Terjemahan yang Berlaku English عربي
en

253. Chapter on the Karāmāt (extraordinary matters) related to the Awliyā’ (allies of Allah) and their merit

253- BAB KARAMAH DAN KEUTAMAAN PARA WALI

en

Allah Almighty says: {Indeed, the allies of Allah will have no fear, nor will they grieve. Those who believe and fear Allah. For them are glad tidings in the life of this world and in the Hereafter; there is no change in Allah’s words. That is the supreme triumph.} [Surat Yūnus: 62-64]

Allah -Ta'ālā- berfirman, "Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah. Demikian itulah kemenangan yang agung." (QS. Yūnus: 62-64)

en

And He says: {Shake the trunk of the palm tree towards yourself; fresh ripe dates will drop upon you. So eat and drink} [Surat Maryam: 25-26] And He says: {Every time Zachariah entered her prayer chamber, he found with her provision. He said, “O Mary, where did this come from?” She said, “It is from Allah, for Allah provides for whom He wills without measure.”} [Surat Āl ‘Imrān: 37] And He says: {When you have distanced yourselves from them and what they worship other than Allah, take refuge in the cave; your Lord will extend His mercy to you and make for you an easy way out of your ordeal.” You would have seen the sun when it rose, it would incline away from their Cave to the right; and when it set, it would turn away from them to the left} {Surat al-Kahf: 16-17]

Dia juga berfirman, "Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan dan minumlah." (QS. Maryam: 25-26) Dia juga berfirman, "Setiap kali Zakaria masuk menemuinya di mihrab (kamar khusus ibadah), dia mendapati makanan di sisinya. Dia berkata, 'Wahai Maryam! Dari mana ini engkau peroleh?' Dia (Maryam) menjawab, 'Itu dari Allah.' Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan." (QS. Āli 'Imrān: 37) Dia juga berfirman, "Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusanmu. Dan engkau akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan apabila matahari itu terbenam, menjauhi mereka ke sebelah kiri." (QS. Al-Kahfi: 16-17)

en

Benefit:

Faedah:

en

Karāmāt: any extraordinary matter that Allah manifests through the followers of the Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) either to honor them, or to establish an argument, or to achieve a need like supporting the truth or nullifying falsehood. The best Karāmah (singular of Karāmāt) is to remain steadfast on the straight path. The concept of Karāmāt is established by the Islamic law and reality.

Karamah adalah semua perkara luar biasa yang diperlihatkan oleh Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- lewat tangan para pengikut Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sebagai wujud pemuliaan ataupun sebagai hujah atau karena kebutuhan, misalnya untuk membela kebenaran atau membatalkan kebatilan. Karamah yang paling besar adalah istikamah di atas ajaran agama. Karamah terbukti ada lewat wahyu dan fakta.

en

Guidance from the verses:

Pelajaran dari Ayat:

en

1) The conditions for attaining the status of Wilāyah, which means being a Wali or an ally of Allah, are faith and piety.

1) Syarat kewalian sebagaimana yang disebutkan oleh Allah -'Azza wa Jalla- dalam Kitab-Nya: 1- Iman; 2- Takwa.

en

2) A person cannot be described as Wali unless he has fulfilled these two conditions. The Karāmāt that sorcerers and impostors claim to perform are nothing but lies and fabrications which the devils aid them to do.

Sehingga tidak boleh menyematkan kewalian kepada seseorang kecuali dua syarat ini ada pada dirinya. Apa yang diklaim sebagai karamah oleh sebagian pembohong dan para penyihir tidak lain kecuali kebohongan dan kedustaan yang mereka lakukan dengan bantuan para setan.

en

1) Rather, when a slave does what pleases Allah Almighty, He gives him security against fear, supports him in weakness, helps him, and raises his status in the worldly life and the Hereafter.

2) Bila seorang hamba mengerjakan apa yang mendatangkan rida Allah -Ta'ālā-, niscaya Dia memberikannya rasa aman dari ketakutan, menolongnya dalam kelemahan, membelanya, dan mengangkat kedudukannya di dunia dan akhirat.

en

1503/1- Abu Muhammad, ‘Abdur-Rahmān ibn Abi Bakr As-Siddīq (may Allah be pleased with him and his father) reported: The people of Suffah were poor people, and the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) once said: “Whoever has food enough for two, should take a third one (from among them), and whoever has food enough for four, should take a fifth or sixth (or something similar to that).” Abu Bakr (may Allah be pleased with him) took three people home with him while the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) took ten. Abu Bakr then took his supper at the home of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) and stayed there till he offered the ‘Ishā’ prayer. After a part of the night had passed, he returned home. His wife said to him: “What has detained you from your guests?” He said: “Have you not served them supper?” She said: “They refused to eat until you come. They [the servants] presented the meal to them but they refused to eat.” I (the narrator) went and hid from him. Abu Bakr (my father) called me and rebuked me. Then he said to them: “Please eat. By Allah! I will never eat the meal.” ‘Abdur-Rahmān added: By Allah, whenever we took a morsel of the meal, the meal grew from underneath more than that morsel we had till everybody ate to his fill; yet the remaining food was more than what was in the beginning. On seeing this, Abu Bakr called his wife and said: “O sister of Banu Firās! What is this?” She said: “By the pleasure of my eyes! The food is now three times more than it was.” Then Abu Bakr started eating and said: “My oath not to eat the meal was because of Satan.” He took a mouthful from it and carried the rest to the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him), so it was in his house in the morning. In those days there was a treaty between us and the pagans and when the period of that treaty elapsed, he (may Allah’s peace and blessings be upon him) divided us into twelve groups and every group was headed by a man. Allah knows how many men were under the command of each leader. All of them ate from that meal.”

1/1503- Abu Muhammad Abdurrahman bin Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Ahli Sufah adalah orang-orang yang fakir, dan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- suatu kali pernah bersabda, "Siapa yang memiliki makanan untuk dua orang, hendaklah dia membawa serta orang ketiga. Siapa yang memiliki makanan untuk empat orang, hendaklah dia membawa serta orang kelima dan keenam," atau sebagaimana yang beliau sabdakan. Lalu Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- membawa tiga orang, sedangkan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membawa sepuluh orang. Abu Bakar makan malam di rumah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu menetap hingga selesai melaksanakan salat Isya, kemudian dia pulang setelah malam berlalu seperti yang Allah kehendaki. Istrinya berkata kepadanya, "Apa yang menahanmu dari tamu-tamumu?" Abu Bakar berkata, "Bukankah engkau telah memberi mereka makan malam?" Istrinya berkata, "Mereka tidak mau, kecuali setelah engkau datang. Mereka (keluarga) telah menawari mereka." Abdurrahman berkata: Aku segera pergi lalu bersembunyi. Abu Bakar berkata, "Hai, bodoh!" Dia mencaci dan memaki. Dia melanjutkan, "Makanlah kalian tidak dengan enak. Demi Allah! Aku tidak akan memakannya selamanya." Abdurrahman berkata, "Demi Allah! Tidaklah kami mengambil satu suap kecuali ia bertambah dari bawahnya dengan penambahan yang lebih banyak sampai mereka kenyang dan makanan itu menjadi lebih banyak dari sebelumnya." Abu Bakar memandanginya lalu berkata kepada istrinya, "Wahai saudari Bani Firās! Apa ini?" Istrinya menjawab, "Ia tak berkurang. Mataku sangat sejuk melihatnya. Sungguh ia sekarang lebih banyak tiga kali lipat dari sebelumnya." Kemudian Abu Bakar menyantapnya dan berkata, "Sesungguhnya yang tadi itu dari setan." Maksudnya, sumpahnya sebelumnya. Kemudian dia menyantap satu suapan lalu membawanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan hingga pagi makanan itu masih bersama beliau. Dahulu antara kami dengan suatu kaum terdapat perjanjian damai lalu waktunya habis. Maka kami berpencar menjadi dua belas orang, setiap masing-masing orang bersama sejumlah yang lain. Allah yang lebih tahu berapa orang yang bersama setiap mereka. Ternyata mereka semua bisa makan dari makanan itu secara cukup."

en

According to another narration: So Abu Bakr swore not to eat from the food and so did his wife and the guest – or guests – until he eats from it. Abu Bakr said: “My oath (not to eat from it) was inspired by Satan.” He ordered for the food to be brought, then he ate and so did they. Whenever they took a morsel, the food increased from underneath more than that morsel. So he said (to his wife): “O sister of Banu Firās! What is this?” She said: “By the pleasure of my eyes! The food is now more than it was before you eat from it.” So they all ate and he sent the remaining food to the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) who said that he ate from it.

Dalam riwayat lain, "Abu Bakar bersumpah tidak akan memakannya. Istrinya juga bersumpah tidak akan memakannya. Dan tamu itu -atau para tamu itu- juga bersumpah tidak akan memakannya, kecuali dia ikut makan. Abu Bakar berkata, 'Sumpah ini dari setan!' Dia kemudian meminta makanan itu lalu makan dan mereka pun makan. Tidaklah mereka mengangkat satu suapan kecuali ia bertambah dari bawahnya dengan penambahan yang lebih banyak. Abu Bakar berkata, 'Wahai saudari Bani Firās! Ada apa ini?!' Dia menjawab, 'Sungguh mataku sangat sejuk melihatnya. Sungguh ia sekarang lebih banyak dari yang sebelum kita makan. Mereka pun melanjutkan makan. Lalu Abu Bakar mengirimnya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." Abdurrahman menyebutkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memakannya.

en

In another narration: Abu Bakr said to ‘Abdur-Rahmān: “Look after your guests. I am going to the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him), so finish serving them before I return.” ‘Abdur-Rahmān went at once and served them what was available at that time in the house and asked them to eat. They said: “Where is the head of the house (i.e. Abu Bakr)?” ‘Abdur-Rahmān said: “Take your meal.” They said: “We will not eat till the head of the house comes.” ‘Abdur-Rahmān said: “Accept your meal from us, for if he comes and finds you not having taken your meal yet, we will be blamed severely by him.” But they refused to take their meal. So I was sure that he (my father) would be angry with me. When he came, I went away (to hide) from him. He asked: “What have you done (about the guests)?” They told him the whole story. Abu Bakr called: “O ‘Abdur-Rahmān!” I kept quiet. He then called again: “O ‘Abdur-Rahmān!” I kept quiet, and he called again, “O ignorant (boy)! I ask you by Allah, if you can hear my voice, then come out!” I came out and said: “Please ask your guests (and do not be angry with me).” They said: “He has told the truth; he brought the meal to us.” He said: “So you have been waiting for me! By Allah, I will not eat of it tonight.” They said: “By Allah, we will not eat of it till you eat of it.” He said: “What is wrong with you? Why don’t you accept your meal of hospitality from us?” (He said to me): “Bring the food you have.” I brought it to him, and he put his hand in it, saying: “In the name of Allah. The first (state of fury) was because of Satan.” So Abu Bakr ate and so did his guests. [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

Dalam riwayat yang lain: Abu Bakar berkata kepada Abdurrahman, "Layanilah tamu-tamumu, karena aku hendak menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Hendaklah kalian telah selesai menjamu mereka sebelum aku kembali." Lantas Abdurrahman beranjak dan membawakan mereka apa yang dia miliki. Dia berkata, "Silakan makan!" Namun mereka berkata, "Kemana tuan rumah yang mengundang kami?" Abdurrahman berkata, "Makanlah!" Mereka berkata, "Kami tidak akan makan sampai tuan rumah datang." Abdurrahman berkata, "Terimalah jamuan kami untuk kalian ini. Sungguh bila dia datang sedangkan kalian belum makan, maka kami akan mendapatkan marahnya." Namun mereka tetap menolaknya. Maka aku pun yakin bahwa Abu Bakar akan marah kepadaku. Ketika dia datang, aku langsung menghindar darinya. Abu Bakar berkata, "Apa yang telah kalian lakukan?" Maka mereka mengabarinya. Lalu Abu Bakar menyeru, "Hai Abdurrahman!" Aku pun diam. Kemudian dia kembali menyeru, "Hai Abdurrahman!" Aku tetap diam. Maka dia berkata, "Hai bodoh! Aku bersumpah kepadamu, datanglah jika kamu mendengar suaraku!" Maka aku segera keluar. Aku berkata, "Tanyalah tamu-tamumu." Mereka menjawab, "Dia benar. Dia telah menyuguhkannya kepada kami." Abu Bakar berkata, "Apakah kalian hanya menungguku? Demi Allah! Aku tidak akan memakannya malam ini." Yang lain berkata, "Demi Allah! Kami tidak akan memakannya kecuali engkau ikut makan." Abu Bakar berkata, "Celaka kalian! Kenapa kalian tidak mau menerima jamuan kami? Wahai Abdurrahman! Bawa makananmu ke sini!" Maka Abdurrahman datang membawa makanan tersebut, kemudian Abu Bakar meletakkan tangannya dan berkata, "Bismillāh. Yang pertama itu (sumpah) dari setan." Lalu Abu Bakar makan, dan mereka pun makan." (Muttafaq 'Alaih)

en

-- -- --

غُنْثَر ('unṡar), dengan mendamahkan "gain", kemudian "nūn" yang sukun, setelahnya "ṡā`", artinya: yang bodoh, yang jahil. جدَّعَ (jadda'a): dia mencacinya. الجَدَعُ (al-jada'): memotong. يَجِدُّ عليَّ (yajiddu 'alayya), dengan mengkasrahkan "jīm", artinya: ia memarahiku.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

Suffah: a place at the backside of the Prophet’s Mosque where the poor Companions used to stay.

الصُّفَّة (aṣ-ṣuffah): tempat tinggal orang-orang fakir dari kalangan sahabat di bagian belakang Masjid Nabawi.

en

--

رَبَا (rabā): ia bertambah.

en

By the pleasure of my eyes (Wa qurrati ‘ayni!): an expression of delight at seeing what one likes. It is not meant as a form of swearing by other than Allah, but is rather used to stress the meaning. It is one of the expressions the Arabs commonly used to express amazement and emphasis. In fact, swearing by other than Allah is extremely forbidden. It is impermissible to swear by anything other than Allah; and this is an aspect of the completion and perfection of faith.

قُرَّةُ عَيْنِيْ (qurratu 'ainī): ungkapan rasa bahagia ketika melihat sesuatu yang disenangi, bukan maksudnya bersumpah dengan selain Allah -'Azza wa Jalla-. Ia hanya sebagai bentuk penegasan dan sudah menjadi kebiasaan bangsa Arab dalam mengagumi dan membesar-besarkan suatu perkara. Kalau tidak demikian, maka bersumpah dengan selain Allah -'Azza wa Jalla- dilarang dengan keras. Tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk bersumpah kecuali dengan Allah semata, dan ini termasuk kesempurnaan iman.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The Hadīth underlines the merit of Abu Bakr as-Siddīq (may Allah be pleased with him) being the best Wali (ally) of Allah after the Prophets and Messengers.

1) Menjelaskan keutamaan Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhu-; yaitu dia adalah wali Allah yang paling utama secara mutlak selain para nabi dan rasul.

en

2) One is not to blame for getting angry rightfully, and this should not undermine his merit and high rank.

2) Bila seorang hamba marah lantaran satu sebab yang memicu marah, maka dia tidak dicela atas hal itu, dan tidak juga mengurangi keutamaan dan kedudukannya.

en

3) If a person takes an oath regarding something and then sees a better course of action, he should do what is better and expiate for his broken oath.

3) Bila seorang hamba telah bersumpah atas sesuatu kemudian dia melihat ada hal lain yang lebih baik dari sumpahnya, hendaklah dia membatalkan sumpahnya tersebut dan membayar kafarat, kemudian mengerjakan hal yang lebih baik itu.

en

4) Hospitality to guests is an indication of perfect faith.

4) Memuliakan tamu termasuk kesempurnaan iman.

en

5) One of the principles of upbringing is that a parent should be keen on raising his children upon honorable morals like showing hospitality to guests and helping those in need.

5) Di antara prinsip pendidikan ialah perhatian orang tua terhadap pendidikan anaknya dalam akhlak mulia seperti memuliakan tamu dan membantu orang yang membutuhkan.

en

1504/2- Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “There were among the nations before you people who were Muhaddathūn (inspired). If there is any such person among my followers, then it is ‘Umar.” [Narrated by Al-Bukhāri. Muslim also narrated it on the authority of ‘Āishah] Ibn Wahb said with regards to both narrations: Muhaddathūn means inspired.

2/1504- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sungguh telah ada pada setiap umat sebelum kalian para muḥaddaṡ (orang-orang yang diberikan ilham) dan seandainya ada seseorang seperti itu pada umatku ini, tentu dia adalah Umar." (HR. Bukhari). Juga diriwayatkan oleh Muslim dari hadis Aisyah. Pada riwayat mereka berdua disebutkan: Ibnu Wahb berkata, "Muḥaddaṡūn artinya orang-orang yang diberikan ilham."

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The merit of the glorious Companion ‘Umar ibn al-Khattāb (may Allah be pleased with him), being one of the allies of Allah who were praised by the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him).

1) Keutamaan sahabat yang mulia, Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu-; beliau termasuk wali Allah -'Azza wa Jalla- yang telah dipuji oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

2) The stronger a slave believes in Allah, and the more he obeys Him, He will guide him to the truth in proportion to his faith, knowledge, and good deeds.

2) Semakin kuat iman seorang hamba kepada Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- serta banyak berbuat ketaatan kepada-Nya, maka Dia akan membimbingnya kepada kebenaran sesuai dengan kadar iman, ilmu, dan amal saleh yang dimilikinya.

en

1505/3- Jābir ibn Samurah (may Allah be pleased with him and his father) reported: “The people of Kūfa complained to ‘Umar ibn al-Khattāb (may Allah be pleased with him) about their governor Sa‘d (ibn Abi Waqqās) (may Allah be pleased with him). So ‘Umar dismissed him and appointed ‘Ammār as their governor. They lodged many complaints against Sa‘d and even alleged that Sa‘d does not know how to perform the prayer properly. ‘Umar sent for him and said: ‘O Abu Is-hāq (Sa‘d’s nickname), those people claim that you do not pray properly.’ He replied: ‘By Allah, I used to lead them in prayer exactly as I learnt from the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him). I prolong the first two Rak‘ahs of the ‘Ishā’ prayer and shorten the last two.’ ‘Umar said: ‘That is what I thought of you, O Abu Is-hāq.’ Then he sent a man (or more) with him to Kūfa to ask the people about him. This man went there and did not leave any mosque without asking about Sa‘d. All people praised him till he came to the mosque of the tribe of Banu ‘Abs, where a man called Usāmah ibn Qatādah and nicknamed Abu Sa‘dah stood up and said: ‘Since you asked, I am bound to tell you that Sa‘d never marched with the armies, nor did he ever divide the spoils of war fairly, nor was he ever fair in delivering justice regarding legal verdicts.’ This complaint reached Sa‘d and he said: ’By Allah, I shall make three supplications: O Allah, if this slave of Yours is a liar and got up for showing off and speaking boastfully, then prolong his life, make him poor for the rest of his life, and afflict him with trials.’ This man suffered, following the invocation of Sa‘d, and if asked (about his improper actions), he would tell people that he was an old man struck by the supplication of Sa‘d.”

3/1505- Jābir bin Samurah -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Penduduk Kufah mengadukan Sa'ad Ibnu Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- kepada Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu-. Lantas Umar memberhentikannya dan mengangkat 'Ammār menjadi gubernur mereka. Mereka mengadukan Sa'ad sampai menyebutkan bahwa dia tidak mengerjakan salat dengan baik. Lantas Umar mengirim utusan kepadanya untuk memintanya datang. Umar berkata, 'Wahai Abu Isḥāq! Penduduk Kufah mengklaim bahwa engkau tidak mengerjakan salat dengan baik?' Sa'ad (Abu Isḥāq) menjawab, "Demi Allah! Aku salat bersama mereka sebagaimana salatnya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, aku tidak menguranginya sedikit pun. Aku melaksanakan salat Isya bersama mereka dengan memanjangkan dua rakaat pertama dan meringankan dua rakaat kedua.' Umar berkata, 'Itulah yang kami yakini padamu, wahai Abu Isḥāq!' Kemudian Umar mengutus seseorang atau beberapa orang bersamanya ke Kufah untuk bertanya langsung kepada penduduk Kufah tentang Sa'ad. Tidak ada satu pun masjid yang dikunjungi tanpa menanyakan tentang Sa'ad, dan mereka semua memujinya dengan kebaikan. Hingga akhirnya dia masuk ke sebuah masjid milik Bani 'Abs, salah seorang dari mereka yang bernama Usāmah bin Qatādah dengan nama panggilan Abu Sa'dah berdiri dan berkata, 'Jika kalian minta pendapat kami, maka kami katakan bahwa Sa'ad tidak ikut keluar berjihad, tidak membagi harta dengan pembagian yang sama, dan tidak adil dalam memutuskan perkara.' Sa'ad berkata, 'Demi Allah! Sungguh aku akan berdoa dengan tiga doa: Ya Allah! Jika dia, hambamu ini, berdusta dan mengatakan ini dengan maksud ria atau sumah, maka panjangkanlah umurnya, bentangkanlah kefakirannya, dan timpakanlah dia pada fitnah.' Maka setelah itu, bila dia ditanya mengapa keadaannya jadi sengsara begitu, dia menjawab, 'Aku orang tua renta yang dilanda fitnah akibat doanya Sa'ad.'"

en

‘Abdul Malik ibn ‘Umayr, who narrated the Hadīth from Jābir ibn Samurah, said: “I saw this man afterwards with his eyebrows shaggy and falling over his eyelids because of old age; and he used to harass young girls as they pass by in the roads and touch their bodies.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

Abdul Malik bin 'Umair, perawi yang meriwayatkan hadis ini dari Jābir bin Samurah berkata, "Aku sendiri melihatnya setelah itu, kedua alisnya jatuh menutupi kedua matanya karena tua dan dia benar-benar mengganggu dan menggoda para budak wanita di jalan-jalan." (Muttafaq 'Alaih)

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

لَا أَخْرِمُ (lā akhrimu): aku tidak mengurangi.

en

--

أَرْكُدُ (arkudu): aku berdiri panjang.

en

--

نَشَدْتَنَا (nasyadtanā): engkau meminta kami berpendapat.

en

--

لَا يَسِيْرُ بِالسَّرِيَّةِ (lā yasīr bis-sariyyah): tidak keluar berperang.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Highlighting a Karāmah of Sa‘d ibn Abi Waqqās (may Allah be pleased with him), as he was one of the allies of Allah and his supplications were answered.

1) Menampakkan karamah Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu-, yaitu beliau termasuk wali yang dikabulkan doanya.

en

2) It is permissible for an oppressed person to supplicate against the one who oppressed him without transgression or aggression, for the supplication of an oppressed is surely answered.

2) Orang yang dizalimi boleh mendoakan keburukan atas orang yang menzaliminya tanpa melampaui batas dan menzaliminya, dan doa orang yang dizalimi tidak ditolak.

en

3) The Commander of the Believers, ‘Umar ibn al-Khattāb (may Allah be pleased with him) took good care of his wards and shouldered the responsibility. That is why he was known for his justice and excellent handling of all matters.

3) Perhatian Amīrul-Mu`minīn Umar -raḍiyallāhu 'anhu- terhadap rakyat serta kegigihannya dalam memikul tanggung jawab yang ia emban. Oleh karena itu, beliau terkenal dengan sifat adilnya dan kebaikan manajemennya dalam mengatur semua urusan rakyat.

en

1506/4- ‘Urwah ibn al-Zubayr reported that Sa‘īd ibn Zayd ibn ‘Amr ibn Nufayl (may Allah be pleased with him) had an issue with Arwa bint Aws. She complained to Marwān ibn al-Hakam that he had wrongfully taken possession of a portion of her land. Sa‘īd said: “How could I take a portion of her land after what I have heard from the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him)?!” Marwān asked him: “What did you hear from the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him)?” He said: “I heard the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) saying: ‘He who takes a span of land unjustly will be made to wear it around his neck (on the Day of Judgment) up to seven earths’.” Marwān said to him: “I shall not seek proof from you after this.” Sa‘īd then supplicated: “O Allah! If she is a liar, deprive her of her eyesight and cause her to die in her land.” ‘Urwah said: “She did not die till she had become blind. While she was walking in her land (concerning which the dispute arose), she fell into a pit and died.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

4/1506- 'Urwah bin Az-Zubair meriwayatkan bahwa Sa'īd bin Zaid bin 'Amr bin Nufail -raḍiyallāhu 'anhu- diadukan oleh Arwā binti Aus kepada Marwān bin Al-Ḥakam dan mengklaim bahwa Sa'īd telah mengambil sebagian dari tanah miliknya. Sa'īd berkata, "Mungkinkah aku mengambil sebagian tanah miliknya setelah aku mendengar hadis tentangnya dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-?!" Marwān bertanya, "Apa yang telah engkau dengar dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-?" Sa'īd menjawab, "Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Siapa yang mengambil sejengkal tanah (orang lain) dengan cara zalim, maka pada hari Kiamat dia akan diberikan kalung hingga tujuh lapis bumi.'" Lalu Marwān berkata, "Aku tidak akan menanyakan bukti lagi kepadamu setelah ini." Kemudian Sa'īd berdoa, "Ya Allah! Jika wanita ini berdusta, maka butakanlah penglihatannya dan bunuhlah dia di tanahnya sendiri." 'Urwah mengisahkan, "Tidaklah wanita itu meninggal kecuali penglihatannya telah hilang, dan tatkala dia berjalan di tanahnya dia terpeleset ke dalam lubang dan lantas meninggal dunia." (Muttafaq 'Alaih)

en

In another narration by Muslim on the authority of Muhammad ibn Zayd ibn ‘Abdullah ibn ‘Umar with the same meaning, he said that he saw her when she had become blind, groping along the walls and saying: “I am ruined by the supplication of Sa‘īd.” Later she fell in a well in the same disputed land and died, and it was her grave.

Dalam riwayat Muslim yang lain dari Muhammad bin Zaid bin Abdullah bin Umar yang semakna dengannya, bahwa dia melihatnya dalam keadaan buta berjalan dengan meraba dinding, dia berkata, "Aku dilanda oleh doanya Sa'īd." Juga bahwa dia melewati sumur di rumah tempatnya menuduh Sa'īd lalu jatuh di sana dan tempat itu langsung menjadi kuburnya.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Highlighting the Karāmah of Sa‘īd ibn Zayd (may Allah be pleased with him), namely, that Allah answered his supplication against the woman who lied and wronged him.

1) Menjelaskan karamah Sa'īd bin Zaid -raḍiyallāhu 'anhu- berupa pengabulan doanya oleh Allah untuk keburukan si wanita yang zalim dan pembohong itu.

en

2) The Companions’ keenness on adhering to and acting upon the Sunnah, as they were the most knowledgeable of all people of what Allah Almighty revealed to His Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) in terms of right and wrong.

2) Perhatian para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk mengikuti Sunnah dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi orang yang paling banyak mengetahui larangan-larangan yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

3) A warning against harming the devout scholars, righteous callers to Allah, and pious allies of Allah.

3) Peringatan dari tindakan menyakiti para ulama rabani, dai-dai yang saleh, dan wali-wali Allah.

en

1507/5- Jābir ibn ‘Abdullah (may Allah be pleased with him and his father) reported: “When the Battle of Uhud was imminent, my father called me at night and said: ‘I have a feeling that I will be among the first to be killed from the Companions of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him). I am going to leave none behind dearer to me than you except the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him). Indeed, there is a debt that I have to pay off, so pay it off on my behalf, and take good care of your sisters.’ In the morning, he was the first to be killed. I buried with him another man in the same grave. I did not feel good about leaving him buried with another. So, I got him out of his grave six months later, and found him the same as the day I put him therein, except for his ear. Then, I placed him in a grave where he was buried alone.” [Narrated by Al-Bukhāri]

5/1507- Jābir bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Ketika perang Uhud tiba, pada malam harinya ayahku memanggilku. Dia berkata, 'Aku tidak menduga kecuali akulah orang pertama yang akan gugur di antara sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Tidak ada yang aku tinggalkan sepeninggalku yang lebih berharga bagiku daripada dirimu selain jiwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Sesungguhnya aku mempunyai utang, maka lunasilah. Dan berbuat baiklah kepada saudari-saudarimu!' Keesokan harinya, dia benar-benar menjadi orang pertama yang gugur terbunuh. Aku menguburkannya bersama orang lain dalam kuburnya. Namun hatiku tidak tenteram membiarkannya dikubur bersama orang lain. Maka setelah enam bulan aku pun mengeluarkannya dan ternyata jasadnya masih utuh seperti ketika hari aku menguburkannya, kecuali telinganya saja. Lalu aku menguburkannya di liang kubur tersendiri." (HR. Bukhari)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Underlining the Karāmah relevant to ‘Abdullah ibn Harām, the father of Jābir (may Allah be pleased with them both), as he told him that he would be one of those who will be the first to be killed. Also, when he was taken out of his grave six months later, he was just the same as the day he was placed therein, may Allah be pleased with him!

1) Menampakkan karamah Abdullah bin Ḥarām, ayahanda Jābir -raḍiyallāhu 'anhumā-. Dia mengabarkan bahwa dia adalah orang pertama yang akan terbunuh di antara para sahabat, lalu dia dikeluarkan dari kuburnya setelah enam bulan dalam keadaan seperti ketika hari dia dimakamkan. Semoga Allah meridainya.

en

2) The Companions’ perfect love for Allah’s Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) and their preferring him to their own selves, their wives, and their children. May Allah be pleased with all of them.

2) Kesempurnaa cinta para sahabat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta mereka lebih mengutamakan beliau di atas diri sendiri, keluarga, dan anak-anak mereka. Semoga Allah meridai mereka semuanya.

en

1508/6- Anas (may Allah be pleased with him) reported: “Two men from the Companions of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) left his house on a dark night and were led by two lights like lamp, illuminating the way before them. When they parted, each of them was accompanied by one of these lights until he came to his family.”

6/1508- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa ada dua orang sahabat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang keluar dari tempat beliau di suatu malam yang gelap gulita, bersama mereka ada sesuatu mirip dua lampu di depan mereka. Ketika keduanya berpisah, masing-masing mereka bersama satu lampu sampai dia tiba di keluarganya.

en

[Narrated by Al-Bukhāri through several chains of narration. According to some of these versions, the two men were Usayd ibn Hudayr and ‘Abbād ibn Bishr (may Allah be pleased with them)]

(HR. Bukhari dari beberapa jalur, di sebagiannya disebutkan bahwa kedua laki-laki itu adalah Usaid bin Ḥuḍair dan 'Abbād bin Bisyr -raḍiyallāhu 'anhumā-).

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The Hadīth informs about the Karāmah of these two honorable Companions, Usayd ibn Hudayr and ‘Abbād ibn Bishr (may Allah be pleased with them).

1) Menjelaskan karamah dua sahabat yang mulia ini, yaitu Usaid bin Ḥuḍair dan 'Abbād bin Bisyr -raḍiyallāhu 'anhumā-.

en

2) Whoever goes out for the purpose of seeking after the truth and knowledge, Allah Almighty will support him in all his affairs.

2) Siapa yang keluar mencari kebenaran dan ilmu, maka Allah -'Azza wa Jalla- akan menolongnya dalam semua urusannya.

en

1509/7- Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported: “Allah’s Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) dispatched a reconnaissance troop of ten men under the leadership of ‘Āsim ibn Thābit al-Ansāri (may Allah be pleased with him). They proceeded until they reached Al-Had’ah, a place between ‘Usfān and Makkah, when the news reached a branch of the tribe of Hudhayl called Banu Lihyān. About one hundred of their archers hurried to track them. When ‘Āsim and his companions sensed them, they took refuge in a safe place. Their trackers circled them and said: ‘Come down and surrender. We give you our pledge and covenant that we will not kill any of you.’ ‘Āsim ibn Thābit said: ‘O people! As for me, I will not go down to be under the protection of disbelievers. O Allah, let your Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) know what has happened to us.’ The disbelievers then shot arrows at them until they killed ‘Āsim. Three of the men went down trusting their pledge and covenant; Khubayb, Zayd ibn ad-Dathinah, and a third man. When the disbelievers captured them and tied them up with the strings of their bows, the third companion said: ‘This is the start of a betrayal. By Allah, I will not go with you. I have a clear example in these (killed companions).’ So they dragged him and tried to force him to accompany them, but he refused, so they killed him. They took Khubayb and Zayd ibn ad-Dathinah with them and sold them as slaves in Makkah. This incident took place after the Battle of Badr. Khubayb was bought by the children of Al-Hārith ibn ‘Āmir ibn Nawfal ibn ‘Abd Manāf. It was Khubayb who had killed Al-Hārith in the battle of Badr. Khubayb remained as their prisoner for a several days, until they decided to kill him. Khubayb borrowed a razor from one of Al-Hārith’s daughters to shave his pubic hair. Without her being aware, her little son crawled towards Khubayb. When she saw her son on Khubayb's knee and he had the razor in his hand, she was terrified, and Khubayb noticed the fear on her face. He said: ‘Are you afraid that I might kill him? No, I would never do that.’ She later commented: ‘By Allah, I never saw a prisoner better than Khubayb. By Allah, I once saw him eating a bunch of grapes from his hand while he was chained up, but there was no such fruit at that time in Makkah. It must have been a blessing that Allah had bestowed upon Khubayb.’ When they took him out of the Haram (the sanctuary of Makkah), so they could kill him outside its boundaries, Khubayb asked them to let him pray two Rak‘ahs (units of prayer). They allowed him to do so, so he offered the two Rak‘ahs. Then he said: ‘By Allah, had I not reckoned that you would think that I am afraid of dying, I would have prayed more. O Allah, remove them altogether, slay them one by one, and spare none of them.’ He then recited the following verses of poetry:

7/1509- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, “Rasulullah -ṣallallāhu 'alahi wa sallam- mengutus sepuluh orang pasukan mata-mata dan mengangkat 'Āṣim bin Ṡābit Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- sebagai pemimpin mereka. Mereka pun berangkat, hingga ketika mereka sampai di Had`ah, sebuah tempat antara 'Usfān dan Mekah, ada yang membocorkan keberadaan mereka kepada salah satu kabilah Hużail bernama Bani Liḥyān. Mereka pun segera mengerahkan sekitar 100 orang pasukan pemanah, lalu mereka menelusuri jejak para sahabat. Ketika 'Āṣim dan para sahabatnya mengetahui kehadiran mereka, mereka segera berlindung ke sebuah tempat, sehingga orang-orang itu segera mengepung mereka. Orang-orang itu berkata, 'Turun dan menyerahlah kalian! Kami jamin dan berjanji pada kalian bahwa kami tidak akan membunuh seorang pun dari kalian.' 'Āṣim bin Ṡābit berkata, 'Wahai pasukan! Adapun aku, maka aku tidak masuk dalam jaminan orang kafir. Ya Allah! Beritahukanlah berita tentang kami kepada Nabi-Mu.' Lalu mereka pun menghujani para sahabat dengan anak panah hingga 'Āṣim terbunuh. Lalu tiga sahabat (yang masih hidup) turun menyerah dengan janji dan jaminan mereka, di antaranya Khubaib dan Zaid bin Ad-Daṡinah dan satu orang lainnya. Ketika mereka berhasil menguasai ketiganya, mereka segera melepas tali busur panah mereka dan mengikat mereka dengannya. Maka berkatalah lelaki yang ketiga, 'Ini adalah awal pengkhianatan. Demi Allah! Aku tidak akan mau mengikuti kalian. Sungguh aku memiliki teladan pada mereka.' Mereka pun menyeretnya dan memaksanya untuk ikut, tetapi dia terus berontak, sehingga mereka pun membunuhnya. Lalu mereka pergi membawa Khubaib dan Ibnu Ad-Daṡinah kemudian menjual keduanya di kota Mekah setelah perang Badar. Khubaib dibeli oleh Bani Al-Ḥāriṡ bin 'Āmir bin Naufal bin Abdu Manāf, karena Khubaib adalah orang yang telah membunuh Al-Ḥāriṡ bin 'Āmir pada waktu perang Badar. Maka Khubaib menjadi tawanan mereka selama beberapa waktu sampai mereka sepakat untuk membunuhnya. Lalu suatu ketika Khubaib meminjam sebuah pisau cukur untuk mencukur bulu kemaluannya dari sebagian anak perempuan Al-Ḥāriṡ, kemudian perempuan itu meminjaminya. Tiba-tiba anak laki-lakinya yang masih kecil merangkak dan mendekati Khubaib tanpa disadarinya. Kemudian dia mendapati Khubaib mendudukkan anaknya tersebut di pangkuannya sementara pisau cukur di tangannya, sehingga dia kaget dan ketakutan, yang segera disadari oleh Khubaib. Khubaib lalu bertanya, 'Apakah kamu takut aku akan membunuhnya? Sungguh aku tidak akan pernah melakukan hal itu!' Perempuan itu mengisahkan, 'Demi Allah! Aku belum pernah melihat seorang tawanan yang lebih baik dari Khubaib. Demi Allah! Aku pernah mendapatkannya suatu hari sedang makan setangkai anggur di tangannya, padahal dia diborgol dengan besi dan ketika itu tidak ada buah-buahan di Mekah. Sungguh itu tidak lain adalah rezeki dari Allah untuk Khubaib.' Ketika mereka membawanya keluar dari Tanah Haram untuk mengeksekusi pembunuhannya di luar Tanah Haram, Khubaib berkata kepada mereka, 'Biarkan aku mengerjakan salat dua rakaat.' Mereka pun membiarkannya mengerjakan salat dua rakaat. Kemudian dia berkata, 'Kalau bukan khawatir kalian mengira bahwa aku takut mati, niscaya aku akan memanjangkannya.' Lalu dia berdoa, 'Ya Allah! Binasakanlah mereka semua, bunuhlah mereka semua terpisah-pisah, dan jangan tinggalkan satu pun dari mereka.” Kemudian Khubaib menggubah dua bait syair,

en

‘I do not care how I will be killed as long as I will die in the cause of Allah, as a Muslim.

Aku tak peduli saat aku terbunuh sebagai seorang muslim ... dalam kondisi apa pun kematianku di jalan Allah.

en

This is for Allah’s sake, and if He so wills, He may bless torn and amputated limbs.’

Itu semua demi Żat Allah, jika Allah menghendaki ... maka Dia akan memberkahi persendian-persendian anggota tubuh yang tercabik-cabik.

en

It was therefore Khubayb who established the Sunnah (practice) for any Muslim captive who is about to be killed to pray two Rak‘ahs. The Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) related to his Companions what had happened to the ten Companions on the day that it happened. Later, when some disbelievers from the Quraysh were informed that ‘Āsim had been killed, they sent people to fetch a recognizable part of him to confirm his death. They did so, because ‘Āsim had previously killed one of their chiefs. So Allah sent a swarm of bees, resembling a shady cloud, to hover over the body of ‘Āsim to shield him from their messengers, and they were not able to cut off any part of him.” [Narrated by Al-Bukhāri]

Khubaib adalah orang pertama yang mengajarkan salat dua rakaat untuk setiap muslim yang akan dibunuh (dieksekusi). Pada hari terjadinya peristiwa tersebut, Nabi -ṣallallāhu 'alahi wa sallam- mengabarkan kepada sahabat-sahabatnya tentang berita yang menimpa mereka. Beberapa orang kafir Quraisy mengirim pasukan untuk mencari jenazah 'Āṣim bin Ṡābit ketika mendengar bahwa dia telah terbunuh agar mereka bisa mendatangkan suatu bukti yang bisa dikenali dari 'Āṣim (bahwa dialah yang benar-benar terbunuh), karena dia telah membunuh salah seorang pembesar mereka. Namun, Allah mengirim sekelompok lebah seperti awan ke jenazah 'Āṣim dan melindunginya dari para utusan Quraisy tersebut, sehingga mereka sama sekali tidak berhasil memotong sedikit pun dari tubuhnya." (HR. Bukhari)

en

--

Kata "الهَدْأَةُ" (al-had`ah): nama sebuah tempat; "الظُّلَّةُ" (aẓ-ẓullah): awan; "الدَّبْرُ" (ad-dabr): lebah.

en

--

Perkataan "اقْتُلْهُمْ بِدَداً" (uqtulhum bidadan), dengan mengkasrahkan "bā`", dan boleh juga difatahkan. Siapa yang mengkasrahkannya, maka ia adalah bentuk jamak dari kata "بِدَّةٍ" (biddah) dengan mengkasrahkan "bā`", yaitu bagian. Maksudnya: bunuhlah mereka menjadi pecahan bagian-bagian, setiap masing-masing orang memiliki bagian. Siapa yang memfatahkannya, dia bermaksud: terpisah-pisah dalam pembunuhan satu demi satu, karena ia berasal dari kata at-tabdīd (memisahkan).

en

There are many other authentic Hadīths on this topic, and we mentioned some of them earlier in this book. One of them is the Hadīth about the boy who used to visit the monk and the sorcerer, the Hadīth about Jurayj, the Hadīth about the people of the cave who were trapped inside it when a rock blocked its entrance, the Hadīth about the man who heard a voice in the clouds saying: “Water the garden of so-and-so,” and others as well. There are abundant relevant proofs on this topic, and Allah is the Granter of success.

Dalam pembahasan ini terdapat banyak hadis sahih yang telah disebutkan di pembahasan-pembahasan sebelumnya dalam kitab ini. Di antaranya hadis tentang pemuda yang belajar kepada pendeta dan tukang sihir, hadis tentang Juraij, hadis tentang orang-orang yang terperangkap batu besar dalam gua, hadis tentang laki-laki yang mendengar suara dari awan mengatakan, "Siramlah kebun milik fulan", dan lain sebagainya. Dalil-dalil dalam bab ini sangat banyak dan populer. Wabillāhi at-taufīq.

en

Words in the Hadīth:

Kosa Kata Asing:

en

--

عَيْنًا ('ainan): orang yang datang membawa berita tentang musuh.

en

--

الرَّهْطُ (ar-rahṭ): sejumlah laki-laki

en

--

نَفَرُوْا لَهُمْ (nafarū lahum): mereka keluar dengan cepat untuk memerangi mereka.

en

--

ذِمَّةٌ (żimmah): perjanjian.

en

--

اقْتَصُّوا آثَارَهُمْ (iqataṣṣū āṡārahum): mengikuti jejak kaki mereka.

en

--

أَطْلَقُوا أَوْتَارَ قِسيِّهمْ: melepas tali busur mereka.

en

--

يَسْتَحِدُّ بِهَا (yastaḥiddu bihā): untuk mencukur bulu kemaluannya.

en

--

جَزَعٌ (jaza'): takut mati.

en

--

اِبْتَاعَ (ibtā'a): membeli.

en

--

دَرَجَ (daraja): merangkak seperti anak kecil.

en

--

أَوْصَال (auṣāl): anggota tubuh.

en

--

شِلْوٍ (syilw): tubuh.

en

--

صَبْرًا (ṣabran): diikat kemudian dibunuh.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Establishing that the Karāmah of the allies of Allah is true, and this shows in the following incidents:

1) Menetapkan karamah para wali, dan ini tampak dalam beberapa perkara:

en

a- Allah Almighty informed His Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) about what had happened to that group of the Companions.

a. Berita Allah kepada Rasul-Nya tentang sahabat-sahabat itu.

en

b- Allah Almighty saved the body of ‘Āsim ibn Thābit from being mutilated after his death.

b. Penjagaan Allah kepada 'Āṣim bin Ṡābit -raḍiyallāhu 'anhu- dari tindakan yang merusak kehormatannya dengan memotong dagingnya setelah kematiannya.

en

c- The provision Allah sent to Khubayb while he was detained in Makkah, and it was something that was not available in Makkah.

c. Rezeki yang Allah kirimkan kepada Khubaib ketika dia ditahan di Mekah, berupa buah yang tidak ada di sana.

en

2) A Muslim’s supplication is answered, and he is honored in his life and after his death.

2) Dikabulkannya doa seorang muslim dan memuliakannya ketika masih hidup dan setelah meninggal.

en

3) A slave is granted honor in proportion to his servitude and uprightness. The most honored people after the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) are his Companions (may Allah be pleased with them), because they were the most excellent in terms of showing servitude to Allah Almighty, uprightness, and compliance with the guidance of His Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him).

3) Seorang hamba akan mendapatkan karamah sesuai dengan kadar ibadah dan keistikamahan yang dimilikinya. Orang yang paling banyak karamahnya setelah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sahabat-sahabat beliau -raḍiyallāhu 'anhum-, karena mereka adalah generasi yang paling banyak ibadahnya kepada Allah serta paling tinggi keistikamahan dan ketaatannya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

en

1510/8- Ibn ‘Umar (may Allah be pleased with him and his father) reported: “Never have I heard ‘Umar saying about something: ‘I think it to be so-and-so,’ but it proved to be as he had thought.” [Narrated by Al-Bukhāri]

8/1510- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Belum pernah sama sekali aku mendengar Umar -raḍiyallāhu 'anhu- berkata tentang sesuatu, 'Sungguh aku menduganya demikian,' melainkan pasti terjadi sebagaimana yang dia perkirakan." (HR. Bukhari)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) Highlighting the merit of ‘Umar (may Allah be pleased with him) and his clear insight and for being perfect genius. He was inspired and one of the ten Companions who received the glad tidings of entering Paradise. He is the best one of the Muslim nation after the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) and Abu Bakr (may Allah be pleased with him).

1) Menjelaskan keutamaan Umar, kebenaran firasatnya, dan kesempurnaan kecerdasannya; dialah sosok yang telah diberikan ilham, termasuk di antara sepuluh sahabat yang telah dijamin masuk surga, dan merupakan orang paling utama setelah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhumā-.

en

2) A true believer is granted true insight by Allah Almighty by which he can judge matters well.

2) Seorang mukmin yang jujur akan dianugerahi oleh Allah basirah (ilmu) yang benar untuk membedakan berbagai urusan; antara yang hak dan batil.

en

Benefit:

Faedah Tambahan:

en

Al-Hāfizh Al-Dhahabi (may Allah have mercy upon him) said while stating the difference between the allies of the Most Merciful and the allies of the devil:

Al-Ḥāfiẓ Aż-Żahabiy -raḥimahullāh- telah menjelaskan perbedaan antara wali Allah dan wali setan,

en

Allah Almighty says about His allies: {Those who believe and fear Allah.} [Surat Yūnus: 63] During the time of the pre-Islamic era of ignorance, there used to be diviners who would tell people about matters of the unseen. Monks and sorcerers can also reveal some matters of the unseen, and even nowadays there are men and women who are possessed by devils and can tell about the unseen. They are so many in fact. Shaykh Al-Islam Ibn Taymiyyah (may Allah have mercy upon him) wrote that such people and the likes of them experience satanic states. Some such states that mislead lay people include eating snakes, entering into fire, and walking on air. Such things are done by people who commit sins and are negligent in performing religious duties.

"Allah -Ta'ālā- berfirman tentang wali-wali-Nya, bahwa mereka adalah, Orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa.' (QS. Yūnus: 63) Dahulu di masa jahiliah, sejumlah dukun mengabarkan perkara gaib, para pendeta juga memiliki kasyf (penglihatan gaib) dan berita gaib, dan tukang sihir juga mengabarkan perkara gaib. Di zaman kita sejumlah perempuan dan laki-laki yang dirasuki oleh jin juga mengabarkan perkara gaib sebanyak helaan napas. Syekh kami, Ibnu Taimiyyah telah menyusun lebih dari satu buku, bahwa kondisi mereka dan orang-orang yang semisalnya adalah kondisi setan. Di antara kondisi setan yang menyesatkan orang awam ialah atraksi memakan ular, masuk ke dalam api, dan berjalan di udara, yang dilakukan oleh orang-orang yang melakukan maksiat dan melalaikan kewajiban.

en

We ask Allah to help us follow the Straight Path, instill faith in our hearts, and support us with guidance from Him. There is no might or strength except with Allah.

Kita mohon kepada Allah supaya dibantu untuk mengikuti jalan yang lurus, menetapkan iman di dalam hati kita, dan menolong kita dengan pertolongan yang datang dari-Nya, karena tidak ada upaya dan kekuatan kecuali dengan Allah.

en

An ignorant person may come and say: “Shut up! Do not speak ill of the Awliyā’ of Allah.” But he cannot perceive that it is he who has discredited and insulted them by counting among them such possessed scum who are allies of the devil. Allah Almighty says: {But the devils whisper to their [human] friends to argue with you}, then He says: {and if you were to obey them, you would surely become polytheists.} [Surat al-An‘ām: 121] (Tārīkh Al-Islam, 48/329)

Mungkin akan ada orang jahil yang datang dan berkata, "Diam! Jangan mencela wali-wali Allah!" Tetapi dia tidak merasa bahwa dialah sebenarnya yang mencela dan menghina wali-wali Allah, karena dia telah memasukkan orang-orang jahil dan gila dari kalangan wali-wali setan ke dalam golongan wali-wali Allah. Allah -Ta'ālā- berfirman, "Sesungguhnya setan-setan akan membisikkan kepada wali-walinya agar mereka membantah kamu." Kemudian Allah melanjutkan, "Dan jika kamu menuruti mereka, tentu kamu telah menjadi orang musyrik." (QS. Al-An'ām: 121) (Tārīkh Al-Islām, 48/329)

en

Book on Forbidden Matters

KITAB PERKARA-PERKARA YANG DILARANG