat yang lain, syaratnya harus terpenuhi semua adab Jumat yang disebutkan dalam hadis ini, karena pahala yang sempurna akan diberikan kepada amal yang sempurna pula.

en

829/5 - ‘Amr ibn Shu‘ayb related from his father that his grandfather (may Allah be pleased with him) reported that the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “It is not lawful for a man to separate two persons except with their permission.” [Narrated by Abu Dāwūd and Al-Tirmidhi, who classified it as Hasan (sound)]

5/829- 'Amr bin Syu'aib meriwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidak halal bagi seseorang untuk memisahkan antara dua orang, kecuali dengan izin keduanya." (HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

en

In a version by Abu Dāwūd: “He should not sit between two men except with their permission.”

Dalam riwayat Abu Daud disebutkan, "Janganlah seseorang duduk di antara dua orang, kecuali dengan izin keduanya."

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) It is not permissible to separate two persons, unless they give permission in words or action.

1) Tidak boleh memisahkan antara dua orang di tempat duduk mereka, kecuali jika keduanya mengizinkan hal itu, baik izin secara lisan maupun perbuatan.

en

2) A Muslim should be considerate of people’s feelings and not annoy them.

2) Seorang muslim harus menghargai perasaan orang lain dan tidak menjadikan mereka merasa sempit.

en

830/6 - Hudhayfah ibn al-Yamān (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) cursed the one who sits in the middle of people’s circle. [Narrated by Abu Dāwūd, with a sound Isnād]

6/830- Ḥużaifah bin Al-Yamān -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melaknat orang yang duduk di tengah-tengah majelis. (HR. Abu Daud dengan sanad hasan)

en

Al-Tirmidhi reported from Abu Mijlaz that a man sat in the middle of a circle. Thereupon, Hudhayfah said: “He is cured by the tongue of Muhammad (may Allah’s peace and blessings be upon him),” or “Allah cursed through the tongue of Muhammad (may Allah’s peace and blessings be upon him), he who sits in the middle of a circle.” [Al-Tirmidhi classified this Hadīth as Hasan Sahīh (sound and authentic)]

Juga diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Abu Mijlaz: Bahwa ada seorang laki-laki duduk di tengah majelis, lalu Huzaifah berkata, "Telah terlaknat -atau Allah telah melaknat- melalui lisan Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- orang yang duduk di tengah majelis." (Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih") [7].

en
[7] The Hadīth has a weak Isnād.
[7] (1) Hadis ini sanadnya daif.
en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) A person should sit at any empty place near the gathering, not in the middle of the circle.

1) Setiap orang harus duduk di bagian terakhir majelis yang dia dapatkan dan tidak ke tengah-tengah majelis.

en

2) When a person sits in the middle of a circle, he acts as a barrier amongst them, and this is a form of encroachment upon their rights.

2) Di antara hikmah larangan duduk di tengah majelis adalah karena hal itu akan menghalangi manusia di dalam majelis mereka, dan hal ini termasuk bentuk menzalimi mereka dan menzalimi hak mereka.

en

831/7 - Abu Sa‘īd al-Khudri (may Allah be pleased with him) reported: I heard the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) say: “The best gatherings are the widest.”

7/831- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sebaik-baik majelis adalah yang paling lapang."

en

[Narrated by Abu Dāwūd with an authentic Isnād that meets the conditions of Al-Bukhāri]

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih sesuai syarat Bukhari)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Wide gatherings are the best of gatherings, since they give a sense of relief and spaciousness.

1) Majelis yang lapang adalah sebaik-baik majelis, karena di dalamnya terdapat ketenangan dan kelapangan dada.

en

2) Attendees should prevent anything that restricts the space of the gathering, lest it may lose its benefit. This is particularly so if it is a gathering of knowledge.

2) Orang-orang yang hadir di majelis harus meninggalkan semua yang dapat mengakibatkan kesempitan dalam majelis, supaya majelis tidak kehilangan buahnya, khususnya jika majelis tersebut adalah majelis ilmu.

en

832/8 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Whoever sits in a gathering and indulges in useless talk, and before getting up, he says, ‘Subhānak Allāhumma wa bihamdik, ashhadu an la ilāha illa ant, astaghfiruka wa atūbu ilayk (O Allah, glory and praise be to You. I testify that there is no god but You; I ask Your Pardon and turn to You in repentance),’ he will be forgiven for what took place in that assembly.” [Narrated by Al-Tirmidhi; he classified it as Hasan Sahīh (sound and authentic)]

8/832- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang duduk dalam suatu majelis dan banyak ucapannya yang tidak berguna di dalamnya, kemudian sebelum meninggalkan majelisnya itu dia membaca, 'Subḥānaka Allāhumma wa biḥamdika, asyhadu an lā ilāha illā Anta, astagfiruka wa atūbu ilaika (Mahasuci Engkau, ya Allah, dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi tiada ilah yang berhak disembah selain Engkau, aku memohon ampunan kepada-Mu dan aku bertobat kepada-Mu),' maka akan diampuni dosanya selama dalam majelisnya itu." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

en

833/9 - Abu Barzah (may Allah be pleased with him) reported: When the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) intended to get up from the assembly, the last thing he would say was: “O Allah, glory and praise be to You. I testify that there is no god but You; I ask Your Pardon and turn to You in repentance.” A man asked: “O Messenger of Allah, you utter words now which you did not say in the past?” He replied: “This is an atonement for what takes place in the assembly.” [Narrated by Abu Dāwūd]

9/833- Abu Barzah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- apabila hendak bangun di akhir majelis , beliau membaca, Subḥānaka Allāhumma wa biḥamdika, asyhadu an lā ilāha illā Anta, astagfiruka wa atūbu ilaika (Mahasuci Engkau, ya Allah, dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi tiada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau, aku memohon ampunan kepada-Mu dan aku bertobat kepada-Mu).'" Seorang laki-laki berkata, "Wahai Rasulullah! Sungguh, engkau membaca sesuatu yang sebelumnya tidak pernah engkau baca?" Beliau bersabda, "Itu sebagai penghapus dosa yang terjadi di dalam majelis." (HR. Abu Daud)

en

It was also narrated by Al-Hākim in Al-Mustadrak as reported by ‘Ā’ishah (may Allah be pleased with her). He classified its Isnād as authentic.

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Al-Ḥākim Abu Abdillāh dalam Al-Mustadrak dari riwayat Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, dan dia berkata, "Sanadnya sahih."

en

--

Kosa Kata Asing:

en

--

لَغَطُه (lagaṭuhu): ucapannya yang tidak berguna.

en

--

بِأَخَرَة (bi akharah): di akhir majelis.

en

Guidance from the Hadīths:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) If a person sits in a gathering and engages in a lot of idle talk, he can expiate for that through the reported supplication. A believer should be keen to memorize this supplication, say it in gatherings, and teach it to other attendees.

1) Siapa yang duduk dalam suatu majelis, dan banyak ucapan sia-sia di dalam majelis tersebut, maka itu akan dihapus oleh doa yang disebutkan dalam doa kaffāratul-majlis; sehingga seorang mukmin harus berusaha kuat untuk menghafalnya lalu membacanya di dalam majelis serta mengajarkannya kepada orang-orang yang bermajelis.

en

2) The supplication involves exaltation of Allah Almighty above any imperfection, praise Him for everything, affirmation of His divinity and oneness, and repenting to Him.

2) Doa ini mengandung penyucian Allah dari segala aib dan kekurangan, pujian kepada-Nya atas semua perbuatan-Nya, penetapan ulūhīyah (sifat ketuhanan) kepada Allah -Ta'ālā- semata, dan kembali kepada Allah dengan beristigfar dan melakukan tobat.

en

Benefit:

Faedah Tambahan:

en

This supplication should also be said at the end of pious gatherings, acting like a seal, as indicated in an authentic Hadīth narrated by Al-Nasā’i and reported by ‘Ā’ishah (may Allah be pleased with her): “When the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) sat in a gathering or offered a prayer, he would utter certain words. I asked him about these words and he replied: ‘If he (a person) has spoken some good words, these will be a seal for them to preserve them until the Day of Resurrection, and if he has spoken otherwise, these will be an expiation for him: Subhānak Allāhumma wa bihamdik, la ilāha illa ant, astaghfiruka wa atūbu ilayk (O Allah, glory and praise be to You. I testify that there is no god but You; I ask Your Pardon and turn to You in repentance).’”

Doa ini dibaca di akhir majelis kebaikan dan zikir atau ilmu, agar ia laksana segel baginya. Sebagaimana hal itu disebutkan dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh An-Nasā`iy dalam 'Amalul-Yaum wal-Lailah, dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, dia berkata, "Apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah duduk dalam suatu majelis atau mengerjakan suatu salat, beliau membaca beberapa kalimat. Kemudian aku bertanya kepada beliau tentang kalimat-kalimat itu. Beliau bersabda, 'Yaitu, bila dia berbicara yang baik, maka kalimat itu akan menjadi segelnya hingga hari Kiamat. Dan jika dia berbicara selain itu, maka kalimat itu sebagai penghapusnya. Yaitu: Subḥānaka Allāhumma wa biḥamdika, asyhadu an lā ilāha illā Anta, astagfiruka wa atūbu ilaika (Mahasuci Engkau, ya Allah, dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi tiada ilah yang berhak disembah selain Engkau, aku memohon ampunan kepada-Mu dan aku bertobat kepada-Mu).'"

en

834/10 - Ibn ‘Umar (may Allah be pleased with him) reported: The Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) would rarely get up from a gathering without making this supplication: “Allāhumma iqsim lana min khashyatika ma tahūlu bihi baynana wa bayna ma‘āsīk, wa min tā‘atika ma tuballighuna bihi jannatak, wa min al-yaqīni ma tuhawwinu bihi ‘alayna masā’ib al-dunya. Allāhumma matti‘na bi-asmā‘ina wa absārina wa quwwātina mā ahyaytana, waj‘alhu al-wāritha minna, waj‘al tha’rana ‘ala man zhalamana, wansurna ‘ala man ‘ādana, wa la taj‘al musībatana fi dīnina, wa la taj‘al al-dunya akbara hammina wa la mablagha ‘ilmina, wa la tusallit ‘alayna man la yarhamuna ( O Allah, apportion to us such fear that should serve as a barrier between us and acts of disobedience; and such obedience that should take us to Your Paradise; and such certitude that should alleviate for us the calamities of this worldly life. O Allah, let us enjoy our hearing, our sight and our strength as long as You keep us alive, and allow this to remain until our death, and make our retaliation restricted to those who oppress us, and give us victory over those who show hostility towards us. Let no misfortune afflict our religion; let not worldly affairs be our main concern or the ultimate limit of our knowledge, and give not authority over us to those who do not show mercy to us.” [Narrated by Al-Tirmidhi; and he classified it as Hasan (sound)]

10/834- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Jarang sekali Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bangun dari suatu majelis kecuali beliau membaca doa ini: "Allāhumma iqsim lanā min khasy-yatika mā taḥūlu bihī bainanā wa baina ma'āṣīk, wa min ṭā'atika mā tuballigunā bihī jannataka, wa minal-yaqīni mā tuhawwinu bihī 'alainā maṣā`ibad-dunyā. Allāhumma matti'nā bi asmā'inā wa abṣārinā wa quwwatinā mā aḥyaitanā. Wa-j'alhul-wāriṡa minnā, wa-j'al ṡa`ranā 'alā man ẓalamanā, wa-nṣurnā 'alā man 'ādānā. Wa lā taj'al muṣībatanā fī dīninā, wa lā taj'alid-dunyā akbara hamminā wa lā mablaga 'ilminā wa lā tusalliṭ 'alainā ma lā yarḥamunā (Ya Allah! Berikanlah kepada kami rasa takut kepada-Mu yang akan mencegah kami berbuat maksiat kepada-Mu. Anugerahkanlah kepada kami ketaatan kepada-Mu yang akan mengantarkan kami kepada surga-Mu. Anugerahkanlah kepada kami keyakinan yang akan meringankan ujian dunia bagi kami. Ya Allah! Berikanlah kami kenikmatan dan manfaat pada pendengaran kami, penglihatan kami, dan kekuatan kami, selama Engkau menghidupkan kami, dan jadikanlah ia sebagai pewaris kami. Jadikanlah pembalasan kami terhadap orang yang menzalimi kami, dan tolonglah kami atas orang-orang yang memusuhi kami. Janganlah Engkau timpakan musibah pada agama kami, dan jangan jadikan dunia tujuan terbesar kami dan jangan pula tujuan akhir ilmu kami. Janganlah Engkau timpakan kepada kami penguasa yang tidak menyayangi kami)." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) We are encouraged to supplicate Allah Almighty to grant us what stands as a barrier between us and acts of disobedience, namely fear of Allah. The more a person is fearful of his Lord, the more he exalts Him.

1) Anjuran untuk memohon sesuatu yang akan menghalangi seseorang dari berbuat maksiat, yaitu rasa takut kepada Allah -Ta'ālā-; semakin tinggi rasa takut seorang hamba kepada Allah maka akan semakin tinggi pengagungannya kepada-Nya.

en

2) A person should constantly seek help from Allah Almighty. Indeed, we can only be led to obedience with help from our Lord.

2) Seorang hamba harus terus-menerus memohon pertolongan kepada Allah -Ta'ālā-, karena taufik untuk melakukan ketaatan tidak akan terwujud kecuali dengan pertolongan-Nya.

en

3) It is recommended to ask Allah Almighty for the continuity of His favors and enjoying them in a lawful manner.

3) Anjuran meminta kekekalan dan keberlangsungan nikmat serta menggunakannya pada selain maksiat.

en

4) This Dhikr is not required all the time. What is meant here is that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) would often say it.

4) Zikir ini tidak harus dibaca terus-menerus, tetapi yang ingin kita sampaikan adalah bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sering membacanya.

en

835/11 - Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “No people leave a gathering in which they do not remember Allah Almighty except that it will be as if they are leaving the carcass of a donkey, and it will be a cause of regret for them.”

11/835- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidaklah suatu kaum bangun dari sebuah majelis sementara di dalamnya mereka tidak berzikir kepada Allah -Ta'ālā-, melainkan mereka seperti bangun dari bangkai keledai, dan hal itu akan menjadi penyesalan bagi mereka."

en

[Narrated by Abu Dāwūd, with an authentic Isnād]

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

en

836/12 - He also reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “No people sit in an assembly where they do not mention the name of Allah or invoke prayers upon their Prophet but they will regret it. If Allah wills, He will punish them, and if He wills, He will forgive them.” [Narrated by Al-Tirmidhi; and he classified it as Hasan (sound)]

12/836- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, "Tidaklah suatu kaum duduk dalam sebuah majelis yang di dalamnya mereka tidak berzikir kepada Allah -Ta'ālā- dan tidak pula berselawat kepada nabi mereka, kecuali akan menjadi penyesalan bagi mereka. Jika berkehendak, Allah akan mengazab mereka, dan jika berkehendak, Allah akan mengampuni mereka." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

en

837/13 - He also reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Whoever sits in a place where he does not remember Allah, deprivation will descend on him from Allah; and whoever lies down in a place where he does not remember Allah, deprivation will descend on him from Allah.” [Narrated by Abu Dāwūd]

13/837- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang duduk di sebuah tempat yang di dalamnya dia tidak berzikir kepada Allah, maka kelak pada hari Kiamat hal itu menjadi kerugian baginya dari Allah. Dan siapa yang yang berbaring di sebuah pembaringan yang di dalamnya dia tidak berzikir kepada Allah, maka kelak pada hari kiamat hal itu menjadi kerugian baginya dari Allah." (HR. Abu Daud)

en

--

Hadis ini telah disebtukan tidak jauh sebelumnya, serta telah kita jelaskan di sana makna (التِّرَةَ).

en

Guidance from the Hadīths:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) As he attends a gathering, a person should engage in remembrance of Allah and invocation of Allah’s blessings upon His Prophet; otherwise, the gathering will be a source of regret for him.

1) Kewajiban seorang hamba ketika duduk di sebuah majelis adalah memanfaatkannya untuk berzikir kepada Allah -'Azza wa Jalla- dan berselawat kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; jika tidak, maka majelis tersebut akan menjadi sumber penyesalannya.

en

2) Remembrance of Allah makes gatherings good and hearts tranquil. His remembrance is cure, while the remembrance of people is a malaise.

2) Dengan zikir kepada Allah majelis akan menjadi baik dan hati akan tenteram. Karena mengingat Allah adalah asupan dan obat, sedangkan mengingat manusia adalah penyakit.

en

Benefit:

Faedah Tambahan:

en

Imam Al-Hasan al-Basri said in his comment on the following verse: {And they spend out of what We have provided for them},

Imam Al-Ḥasan Al-Baṣriy dalam menafsirkan firman Allah -Ta'ālā-: "Dan mereka menginfakkan sebagian rezeki yang kami berikan kepada mereka",

en

“One of the best types of spending is the giving of knowledge.” Another tradition says:

Ia berkata, "Sesungguhnya, sebesar-besar nafkah adalah nafkah ilmu." Dalam aṡar yang lain disebutkan:

en

“The most excellent gift is a good word, which a person hears and then presents to his fellow Muslim.” Abu al-Dardā’ is reported to have said: “No charity would a person give better than admonition that he gives to his fellow believers, who then disperse after receiving this benefit from him.” [Majmū‘ al-Fatāwa]

"Sebaik-baik pemberian dan sebaik-baik hadiah adalah kalimat baik yang didengar oleh seseorang lalu dia menghadiahkannya kepada saudaranya yang muslim." Dalam sebuah aṡar dari Abu Ad-Dardā`, "Tidaklah seorang hamba bersedekah dengan suatu sedekah yang lebih afdal dari nasihat yang dia sampaikan kepada saudara-saudaranya yang beriman, lalu mereka berpencar dalam keadaan mereka telah diberi manfaat dengannya." (Majmū' Al-Fatāwā)