Terjemahan yang Berlaku English عربي
en

262. Chapter on Urging Muslims to Verify the Truthfulness of What They Say and Report

262- BAB MOTIVASI UNTUK MEMASTIKAN KEBENARAN APA YANG DIUCAPKAN DAN DICERITAKAN

en

Allah Almighty says: {Do not follow that of which you have no knowledge} [Surat al-Isrā’: 36] And He says: {Not a single word he utters but there is with him a vigilant watcher, ready [to record it].} [Surat Qāf: 18]

Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Isrā`: 36) Dia juga berfirman, "Tidak ada suatu kata pun yang diucapkan melainkan di sisinya ada malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)." (QS. Qāf: 18)

en

Guidance from the verses:

Pelajaran dari Ayat:

en

1) One should not pursue what he does not know and must talk only about what he has knowledge about.

1) Hamba wajib untuk tidak mengikuti apa yang dia tidak miliki ilmunya, bahkan dia wajib untuk tidak berbicara kecuali yang dia ketahui.

en

2) Awareness of the implications of mindfulness of Allah Almighty entails that one should only say beneficial words.

2) Menanamkan hakikat pengawasan Allah -'Azza wa Jalla- akan menjadikan hamba tidak berbicara kecuali pada apa yang berguna.

en

1547/1- Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) reported that the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “It is sufficient lying for a person to narrate everything he hears.” [Narrated by Muslim]

1/1547- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Cukuplah seseorang dikatakan pendusta bila dia menceritakan semua yang dia dengar." (HR. Muslim)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) One must verify the authenticity of what he says or conveys of news.

1) Seorang hamba harus memastikan kebenaran berita yang hendak dia ucapkan dan sampaikan.

en

2) Reporting everything that one hears is bound to make him fall into lying.

2) Menceritakan semua yang didengar akan menjatuhkan seseorang ke dalam kedustaan.

en

1548/2- Samurah (may Allah be pleased with him) reported that the Messenger of Allah (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “Whoever reports a Hadīth on my authority that is thought to be false is one of the two liars (the one who fabricated it and the one who reported it).” [Narrated by Muslim]

2/1548- Samurah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang menceritakan dariku sebuah hadis yang dinilai dusta, maka ‎dia adalah satu dari orang-orang yang berdusta.‎" (HR. Muslim)

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) One of the worst forms of lying is to lie about Allah Almighty and His Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him) because it involves promoting rulings that spoil people’s religiosity and beliefs and cause the destruction of lands and people.

1) Di antara bentuk kedustaan yang paling besar ialah berdusta mengatasnamakan Allah -'Azza wa Jalla- dan mengatasnamakan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, karena hal itu berkaitan dengan hukum-hukum yang akan merusak agama dan akidah serta menghancurkan negeri dan rakyat.

en

2) It is prohibited to narrate fabricated Hadīths, and Muslims are warned against doing this.

2) Haram meriwayatkan hadis-hadis palsu yang mengatasnamakan Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta peringatan dari mengerjakan hal itu.

en

Important Note:

Peringatan Penting:

en

Some orators and preachers take lightly the matter of narrating fabricated Hadīths, holding that doing this is permissible when it comes to speaking about virtuous deeds. To those people we say: Are not the authentic Hadīths of the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) sufficient in this respect? Why should we give up what is authentic and opt for the weak, when Allah Almighty says: {And do not follow that of which you have no knowledge}, And the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) said: “It is sufficient lying for a person to narrate everything he hears.” Al-Hāfizh Ad-Dāraqutni (may Allah have mercy upon him) (d. 385 H) said:

Sebagian penceramah dan pemberi mauizah bermudah-mudahan dalam meriwayatkan hadis-hadis palsu dan mereka menganggap hal itu diperbolehkan pada perkara-perkara yang dikenal dengan istilah faḍā`ilul-a'māl. Hendaknya dikatakan kepada mereka itu: Bukankah di dalam hadis yang sahih dan sabit dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah terdapat nas-nas yang sangat banyak lagi cukup?! Lalu mengapa kita berpaling meninggalkan hadis yang sahih dan mengambil hadis yang daif?! Padahal Allah -Ta'ālā- telah berfirman, "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Isrā`: 36) Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda, "Cukuplah seseorang dikatakan berdusta bila dia menceritakan semua yang dia dengar." Al-Ḥāfiẓ Ad-Dāraquṭniy -raḥimahullāh- (w. 385) berkata,

en

“Whoever narrates all the reports attributed to the Prophet (may Allah’s peace and blessings be upon him) without verifying the authentic and inauthentic thereof and the true and false thereof, has committed a sin and is feared to be counted among those who fabricate lies about Allah’s Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him).” [Introduction to Al-Du‘afā’ wal-Matrūkīn]

"Siapa yang menceritakan semua yang dia dengar dari hadis-hadis yang diriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tanpa memilah antara yang sahih dan tidak sahih serta antara yang hak dan yang batil, dia telah berdosa serta dikhawatirkan dia masuk dalam golongan orang-orang yang berdusta dengan mengatasnamakan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." (Muqaddimah Kitāb Aḍ-Ḍu'afā` wal-Matrūkīn).

en

1549/3- Asmā’ (may Allah be pleased with her) reported that a woman asked Allah’s Messenger (may Allah’s peace and blessings be upon him): “I have a co-wife; is it sinful for me to boast (before her) of receiving from my husband what he has not given me?” He replied: “The one who boasts of receiving what he has not been given is like the one wearing two garments of falsehood.” [Narrated by Al-Bukhāri and Muslim]

3/1549- Asmā` -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa seorang wanita berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku memiliki madu, maka apakah aku berdosa jika aku menampakkan bahwa aku diberikan (sesuatu) oleh suamiku padahal ia tidak pernah memberikannya padaku?" Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Orang yang pura-pura menampakkan diri mendapatkan sesuatu yang sebenarnya tidak diberikan seperti orang yang memakai dua helai pakaian palsu." (Muttafaq 'Alaih)

en

-- The one wearing two garments of falsehood: one who deceives people by dressing like the people of asceticism or knowledge or wealth, so that people believe him to be so while he is not. There are other explanations for that, and Allah knows best.

المُتَشَبِّعُ (al-mutasyabbi'): orang yang menampakkan kekenyangan padahal dia tidak kenyang. Maksudnya di sini, menampakkan bahwa dia mendapatkan suatu keutamaan padahal tidak ada. لَابِسِ ثَوْبَي زُوْرٍ (lābis ṡaubai az-zūr): orang yang menipu. Yaitu orang yang menipu orang lain dengan memakai pakaian orang-orang yang zuhud, berilmu, atau kaya agar orang lain tertipu padahal dia tidak seperti itu. Ada juga yang mengatakan maknanya tidak demikian. Wallāhu a'lam.

en

Guidance from the Hadīth:

Pelajaran dari Hadis:

en

1) The greater the evil caused by lying, the graver its sin.

1) Semakin besar kerusakan dusta maka semakin besar juga dosanya.

en

2) A wive is warned of seeking to spoil the relationship between her husband and her co-wife.

2) Peringatan terhadap istri dari upaya merusak hubungan antara suaminya dengan madunya.